Anda di halaman 1dari 42

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU REFERAT
Oktober 2016

GANGGUAN KULIT PADA GERIATRI

Disusun Oleh :

A.Yanuar Fauzi,S.Ked ( 111677714118)


Dewi Sartika Muliadi,S.Ked ( 111677714120 )

Pembimbing :
dr. Nur Rahma S. Mathar, M.Kes, Sp.KK

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSU. ANUTAPURA PALU
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Nama dan stambuk : 1. A.Yanuar Fauzi,S.Ked (111677714118)

2. Dewi Sartika Muliadi,S.Ked (111677714120)

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Alkhairaat

Judul Referat : Gangguan Kulit Pada Geriatri

Bagian : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

RSU ANUTAPURA PALU

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 14 Oktober 2016

Pembimbing Mengetahui KPM

dr. Nur Rahma, M.Kes, Sp.KK dr. Sukma Aniayani,M.Kes,Sp.KK

DAFTAR ISI

2
HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... 2

DAFTAR ISI..................................................................................................... 3

I. PENDAHULUAN.......................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 6
1. PERUBAHAN FISIOLOGI KULIT PADA GERIATRI............... 6
2. GANGGUAN KULIT PADA GERIATRI..................................... 9
A. DERMATITIS SEBOROIK............................................................ 9
B. PSORIASIS.................................................................................... 14
C. SKABIES........................................................................................ 19
D. KERATOSIS SEBOROIK.............................................................. 23
E. PEMFIGOID BULLOSA............................................................... 29
F. ULKUS DEKUBITUS................................................................... 34
III. KESIMPULAN............................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................43

BAB I

PENDAHULUAN

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serat
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis

3
dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung
pada lokasi tubuh.

Warna kulit berbada-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin),
pirang dan hitam, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa.

Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit
yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang
tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan orang dewasa. Kulit yang
tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang berambut
kasar terdapat pada kepala.1

Kelompok usia lanjut merupakan segmen populasi yang rawan disamping


anak yang memerlukan perhatian, termasuk masalah kulit. Meskipun penyakit
kulit tidak memberikan andil penting terhadap statistik kematian, namun masalah
kulit yang dihadapi kelompok ini cukup banyak. Perubahan-perubahan yang
terjadi baik morfologis, maupun fungsional dari kulit pada kelompok usia lanjut
merupakan masalah tersendiri. 1

Di Amerika Serikat, diperkirakan sejumlah 660 dari 1000 orang usia lanjut
diatas 65 tahun, mempunyai paling tidak satu dermatosis yang cukup serius,
sehingga memerlukan bantuan medis. Lesi kulit yang secara medik tidak
bermakna, namun pada kelompok usia lanjut akan menjadi masalah yang akan
mengurangi kualitas hidup. Kelainan yang bersifat kronis, misalnya pruritus
senilis, ulkus, psoriasis, penyakit kulit berlepuh (pemfigus bulosa),
dermatitis/eksema, disamping infeksi maupun keganasan, merupakan hal-hal yang
akan menjadi beban baik bagi penderita maupun keluarganya. Kondisi usia lanjut
yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk berobat secara rutin ke rumah sakit
atau tempat pelayanan kesehatan yang lain, meyebabkan banyak penyakit kulit
yang tidak dapat dimonitor, yang pada gilirannya akan menjadikan kelainan
tersebut semakin parah, ataupun berubah menjadi suatu keganasan. 1

4
Meskipun kelompok usia lanjut relatif kurang memperhatikan estetika
penampilan, khususnya kulit, namun perhatian terhadap perawatan, termasuk
perawatan rambut dan kuku tetap diperlukan. 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. PERUBAHAN FISIOLOGI KULIT PADA GERIATRI

5
a. Stratum Korneum
Lapisan paling luar dari epidermis, stratum korneum terutama terdiri dari
timbunan korneosit. Dengan peningkatan usia, jumlah keseluruhan sel-sel dan
lapisan sel secara esensial tetap tidak berubah, tetapi kohesi sel mengalami
penurunan. Waktu perbaikan lapisan sel menjadi lambat, menghasilkan waktu
penyembuhan yang lebih lama. Penurunan kekohesivan sel dalam
hubungannya dengan penggantian sel beresiko terhadap lansia. Pelembab pada
stratum korneum berkurang, tetapi status barier air tampaknya tetap
terpelihara, yang berakibat pada penampilan kulit yang kasar dan kering.
Kekasaran ini menyebabkan pemantulan cahaya menjadi tidak seimbang, yang
menyebabkan kulit kurang bercahaya yang sering dihubungkan dengan
kemudahan dan kesehatan yang baik.1

b. Epidermis
Epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit seiring penuaan
sesorang. Namun, terdapat perlambatan dalam proses perbaikan sel, jumlah sel
basal yang lebih sedikit, dan penurunan jumlah dan kedalaman rete ridge. Rete
ritge dibentuk oleh penonjolan epidermal dari lapisan basal yang mengarah
kebawah kedalam dermis. Pendataran dari rete ridge tersebut mengurangi area
kontak antara epidermis dan dermis, menyebabkan mudah terjadi pemisahan
antara lapisan-lapisan kulit ini. Akibatnya adalah proses penyembuhan kulit
yang rusak ini lambat dan merupakan predisposisi infeksi bagi individu
tersebut. Kulit dapat mengelupas akibat penggunaan plester atau zat lain yang
dapat menimbulkan gesekan. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan
suatu perekat yang tidak lebih kuat dari taut epidermal-dermal itu sendiri
untuk mencegah atau meminimalkan cedera akibat penggunaan plester.
Terjadi penurunan jumlah melanosit seiring penuaan, dan sel yang tersisa
mungkin tidak dapat derfungsi secara normal. Rambut mungkin menjadi
beruban, kulit mungkin mengalami pigmentasi yang tidak merata, dan
perlindungan pigmen dari sinar ultraviolet (UV) mungkin menurun.1

