Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang

kesehatan yang saat ini terjadi di Indonesia. Angka kematian bayi menjadi indikator

pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak karena merupakan cerminan dari

status kesehatan anak suatu Sans Frontieres Negara1. Menurut laporan organisasi

medis kemanusiaan dunia, Medicins (MSF) atau dokter lintas batas yang

menyebutkan bahwa Indonesia termasuk 1 dari 6 negara yang teridentifikasi

memiliki jumlah tertinggi anak - anak yang tidak terjangkau imunisasi, sebanyak 70%

dari anak anak yang tidak terjangkau program imunisasi rutin terbesar di kongo,

India, Negiria, Ethiopia, Indonesia dan Pakistan 2.


Program pengembangan imunisasi sudah berjalan sejak tahun 1974 untuk

penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Imunisasi

merupakan salah satu bentuk upaya pencegahan terhadap infeksi suatu penyakit yang

paling efektif dan lebih murah. Imunisasi dasar adalah pemberian kekebalan tubuh

terhadap suatu penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Setiap

bayi wajib mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis BCG, 3

dosis DPT-HB dan atau DPT-HB-Hib, 4 dosis polio, dan 1 dosis campak.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982, kemudian

pada tahun 1991 berhasil dicapai status imunisasi dasar lengkap atau universal child

imunzation (UCI) secara nasional. Sejak tahun 2000 imunisasi campak kesempatan

kedua diberikan kepada anak sekolah kelas I VI (Catch up) secara bertahap yang
kemudian dilanjutkan dengan pemberian imunisasi campak secara rutin kepada anak

sekolah dasar kelas I SD pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)[1].


Sebagian besar penderita campak akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada

anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa usia > 20 tahun. Kematian penderita karena

campak umumnya disebabkan karena komplikasinya,seperti bronchopneumonia,

diare berat dan gizi buruk serta penanganan yang terlambat[2]. Sejak vaksinasi

campak diberikan secara luas, terjadi perubahan epidemiologi campak terutama di

negara berkembang. Dengan tingginya cakupan imunisasi, terjadi penurunan insiden

campak dan pergeseran umur ke umur yang lebih tua. [3, 4].
Dari data Puskesmas Ambacang Kuranji tahun 2015 dan tahun 2016,

didapatkan cakupan imunisasi campak mengalami penurunan dari 98,3% menjadi

93,2%.5 Namun, pada angka cakupan imunisasi campak ini sudah mencapai target

cakupan imunisasi campak secara nasional yaitu 93%. Berdasarkan uraian diatas,

penulis tertarik untuk membahas mengenai pencapaian cakupan imunisasi campak di

Puskesmas Ambacang Kuranji.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yaitu :

1. Bagaimana pelaksanaan program imunisasi campak di Puskesmas Ambacang

Kuranji?

2. Bagaimana pencapaian imunisasi campak di Puskesmas Ambacang Kuranji?

3. Apa kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan imunisasi campak di

Puskesmas Ambacang Kuranji?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah memberikan gambaran imunisasi campak

di Puskesmas Ambacang Kuranji


1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pelaksanaan program imunusisasi campak di Puskesmas

Ambacang Kuranji
2. Untuk mengetahui pencapaian imunisasi campak di Puskesmas Ambacang

Kuranji
3. Untuk mengetahui kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan imunisasi

campak di Puskesmas Ambacang Kuranji

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk dari

berbagai literatur dan laporan Puskesmas Ambacang Kuranji, analisis dan diskusi

bersama pemegang program imunisasi Puskemas Ambacang Kuranji.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi
Penyakit campak bersifat endemik di seluruh dunia, pada tahun 2013 terjadi

145.700 kematian yang disebabkan oleh campak di seluruh dunia (berkisar 400

kematian setiap hari atau 16 kematian setiap jam) pada sebagian besar anak kurang

dari 5 tahun.2 Berdasarkan laporan DirJen PP&PL DepKes RI tahun 2014, masih

banyak kasus campak di Indonesia dengan jumlah kasus yang dilaporkan mencapai

12.222 kasus. Frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian dengan 2.104 kasus. