Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. RS
Umur : 14 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Kristen
Alamat : Jl. A Cappe Dusun Lompoloang Pitumpanua Siwa
Tanggal Masuk : 07 - 11 - 2016
Tanggal Pemeriksaan :09- 11 - 2016
No. RM : 11.77.30
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dari keluarga pasien dan pasien sendiri (heteroanamnesis)

1. Keluhan Utama : Kaki kanan bengkok

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan bengkok pada kaki kanan yang dialami sejak
kurang lebih 10 bulan, setelah pasien mengalami kecelakaaan lalu lintas.
Setelah kejadian tersebut pasien tidak mampu untuk menggerakkan kaki
sebelah kiri disertai rasa nyeri. Setelah kecelakaan, pasien tidak dapat berjalan
dan langsung berobat ke tukang pijat. Selama 3 bulan lama nya pasien dibawa
ke tukang pijat dan dilakukan traksi berkali-kali. Setelah itu pasien dapat
berjalan namun tidak terlalu sempurna. Riwayat penurunan kesadaran tidak
ada, riwayat nyeri kepala tidak ada, riwayat mual dan muntah tidak ada.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

1
-

4. Riwayat Pengobatan
-
5. Riwayat Operasi
Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya.
6. Riwayat Keluarga
Tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. PRIMARY SURVEY
1. Airway and C-spine control
Airway : clear, patent.
C-Spine control : -
2. Breathing :
Inspeksi : Pergerakan dada simetris kiri kanan, nafas spontan,
tidak ada jejas, RR : 18x/menit.
Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-).
Perkusi : Sonor.
Auskultasi : Vesikuler S/D.
3. Circulation :Tekanan darah 130/80 mmHg,
Pernapasan 18x/menit, Nadi 88 x/menit kuat angkat,
regular.
4. Disability :GCS E4V5M6 Composmentis, pupil
isokor 2,5mm/2,5mm.
5. Environment : Suhu 36,7oC.
B. SECONDARY SURVEY
1. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis : Sakit sedang, Gizi cukup, Compous mentis
b. Status Vitalis :

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 102x/menit kuat angkat, regular di Arteri radialis

dextra

2
Pernapasan : 18x/menit

Suhu : 36,6oC di Axilla dextra

c. Kepala

Normocephali, rambut hitam dengan distribusi merata, tidak mudah

dicabut, tidak terdapat jejas maupus benjolan.

d. Mata

Bentuk normal, simetris, pupil bulat dan isokor, conjungtiva anemis

(-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya

tidak lagsung (+/+).

e. Telinga

Normotia, liang telinga lapang, tidak hiperemis, sekret (-/-), serumen

(+/+), membran timpani utuh, benda asing (-/-).

f. Hidung

Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum deviasi (-), konka

hipertrofi (-/-), tidak hiperemis, sekret (-/-).

g. Mulut

Bibir luka (-), hematom (-), trismus (-), gigi- geligi dalam batas

normal, oral hygiene baik.

3
h. Leher

Inpeksi : jejas (-), oedem (-), hematom (-)

Palpasi :Bentuk normal , tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid,

nyeri tekan (-)

i. Thorax

Paru Paru

1) Inspeksi : gerak napas kanan dan kiri simetris,

retraksi sela iga (-/), jejas (-),udem (-), hematom (-),

deformitas (-)
2) Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan, nyeri tekan (-/)
3) Perkusi : sonor di kedua lapang paru
4) Auskultasi : suara nafas vesikuler kanan dan

kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

1) Inspeksi : Ictus cordis tidak Nampak


2) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba di ICS 5 linea

midclavicula sinistra
3) Perkusi : Pekak, Batas jantung atas kanan

ICS 2 linea parasternalis dextra,batas jantung atas kiri

ICS 2 linea midclavicula sinistra, batasjantung bawah

kanan ICS 5 linea parasternalis dextra, batasjantung

bawah kiri ICS 5 linea midclavicula sinistra

4
4) Auskultasi : bunyi I-II murni reguler, gallop (-),

murmur (-)