6
c. Dermis
Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami
penurunan, dermis menjadi tipis, dan jumlah sel biasanya menurun.
Konsekuensi fisiologis dari perubahan ini termasuk penundaan atau
penekanan timbulnya penyakit pada kulit, penutupan dan penyembuhan luka
lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respon inflamasi, dan penurunan
absorbsi kulit terhadap zat-zat topical.1
Perubahan degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia 30 tahun.
Serabut elastis dan jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzim-
enzim, menghasilkan perubahan dalam penglihatan karena adanya kantung
dan pengeriputan pada daerah sekitar mata. Pada saat elastisitas menurun,
dermis meningkatkan kekuatan peregangannya; hasilnya adalah lebih sedikit
melentur ketika kulit mengalami tekanan. Organisasi kolagen menjadi tidak
teratur, dan turgor kulit hilang.1
Vaskularitas juga menurun, dengan lebih sedikit pembuluh darah kecil
yang umumnya terdapat pada dermis yang memiliki vaskuler sangat tinggi.
Dermis berisi lebih sedikit fibroblast, makrofag, dan sel batang. Secara visual
kulit tampak pucat dan kurang mampu untuk melakukan termoregulasi. Lansia
oleh karena hal tersebut beresiko tinggi untuk mengalami hipertermia atau
hipotermia.1

d. Subkutis
Secara umum, lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan seiring
dengan peningkatan usia. Hal ini turut berperan lebih lanjut terhadap
kelemahan kulit dan penampilan kulit yang kendur/menggantung diatas tulang
rangka. Penurunan lapisan lemak terutama dapat dilihat secara jelas pada
wajah,tangan, kaki, dan betis, pembuluh darah menjadi lebih cenderung untuk
mengalami trauma. Deposit lemak cenderung untuk meningkatkan pada
abdomen baik pada wanita dan pria, seperti halnya bagian paha pada wanita.
Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh lebih lanjut menimbulkan
gangguan fungsi perlindungan dari kulit tersebut.1

7
2. GANGGUAN KULIT PADA GERIATRI
A. DERMATITIS SEBOROIK
a. Definisi
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis umum yang
mudah dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan dewasa dan
seringkali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (sebaseus atau
seborrhea) kulit kepala dan daerah folikel kaya sebaseus pada wajah dan
leher.Kulit yang terkena berwarna merah muda, bengkak, dan ditutupi dengan
sisik berwarna kuning-coklat dan krusta. 1,2,3,4,5
b. Insiden
Dermatitis seboroik memiliki dua puncak usia, yang pertama pada bayi
dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade keempat
sampai ketujuh kehidupan. Tidak ada data yang tepat tersedia kejadian
dermatitis seboroik pada bayi, tetapi gangguan ini umum.Penyakit pada orang

8
dewasa diyakini lebih umum daripada psoriasis.Penyakit inimempengaruhi
setidaknya 3-5% dari populasi di Amerika Serikat. Pria lebih sering terkena
daripada wanita pada semua kelompok umur. Dermatitis seboroik ditemukan
pada 85% pasien dengan infeksi HIV.Dermatitis seboroik banyak terjadi pada
pasien yang menderita penyakit parkinson karena produksi sebumnya
meningkat. 1,2,3,4,5
c. Etiopatogenesis

Etiologi Dan Patogenesis Meskipun banyak teori yang ada, penyebab


dermatitis seboroik masih belum diketahui secara pasti. Namun ada tiga faktor
yang berkaitan dengan munculnya dermatitis seboroik, yaitu aktivitas kelenjar
sebaseus, peran mikroorganisme, dan kerentanan individu. 1,2,3,4,5

Kelenjar sebaseus terbentuk pada minggu ke-13 sampai minggu ke-16 dari
kehamilan.Kelenjar sebaseus menempel pada folikel rambut, mensekresikan
sebum ke kanal folikel dan ke permukaan kulit. Kelenjar sebaseus
berhubungan dengan folikel rambut di seluruh tubuh, hanya pada telapak
tangan dan telapak kaki yang tidak memiliki folikel rambut dimana kelenjar
sebaseus sama sekali tidak ada. Kelenjar sebaseus yang terbesar dan paling
padat keberadaannya ada di wajah dan kult kepala.Rambut yang berhubungan
dengan kelenjar sebaseus yang ukurannya besar, sering memiliki ukuran yang
kecil.Terkadang pada daerah tersebut, tidak disebut dengan folikel rambut,
tapi disebut dengan folikel sebaseus. Kelenjar sebaseus mensekresikan lipid
dengan cara mengalami proses disintegrasi sel, sebuah proses yang dikenal
dengan holokrin. Aktivitas metabolik sel dalam kelenjar sebaseus bergantung
status differensiasi. Sel bagian luar terdiri atas sel membran basal, ukuran
kecil, berinti dan tidak mengandung lipid. Lapisan ini mengandung sel yang
terus membelah mengisi kelenjar sebagai sel yang dilepaskan pada proses
ekskresi lipid. Selama sel ini bergerak ke bagian tengah kelenjar, sel mulai
menghasilkan lipid dan membesar mengandung banyaklipid sehingga inti dan
struktur sel lain hancur. Sel ini mendekati duktus sebaseus, sehingga sel akan
mengalami desintegrasi dan melepaskan isi. Sebum adalah cairan kuning yang

9
terdiri dari trigliserid, asam lemak, wax ester, sterol ester, kolesterol dan
squalene. Saat disekresi, komposisi sebum terdiri dari trigliserid dan ester
yang dipecah menjadi digliseid,monogliserid dan asam lemak bebas oleh
mikroba komensal kulit dan enzim lipase.Sebum manusia mengandung asam
lemak jenuh dan tidak jenuh, dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang
lebih tinggi. Belum diketahui secara pasti apa fungsi sebum, namun diduga
sebum mengurangi kehilangan air dari permukaan kulit sehingga kulit tetap
halus dan lembut. Sebum juga punya efek ringan bakterisidal dan
fungistatik.Hormon androgen, khususnya dihidrotestoteron menstimulai
aktivitas kelenjar sebaseus. Kelenjar sebaseus manusia mengandung 5-
reductase, 3- dan 17-hydroxysteroid dehydrogenase,yang merubah
androgen yang lebih lemah menjadi dihydrotestosteron,yang akan
mengikatkan dirinya pada reseptor spesifik di kelenjar sebaseus kemudian
meningkatkan sekresinya. Kelenjar sebaseus mempunyai reseptor
dehidroepiandrosteron sulfas (DHEAS) yang juga berperan dalam aktivitas
kelenjar sebaseus. Level DHEAS tinggi pada bayi baru lahir, rendah pada
anak usia 2-4 tahun dan mulai tinggi pada saat ekskresi sebum mulai
meningkat. Seborrhea merupakan faktor predisposisi dermatitis
seboroik,namun tidak selalu didapatkan peningkatan produksi sebum pada
semua pasien.Dermatitits seboroik lebih sering terjadi 11 pada kulit dengan
kelenjar sebaseus aktif dan berhubungan dengan produksi sebum.Insiden
dermatitis seboroik juga tinggi pada bayi baru lahir karena kelenjar
sebaseusyang aktif yang dipengaruhi oleh hormon androgen maternal, dan
jumlah sebum menurun sampai pubertas. 1,2,3,4,5

