FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU REFERAT
Oktober 2016
Disusun Oleh :
Pembimbing :
dr. Nur Rahma S. Mathar, M.Kes, Sp.KK
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Alkhairaat
DAFTAR ISI
2
HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................... 3
I. PENDAHULUAN.......................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 6
1. PERUBAHAN FISIOLOGI KULIT PADA GERIATRI............... 6
2. GANGGUAN KULIT PADA GERIATRI..................................... 9
A. DERMATITIS SEBOROIK............................................................ 9
B. PSORIASIS.................................................................................... 14
C. SKABIES........................................................................................ 19
D. KERATOSIS SEBOROIK.............................................................. 23
E. PEMFIGOID BULLOSA............................................................... 29
F. ULKUS DEKUBITUS................................................................... 34
III. KESIMPULAN............................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................43
BAB I
PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serat
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis
3
dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung
pada lokasi tubuh.
Warna kulit berbada-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin),
pirang dan hitam, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa.
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit
yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang
tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan orang dewasa. Kulit yang
tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang berambut
kasar terdapat pada kepala.1
Di Amerika Serikat, diperkirakan sejumlah 660 dari 1000 orang usia lanjut
diatas 65 tahun, mempunyai paling tidak satu dermatosis yang cukup serius,
sehingga memerlukan bantuan medis. Lesi kulit yang secara medik tidak
bermakna, namun pada kelompok usia lanjut akan menjadi masalah yang akan
mengurangi kualitas hidup. Kelainan yang bersifat kronis, misalnya pruritus
senilis, ulkus, psoriasis, penyakit kulit berlepuh (pemfigus bulosa),
dermatitis/eksema, disamping infeksi maupun keganasan, merupakan hal-hal yang
akan menjadi beban baik bagi penderita maupun keluarganya. Kondisi usia lanjut
yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk berobat secara rutin ke rumah sakit
atau tempat pelayanan kesehatan yang lain, meyebabkan banyak penyakit kulit
yang tidak dapat dimonitor, yang pada gilirannya akan menjadikan kelainan
tersebut semakin parah, ataupun berubah menjadi suatu keganasan. 1
4
Meskipun kelompok usia lanjut relatif kurang memperhatikan estetika
penampilan, khususnya kulit, namun perhatian terhadap perawatan, termasuk
perawatan rambut dan kuku tetap diperlukan. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
a. Stratum Korneum
Lapisan paling luar dari epidermis, stratum korneum terutama terdiri dari
timbunan korneosit. Dengan peningkatan usia, jumlah keseluruhan sel-sel dan
lapisan sel secara esensial tetap tidak berubah, tetapi kohesi sel mengalami
penurunan. Waktu perbaikan lapisan sel menjadi lambat, menghasilkan waktu
penyembuhan yang lebih lama. Penurunan kekohesivan sel dalam
hubungannya dengan penggantian sel beresiko terhadap lansia. Pelembab pada
stratum korneum berkurang, tetapi status barier air tampaknya tetap
terpelihara, yang berakibat pada penampilan kulit yang kasar dan kering.
Kekasaran ini menyebabkan pemantulan cahaya menjadi tidak seimbang, yang
menyebabkan kulit kurang bercahaya yang sering dihubungkan dengan
kemudahan dan kesehatan yang baik.1
b. Epidermis
Epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit seiring penuaan
sesorang. Namun, terdapat perlambatan dalam proses perbaikan sel, jumlah sel
basal yang lebih sedikit, dan penurunan jumlah dan kedalaman rete ridge. Rete
ritge dibentuk oleh penonjolan epidermal dari lapisan basal yang mengarah
kebawah kedalam dermis. Pendataran dari rete ridge tersebut mengurangi area
kontak antara epidermis dan dermis, menyebabkan mudah terjadi pemisahan
antara lapisan-lapisan kulit ini. Akibatnya adalah proses penyembuhan kulit
yang rusak ini lambat dan merupakan predisposisi infeksi bagi individu
tersebut. Kulit dapat mengelupas akibat penggunaan plester atau zat lain yang
dapat menimbulkan gesekan. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan
suatu perekat yang tidak lebih kuat dari taut epidermal-dermal itu sendiri
untuk mencegah atau meminimalkan cedera akibat penggunaan plester.
