Anda di halaman 1dari 5

1.

Etiologi dari diagnosis skenario diatas

Herpes zoster merupakan suatu reaktivasi akibat infeksi awal yang


bermanifestasi sebagai varicella zoster (cacar air). Herpes zoster disebabkan
oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di dalam ganglion posterior atau
ganglion intrakranial. Virus dibawa ke tepi ganglion spinal atau ganglion
trigeminal, kemudian menjadi laten. Reaktivasi virus varicella zoster dapat
dipicu oleh berbagai faktor seperti pembedahan, penyinaran, lanjut usia, dan
keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seseorang yang sedang dalam
pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik
seperti hipertensi (Handoko, 2007).
2. Bagaimana patogenesis dari skenario?
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus
mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan
yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke
dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi
kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus
ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke
satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron.
Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang
laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun
dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes
zoster.
3.Hubungan virus dengan ulser
4. Apa diagnosis banding yang mungkin terjadi dari skenario? Gambar

1. Neuralgia paska herpetik


Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan.
Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan
ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi
nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.

3. Kelainan pada mata


Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik,
keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.
(keratitis)

4. Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga
memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan
tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan
gangguan pengecapan.

5. Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus
secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini
biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi
seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus.
Umumnya akan sembuh spontan.
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada skenario?
PEMERIKSAAN LABORATORIUM Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV)
dapat dilakukan beberapa test yaitu :
1. Tzanck smear
- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsas, Wrights, toluidine
blue ataupun Papanicolaous. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan
dijumpai multinucleated giant cells.
- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus.
2. Direct fluorescent assay (DFA)
- Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
- Hasil pemeriksaan cepat.
- Membutuhkan mikroskop fluorescence. - Test ini dapat menemukan antigen virus
varicella zoster. - Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes
simpleks virus.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
- Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
- Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar
vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat,
dan CSF.
- Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.
- Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.
4. Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai
adanya lymphocytic infiltrate.
6. Bagaimana penatalaksanaan dari skenario?
Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik
dan pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis yaitu :
- Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah.
- Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salap
antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
- Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan salisilat
(aspirin) untuk menghindari terjadinya terjadi sindroma Reye.
- Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder
akibat garukan.

Obat antivirus
- Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu
penyembuhan akan lebih singkat.
- Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48 - 72 jam
setelah erupsi dikulit muncul. - Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu
asiklovir, valasiklovir dan famasiklovir.
- Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varicella dan herpes zoster : Neonatus :
Asiklovir 500 mg / m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari. Anak ( 2 -12 tahun) : Asiklovir
4 x 20 mg / kg BB / hari / oral selama 5 hari. Pubertas dan dewasa : Asiklovir 5 x
800 mg / hari / oral selama 7 hari. Valasiklovir 3 x 1 gr / hari / oral selama 7 hari.
Famasiklovir 3 x 500 mg / hari / oral selama 7 hari.
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi infeksi virus?
8. Apa perbedaan seseorang yang terinfeksi virus dan terinfeksi bakteri?
9. Mengapa pada skenario hanya terjadi pada bagian kiri saja?

Daftar pustaka
1. Lichenstein R. Pediatrics, Chicken Pox or Varicella , October 21, 2002.
www.emedicine. com.
2. Harper J. Varicella (chicken pox). In : Textbook of Pediatric Dermatology, volume
1, Blackwell Science, 2000 : 336 - 39.
3. Mehta P N. Varicella, July 1, 2003. www.emedicine. com.
4. Mc Cary M L. Varicella zoster virus. American Academy of Dermatology, Inc. 1999.
5. Driano A N. Zoster - pediatric, October 11, 2002. www.emedicine. com.
6. Sugito T L. Infeksi Virus Varicella - Zoster pada bayi dan anak. Dalam : Boediardja
S A editor. Infeksi Kulit Pada Bayi & Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2003 : 17 - 33.

7. Handoko R. Penyakit virus. 2007. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.hlm 88-100

Anda mungkin juga menyukai