Kerentanan atau sensitivitas individu berhubungan dengan respon pejamu


abnormal dan tidak berhubungan dengan Malassezia.Kerentanan pada pasien
dermatitis seboroik disebabkan 12 berbedanya kemampuan sawar kulit untuk
mrncegah asamlemak untuk penetrasi.Asam oleat yang merupakan komponen
utama dari asam lemak sebum manusia dapat menstimulasi deskuamasi mirip
dandruff. Penetrasi bahan dari sekresikelenjarsebaseus pada stratum korneum

10
akan menurunkan fungsi dari sawar kulit, dan akan menyebabkan inflamasi
serta squama pada kulit kepala. Hasil metabolit ini dapat menembus stratum
korneum karena berat molekulnya yang cukup rendah. 1,2,3,4,5

d. Manifestasi Klinis

Gambaran khas dermatitis seboroik adalah eritema dengan


warnakemerahan dan ditutupi dengan sisik berminyak besar yang dapat
dilepaskan dengan mudah.Pada kulit kepala, lesi dapat bervariasi dari sisik
kering (ketombe) sampai sisik berminyak dengan eritema. 1,2,3,4,5

Gambar 1 : Dermatitis seboroik dari lipatan nasolabial. 2

11
\
Gambar 2 : Dermatitis seboroik dengan keterlibatan lipatan nasolabial, pipi, alis,
dan hidung. 2

Pada wajah, penyakit ini sering mengenai bagian medial alis, yaitu
glabella, lipatan nasolabial, concha dari daun telinga, dan daerah
retroauricular, Lesi dapat bervariasi dalam tingkat keparahan eritema sampai
sisik halus. .Pria dengan jenggot, kumis, atau jambang, lesi mungkin
melibatkan daerah yang ditumbuhi rambut. dan lesi hilang jika daerah
tersebut dicukur.Daerah dada medial pada pria terlihat petaloid yang
bervariasi dan
|ditandai dengan bercak merah terang di pusat dan merah gelap di tepi. 1,2,3,4,5

e. Penatalaksanaan

Terapi dermatitis seboroik bertujuan menghilangkan sisik dan krusta,


penghambatan kolonisasi jamur, pengendalian infeksi sekunder, dan
pengurangan eritema serta gatal. Pasien dewasa harus diberitahu tentang sifat
kronis penyakit dan memahami bahwa terapi bekerja dengan
caramengendalikan penyakit dan bukan dengan mengobati. Prognosis

12
dermatitis seboroik infantil sangat baik karena kondisinya yang jinak dan self-
limited. 1,2,3,4,5

Karena penyakit dermatitis seboroikbersifat kronis, dianjurkan


menggunakan terapi yang ringan dan hati-hati.Obat anti-inflamasi dan jika
diperlukan agen antimikroba atau antijamur harus digunakan. 1,2,3,4,5

a. Kulit Kepala

Sering keramas dengan shampoo yang mengandung 1-2,5% selenium


sulfida, imidazoles (misalnya 2% ketokonazole), pyrithione seng, benzoil
peroksida, asam salisilat, atau deterjen dianjurkan. Krusta (Remah) atau
sisik dapat hilang oleh pemakaian semalam glukokortikosteroid atau asam
salisilat dalam air atau bila perlu dipakai dengan caradressing (dibungkus).
Tincture, agen beralkohol, tonik rambut, dan produk sejenis biasanya
memperburuk peradangan dan harus dihindari. 1,2,3,4,5

b. Wajah Dan Leher

Pasien harus menghindari kontak dengan agen berminyak dan


mengurangi atau menghilangkan penggunaan sabun.Glukokortikosteroid
potensi rendah (1% hidrokortison biasanya cukup) sangat membantu di
awal perjalanan penyakit.Pemakaian jangka panjang yang tidak terkontrol
akan 16 menyebabkan efek samping seperti dermatitis steroid, fenomena
reboundsteroid, steroid rosacea, dan perioral dermatitis. 1,2,3,4,5

B. PSORIASIS
a. Definisi

Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan


residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan dan keluhan gatal. 1,2,3,4,5

b. Insiden

13
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak dapat
menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih
mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif. Insiden pada orang
kulit putih lebih tinggi dari pada penduduk kulit berwarna. Di Eropa
dilaporkan sebanyak 3-7 %, di Amerika Serikat 1-2% . Insidens pada pria
agak lebih banyak dari pada wanita, psoriasis terdapat pada semua usia, tetapi
pada umumnya pada orang dewasa. 1,2,3,4,5

c. Etiologi dan Patogenesis

Penyebab penyakit psoriasis belum diketahui meskipun telah dilakukan


penelitian dasar dan klinis secara intensif. Diduga merupakan interaksi antara
faktor genetik, sistem imunitas, dan lingkungan. Sedangkan tiga komponen
patogenesis dari psoriasis adalah infiltrasi sel-sel radang pada dermis,
hiperplasia epidermis, dan diferensiasi keratinosit yang abnormal. 1,2,3,4,5

Sekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit


keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko
menderita psoriasis adalah sebesar 70% bila salah seorang menderita
psoriasis. Bila orangtua tidak menderita psoriasis maka risiko mendapat
psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila salah satu orang tua menderita
psoriasis maka risiko terkena psoriasis meningkat menjadi 34-39%.1,2,3,4,5

Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari
ketiga jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit.
Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis
umumnya ditemukan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T
CD4 dengan sedikit limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru
pada umumnya lebih didominasis oleh sel limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis
terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga
berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis
dimulai dengan adanya pergerakan antigen baik endogen maupun eksogen

14
oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya
3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. 1,2,3,4,5

d. Manifestasi Klinik

Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat, rendahnya


kepercayaan diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan,
telapak kaki dan daerah intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari bukan hanya oleh karena keterlibatan kulit, tetapi juga
menimbulkan arthritis psoriasis. Gambaran klinis psoriasis adalah plak
eritematosa sirkumskrip dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda
Auspitz. Warna plak dapat bervariasi dari kemerahan dengan skuama
minimal, plak putih dengan skuama tebal hingga putih keabuan tergantung
pada ketebalan skuama. Pada umumnya lesi psoriasis adalah simetris. 1,2,3,7

- Psoriasis Vulgaris

Merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan
(80%). Psoriasis ini tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah
lesi pada psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan
ukuran mulai 0,5 cm hingga 30 cm atau lebih. Lokasi psoriasis vulgaris yang
paling sering dijumpai adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Selain
lokasi tersebut diatas, psoriasis ini dapat juga timbul di lokasi lain. 1,2,3,7

- Psoriasis Gutata

Tampak sebagai papul eritematosa multipel yang sering ditemukan


terutama pada badan dan kemudian meluas hingga ekstremitas, wajah dan
scalp. Lesi psoriasis ini menetap selama 2-3 bulan dan akhirnya akan
mengalami resolusi spontan. Pada umumnya terjadi pada anak-anak dan
remaja yang seringkali diawali dengan radang tenggorokan. 1,2,3,7

15
Gambar 3 : Guttate psoriasis, yang melibatkan paha (A), tangan (B), dan kembali
(C dan D). Pasien dalam mengembangkan psoriasis plak kronis

- Psoriasis Pustulosa

Kadang disebut juga dengan pustulosis palmoplantar persisten.