Terjadi penurunan jumlah melanosit seiring penuaan, dan sel yang tersisa
mungkin tidak dapat derfungsi secara normal. Rambut mungkin menjadi
beruban, kulit mungkin mengalami pigmentasi yang tidak merata, dan
perlindungan pigmen dari sinar ultraviolet (UV) mungkin menurun.1
6
c. Dermis
Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami
penurunan, dermis menjadi tipis, dan jumlah sel biasanya menurun.
Konsekuensi fisiologis dari perubahan ini termasuk penundaan atau
penekanan timbulnya penyakit pada kulit, penutupan dan penyembuhan luka
lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respon inflamasi, dan penurunan
absorbsi kulit terhadap zat-zat topical.1
Perubahan degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia 30 tahun.
Serabut elastis dan jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzim-
enzim, menghasilkan perubahan dalam penglihatan karena adanya kantung
dan pengeriputan pada daerah sekitar mata. Pada saat elastisitas menurun,
dermis meningkatkan kekuatan peregangannya; hasilnya adalah lebih sedikit
melentur ketika kulit mengalami tekanan. Organisasi kolagen menjadi tidak
teratur, dan turgor kulit hilang.1
Vaskularitas juga menurun, dengan lebih sedikit pembuluh darah kecil
yang umumnya terdapat pada dermis yang memiliki vaskuler sangat tinggi.
Dermis berisi lebih sedikit fibroblast, makrofag, dan sel batang. Secara visual
kulit tampak pucat dan kurang mampu untuk melakukan termoregulasi. Lansia
oleh karena hal tersebut beresiko tinggi untuk mengalami hipertermia atau
hipotermia.1
d. Subkutis
Secara umum, lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan seiring
dengan peningkatan usia. Hal ini turut berperan lebih lanjut terhadap
kelemahan kulit dan penampilan kulit yang kendur/menggantung diatas tulang
rangka. Penurunan lapisan lemak terutama dapat dilihat secara jelas pada
wajah,tangan, kaki, dan betis, pembuluh darah menjadi lebih cenderung untuk
mengalami trauma. Deposit lemak cenderung untuk meningkatkan pada
abdomen baik pada wanita dan pria, seperti halnya bagian paha pada wanita.
Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh lebih lanjut menimbulkan
gangguan fungsi perlindungan dari kulit tersebut.1
7
2. GANGGUAN KULIT PADA GERIATRI
A. DERMATITIS SEBOROIK
a. Definisi
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis umum yang
mudah dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan dewasa dan
seringkali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (sebaseus atau
seborrhea) kulit kepala dan daerah folikel kaya sebaseus pada wajah dan
leher.Kulit yang terkena berwarna merah muda, bengkak, dan ditutupi dengan
sisik berwarna kuning-coklat dan krusta. 1,2,3,4,5
b. Insiden
Dermatitis seboroik memiliki dua puncak usia, yang pertama pada bayi
dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade keempat
sampai ketujuh kehidupan. Tidak ada data yang tepat tersedia kejadian
dermatitis seboroik pada bayi, tetapi gangguan ini umum.Penyakit pada orang
8
dewasa diyakini lebih umum daripada psoriasis.Penyakit inimempengaruhi
setidaknya 3-5% dari populasi di Amerika Serikat. Pria lebih sering terkena
daripada wanita pada semua kelompok umur. Dermatitis seboroik ditemukan
pada 85% pasien dengan infeksi HIV.Dermatitis seboroik banyak terjadi pada
pasien yang menderita penyakit parkinson karena produksi sebumnya
meningkat. 1,2,3,4,5
c. Etiopatogenesis
Kelenjar sebaseus terbentuk pada minggu ke-13 sampai minggu ke-16 dari
kehamilan.Kelenjar sebaseus menempel pada folikel rambut, mensekresikan
sebum ke kanal folikel dan ke permukaan kulit. Kelenjar sebaseus
berhubungan dengan folikel rambut di seluruh tubuh, hanya pada telapak
tangan dan telapak kaki yang tidak memiliki folikel rambut dimana kelenjar
sebaseus sama sekali tidak ada. Kelenjar sebaseus yang terbesar dan paling
padat keberadaannya ada di wajah dan kult kepala.Rambut yang berhubungan
dengan kelenjar sebaseus yang ukurannya besar, sering memiliki ukuran yang
kecil.Terkadang pada daerah tersebut, tidak disebut dengan folikel rambut,
