Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA
Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu lintas dari
suatu tempat ke tempat lain. Arti lintasan menyangkut tanah yang diperkuat
(diperkeras) dan jalur tanah tanpa perkerasan. Sedangkan lalu lintas menyangkut
semua benda dan mahluk yang melewati jalan tersebut, baik kendaraan bermotor
maupun kendaraan tidak bermotor seperti : Sepeda, manusia dan hewan.
Dalam perencanaan jalan raya, bentuk geometriknya harus ditetapkan
sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan
yang optimal kepada lalu lintas sesuai dengan fungsinya.
Sesuai dengan peraturan perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970
dari direktorat eksplorasi, survey dan perencanaan, Direktorat Jendral Bina
Marga, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, maka jalan dibagi
berdasarkan :
1. Fungsi jalan, mencakup tiga golongan penting, yaitu :
a. Jalan Utama
Jalan utama adalah jalan raya yang melayani lalu lintas yang cukup
tinggi antara kota-kota penting, sehingga harus direncanakan dapat
melayani lalu lintas yang cepat dan berat.
b. Jalan Sekunder
Jalan sekunder adalah jalan raya yang melayani lalu lintas yang
cukup tinggi antara kota-kota penting dan kota-kota yang lebih kecil
serta sekitarnya.
c. Jalan Penghubung
Jalan penghubung adalah jalan untuk keperluan aktivitas daerah yang
juga dipakai sebagai penghubung antara jalan-jalan dari golongan
yang sama atau berlainan.
1
2. Volume dan sifat lalu lintas
Jalan raya pada umumnya dibagi dalam kelas-kelas dimana
penetapan berdasarkan fungsi besar volume lalu lintas yang lewat serta
kekuatannya dalam menampung atau mendukung arus lalu-lintas
diatasnya.
Dalam menghitung besarnya volume lalu-lintas untuk keperluan
penetapan kelas jalan, kecuali untuk jalan-jalan yang tergolong dalam
kelas IC dan II, kendraan yang tidak bermotor tidak diperhitungkan untuk
kelas jalan IIA dan I, kendraan lambat tidak diperhitungkan.
a. Jalan Kelas I
Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk
melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu-lintasnya
tidak terdapat kendraan lambat dan kendraan tidak bermotor.
b. Jalan Kelas II
Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan raya yang berjalur
banyak dengan konstruksi perkerasan dari jenis yang terbaik dalam
arti tingkatan pelayanan terhadap lalu-lintas.
c. Jalan Kelas IIA
Jalan kelas IIA adalah jalan-jalan raya skunder dua jalur atau lebih
dengan konstruksi permukaan jalan dari jenis aspal beton (hotmix)
atau yang setaraf, dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat
kendraan lambat tapi tampa kendraan tidak bermotor. Untuk lalu
lintas lambat, harus disediakan jalur tersendiri.
d. Jalan Kelas IIB
Jalan kelas IIB adalah jalan raya skunder 2 jalur dengan konstruksi
permukaan jalan dari jenis panetrasi berganda tunggal dimana
komposisi lalu lintasnya terdapat kendraan lambat tapi tampa
kendraan tidak bermotor.
e. Jalan Kelas IIC
Jalan kelas IIC adalah jalan-jalan raya skunder 2 jalur dengan
konstruksi permukaan jalan dari jenis panetrasi tunggal dimana
komposisi lalu lintasnya terdapat kendraan lambat tapi tanpa
kendraan tidak bermotor.
f. Jalan Kelas III
Jalan kelas III adalah jalan yang mencakup semua jalan-jalan
penghubung dan merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal atau
ganda.
1. Perhitungan LHR
Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) berdasarkan data lalu
lintas pada tahun 2005 adalah sebagai berikut :
Jenis Kendaraan Berat Jumlah Tingkat Pertumbuhan
Kendaraan ringan 2 Ton 1700 0,25 %
Bus 8 Ton 1000 0,25 %
Truk 2 As 13 Ton 2700 0,25 %
Truk 3 As 20 Ton 200 0,25 %
Untuk menghitung besar lalu lintas harian rata-rata (LHR) dengan rumus :
LHR = ( 1 + i )n x Jumlah Kendaraan
LHRsmp = ( LHR ) x Faktor ekivalen
dimana :
LHR : Lalu Lintas Harian rata-rata ( kend/hari/2jurusan)
LHRsmp : Pengekivalenan LHR dalam satuan mobil penumpang
i : Perkembangan lalu lintas
n : Jumlah tahun rencana
Faktor ekuivalen mobil penumpang menurut Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI):
No Jenis Kendaraan Datar / Perbukitan Pegunungan
1 Sedan, Jeep, Stasion Wagon 1,0 1,0
2 Pick-Up, Bus Kecil, Truk 1,2 2,4 1,9 3,5
kecil
3 Bus dan Truk Besar 1,2 5,0 2,2 6,0
Disesuaikan dengan kontur daerah yang akan direncanakan (daerah yang datar),
maka faktor ekuivalen yang diambil adalah:
Kendaraan ringan : 1
Bus : 1,2
Truck 2 As : 1,8
Truck 3 As : 2,4
A n=3 B n = 10 C
Berdasarkan daftar standar perencanaan geometrik jalan, maka jalan dengan LHR
2858 smp/hari termasuk dalam klasifikasi Jalan Raya Sekunder II B
Perhitungan :
Dari peta situasi didapat
Potongan 1 2 :
y = kontur tertinggi kontur terendah
= 106,6 0 m
= 106,6 m
x = 9,5 cm
= (9,5 cm x 200.000) : 100
= 19000 m
106,6
100
Lereng melintang (Ln) = 19000 % = 0,561 %
Potongan 2 3
y = kontur tertinggi kontur terendah
= 150 m 106,6 m
= 43,4 m
x = 11,5 cm
= (11,5 cm x 200.000) : 100
= 23000 m
43,4
100
Lereng melintang (Ln) = 23000 % = 0,1886 %
Potongan 3 4
y = kontur tertinggi kontur terendah
= 150 m 105 m
= 45 m
x = 9 cm
= (9 cm x 200.000) : 100
= 18000 m
45
100
Lereng melintang (Ln) = 18000 % = 0,25 %
0.561% 0,1886% 0,25
Jadi Lnrata-rata = 3
= 0,3332 %
Karena besarnya lereng melintang antara 0% s/d 9,9%, maka klasifikasi medan
termasuk golongan Datar.
Dari daftar standar perencanaan geometrik, LHRtotal = 6901 smp/hari,
termasuk dalam klasifikasi jalan II A dengan klasifikasi medan Datar akan
didapat data sebagai berikut :
- Kecepatan rencana : 80 Km/jam
- Lebar daerah penguasaan minimum : 30 meter
- Lebar perkerasan : (2 x 3,50)
- Lebar bahu : 3,00
- Lereng melintang bahu : 6%
- Lereng melintang perkerasan : 2%
- Miring tikungan maksimum : 10 %
- Jari-jari (R) lengkung minimum : 210 m
- Landai maksimum :5%
BAB II
PERENCANAAN ALINYEMEN HORIZONTAL
Tahap penyelesaian :
a. Ukur sudut tangen () dari trase
b. Tentukan kecepatan rencana (Vr) berdasarkan pada standard perencanaan
geometric jalan raya.
c. Ambil nilai jari-jari (R) dengan ketentuan diatas
d. Tentukan Tc, Lc dan Ec
Tc = R tan
o
2R
Lc = 360
Ec = T tan
2. Lengkung Busur Lingkaran Dengan Lengkung Peralihan (Spiral-Circle-
Spiral)
Lengkung spiral adalah peralihan dari bagian lurus ke bagian circle, yang
panjangnya diperhitungkan dengan mempertimbangkan bahwa perubahan gaya
sentrifugal dari 0 (pada bagian lurus) sampai dimana mencapai harga berikut :
m.x.V
Fcontrol = R.x.L
V V .x.K
Harga Ls minimal = 0,002 R.x.C - 2,727 . C
dimana :
Ls = Panjang lengkung Spiral (m)
V = Kecepatan Rencana
R = Jari-jari
C = Perubahan Kecepatan (m/det), dianjurkan c = 0,4 m/det
K = Superelevasi
Adapun jari-jari yang diambil pada tikungan ini haruslah sesuai dengan
kemiringan tikungan dan tidak mengakibatkan adanya kemiringan tikungan yang
melebihi harga maksimum yang telah ditentukan, yaitu :
Kemiringan maksimum jalan antar kota = 0,10
Kemiringan maksimum jalan dalam kota = 0,08
Tahap penyelesaian :
a. Ukur sudut tangen () dari trase
b. Tetapkan nilai R dan Vr
c. Maka dari tabel emaks akan didapat :
e = %
Lsmin = .m
d. Hitung nilai :
Ls min
2s = 2. .R x 360
e. Hitung nilai c = 2s
f. Hitung nilai :
c
. 2R
Lc = 360
Bila Lc < 20, maka bentuk tikungannya Spiral-Circle-Spiral
g. Hitung nilai L = Lc + 2 Ls
h. Tentukan nilai p dan k dengan menggunakan tabel Lsmin
i. Cari Ts = ( Rc + p) tan + k
j. Cari Es = ( Rc + p ) sec Rc
B. Diagram Superelevasi
Jika :
1000
6 , nilai-nilai dalam mencari pelebaran perkerasan terdapat
R
dalam grafik I PPGJR (terlampir)
1000
>6 , nilai-nilai dapat dicari dengan rumus :
R
90 o .S 90 o.L
m = R ( 1 Cos .R ) + (S L) Sin .R
Kedua rumus diatas merupakan formula yang digunakan oleh Bina Marga.