Psoriasis ini ditandai dengan eritema, skuama dan pustul pada telapak
tangan dan kaki biasanya berbentuk simetris bilateral. 1,2,3,7

16
Gambar 4 : von Zumbusch-jenis pustular psoriasis

e. Pengobatan
- Topikal

Diketahui bahwa pada psoriasis terjadi peradangan kronis akibat aktivasi


sel T. Bila terjadi lesi plak yang tebal dipilih kortikosteroid dengan potensi
kuat seperti: Fluorinate, triamcinolone 0,1% dan flucinolone topikal efektif
untuk kebanyakan kasus psoriasis pada anak. Preparat hidrokortison 1%-
2,5% digunakan bila lesi sudah menipis. 1,2,3,7

Obat topikalyang biasa digunakan adalah preparat tar, yang efeknya adalah
anti radang. Preparat tar berguna pada keadaan-keadaan: Bila psoriasis telah
resisten terhadap steroid topikal sejak awal atau pemakaian pada lesi luas.
Lesi yang melibatkan area yang luas sehingga pemakaian steroid topikal
kurang tepat. Bila obat-obat oral merupakan kontra indikasi oleh karena

17
terdapat penyakit sistemik. Menurut asalnya preparat tar dibagi menjadi 3,
yakni yang berasal dari : Fosil, misalnya iktiol. Kayu, misalnya oleum kadini
dan oleum ruski dan Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis
detergens. Cara kerja obat ini sebagai antiinflamasi ringan. 1,2,3,7

- Sistemik

Bila keadaan berat dan terjadi eritrodermi serta kelainan sendi dapat
sitostatik yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Obat ini sering
digunakan Psoriasis Artritis dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma
yang sukar terkontrol. Bila lesi membaik dosis diturunkan secara perlahan.
Kerja metotreksat adalah menghambat sintesis DNA dengan cara
menghambat dihidrofolat reduktase dan juga hepatotoksik maka perlu
dimonitor fungsi hatinya. Karena bersifat menekan mitosis secara umum,
hati-hati juga terhadap efek supresi terhadap sumsum tulang. 1,2,3,7

Soklosporin digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan


konvensional. Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 1-4mg/kgbb/hari.
Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik, gastrointestinal, flu like symptoms,
hipertrikosis, hipertrofi gingiva,serta hipertensi. Hasil pengobatan untuk
psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.
1,2,3,7

Pemberian kortikosteroid sistemik masih kontroversial kecuali yang


bentuk eritrodermi, psoriasis artritis dan psoriasis pustulosa Tipe
Zumbusch. Dimulai dengan prednison dosis rendah 30-60 mg (1-2
mg/kgBB/hari), atau steroid lain dengan dosis ekivalen. Setelah membaik,
dosis diturunkan perlahan-lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan.
Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan. 1,2,3,7

18
C. SCABIES
a. Definisi

Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. 1,2,3,6

b. Insiden

Insidensi skabies di negara berkembang menunjukan siklus fluktasi yang


sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu
epidemic dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun.
Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan,
hygiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi,
ekologi dan derajat sensitasi individual. Insidensinya di Indonesia masih
cukup tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. 1,2,3,6

c. Etiologi dan Patofisiologi

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo

Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei

var, hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval,

punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen,

berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Bentuk dewasa mempunyai 4

pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang

kaki kedua pada betina beakhir dengan rambut,sedangkan pada yang jantan

pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan

alat perekat. Tungau betina besarnya 2 kali dari pada yang jantan. 1,2,3,6

Tungau ini tidak bisa terbang ataupun melompat, tinggal di lapisan

epidermis kulit. Setelah kopulasi yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan

mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan

19
yang digali oleh tungau betina. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup

sebulan lamanya. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan

dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil

meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50

yang akan menetas dalam waktu 3-5 hari. Telur yang menetas akan menjadi

larva yang punya 3 pasang kaki, larva ini dapat tinggal di terowongan tetapi

dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai

2 bentuk, jantan dan betina. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai

dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. 1,2,3,6

d. Manifestasi Klinis

Ada 4 tanda kardinal yang dapat membantu menegakkan diagnosa,

diantaranya adalah: 1,2,3,6

1. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari disebabkan karena

aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas

sehingga mengganggu penderita.

2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam

sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.

Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya,

sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau

tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota

keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak

memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).

20
3. Adanya gambaran lesi yang spesifik berupa terowongan yang dapat lurus

atau berkelok-kelok, akibat pergerakan tungau pada stratum korneum,

panjang + 1 cm, berwarna keabu-abuan dengan vesikel di ujungnya.

Tetapi terowongan ini sulit sekali untuk ditemukan karena biasanya telah

terjadi ekskoriasi akibat garukan. Tempat predileksi biasanya pada

daerah stratum korneum yang tipis, yaitu : di sela-sela jari tangan,

pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian

depan, areola mammae, lipatan glutea, umbilikus bokong, genetalia

eksterna, dan perut bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan

dan telapak kaki, bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan

orang dewasa timbul pada kulit kepala dan wajah.

Gambar 5 : Kelainan pada skabies

4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat

ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

e. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pengobatan penyakit ini sebaiknya memenuhi syarat

pengobatan yang ideal yaitu efektif terhadap semua stadium tungau, tidak

21
menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau dan kotor, tidak merusak

atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah. 1,2,3,6

1. Non medikamentosa.

- Semua baju dan alat-alat tidur dicuci dengan air panas dan setrika

panas serta mandi dengan sabun.

- Semua anggota keluarga atau orang seisi rumah yang kontak dengan

penderita harus diperiksa dan bila menderita scabies diobati bersamaan

agar tidak terjadi penularan kembali.