tapi disebut dengan folikel sebaseus. Kelenjar sebaseus mensekresikan lipid
dengan cara mengalami proses disintegrasi sel, sebuah proses yang dikenal
dengan holokrin. Aktivitas metabolik sel dalam kelenjar sebaseus bergantung
status differensiasi. Sel bagian luar terdiri atas sel membran basal, ukuran
kecil, berinti dan tidak mengandung lipid. Lapisan ini mengandung sel yang
terus membelah mengisi kelenjar sebagai sel yang dilepaskan pada proses
ekskresi lipid. Selama sel ini bergerak ke bagian tengah kelenjar, sel mulai
menghasilkan lipid dan membesar mengandung banyaklipid sehingga inti dan
struktur sel lain hancur. Sel ini mendekati duktus sebaseus, sehingga sel akan
mengalami desintegrasi dan melepaskan isi. Sebum adalah cairan kuning yang
9
terdiri dari trigliserid, asam lemak, wax ester, sterol ester, kolesterol dan
squalene. Saat disekresi, komposisi sebum terdiri dari trigliserid dan ester
yang dipecah menjadi digliseid,monogliserid dan asam lemak bebas oleh
mikroba komensal kulit dan enzim lipase.Sebum manusia mengandung asam
lemak jenuh dan tidak jenuh, dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang
lebih tinggi. Belum diketahui secara pasti apa fungsi sebum, namun diduga
sebum mengurangi kehilangan air dari permukaan kulit sehingga kulit tetap
halus dan lembut. Sebum juga punya efek ringan bakterisidal dan
fungistatik.Hormon androgen, khususnya dihidrotestoteron menstimulai
aktivitas kelenjar sebaseus. Kelenjar sebaseus manusia mengandung 5-
reductase, 3- dan 17-hydroxysteroid dehydrogenase,yang merubah
androgen yang lebih lemah menjadi dihydrotestosteron,yang akan
mengikatkan dirinya pada reseptor spesifik di kelenjar sebaseus kemudian
meningkatkan sekresinya. Kelenjar sebaseus mempunyai reseptor
dehidroepiandrosteron sulfas (DHEAS) yang juga berperan dalam aktivitas
kelenjar sebaseus. Level DHEAS tinggi pada bayi baru lahir, rendah pada
anak usia 2-4 tahun dan mulai tinggi pada saat ekskresi sebum mulai
meningkat. Seborrhea merupakan faktor predisposisi dermatitis
seboroik,namun tidak selalu didapatkan peningkatan produksi sebum pada
semua pasien.Dermatitits seboroik lebih sering terjadi 11 pada kulit dengan
kelenjar sebaseus aktif dan berhubungan dengan produksi sebum.Insiden
dermatitis seboroik juga tinggi pada bayi baru lahir karena kelenjar
sebaseusyang aktif yang dipengaruhi oleh hormon androgen maternal, dan
jumlah sebum menurun sampai pubertas. 1,2,3,4,5
10
akan menurunkan fungsi dari sawar kulit, dan akan menyebabkan inflamasi
serta squama pada kulit kepala. Hasil metabolit ini dapat menembus stratum
korneum karena berat molekulnya yang cukup rendah. 1,2,3,4,5
d. Manifestasi Klinis
11
\
Gambar 2 : Dermatitis seboroik dengan keterlibatan lipatan nasolabial, pipi, alis,
dan hidung. 2
Pada wajah, penyakit ini sering mengenai bagian medial alis, yaitu
glabella, lipatan nasolabial, concha dari daun telinga, dan daerah
retroauricular, Lesi dapat bervariasi dalam tingkat keparahan eritema sampai
sisik halus. .Pria dengan jenggot, kumis, atau jambang, lesi mungkin
melibatkan daerah yang ditumbuhi rambut. dan lesi hilang jika daerah
tersebut dicukur.Daerah dada medial pada pria terlihat petaloid yang
bervariasi dan
|ditandai dengan bercak merah terang di pusat dan merah gelap di tepi. 1,2,3,4,5
e. Penatalaksanaan
12
dermatitis seboroik infantil sangat baik karena kondisinya yang jinak dan self-
limited. 1,2,3,4,5
a. Kulit Kepala
B. PSORIASIS
a. Definisi
b. Insiden
13
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak dapat
menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih
mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif. Insiden pada orang
kulit putih lebih tinggi dari pada penduduk kulit berwarna. Di Eropa
dilaporkan sebanyak 3-7 %, di Amerika Serikat 1-2% . Insidens pada pria
agak lebih banyak dari pada wanita, psoriasis terdapat pada semua usia, tetapi
pada umumnya pada orang dewasa. 1,2,3,4,5
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari
ketiga jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit.
Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis
umumnya ditemukan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T
CD4 dengan sedikit limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru
pada umumnya lebih didominasis oleh sel limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis
terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga
berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis
dimulai dengan adanya pergerakan antigen baik endogen maupun eksogen
14
oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya
3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. 1,2,3,4,5
d. Manifestasi Klinik
- Psoriasis Vulgaris
Merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan
(80%). Psoriasis ini tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah
lesi pada psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan
ukuran mulai 0,5 cm hingga 30 cm atau lebih. Lokasi psoriasis vulgaris yang
paling sering dijumpai adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Selain
lokasi tersebut diatas, psoriasis ini dapat juga timbul di lokasi lain. 1,2,3,7
- Psoriasis Gutata
15
Gambar 3 : Guttate psoriasis, yang melibatkan paha (A), tangan (B), dan kembali
(C dan D). Pasien dalam mengembangkan psoriasis plak kronis
- Psoriasis Pustulosa
16
Gambar 4 : von Zumbusch-jenis pustular psoriasis
e. Pengobatan
- Topikal
Obat topikalyang biasa digunakan adalah preparat tar, yang efeknya adalah
anti radang. Preparat tar berguna pada keadaan-keadaan: Bila psoriasis telah
resisten terhadap steroid topikal sejak awal atau pemakaian pada lesi luas.
Lesi yang melibatkan area yang luas sehingga pemakaian steroid topikal
kurang tepat. Bila obat-obat oral merupakan kontra indikasi oleh karena
17
terdapat penyakit sistemik. Menurut asalnya preparat tar dibagi menjadi 3,
yakni yang berasal dari : Fosil, misalnya iktiol. Kayu, misalnya oleum kadini
dan oleum ruski dan Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis
detergens. Cara kerja obat ini sebagai antiinflamasi ringan. 1,2,3,7
- Sistemik
Bila keadaan berat dan terjadi eritrodermi serta kelainan sendi dapat
sitostatik yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Obat ini sering
digunakan Psoriasis Artritis dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma
yang sukar terkontrol. Bila lesi membaik dosis diturunkan secara perlahan.
Kerja metotreksat adalah menghambat sintesis DNA dengan cara
menghambat dihidrofolat reduktase dan juga hepatotoksik maka perlu
dimonitor fungsi hatinya. Karena bersifat menekan mitosis secara umum,
hati-hati juga terhadap efek supresi terhadap sumsum tulang. 1,2,3,7
18
C. SCABIES
a. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. 1,2,3,6
b. Insiden
pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang
kaki kedua pada betina beakhir dengan rambut,sedangkan pada yang jantan
pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan
alat perekat. Tungau betina besarnya 2 kali dari pada yang jantan. 1,2,3,6
epidermis kulit. Setelah kopulasi yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan
19
yang digali oleh tungau betina. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup
dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil
yang akan menetas dalam waktu 3-5 hari. Telur yang menetas akan menjadi
larva yang punya 3 pasang kaki, larva ini dapat tinggal di terowongan tetapi
dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai
2 bentuk, jantan dan betina. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai
d. Manifestasi Klinis
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas
20
3. Adanya gambaran lesi yang spesifik berupa terowongan yang dapat lurus
Tetapi terowongan ini sulit sekali untuk ditemukan karena biasanya telah
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian
eksterna, dan perut bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan
dan telapak kaki, bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan
e. Penatalaksanaan
pengobatan yang ideal yaitu efektif terhadap semua stadium tungau, tidak
21
menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau dan kotor, tidak merusak
1. Non medikamentosa.
- Semua baju dan alat-alat tidur dicuci dengan air panas dan setrika
- Semua anggota keluarga atau orang seisi rumah yang kontak dengan
2. Medikamentosa
krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka
Diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh dan
dipakai.
- Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1 %
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
22
Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil
dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Obat ini hanya menyembuhkan
setelah 24 jam.
- Permetrin dengan kadar 5 % dalam krim, aplikasi hanya sekali dan
14 hari.
23
D. KERATOSIS SEBOROIK
a. Definisi
b. Insiden
Keratitis seboroik adalah tumor epidermal kulit yang paling umum dan
lesi umumnya timbul pada usia pertengahan tetapi dapat timbul pada usia
remaja. 1,2,3,7,9
1. Ras
Keratosis seboroik kurang umum di populasi dengan kulit gelap
dibandingkan dengan mereka yang memiliki kulit putih, namun orang-orang
kulit hitam mengembangkan varian keratosis seboroik yang disebut
24
dermatosis papulosa nigra. Lesi ini mempengaruhi wajah, terutama pipi atas
dan lateral daerah orbita. Lesi ini kecil, pedunkulasi, dan sangat berpigmen
dengan elemen keratotik yang minimal. Awal lesi ini umumnya berawal dari
keratosis seboroik biasa.
2. Jenis kelamin
Tidak ada perbedaan jenis kelamin dalam frekuensi terjadinya keratosis
seboroik.
3. Usia
Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang umum pada individu yang
lebih tua.Mereka tampak meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Keratosis seboroik juga telah ditemukan terjadi pada individu muda.
Walaupun sangat umum tidak ada karakteristik yang baik pada kebanyakan
populasi. Dalam studi di Australia lesi diidentifikasi 30% pada orang yang
berusia di bawah 30 tahun dan meningkat hingga 100% pada yang berusia
lebih tua lebih dari 50 tahun.
c. Etiologi dan Patogenesis
Ada beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya keratosis seboroik:
1. Genetik
Disebutkan bahwa penyakit ini berhubungan dengan faktor genetik
dengan pola penurunan secara dominan autosomal. Faktor pertumbuhan
epidermis dianggap berperan dalam pembentukan keratosis seboroik.
Meningkatnya jumlah sel yang bereplikasi menunjukkan adanya
hubungan dengan terjadinya keratosis seboroik ini.
2. Paparan sinar matahari
Ada pula yang mengatakan bahwa terpapar sinar matahari (sinar
ultraviolet) secara kronis yang menjadi penyebabnya, karena keratosis
seboroik biasanya terdapat pada bagian kulit yang paling sering terpajan
sinar matahari, dan sebagian tipe keratosis seboroik dapat terbentuk
akibat radiasi sinar matahari pada kulit manusia.
3. Infeksi virus (HPV DNA)
Ada pula yang mengatakan diduga infeksi virus berdasarkan gambaran
klinis kutilnya. DNA dari human papiloma virus didapat pada 40 kasus
25
keratosis seboroik genital dan 42 dari 55 kasus keratosis seboroik non
genital (76%).
d. Manifestasi Klinis
Munculnya keratosis seboroik biasanya di mulai dengan lesi datar,
berwarna coklat muda, berbatas tegas, dengan permukaan seperti beludru
sampai verukosa halus, diameter lesi bervariasi antara beberapa mm sampai 3
cm. Lama kelamaan lesi akan menebal, dan member gambaran yang khas
yaitu menempel (stuck on) pada permukaan kulit. Lesi yang telah berkembang
akan mengalami pigmentasi yang gelap dan tertutup oleh skuama berminyak.