Abdomen

1) Inspeksi : datar, jejas (-), hematom (-), oedem (-)


2) Auskultasi : bising usus (+)
3) Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut (-),

defense muscular (-)


4) Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

j. Genitalia

Tidak ada jejas, tidak terdapat nyeri


2. Status Lokalis :
a. Look :
1) pembengkakan di tungkai atas kiri ; (-) angulasi; (-) rotasi
2) deformitas
b. Feel :
Pembengkakan di tungkai atas kiri , 12 cm diatas lutut, suhukulit

normal, teraba keras, (-) mobile, (-) nyeri tekan, pulsasi ke distal (+),

CRT 2
c. Move :
1) Krepitasi
2) ROM aktif-pasif tidak ada keluhan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

5
A. Laboratorium (8-11-2016)

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


RBC 4,48 x 106 3.80-5.80 x 103 /mm3
WBC 17,5 x 103 4 10 x 103 u/L
L(14-18)
Hemoglobin 12,2 g/dl
P(12-16)
PLT 246 150-500 10^3/mm3
CT
BT
HBsAg - - -
1.
B. Pemeriksaan Radiologi

6
Gambar 1.3 Foto Femur Sinistra AP/L

V.RESUME
Seorang laki laki berusia 14 tahun datang ke Poli Ortopedi RSUD Kota

Makassar dengan keluhan kaki kanan bengkok. Dirasakan sejak 10 bulan

terakhir sehingga membuat pasien sulit untuk berjalan. Pasien mengalami

kecelakaan motor 10 bulan yang lalu. Setelah kecelakaan terjadi pasien

tidak dapat berjalan dan dibawa berobat ke tukang pijat. Rutin ditraksi

selama 10 bulan dan setelah itu pasien bisa berjalan namun tidak

sempurna. Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya disangkal.

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal. Dari hasil

pemeriksaan status vitalis TD : 110/80 mmHg, N : 102x/menit, P :

7
18x/menit S : 36,6oC di Axilla dextra. Pada pemeriksaan fisik head to toe

didapatkan semua dalam batas normal. Status lokalis region femur

sinistra didapatkan Look : (+) pembengkakan di tungkai atas kanan;

(-) angulasi; (-) rotasi (+) deformitas. Feel : (+) pembengkakan di

tungkai atas kanan, 12 cm diatas lutut, suhu kulit normal, teraba

keras, (-) mobile, (-) nyeri tekan, pulsasi ke distal (+), CRT 2. Move :

(-) krepitasi, ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri. Pada pemeriksaan

radiologis didapatkan kesan Fraktur lama dengan malunion pada 1/3

tengah os femur sinistra.

VI. DIAGNOSA KERJA


Closed fracture 1/3 distal left femur.

VII. PLANNING DIAGNOSA


1. Non operatif
a. Non medikamentosa
Immobilisasi: Pembidaian
Elevasi tungkai, awasi tanda compartment syndrome
Edukasi pasien tentang sakit yang dialami pasien
b. Medikamentosa
IVFD Ringer Lactate
Analgetik
2. Operatif
Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