2. Medikamentosa

Obat-obatan yang terbukti efektif adalah :

- Sulfur presipitatum dengan kadar 4 20 % dalam bentuk salep atau

krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka

penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Obat ini dioleskan

malam hari selama 3 malam berturut-turut. Kekurangannya yang lain

ialah berbau dan mengotori pakaian, kadang-kadang dapat

menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2

tahun atau aman untuk bayi dan anak-anak.


- Emulsi benzil-benzoas (20 25 %), efektif terhadap semua stadium.

Diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh dan

sering menyebabkan iritasi, kadang-kadang makin gatal setelah

dipakai.
- Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1 %

dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap

semua stadium, mudah digunakan, dan jarang menyebabkan iritasi.

22
Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil

karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup

sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.

Untuk lotion dioleskan seluruh tubuh dan dibiarkan + 8 jam.


- Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,

mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal, harus

dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Obat ini hanya menyembuhkan

50 60 % penderita. Dioleskan 2 malam berturut-turut dan dibilas

setelah 24 jam.
- Permetrin dengan kadar 5 % dalam krim, aplikasi hanya sekali dan

dihapus setelah 10 jam. Dioleskan mulai dari leher ke bawah dan

dicuci + 8 jam kemudian. Bila pada pengolesan pertama belum

sembuh, dapat diulangi 1 minggu kemudian. Merupakan pyrethroid

sintetik yang dapat mematikan tungau dan toksisitas rendah pada

manusia. Tidak dianjurkan pada bayi dibawah umur 2 bulan.

Keluhan gatal dapat diberi antihistamin, jika terdapat infeksi sekunder

diberikan antibiotika. Pada kasus skabies yang berat atau resisten

terhadap pengobatan dengan obat topikal dapat diberikan obat oral

ivermectin 200 g/kgBB dosis tunggal dan dapat diulangi dalam 10

14 hari.

23
D. KERATOSIS SEBOROIK
a. Definisi

Keratosis seboroik adalah suatu tumor jinak, berpigmen, lebih sering


ditemukan pada orang tua yang berusia 50 tahun ke atas dan terdiri dari
keratinosit epidermis. Keratosis seboroik umumnya berbentuk papul verukosa,
stuck-on, asimtomatik atau keluhan gatal. 1,2,3,7,9

b. Insiden
Keratitis seboroik adalah tumor epidermal kulit yang paling umum dan
lesi umumnya timbul pada usia pertengahan tetapi dapat timbul pada usia
remaja. 1,2,3,7,9

1. Ras
Keratosis seboroik kurang umum di populasi dengan kulit gelap
dibandingkan dengan mereka yang memiliki kulit putih, namun orang-orang
kulit hitam mengembangkan varian keratosis seboroik yang disebut

24
dermatosis papulosa nigra. Lesi ini mempengaruhi wajah, terutama pipi atas
dan lateral daerah orbita. Lesi ini kecil, pedunkulasi, dan sangat berpigmen
dengan elemen keratotik yang minimal. Awal lesi ini umumnya berawal dari
keratosis seboroik biasa.
2. Jenis kelamin
Tidak ada perbedaan jenis kelamin dalam frekuensi terjadinya keratosis
seboroik.
3. Usia
Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang umum pada individu yang
lebih tua.Mereka tampak meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Keratosis seboroik juga telah ditemukan terjadi pada individu muda.
Walaupun sangat umum tidak ada karakteristik yang baik pada kebanyakan
populasi. Dalam studi di Australia lesi diidentifikasi 30% pada orang yang
berusia di bawah 30 tahun dan meningkat hingga 100% pada yang berusia
lebih tua lebih dari 50 tahun.
c. Etiologi dan Patogenesis
Ada beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya keratosis seboroik:
1. Genetik
Disebutkan bahwa penyakit ini berhubungan dengan faktor genetik
dengan pola penurunan secara dominan autosomal. Faktor pertumbuhan
epidermis dianggap berperan dalam pembentukan keratosis seboroik.
Meningkatnya jumlah sel yang bereplikasi menunjukkan adanya
hubungan dengan terjadinya keratosis seboroik ini.
2. Paparan sinar matahari
Ada pula yang mengatakan bahwa terpapar sinar matahari (sinar
ultraviolet) secara kronis yang menjadi penyebabnya, karena keratosis
seboroik biasanya terdapat pada bagian kulit yang paling sering terpajan
sinar matahari, dan sebagian tipe keratosis seboroik dapat terbentuk
akibat radiasi sinar matahari pada kulit manusia.
3. Infeksi virus (HPV DNA)
Ada pula yang mengatakan diduga infeksi virus berdasarkan gambaran
klinis kutilnya. DNA dari human papiloma virus didapat pada 40 kasus

25
keratosis seboroik genital dan 42 dari 55 kasus keratosis seboroik non
genital (76%).
d. Manifestasi Klinis
Munculnya keratosis seboroik biasanya di mulai dengan lesi datar,
berwarna coklat muda, berbatas tegas, dengan permukaan seperti beludru
sampai verukosa halus, diameter lesi bervariasi antara beberapa mm sampai 3
cm. Lama kelamaan lesi akan menebal, dan member gambaran yang khas
yaitu menempel (stuck on) pada permukaan kulit. Lesi yang telah berkembang
akan mengalami pigmentasi yang gelap dan tertutup oleh skuama berminyak.
Predileksi tumor terutama pada daerah seboroika yaitu : dada, punggung,
perut, wajah dan leher. 1,2,3,7,9

Gambar 6 : Gambaran keratosis seboroik pada pemeriksaan fisis2

26
Gambar 7 : Gambaran keratosis seboroik pada pemeriksaan fisis2

e. Penatalaksanaan
- Terapi obat
Ammonium laktat dan asam alfa hidroksi telah dilaporkan dapat
mengurangi bertambah beratnya penyakit. Lesi superficial dapat ditangani
dengan baik menggunakan asam triklorasetik. Pemberian obat topical
krim tazarotene 0,1% selama 16 minggu memberikan hasil yang baik
pada 50% pasien.2,5
-
Terapi operasi
Keratosis seboroik yang simptomatis dan mengganggu secara
kosmetik membutuhkan penanganan. Destruksi metode krioterapi,
elektrodesisasi, yang diikuti kuret, lalu desisi atau terapi laser telah
menghasilan terapi yang efektif. Menghilangkan lesi yang kecil melalui
kuret menghasilkan permukaan yang rata yang akan tertutupi oleh
epidermis disekitarnya dalam seminggu. Bedah listrik (electrosurgery)
adalah suatu cara pembedahan atau tindakandengan perantaraan panas
yang ditimbulkan arus listrik bolak-balik berfrekuensi tinggi yang
terkontrol untuk menghasilkan destruksi jaringan secara selektif agar
jaringan parut yang terbentuk cukup estetis den aman baik bagi dokter
maupun penderita. Tehnik yang dapat dilakukan dalam bedah listrik adalah
: elektrofulgurasi, elektrodesikasi, elektrokoagulasi, elektroseksi atau
elektrotomi, elektrolisis den elektrokauter.4,6