Predileksi tumor terutama pada daerah seboroika yaitu : dada, punggung,
perut, wajah dan leher. 1,2,3,7,9
26
Gambar 7 : Gambaran keratosis seboroik pada pemeriksaan fisis2
e. Penatalaksanaan
- Terapi obat
Ammonium laktat dan asam alfa hidroksi telah dilaporkan dapat
mengurangi bertambah beratnya penyakit. Lesi superficial dapat ditangani
dengan baik menggunakan asam triklorasetik. Pemberian obat topical
krim tazarotene 0,1% selama 16 minggu memberikan hasil yang baik
pada 50% pasien.2,5
-
Terapi operasi
Keratosis seboroik yang simptomatis dan mengganggu secara
kosmetik membutuhkan penanganan. Destruksi metode krioterapi,
elektrodesisasi, yang diikuti kuret, lalu desisi atau terapi laser telah
menghasilan terapi yang efektif. Menghilangkan lesi yang kecil melalui
kuret menghasilkan permukaan yang rata yang akan tertutupi oleh
epidermis disekitarnya dalam seminggu. Bedah listrik (electrosurgery)
adalah suatu cara pembedahan atau tindakandengan perantaraan panas
yang ditimbulkan arus listrik bolak-balik berfrekuensi tinggi yang
terkontrol untuk menghasilkan destruksi jaringan secara selektif agar
jaringan parut yang terbentuk cukup estetis den aman baik bagi dokter
maupun penderita. Tehnik yang dapat dilakukan dalam bedah listrik adalah
: elektrofulgurasi, elektrodesikasi, elektrokoagulasi, elektroseksi atau
elektrotomi, elektrolisis den elektrokauter.4,6
27
E. PEMFIGOID BULLOSA
a. Definisi
Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai
oleh adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada
orang tua dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang
melibatkan mukosa, tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun
presentasinya dapat polimorfik dan dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama
pada tahap awal penyakit atau di varian atipikal, di mana bula biasanya tidak
ada. 2,3,6
b. Insiden
Sebagian besar pasien dengan Pemfigoid Bulosa berumur lebih dari 60 tahun
dengan puncak insiden terjadi pada usia sekitar 80 tahun. Meskipun demikian,
Pemfigoid Bulosa jarang terjadi pada anak-anak, dan laporan di sekitar awal
tahun 1970 (ketika penggunaan immunofluoresensi untuk diagnosis menjadi
lebih luas) adalah tidak akurat karena kemungkinan besar data tersebut
memasukkan anak-anak dengan penanda IgA, daripada IgG, di zona membran
basal. Tidak ada predileksi etnis, ras, atau jenis kelamin yang memiliki. 2,3,6
28
PB adalah contoh dari penyakit yang dimediasi imun yang dikaitkan
dengan respon humoral dan seluler yang ditandai oleh dua self-antigen:
antigen PB 180 (PB180, PBAG2 atau tipe kolagen XVII) dan antigen PB 230
(PB230 atau PBAG1.
Tidak ada penyebab khusus yang memicu timbulnya PB, namun beberapa
faktor dikaitkan dengan terjadinya PB. Sebagian kecil kasus mungkin dipicu
obat seperti furosemide, sulphasalazine, penicillamine dan captopril. Suatu
studi kasus menyatakan obat anti psikotik dan antagonis aldosterone termasuk
dalam faktor pencetus Pemfigoid Bulosa. Belum diketahui apakah obat yang
berefek langsung pada sistem imun, seperti kortikosteroid, juga berpengaruh
pada kasus Pemfigoid Bulosa. Sinar ultraviolet juga dinyatakan sebagai faktor
yang memicu PB ataupun memicu terjadinya eksaserbasi PB. Beberapa faktor
fisik termasuk suhu panas, luka, trauma lokal, dan radioterapi dilaporkan dapat
menginduksi PB pada kulit normal. 2,3,6
d. Manifestasi Klinis
Fase Non Bulosa
Manifestasi kulit PB bisa polimorfik. Dalam fase prodromal penyakit
nonbulosa, tanda dan gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal ringan
sampai parah atau dalam hubungannya dengan eksema, papul dan atau
urtikaria, ekskoriasi yang dapat bertahan selama beberapa minggu atau
29
bulan. Gejala nonspesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-satunya tanda-
tanda penyakit.1
Fase Bulosa
Tahap bulosa dari PB ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada
kulit normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan
urtikaria dan infiltrat papul dan plak yang kadang-kadang membentuk
pola melingkar. Bula tampak tegang, diameter 1 4 cm, berisi cairan
bening, dan dapat bertahan selama beberapa hari, meninggalkan area erosi
dan berkrusta. Lesi seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan
dominan pada aspek lentur anggota badan dan tungkai bawah, termasuk
perut. Perubahan post inflamasi memberi gambaran hiper- dan
hipopigmentasi serta, yang lebih jarang, miliar. Keterlibatan mukosa
mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa hidung mata, faring,
esofagus dan daerah anogenital lebih jarang terpengaruh. Pada sekitar
50% pasien, didapatkan eosinofilia darah perifer.1
Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik.