BAB II

8
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
B. DEFENISI
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas dari tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur juga dapat
didefinisikan sebagai diskontinuitas korteks tulang.2
Fraktur dapat diklasifikasikan menurut etiologi (traumatik, patologi, stres);
garis fraktur (transversal, spiral, oblik, segmental, komunitif); lokasi (diafise,
metafise, epifise); dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang mengelilingi
(terbuka atau dan tertutup).1
C. Epidemiologi
Fraktur diafisis tibia merupakan fraktur paling sering yang dijumpai dalam
kasus orthopaedi.Diperkirakan terdapat sekitar 26 kasus fraktur diafisis tibia per
100.000 populasi per tahunnya dan lebih banyak terjadi pada laki laki. Kejadian
fraktur tibia terjadi rata rata pada usia 37 tahun.3
D. Anatomi4,7
Tibia berada pada batas anteromedial dan terletak pada subkutaneus. Pada
daerah diafisis bagian distal menjadi lebih tipis sehingga rentan terjadi cedera
twisting.
Kruris terbagi menjadi 4 kompatemen yang masing masing diselubungi oleh
fascia.Kompartemen anterior terdiri dari 4 otot yaitu tibialis anterior, extensor
hallucis longus, extensor digitorum longus dan peroneus tertius. Dan pada
kompartemen ini terdapat arteri tibialis anterior, nervus peroneal deep.
Kompartemen lateral terdiri dari 2 otot yaitu peroneus longus dan peroneus
brevis disertai nervus peroneal superficial. Kompartemen posterior terdiri dari 2
yaitu kompartemen posterior deep dan komparteme posterior superficial. Pada
kompartemen posterior superficial terdapat otot gastrocnemius, plantaris dan
soleus.Gastrocnemius dan soleus sangat penting untuk menutup defek pada
fraktur diafisis tibia proksimal.
Kompartemen posterior deep sangat penting karena berhubungan dengan
kompartemen anterior dan biasanya terjadi sindrom kompartemen.Terdiri dari
flexor digitorum longus, flexor haliccis longus, dan tibialis posterior, disertai

9
arteri tibialis posterior dan nervus tibialis posterior. Dikarenakan nervus tibialis
posterior mensuplai motorik otot otot kruris dan pedis maka adanya kerusakan
saraf ini perlu dipikirkan antara limb salvage ataupun amputasi

Gambar A: Anatomi tibia dan fibula

Gambar :Musculus di regio anterior Gambar : Musculus di regio lateral

10
Gambar : Musculus di regio Posterior

1.
Musculus di regio anterior4,8
a. M. tibialis anterior
b. M. extensor hallucis longus
c. M. extensor digitorum longus dan m.peroneus tertius
2. Musculus regio cruris posterior kelompok superficialis
a. M. Gastrocnemius
b. M. Soleus
c. M. Plantaris
3. Musculus regio cruris posterior kelompok profunda
a. M. Popliteus
b. M. flexor hallucis longus
c. M. flexor digitorum longus
d. M. tibialis posterior
4. Musculus region cruris lateralis
a. M. peroneus longus
b. M. peroneus brevis

PROSES PENYEMBUHAN TULANG

11
Proses penyembuhan tulang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
mencakup: usia, lokasi dan jenis fraktur, kerusakan jaringan sekitar fraktur,
banyaknya gerakan pada fragmen fraktur, pengobatan, adanya infeksi atau penyakit
lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus), derajat trauma, gap antara ujung
fragmen dan pendarahan pada lokasi fraktur. Penyembuhan fraktur melalui 5 tahapan,
sebagai berikut: 3

1. Stadium pembentukan hematom

Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh
darah yang robek. Hematom terbungkus jaringan lunak sekitar (periosteum
dan otot). Stadium ini terjadi sekitar 1-2 x 24 jam.

2. Stadium proliferasi sel/inflamasi

Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur dan
jaringan sumsum tulang. Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif
tumbuh ke arah fragmen tulang. Stadium ini terjadi setelah hari ke-2 fraktur.

3. Stadium pembentukan kalus:

Osteoblast membentuk tulang lunak (kalus) yang memberikan rigiditas pada


fraktur. Pada X-Ray, massa kalus menunjukkan fraktur telah menyatu.
Stadium ini terjadi 6-10 hari setelah fraktur.

4. Stadium konsolidasi

Kalus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Pada stadium ini, fraktur telah
menyatu jika diraba dan bertahap berubah menjadi tulang matur. Terjadi pada
minggu ke-3 hingga 10 setelah fraktur.

5. Stadium remodelling

Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur.


Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast Pada anak-anak remodeling
dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda penebalan tulang.