27
E. PEMFIGOID BULLOSA
a. Definisi

Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai
oleh adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada
orang tua dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang
melibatkan mukosa, tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun
presentasinya dapat polimorfik dan dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama
pada tahap awal penyakit atau di varian atipikal, di mana bula biasanya tidak
ada. 2,3,6

b. Insiden

Sebagian besar pasien dengan Pemfigoid Bulosa berumur lebih dari 60 tahun
dengan puncak insiden terjadi pada usia sekitar 80 tahun. Meskipun demikian,
Pemfigoid Bulosa jarang terjadi pada anak-anak, dan laporan di sekitar awal
tahun 1970 (ketika penggunaan immunofluoresensi untuk diagnosis menjadi
lebih luas) adalah tidak akurat karena kemungkinan besar data tersebut
memasukkan anak-anak dengan penanda IgA, daripada IgG, di zona membran
basal. Tidak ada predileksi etnis, ras, atau jenis kelamin yang memiliki. 2,3,6

Kecenderungan terkena penyakit Pemfigoid Bulosa. Insiden Pemfigoid


Bulosa diperkirakan 7 per juta per tahun di Prancis dan Jerman. 2,3,6

c. Etiologi dan Patofisiologi

28
PB adalah contoh dari penyakit yang dimediasi imun yang dikaitkan
dengan respon humoral dan seluler yang ditandai oleh dua self-antigen:
antigen PB 180 (PB180, PBAG2 atau tipe kolagen XVII) dan antigen PB 230
(PB230 atau PBAG1.

Etiologi PB adalah autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi produksi


utoantibodi pada Pemfigoid Bulosa masih belum diketahui. Sistem imun tubuh
kita menghasilkan antibodi untuk melawan bakteri, virus atau zat asing yang
berpotensi membahayakan. Untuk alasan yang tidak jelas, tubuh dapat
menghasilkan antibodi untuk suatu jaringan tertentu dalam tubuh. Dalam
Pemfigoid Bulosa, sistem kekebalan menghasilkan antibodi terhadap membran
basal kulit, lapisan tipis dari serat menghubungkan lapisan luar kulit (dermis)
dan lapisan berikutnya dari kulit (epidermis). Antibodi ini memicu aktivitas
inflamasi yang menyebabkan kerusakan pada struktur kulit dan rasa gatal pada
kulit. 2,3,6

Tidak ada penyebab khusus yang memicu timbulnya PB, namun beberapa
faktor dikaitkan dengan terjadinya PB. Sebagian kecil kasus mungkin dipicu
obat seperti furosemide, sulphasalazine, penicillamine dan captopril. Suatu
studi kasus menyatakan obat anti psikotik dan antagonis aldosterone termasuk
dalam faktor pencetus Pemfigoid Bulosa. Belum diketahui apakah obat yang
berefek langsung pada sistem imun, seperti kortikosteroid, juga berpengaruh
pada kasus Pemfigoid Bulosa. Sinar ultraviolet juga dinyatakan sebagai faktor
yang memicu PB ataupun memicu terjadinya eksaserbasi PB. Beberapa faktor
fisik termasuk suhu panas, luka, trauma lokal, dan radioterapi dilaporkan dapat
menginduksi PB pada kulit normal. 2,3,6

d. Manifestasi Klinis
Fase Non Bulosa
Manifestasi kulit PB bisa polimorfik. Dalam fase prodromal penyakit
nonbulosa, tanda dan gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal ringan
sampai parah atau dalam hubungannya dengan eksema, papul dan atau
urtikaria, ekskoriasi yang dapat bertahan selama beberapa minggu atau

29
bulan. Gejala nonspesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-satunya tanda-
tanda penyakit.1
Fase Bulosa
Tahap bulosa dari PB ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada
kulit normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan
urtikaria dan infiltrat papul dan plak yang kadang-kadang membentuk
pola melingkar. Bula tampak tegang, diameter 1 4 cm, berisi cairan
bening, dan dapat bertahan selama beberapa hari, meninggalkan area erosi
dan berkrusta. Lesi seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan
dominan pada aspek lentur anggota badan dan tungkai bawah, termasuk
perut. Perubahan post inflamasi memberi gambaran hiper- dan
hipopigmentasi serta, yang lebih jarang, miliar. Keterlibatan mukosa
mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa hidung mata, faring,
esofagus dan daerah anogenital lebih jarang terpengaruh. Pada sekitar
50% pasien, didapatkan eosinofilia darah perifer.1
Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik.
Penyakit PB dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau timbul lagi
secara sporadik, dapat generalisata atau tetap setempat sampai beberapa
tahun. Rasa gatal kadang dijumpai, walaupun jarang ada. Tanda Nikolsky
tidak dijumpai karena tidak ada proses akantolisis. Kebanyakan bula
ruptur dalam waktu 1 minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak
menyebar dan sembuh dengan cepat.4
Lesi kulit
Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan
bula. Bula besar, tegang, oval atau bulat; mungkin timbul dalam kulit
normal atau yang eritema dan mengandung cairan serosa atau hemoragik.
Erupsi dapat bersifat lokal maupun generalisata, biasanya tersebar tapi
juga berkelompok dalam pola serpiginosa dan arciform.3
Tempat Predileksi
Aksila; paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah.6

30
Gambar 8 : Pemfigoid Bulosa. Bula tegang diatas kulit yang eritema.7

Gambar 9 : Pemfigoid Bulosa.7

f. Penatalaksanaan

Pengobatan terdiri dari prednisone sistemik, sendiri atau dalam kombinasi


dengan agen lain yaitu azathioprine, mycophenolate mofetil atau tetracycline.
Obat-obat ini biasanya dimulai secara bersamaan, mengikuti penurunan secara
bertahap dari prednison dan agen steroid setelah remisi klinis tercapai. Kasus
ringan mungkin hanya memerlukan kortikosteroid topikal. Methrotrexate

31
mungkin digunakan pada pasien dengan penyakit berat yang tidak dapat
bertoleransi terhadap prednison. Dosis prednisolon 40-60 mg sehari, jika telah
tampak perbaikan dosis di turunkan perlahan-lahan. Sebagian kasus dapat
disembuhkan dengan kortikosteroid saja. 2,3,6