Penyakit PB dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau timbul lagi
secara sporadik, dapat generalisata atau tetap setempat sampai beberapa
tahun. Rasa gatal kadang dijumpai, walaupun jarang ada. Tanda Nikolsky
tidak dijumpai karena tidak ada proses akantolisis. Kebanyakan bula
ruptur dalam waktu 1 minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak
menyebar dan sembuh dengan cepat.4
Lesi kulit
Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan
bula. Bula besar, tegang, oval atau bulat; mungkin timbul dalam kulit
normal atau yang eritema dan mengandung cairan serosa atau hemoragik.
Erupsi dapat bersifat lokal maupun generalisata, biasanya tersebar tapi
juga berkelompok dalam pola serpiginosa dan arciform.3
Tempat Predileksi
Aksila; paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah.6
30
Gambar 8 : Pemfigoid Bulosa. Bula tegang diatas kulit yang eritema.7
f. Penatalaksanaan
31
mungkin digunakan pada pasien dengan penyakit berat yang tidak dapat
bertoleransi terhadap prednison. Dosis prednisolon 40-60 mg sehari, jika telah
tampak perbaikan dosis di turunkan perlahan-lahan. Sebagian kasus dapat
disembuhkan dengan kortikosteroid saja. 2,3,6
Pada penderita lanjut usia dengan gejala yang tidak progresif, obat
imunosupresif ini bisa digunakan pada terapi awal tanpa dikombinasikan
dengan prednison. Glukokortikoid sistemik biasanya diperlukan pada
penderita dengan gejala yang berat dan progresif supaya penderita bisa
ditangani dengan cepat. Efek pemakaian glukokortikoid sistemik sangat cepat
yaitu hanya beberapa hari.
32
F. ULKUS DEKUBITUS
a. Definisi
b. Insiden
33
melitus dan gangguan vaskuler) akan mempermudah terjadinya ulkus
dekubitus. 2,3,9,10
d. Manifestasi Klinis
Setiap bagian tubuh dapat terkena ulkus dekubitus, tetapi bagian tubuh
yang paling sering terjadi ulkus dekubitus adalah daerah tekanan dan
penonjolan tulang. Bagian tubuh yang sering terkena ulkus dekubitus adalah
tuberositas ischi (30%)i, trochanter mayor (20%), sacrum (15%), tumit
(10%), lutut, maleolus, siku, jari kaki, scapulae dan processus spinosus
vertebrae. Tingginya frekuensi tersebut tergantung pada posisi penderita.
34
Gambar . Area terbentuknya Ulkus Dekubitus pada Posisi Telentang1
Gejala klinik yang tampak oleh penderita, biasanya berupa kulit yang
kemerahan sampai terbentuknya suatu ulkus. Kerusakan yang terjadi dapat
meliputi dermis, epidermis, jaringan otot sampai tulang. Berdasarkan gejala
klinis, NPUAP mengklasifikasikan ulkus dekubitus menjadi empat stadium,
yakni : 2,3,9,10
1. Stadium 1
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.
Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Stadium ini umumnya
reversibel dan dapat sembuh dalam 5 - 10 hari.
2. Stadium 2
Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke jaringan
adiposa.Terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10 - 15
hari.
3. Stadium 3
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis, dan otot sudah mulai
terganggu dengan adanya edema, inflamasi, infeksi dan hilangnya struktur
35
fibril. Tepi ulkus tidak teratur dan terlihat hiper atau hipopigmentasi dengan
fibrosis. Kadang-kadang terdapat anemia dan infeksi sistemik. Biasanya
sembuh dalam 3-8 minggu.
4. Stadium 4
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot, tulang serta sendi.
Dapat terjadi artritis septik atau osteomielitis dan sering disertai anemia. Dapat
sembuh dalam 3 - 6 bulan.
36
1. Tipe normal
2. Tipe arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan
kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat
penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya
dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan
sembuh dalam 16 minggu.
3. Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.