12
KOMPLIKASI FRAKTUR

Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi komplikasi segera, awal, dan lanjut.
Komplikasi segera dapat bersifat lokal seperti kerusakan kulit, pembuluh darah
(hematom, spasme arteri, dan kontusio), kerusakan saraf, kerusakan otot, dan
kerusakan organ; ataupun sistemik seperti syok hemoragik. Komplikasi awal juga
dapat bersifat local berupa sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis kulit,
gangren, trombosis vena, komplikasi pada persendian (artritis), dan pada tulang
(infeksi/osteomyelitis); ataupun sistemik seperti emboli lemak, emboli paru,
pneumonia, tetanus, delerium tremens. Komplikasi lanjut dapat terjadi pada
persendian, tulang, otot ataupun saraf. Komplikasi tulang berupa penyembuhan
tulang abnormal seperti malunion, delayed union ataupun non-union. Malunion
adalah keadaan dimana tulang menyambung dalam posisi tidak anatomis, bisa
sembuh dengan pemendekan, sembuh dengan angulasi, atau sembuh dengan rotasi.
Delayed union adalah proses penyembuhan patah tulang yang melebihi waktu yang
diharapkan, hal ini berarti bahwa proses terjadi lebih lama dari batas waktu yaitu
umumnya 3-5 bulan. Non union adalah keadaan dimana suatu proses penyembuhan
patah tulang berhenti sama sekali dan penyembuhan patah tulang tidak akan terjadi
tanpa koreksi pembedahan. 4

Malunion5

Malunion adalah fraktur yang sudah sembuh dengan fragmen menyatu pada posisi
non-anatomis. Malunion baik terlihat atau tidak, dapat mengganggu fungsi: (1)
permukaan sendi abnormal menyebabkan transfer berat badan yang ireguler dan
arthritis sendi terutama pada ekstremitas bawah, (2) rotasi atau angulasi fragmen
sehingga mengganggu keseimbangan ataupun gait, (3) overriding fragmen tulang
sehingga menimbulkan pemendekan, dan (4) pergerakan sendi sekitar yang terbatas.
Operasi dilakukan pada malunion hanya jika telah mengganggu fungsi.

13
Malunion umumnya disebabkan oleh reduksi yang tidak adekuat atau imobilisasi
yang tidak efektid selama pemulihan. Dalam menangani malunion, 4 karakteristik
untuk menentukan kemampuan reduksi fraktur: alignment, rotasi, restorasi panjang
normal, dan posisi aktual fragmen. Deformitas minimal dapat menyebabkan
disabilitas jika malunion melibatkan persendian ataupun dekat persendian. Meskipun
demikian, pembedahan hanya dilakukan jika terjadi deformitas rotasional.5
Evaluasi malunion berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis mencakup waktu dan mekanisme cedera yang menyebabkan
fraktur, nyeri dan limitasi fungsional dan semua intervensi bedah maupun non-bedah.
Pemeriksaan fisik meliputi kulit, jaringan lunak daerah luka, drainase, pembentukan
sinus, assessment nyeri, dan pemeriksaan neurovascular ekstremitas serta ROM pada
sendi proksimal dan distal dari lokasi fraktur. Pemeriksaan penunjang berupa foto
polos AP dan lateral area fraktur yang meliputi minima 2 sendi (distal dan proksimal)
perlu dibandingkan antara awal fraktur sebelum operasi dan sesudanya serta foto
terkini.6
Kemungkinan malunion pada fraktur femur sebenarnya dapat dikurangi dengan
pilihan teknik pembedahan awal menggunakan prosedur interlocking intramedullary
nail. Malunion yang menyebabkan pemendekan lebih dari 2,5 cm atau angulasi lebih
dari 10 derajat dan rotasi baik internal ataupun eksternal sehingga lutut tidak dapat
digerakkan saat gerakan melangkah merupakan indikasi pembedahan osteotomy
(untuk memisahkan segmen tulang yang mengalami deformitas/refrakturisasi
sehingga dapat dilakukan realignment dari axis anatomi dan mekanik)6 dilanjutkan
fiksasi menggunakan intramedullary nail. Evaluasi pre-operatif sebaiknya meliputi
radiografi panjang kedua ekstremitas baik yang terkena ataupun tidak saat menahan
beban agar dapat dibandingkan.5
Tujuan pembedahan pada malunion adalah untuk mengembalikan fungsi dan bukan
hanya kosmetik semata, serta dilakukan setidaknya setelah 6-12 bulan pasca fraktur
dengan mempertimbangkan adanaya deformitas pada jaringan lunak dan

14
osteoporosis. Fiksasi sirkular pada pembedahan malunion baik untuk merestorasi
panjang tulang.