Terapi steroid sistemik biasanya diperlukan, tetapi tidak seperti Pemfigus,


dimungkinkan untuk menghentikan terapi ini setelah 2 sampai 3 tahun. Dosis
awal 60-100 mg prednisolon atau setara harus secara bertahap dikurangi ke
jumlah minimum yang akan mengendalikan penyakit ini. Azatioprine juga
berpotensi memberikan efek samping yang buruk seperti prednison. Suatu
kajian menjelaskan jika glukokortikoid sistemik diberikan pada penderita
dengan dosis tinggi tanpa dilakukan tapering selama 4 minggu, kombinasi
dengan azatioprine kurang memberi manfaat tetapi sebaliknya penderita harus
menanggung efek samping obat tersebut. 2,3,6

Pada penderita lanjut usia dengan gejala yang tidak progresif, obat
imunosupresif ini bisa digunakan pada terapi awal tanpa dikombinasikan
dengan prednison. Glukokortikoid sistemik biasanya diperlukan pada
penderita dengan gejala yang berat dan progresif supaya penderita bisa
ditangani dengan cepat. Efek pemakaian glukokortikoid sistemik sangat cepat
yaitu hanya beberapa hari.

Terapi dosis tinggi metilprednisolon intravena juga dilaporkan efektif


untuk mengontrol dengan cepat pembentukan bula yang aktif pada Pemfigoid
Bulosa.

Sulfon mungkin efektif pada setengah pasien dengan Pemfigoid Bulosa.


Tidak banyak pasien yang berespon terhadap dapson.

32
F. ULKUS DEKUBITUS
a. Definisi

Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan


aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol,
dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips,
pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang. 2,3,9,10

b. Insiden

Pasien dengan bakterimia lebih sering terinfeksi dengan Bacteroides sp


pada ulkus dekubitusnya yang ditandai dengan bau yang tidak sedap,
leukositosis, demam, hipotensi, peningkatan denyut jantung dan perubahan
status mental. Bakterimia terjadi pada 3,5 pasien di antara 10.000. 2,3,9,10

Pasien dengan ulkus dekubitus meningkat sampai 50%. Sekitar 60.000


orang meninggal setiap tahun karena ulkus dekubitus dan mortalitas
meningkat menjadi empat sampai lima kali. Mortalitas dan morbiditas ini
meningkat dengan terjadinya osteomyelitis, amiloidosis sistemik, selulitis,
abses sinus, arthritis septic, karsinoma sel skuamousa, fistula periuretra dan
osifikasi heterotopik. 2,3,9,10

c. Etiologi dan Patogenesis

Terbentuknya ulkus dekubitus dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi


tekanan yang menyebabkan iskemik adalah penyebab utama. Setiap jaringan
mempunyai kemampuan untuk mengatasi terjadinya iskemik akibat tekanan,
tetapi tekanan yang lama dan melewati batas pengisian kapiler akan
menyebakan kerusakan jaringan yang menetap. 2,3,9,10

Penyebab ulkus dekubitus lainnya adalah kurangnya mobilitas, kontraktur,


spastisitas, berkurangnya fungsi sensorik, paralisis, insensibilitas, malnutrisi,
anemia, hipoproteinemia, dan infeksi bakteri. Selain itu, usia yang tua,
perawatan di rumah sakit yang lama, orang yang kurus, inkontinesia urin dan
alvi, merokok, penurunan kesadaran mental dan penyakit lain (seperti diabetes

33
melitus dan gangguan vaskuler) akan mempermudah terjadinya ulkus
dekubitus. 2,3,9,10

d. Manifestasi Klinis

Setiap bagian tubuh dapat terkena ulkus dekubitus, tetapi bagian tubuh
yang paling sering terjadi ulkus dekubitus adalah daerah tekanan dan
penonjolan tulang. Bagian tubuh yang sering terkena ulkus dekubitus adalah
tuberositas ischi (30%)i, trochanter mayor (20%), sacrum (15%), tumit
(10%), lutut, maleolus, siku, jari kaki, scapulae dan processus spinosus
vertebrae. Tingginya frekuensi tersebut tergantung pada posisi penderita.

34
Gambar . Area terbentuknya Ulkus Dekubitus pada Posisi Telentang1

Gejala klinik yang tampak oleh penderita, biasanya berupa kulit yang
kemerahan sampai terbentuknya suatu ulkus. Kerusakan yang terjadi dapat
meliputi dermis, epidermis, jaringan otot sampai tulang. Berdasarkan gejala
klinis, NPUAP mengklasifikasikan ulkus dekubitus menjadi empat stadium,
yakni : 2,3,9,10

1. Stadium 1
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.
Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Stadium ini umumnya
reversibel dan dapat sembuh dalam 5 - 10 hari.

2. Stadium 2
Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke jaringan
adiposa.Terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10 - 15
hari.

3. Stadium 3
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis, dan otot sudah mulai
terganggu dengan adanya edema, inflamasi, infeksi dan hilangnya struktur

35
fibril. Tepi ulkus tidak teratur dan terlihat hiper atau hipopigmentasi dengan
fibrosis. Kadang-kadang terdapat anemia dan infeksi sistemik. Biasanya
sembuh dalam 3-8 minggu.

4. Stadium 4
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot, tulang serta sendi.
Dapat terjadi artritis septik atau osteomielitis dan sering disertai anemia. Dapat
sembuh dalam 3 - 6 bulan.

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus


dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya,
dekubitus dapat dibagi menjadi tiga:

36
1. Tipe normal

Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC


dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6
minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan,
tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.

2. Tipe arterioskelerosis

Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan
kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat
penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya
dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan
sembuh dalam 16 minggu.

3. Tipe terminal

Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.