Adapun cara lainnya dengan menggunakan grafik II Peraturan Perencanaan
Geometrik Jalan Raya dengan ketentuan sebagai berikut :
Bila S > L
R = R lebar jalan = R lebar jalan
Hitung : L/R =
L/S =
(dari grafik didapat mg, maka didapat harga m)
Bila S < L
Maka L/R diganti dengan :
S/R = .
L/S = .
PERHITUNGAN ALINYEMEN HORIZONTAL
S-C-S
Lc < 20 m
ya
S-S
tidak
P < 0,25 m
ya
Full Circle
tidak
e<4%
e < 1,5 en ya
Full Circle
tidak
S-C-S
Tikungan 1
1. Full Circle
= 76o emax = 0,10
Vr = 80 km/jam Rr = 239 m
2
Vr 80 2
0,211
fmax = 127 R r 127 239 m
2
Vr 80 2
R = 127(emax f max ) = 127(0,10 0.239) = 162,115 m
Jadi karena Rhitungan = 162,560 m < Rr = 210 m, atau R < Rmin yang
disyaratkan 1100 m sehingga bentuk Full Circle tidak bisa digunakan.
Ls 70
360 o
2s = 2. .R r 360o = 2 3,14 239 = 16,789o
s = 8,395o
c = - 2s = 76o 2 (16,789o) = 59,210o
c 59,210 o
o
2. .Rr o
2 3,14 76
Lc = 360 = 360 = 246,861m
Karena Lc > 20 m, maka bentuk S-C-S dapat digunakan.
p = y Rr (1 cos s)
= 3,417 239 (1 cos 8,395o) = 0,856 m
k = x Rr sin s
= 69,850 (239 sin 8,395o) = 34,957 m
Ts = ( Rr + p ) tan (1/2 ) + k
= ( 239 + 0,856) tan (1/2 76) + 34,957 = 222,354 m
Es = ( Rr + p ) sec (1/2 ) Rr
= (239 + 0,856) sec (1/2 76) 239 = 65,382 m
3. Spiral Spiral
= 76o e = 0,10
Vr = 80 km/jam Rr = 239 m
Lsmin = 70 m
s 1 / 2 1 / 2 76 38 o
s R r 38 3,14 239
Ls 316,861 m
90 90
Karena nilai Ls > Lsmin, maka untuk lengkung berbentuk spiral-spiral dapat
s
digunakan Rs = 210 meter. Dengan diketahuinya nilai = 38o, maka dari
tabel besaran p* dan k* diperoleh nilai :
s
Dengan diketahui nilai =38o , maka dari tabel persamaan p dan k
diperoleh nilai:
p* = 0,0615673
k * = 0,4918639
Jadi, p = p* x Ls = 0,0615673 x 316,861 = 19,508 m
k = k* x Ls = 0,4918639 x 316,861 = 155,852 m
2
Vr 80 2
0,211
fmax = 127 R r 127 239 m
2 2
Vr 80
R = 127(emax f max ) = 127(0,10 0.211) = 162,115 m
Jadi karena Rhitungan = 162,115 m < Rr = 239 m, atau R < Rmin yang
disyaratkan 1100 m sehingga bentuk Full Circle tidak bisa digunakan.
Ls 70
360 o
2s = 2. .R o
r 360 = 2 3 ,14 239 = 16,790o
s = 8,395o
c = - 2s = 74o 2 (8,395o) = 57,210o
c 57,210 o
2. .Rr o
2 3,14 239
Lc = 360 o
= 360 = 238,522 m
Karena Lc > 20 m, maka bentuk S-C-S dapat digunakan.