15
VIII. Diagnosis
Anamnesa
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis.Trauma harus
diperinci kapan terjadinya, jenisnya, berat-ringannya trauma, arah
trauma dan posisi pasien atau ekstremitasyang bersangkutan
(mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma
ditempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan
perut.
Pemeriksaan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya: syok pada fraktur
multiple, fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada
fraktur terbuka terinfeksi.
Pemeriksaan Status Lokalis
Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang:
Look, Cari apakah terdapat:
Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada
fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi
dan shortening.
Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur tibia
tidak dapat berjalan.Lihat juga ukuran panjang tulang,
bandingkan kiri dan kanan.
Feel
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan : nyeri tekan yang superficial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada
tulang.
Krepitasi : dapat diketahui dengan perabaan dan harus
dilakukan secara hati-hati.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai

16
dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri
pada kuku.
Move,untuk mencari:
o Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini
sebaiknya tidak dilakukan karena menambah trauma.
o Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif atau pasif.
o Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang
tidak mampu dilakukan, range of joint movement (derajat dari
ruang lingkup gerakan sendi) dan kekuatan.
Gejala dan tanda klinis
Fraktur femur merupakan fraktur yang biasanya diakibatkan oleh
trauma energy tinggi, maka harus dilakukan pemeriksaan secara
keseluruhan. Biasanya pasien datang dengan nyeri, adanya
deformitas, pembengkakan, dan pemendekan tungkai yang cedera.
Pemeriksaan NVD juga harus dilakukan secara teliti karena
biasanya fraktur jenis ini disertai trauma neurovaskular . Selain itu
dilakukan juga pemeriksaan pada sendi Hip dan sendi lutut pada
sisi yang cedera. Yang paling penting adalah awasi tanda-tanda
vital, karena fraktur femur dapat menyebabkan kehilangan darah
sampai 3 liter.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap seperti jumlah sel darah merah dan
komponennya untuk mengetahui adanya anemia akibat perdarahan
pada fraktur, sel darah putih untuk menilai tanda inflamasi, dan
pemeriksaan darah lainnya terutama bila direncanakan untuk persiapan
operasi.
Pemeriksaan Radiologi
Beberapa yang harus diperhatikan pada pemeriksaan radiologiadalah :

17
- Foto x-ray yang harus dilakukan adalah foto AP dan lateral dari
femur, sendi hip dan lutut harus nampak pada foto tersebut.
Ditambah dengan foto pelvis proyeksi AP.
- Penilaian foto x-ray harus dilakukan secara teliti untuk menilai pola
dari fraktur, kualitas tulang, ada atau tidakanya segmen tulang yang
hilang, pemendekan, dan jaringan di sekitarnya.

IX. Penatalaksanaan

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, maka


harus diperhatikan prinsip pengobatan 4 R, yakni:
Rekognisi: diagnosa dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan:
Lokalisasi fraktur
Bentuk fraktur
Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan
Reduksi/Reposisi:
Adalah tindakan untuk mengembalikan fragmen-fragmen fraktur
semirip mungkin dengan keadaan atau posisi letak normal.Posisi yang
baik adalah apabila aligment dan aposisi yang kembali sempurna.
Retensi atau fiksasi atau imobilisasi: tindakan untuk mempertahankan
atau menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
Rehabilitasi: tindakan dengan maksud mengembalikan aktifitas
fungsional semaksimal mungkin.

