Asma Bronchgiale
Asma Bronchgiale
Pengertian
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan
bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan
dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk
dan mengi. (Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611).
Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana
peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan
menyebabkan kekambuhan.(Lewis, 2000, hal. 660).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap
terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Ini merupakan
situasi yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera.
Jenis-jenis Asma :
a) Asma alergik
Yaitu asma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang, marah,
makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan riwayat
medis masa lalu, iskemia dan rhinita alergik.
Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti common cold,
infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus serangan.
Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan
empisema.
c) Asma gabungan
Yaitu bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
Klasifikasi Asma:
1. Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang pendek; tanpa gejala,
diantara serangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-
paru FEV dan PEF diperkirakan lebih dari 80%.
1. Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada waktu malam timbul
lebih dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan sebesar 80%.
1. Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan bronkodilator serangan
timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan pada waktu malam timbul gejala berat
setiap minggu. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan 60-80%.
1. Severe Persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang terbatas, peningkatan
frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada waktu malam.
1. Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dan disebabkan oleh alergen yang diketahui
karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu
halus binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu
atau coklat, polusi.
1. Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non
spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma
instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia
40 tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada
percabangan trakeobronchial.
Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih
dari faktor berikut ini.
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin,
dan prostaglandin serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan
broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang
sangat banyak.
Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls
syaraf pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung
syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin,
merokok, emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan
hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan
pengeluaran CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri
(pa CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila
serangan asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut
sama sekali dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia
bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan bertambah berat dan produksi CO 2 yang
meningkat disertai ventilasi alveolar yang menurun menyebabkan retensi CO 2dalam
darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita kenal
dengan gagal nafas.
Hipotermi yang berlangsung lama akan menyebabkan asidosis metabolik dan konstruksi
jaringan pembuluh darah paru dan selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah
ke pembuluh darah yang lebih besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik.
Sunting ini juga mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan.
- Batuk produktif
- Wheezing
- Dispnea
- Mengi
- Ekspirasi memanjang
- Orthopnea
- Berkeringat
- Tachypnea
- Tachycardia.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan
napas akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah
( respirasi asidosis) , mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan
membutuhkan ventilasi mekanis, adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan
perawatan di rumah sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi
mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada
mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang
kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.
Dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena
obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan.
Respirasi alkalosis ( CO2 rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien
asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi
asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia
berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah rendah.
APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data
yang objektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam
presentase dari nilai dungaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua
nilai itu tidak diketahui dilihat nilai mutlak saat pemeriksaan.
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal hal yang ikut memperburuk atau
komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis,
pneumonia, dan pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis
thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma
yang menurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring dengan hilangnya serangan
asma tersebut.
e) Elektrokardiografi
Penanganan Asma
5. Inhibitor sel mast, contoh obat: natrium kromalin, diberikan melalui inhalasi untuk
bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
Pengkajian
a. Keluhan :
Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
Batuk dengan sekret lengket
Berkeringat dingin
Terdengar suara mengi / wheezing keras
Terjadi berulang, setiap ada pencetus
Sering ada faktor genetik/familier
AIRWAY
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada
jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus
ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin
sedikit yang dapat diperoleh.
Diagnosa keperawatan :
Intervensi :
R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
e. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah
telungkup dan membuka mulutnya
BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas
pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status
asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini
memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising
mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat
dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat
diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
Diagnose keperawatan :
Intervensi :
b. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi
ke mulut pasien
CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien
maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai
dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan
tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi, arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari
50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit.
Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap
circulation ini.
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
Intervensi :
- pantau tanda tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis
DAFTAR PUSTAKA
1. Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001
4. Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates
, 2000