Satu hal penting yang harus diperhatikan sebagai ciri ulkus dekubitus
adalah adanya bau yang khas, sekret luka, jaringan parut, jaringan nekrotik,
dan kotoran yang berasal dari inkontinensia urin dan alvi. Ciri tersebut dapat
menunjukkan kontaminasi bakteri pada ulkus dekubitus dan penting untuk
penatalaksanaan. 2,3,9,10

Komplikasi sering terjadi pada stadium 3 dan 4 walaupun dapat juga pada
ulkus yang superfisial. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain infeksi (sering
brsifat multibakterial, baik yang aerobik atau pun anerobik), keterlibatan
jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis, osteomielitis, artritis
septik, septikemia, anemia, hipoalbuminemia, bahkan kematian.

e. Penatalaksanaan
- Nonmedikamento

37
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan nonmedikamentosa adalah
meliputi pengaturan diet dan rehabilitasi medik. Seperti telah disebutkan di
atas, nutrisi adalah faktor risiko untuk terjadinya ulkus dekubitus. 2,3,9,10
Pemberian diet yang tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral akan
meningkatkan status gizi penderita ulkus dekubitus. Meningkatnya status gizi
penderita ini akan memperbaik sistem imun penderita sehingga mempercepat
penyembuha ulkus dekubitus. 2,3,9,10
Terapi rehabilitasoi medik yang diberikan untuk penyembuhan ulkus
dekubitus adalah dengan radiasi infra merah, short wave diathermy, dan
pengurutan. Tujuan terapi ini adalah untuk memberikan efek peningkatan
vaskularisasi sehibgga dapat membantu penyembuhan ulkus. Sedangkan
penggunaan terapi ultrasonik, sampai saat ini masih terus diselidiki
manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus. 2,3,9,10
- Medikamentosa
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan metode medikamentosa meliputi:
1. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya
Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat
dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan,
pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC1 0,9%,
larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta
larutan antiseptik lainnya. 2,3,9,10
Kompres yang diberikan pada ulkus dekubitus adalah semipermiabel dan
tertutup, yang memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan transfer
penguapan air dari kulit dan mencegah maserasi kulit. Selain itu, kompres
dapat mencegah terjadinya infeksi sekunder dan mencegah faktor trauma.
Tetapi, kompres ini tidak berfungsi baik pada pasien dengan diaforesis dan
eksudat yang banyak. 2,3,9,10

Beberapa kategori untuk kompres dan topikal yang dapat digunakan


adalah antimikrobial, moisturizer, emollient, topical circulatory stimulant,
kompres semipermiabel, kompres kalsium alginate, kompres hidrokoloid dan

38
hidrogel, penyerap eksudat, kompres dari basah/lembab ke kering dan ezim
dan cairan atau gel pembentuk film.

2. Mengangkat jaringan nekrotik.

Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari
bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan
granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan
mempercepat proses penyembuhan ulkus.

3. Menurunkan dan mengatasi infeksi.

Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat


diberikan bila penderita mengalami sepsis dan selulitis. Ulkus yang terinfeksi
harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan
H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama
UVB) mempunyai efek bakterisidal.

Antibiotik sistemik kurang dianjurkan untuk pengobatan ulkus dekubitus


karena akan menimbulkan resistensi. Antibiotik sistemik yang dapat diberikan
meli

puti gologan penicillins, cephalosporins, aminoglycosides,


fluoroquinolones, dan sulfonamides. Antibiotik lainnya yang dpat digunakan
adalah clindamycin, metronidazole dan trimethoprim.

4. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan


epitelisasi.

Untuk mempercepat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi pada


ulkus dekubitus sehingga mempercepat penyembuhan dapat diberikan :
Bahan-bahan topikal misalnya: salep asam salisilat 2%, preparat seng (ZnO,
ZnSO4). Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap
sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferatif epitel, menambah jaringan
granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.

39
5. Tindakan bedah
Tindakan bedah bertujuan untuk membersihkan ulkus dan mempercepat
penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III &
IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit, myocutaneous flap, skin graft
serta intervensi lainnya terhadap ulkus.
Intervensi terbaru terhadap ulkus dekubitus adalah Negative Pressure
Wound Therapy, yang merupakan aplikasi tekanan negatif topikal pada luka.
Teknik ini menggunakan busa yang ditempatkan pada rongga ulkus yang
dibungkus oleh sebuah lapisan yang kedap udara. Dengan demikian, eksudat
dapat dikeluarkan dan material infeksi ditambahkan untuk membantu tubuh
membentuk jaringan granulasi dan membentuk kulit baru. Terapi ini harus
dievaluasi setiap dua minggu untuk menetukan terapi selanjutnya. 2,3,9,10

40
BAB III

KESIMPULAN

.
Perubahan pada kulit lansia, bisa bersifat histologik, fisiologik maupun
klinik dan terjadi karena proses penuaan, baik bersifat instriksik, maupun
ekstrinsik. Perubahan tersebut antara lain bentuk dan ukuran sel, menurunya
melanosit, penurunan jumlah sel langerhans. Dermis mengalami penurunan
jumlah sel, vaskularisasi berkurang, hilangnya fungsi elastisitas, yang berakibat
banyak terjadi kerutan.
Demikian juga saraf, mikrosirkulasi serta kelenjar keringat mengalami
penurunan secara gradular, yang merupakan predisposisi untuk terjadinya
penurunan termolegurasi, sensitivitas terhadap panas. Kuku mengalami penurunan
kecepatan pertumbuhan, dengan terjadinya penipisan pada lempengan kuku, serta
terjadinya kerapuhan dan keretakan kelenjar lemak subkutan mengalami atrofi,
misalnya pada pipi, ekstremitas bagian distal, tetapi terjadi hipertrofi pada paha
wanita dan perut pada pria. Sehingga pada lansia dianjurkan untuk lebih
memerhatikan kebersihan badan, pola makan sehat dan olaraga.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Gawkrodger David. Third Dermatology an Illustared Atlas. China.2003.


2. Wolff K, Goldsmith L.A, Katz S.I, Gilchrest B.A, Paller A.S , Leffel D.J.
Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. Herpes Zoster. 7th Ed.
MCgraw-hill Medical : USA; 2013.
3. Wolff K, Goldsmith L.A, Katz S.I, Gilchrest B.A, Paller A.S , Leffel D.J.
Fitzpatricks Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology. Herpes
Zoster. 7th Ed. MCgraw-hill Medical : USA; 2009.
4. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology. 3 thEd. Blackwell
Publishing. USA ; 2002.
5. Buxton PK. ABC of Dermatology. 4thEd. BMJ Books : London ; 2003.
6. Burns T et all. Rooks Texbook Of Dermatology. Ed 8. Blackwell Publishing
Ltd USA. 2010.
7. James W. D. Andrews Skin Disease Of The Skin : Clinical Dermatology.
Philadelphia, Pennsylvanian, USA. 2006.
8. Waller Richard et all. Clinical Dermatology. 5 Edition. UK. 2015.
9. Daili Samsoe Emoji, Menaldi Linuwih Sri dan Wisnu Made. Penyakit yang
Umum di Indonesia. Jakarta.2005.
10. Bolognia m john, Jorizzo Joshep and Scaffer Julia. Third Edition
Dermatology. China.2012.

42

Anda mungkin juga menyukai