Dari semua penanganan kecelakaan, atasi syok merupakan langkah


awal dan fraktur dibidai sebelum dipindahkan. Bidai fraktur dengan metode

18
Thomas-type splint untuk mengurangi perdarahan dan rasa nyeri. Berikan
antibiotik dan analgetik intravena. Fraktur badan femur biasanya disebabkan
karena energi trauma yang besar dan pasien memiliki poteinsi tinggi
mengalami embolisme lemak, ARDS dan kegagalan multi organ. Sehingga
dibutuhkan persediaan darah untuk mencegah komplikasi yang bisa terjadi.
o Terapi Konservatif
Traksi dapat menurunkan dan mempertahankan fraktur agar
tetap segaris, kecuali fraktur pada 1/3 atas femur. Indikasi utama
pemasangan traksi adalah (1) pada anak-anak, (2) kontraindikasi obat
anastesi, (3) kurangnya fasilitas dan dokter ahli untuk melakukan
internal fiksasi. Juga merupakan pilihan yang buruk untuk pasien
fraktur patologik.
Pada remaja atau dewasa membutuhkan traksi tulang dengan
bantuan pin atau K-wire yang digantung dibelakang tuberkulum
tibialis. Traksi (8-10 kg untuk orang dewasa) diaplikasikan di atas
katrol di kaki tempat tidur.

Gambar 4. Fracture femurTraction


o Terapi operatif

19
Operasi merupakan standar untuk stabilisasi yang paling baik
untuk farkturdiafisis femur. Operasi sebaiknya dilakukan dalam 24
jam setelah trauma dengan menggunakan plate dan screw.
Plating
Metode yang mudah digunakan namun memiliki komplikasi
yang tinggi, termasuk kegagalan implan.

Gambar 5. Fraktur badan femur Internal fixation

External Fixation
Indikasi utama: (1) pengobatan fraktur terbuka yang berat,
(2) pasien dengan multiple injuri dimana ada kebutuhan untuk
mengurangi waktu operasi, (3) transportasi tulang, (4) fraktur pada
remaja.

X. Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang


mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai
sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi
fragmen tulang secara fisik sangat penting dalampenyembuhan, selain factor
biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam
penyembuhan fraktur.

20
Secara rinci proses penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa
tahap sebagai berikut:
Fase hematoma
Tiap fraktur biasanya disertai dengan putusnya pembuluh darah
sehingga akan terjadi penimbunan darah disekitar fraktur (hematom).
Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan
hematom yang terjadi sehingga terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan
lunak. Pada ujung tulang terjadi iskemi sampai beberapa millimeter dari
daerah fraktur yang mengakibatkan matinya osteosit sehingga menimbulkan
suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi fraktur segera setelah
trauma.
Fase proliferasi seluler periosteal dan endosteal
Pada fase ini yang menonjol adalah proliferasi sel-sel lapisan dalam
periosteal dekat daerah fraktur. Hematom terdesak oleh proliferasi ini dan akan
diabsorpsi oleh tubuh. Bersamaan dengan aktifitas sel-sel sub periosteal maka
terjadi pula aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan edosteum dan
dari sumsum tulang masing-masing fragmen. Proses dari kanalis medularis dan
periosteum dari masing-masing fragmen akan bertemu dalam satu proses yang
sama, proses terus berlangsung kedalam dan keluar dari tulang tersebut
sehingga menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini
mungkin tampak dibeberapa tempat pulau-pulau kartilago yang banyak,
walaupun adanya kartilago tidak mutlak dalam penyembuhan tulang.Pada fase
ini juga sudah terjadi pengendapan kalsium.
Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Pada fase ini terbentuk fibrous kalus dan tulang menjadi osteoporotic
akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan.Sel-sel osteoblast mengeluarkan
matriks intra seluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida yang segera
bersatu dengan garam-garam kalsium dan membentuk tulang immature atau
woven bone. Karena proses pembauran tersebut maka pada akhir stadium ini
terbentuk dua macam kalus yaitu kalus interna (endosteum) dan eksterna