3. Spiral Spiral
= 74o e = 0,10
Vr = 80 km/jam Rr = 239 m
Lsmin = 70 m
s 1 / 2 1 / 2 74 37 o
s R r 54 3,14 239
Ls 306,522 m
90 90
Karena nilai Ls > Lsmin, maka untuk lengkung berbentuk spiral-spiral dapat
s
digunakan Rs =239 meter. Dengan diketahuinya nilai = 74o, maka dari
tabel besaran p* dan k* diperoleh nilai :
diperoleh nilai:
p* = 0,0615673
k * = 0,4918639
Es = (Rr + p) sec - Rr
= (239 + 18,995) sec 74o 239 = 84,045 m
BAB III
PERENCANAAN ALINYEMEN VERTIKAL
q1 Besar Landai
Landai maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat
memaksa dan untuk jarak yang pendek. Panjang kritis landai yang dimaksud
adalah panjang yang masih dapat diterima tanpa mengakibatkan gangguan
jalannya arus lalu lintas (Panjang ini mengakibatkan gangguan jalannya pengeras
kecepatan maksimal 25 km/jam). Bila pertimbangan biaya membuka memaksa,
maka panjang kritis dapat dilampaui dengan syarat ada jalur khusus untuk
kendaraan berat :
Lengkung Vertikal
Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang
memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase yang baik. Adapun
lengkung vertikal yang digunakan adalah lengkung parabola sederhana
seperti gambar.
a.Lengkung vertikal cembung
+ g1 - g2
+ g1
- g2
+ g1 - g2
- g2 - g2
+ g1 + g1
- g2
+ g1
Catatan :
Pada alinemen vertikal tidak terlalu dibuat lengkung dengan jarak
pandang menyiap, tergantung :
Medan Klasifikasi jalan Pembiayaan
Dalam menentukan harga A = g1 g2 , ada 2 cara :
- Bila % ikut serta dihitung, maka rumus seperti diatas dapat
digunakan
- Bila % sudah dimasukkan dalam rumus
g1 g 2
Y ' EV .L
800
ALINYEMEN VERTIKAL
A. Profil Memanjang
Panjang Landai maksimum dari tahap perencanaan jalan adalah sebagai berikut :
Landai Max (%) 3 4 5 6 7 8 10 12
Panjang Kritis (m) 480 330 250 200 170 150 125 120
1. Lengkung Vertikal I
Pada Stasiun 0 + 800 diketahui data sebagai berikut :
g1 = +1,375 %
g2 = -0,746 %
A = g 1 - g2
= +1,375 (-0,746)
= +2,121% (cembung)
Lv 100
0 800 - 800 - 0 750
2 2
Lv 100
0 800 800 0 850
2 2
Elevasi
No. Stasiun X Y' Elevasi
Tanah Asli
1 0 + 750 87.31 0 0.00 87.31
2 0 + 760 87.45 10 -0.01 87.44
3 0 + 770 87.59 20 -0.04 87.55
4 0 + 780 87.73 30 -0.10 87.63
5 0 + 790 87.86 40 -0.17 87.69
6 0 + 800 88.00 50 -0.27 87.73
7 0 + 810 87.93 40 -0.17 87.76
8 0 + 820 87.85 30 -0.10 87.76
9 0 + 830 87.78 20 -0.04 87.73
10 0 + 840 87.70 10 -0.01 87.69
11 0 + 850 87.63 0 0.00 87.63
88.00
87.90
87.80
87.70
87.60
87.50
87.40
87.30
87.20
740 750 760 770 780 790 800 810 820 830 840 850 860
2. Lengkung Vertikal II
Pada Stasiun 1 + 470 diketahui data sebagai berikut :
g2 = - 0,746 %
g3 = + 2,604 %
A = g2 g3
= - 0,746% - 2,604 %
= - 3,350 % (cekung)
Lv 100
1 470 - 470 - 1 420
2 2
Lv 100
1 470 - 470 1 520
2 2
410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510 520 530
A = g3 g4
= +2,604% - (- 0,469%)
= +3,073 % (cembung)
Lv 100
2 430 - 430 - 2 380
2 2
Lv 150
2 430 430 2 480
2 2
370 380 390 400 410 420 430 440 450 460 470 480 490
A = g4 g5
= - 0,469% - 0,000 %
= -0,469 % (cekung)
Lv 100
3 070 - 070 - 3 020
2 2
Lv 100
3 070 - 070 3 120
2 2
B. Profil Melintang
Profil melintang untuk jalan raya kelas II A dengan klasifikasi medan datar
mempunyai data sebagai berikut :
Lebar perkerasan : 2 x 3,50 m
Lebar bahu Jalan :3m
Lebar saluran :1m
Lereng melintang perkerasan :2%
Lereng melintang bahu jalan :4%
PROFIL MELINTANG
RENCANA
TINGGI PROFIL TANAH ASLI TRASE
STASIUN JALAN (AS)