Satu hal penting yang harus diperhatikan sebagai ciri ulkus dekubitus
adalah adanya bau yang khas, sekret luka, jaringan parut, jaringan nekrotik,
dan kotoran yang berasal dari inkontinensia urin dan alvi. Ciri tersebut dapat
menunjukkan kontaminasi bakteri pada ulkus dekubitus dan penting untuk
penatalaksanaan. 2,3,9,10
Komplikasi sering terjadi pada stadium 3 dan 4 walaupun dapat juga pada
ulkus yang superfisial. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain infeksi (sering
brsifat multibakterial, baik yang aerobik atau pun anerobik), keterlibatan
jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis, osteomielitis, artritis
septik, septikemia, anemia, hipoalbuminemia, bahkan kematian.
e. Penatalaksanaan
- Nonmedikamento
37
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan nonmedikamentosa adalah
meliputi pengaturan diet dan rehabilitasi medik. Seperti telah disebutkan di
atas, nutrisi adalah faktor risiko untuk terjadinya ulkus dekubitus. 2,3,9,10
Pemberian diet yang tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral akan
meningkatkan status gizi penderita ulkus dekubitus. Meningkatnya status gizi
penderita ini akan memperbaik sistem imun penderita sehingga mempercepat
penyembuha ulkus dekubitus. 2,3,9,10
Terapi rehabilitasoi medik yang diberikan untuk penyembuhan ulkus
dekubitus adalah dengan radiasi infra merah, short wave diathermy, dan
pengurutan. Tujuan terapi ini adalah untuk memberikan efek peningkatan
vaskularisasi sehibgga dapat membantu penyembuhan ulkus. Sedangkan
penggunaan terapi ultrasonik, sampai saat ini masih terus diselidiki
manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus. 2,3,9,10
- Medikamentosa
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan metode medikamentosa meliputi:
1. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya
Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat
dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan,
pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC1 0,9%,
larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta
larutan antiseptik lainnya. 2,3,9,10
Kompres yang diberikan pada ulkus dekubitus adalah semipermiabel dan
tertutup, yang memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan transfer
penguapan air dari kulit dan mencegah maserasi kulit. Selain itu, kompres
dapat mencegah terjadinya infeksi sekunder dan mencegah faktor trauma.
Tetapi, kompres ini tidak berfungsi baik pada pasien dengan diaforesis dan
eksudat yang banyak. 2,3,9,10
38
hidrogel, penyerap eksudat, kompres dari basah/lembab ke kering dan ezim
dan cairan atau gel pembentuk film.
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari
bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan
granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan
mempercepat proses penyembuhan ulkus.
39
5. Tindakan bedah
Tindakan bedah bertujuan untuk membersihkan ulkus dan mempercepat
penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III &
IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit, myocutaneous flap, skin graft
serta intervensi lainnya terhadap ulkus.
Intervensi terbaru terhadap ulkus dekubitus adalah Negative Pressure
Wound Therapy, yang merupakan aplikasi tekanan negatif topikal pada luka.
Teknik ini menggunakan busa yang ditempatkan pada rongga ulkus yang
dibungkus oleh sebuah lapisan yang kedap udara. Dengan demikian, eksudat
dapat dikeluarkan dan material infeksi ditambahkan untuk membantu tubuh
membentuk jaringan granulasi dan membentuk kulit baru. Terapi ini harus
dievaluasi setiap dua minggu untuk menetukan terapi selanjutnya. 2,3,9,10
40
BAB III
KESIMPULAN
.
Perubahan pada kulit lansia, bisa bersifat histologik, fisiologik maupun
klinik dan terjadi karena proses penuaan, baik bersifat instriksik, maupun
ekstrinsik. Perubahan tersebut antara lain bentuk dan ukuran sel, menurunya
melanosit, penurunan jumlah sel langerhans. Dermis mengalami penurunan
jumlah sel, vaskularisasi berkurang, hilangnya fungsi elastisitas, yang berakibat
banyak terjadi kerutan.
Demikian juga saraf, mikrosirkulasi serta kelenjar keringat mengalami
penurunan secara gradular, yang merupakan predisposisi untuk terjadinya
penurunan termolegurasi, sensitivitas terhadap panas. Kuku mengalami penurunan
kecepatan pertumbuhan, dengan terjadinya penipisan pada lempengan kuku, serta
terjadinya kerapuhan dan keretakan kelenjar lemak subkutan mengalami atrofi,
misalnya pada pipi, ekstremitas bagian distal, tetapi terjadi hipertrofi pada paha
wanita dan perut pada pria. Sehingga pada lansia dianjurkan untuk lebih
memerhatikan kebersihan badan, pola makan sehat dan olaraga.
41
DAFTAR PUSTAKA
42