21
(periosteum).Pada pemeriksaan radiologis kalus atau woven bone sudah terlihat
sebagai gambaran radiopak dan merupakan indikasi radiologik pertama
terjadinya penyembuhan fraktur.
Fase konsolidasi
Kalus (union) yang terbentuk mengalami maturasi lebih lanjut oleh
aktifitas osteoblast.Kalus menjadi tulang yang lebih dewasa dengan
pembentukan struktur lamellar.Fase ini sebenarnya merupakan tahap
penyembuhan yang sudah lengkap dimana terjadi pergantian fibrous kalus
menjadi kalus primer.Fase ini terjadi dalam waktu lebih dari 4 minggu.Secara
bertahap, kalus primer akandiresorbsi dan digantikan dengan kalus sekunder
yang sudah mirip dengan jaringan tulang yang normal.
Fase remodeling
Pada fase ini kalus sekunder sudah ditimbuni dengan kalsium dalam
jumlah banyak dan tulang sudah terbentuk dengan baik.Apabila union sudah
lengkap, tulang baru yang sudah terbentuk biasanya berlebihan, mengelilingi
daerah fraktur di luar maupun di dalam kanal medularis. Dengan mengikuti
tekanan atau stress dan tarikan mekanis seperti gerakan, kontraksi otot dan
sebagainya, maka kalus yang sudah matur secara bertahap akan di resorbsi
kembali dengan kecepatan konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai
dengan aslinya.

XI. Komplikasi
Komplikasi dari fraktur diafisis femur ada 2 jenis, yaitu komplikasi
dini dan komplikasi lanjut. Yang termasuk komplikasi dini adalah syok,
emboli lemak, trauma pembuluh darah besar, trauma saraf, tromboemboli, dan
infeksi. Sedangkan yang termasuk kompliksai lanjut adalah delayed union,
non union, malunion, kaku sendi otot, dan refraktur.
Non union adalah adalah fraktur yang tidak akan menyatu tanpa intervensi
dengan batasan waktu antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi
sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Adanya jaringan atau segmen

22
tulang yang hilang, atau adanya interposisi jaringan yang menyebabkan non
union tipe hipertrofi. Sedangkan tipe atropi disebabkan oleh kurangnya
vaskularisasi, kurangnya proses hematom, infeksi, atau fraktur patologis.
Gambaran klinisnya yaitu, tidak adan nyeri, adanya false movement atau
pseudoatrosis, dan adanya celah di antara kedua fragmen. Penatalaksanaannya
dapat berupa konservatif yaitu dengan rehabilitasi dan fisioterapi, dan dapat
dilakukan operatif berupa ORIF dan atau dengan bone graft.

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeon. Advance Trauma Life Support 9th Ed. 2012

2. Rasjad,C. Trauma pada tulang in: Pengantar Ilmu Bedah ortopedi, BAB 14.
Jakarta: PT. Yarsif Watampone.2012

3. Kenneth A.Egol, Kenneth J.Koval, Joseph D. Tibia/Fibul Shaft.In: Handbook


of Fracture, Fourth edition, chapter 16. USA: Lippincot Williams &
Wilkins.2010

4. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netters Orthopaedics 1st Edition. Philadelphia:
Elsevier, 2006, Chapter 15; Elbow and Forearm

23
5. Apley, Solomon. Injuries of the knee and leg. Apleys System of Orthopaedics
and Fractures. 7Edition, Butterworth Heinemann. 1993

6. Kenneth A.Egol, Kenneth J.Koval, Joseph D. Open fracture.In: Handbook of


Fracture, Fourth edition, chapter 3. USA: Lippincot Williams &
Wilkins.2010

7. Court Brown CM. Fracture of the Tibia and Fibula, Rockwood and Wilkins'
Fractures in Adults, 6thedition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers.
2001.

8. Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2. Jakarta: EGC,


2000.284.

24

Anda mungkin juga menyukai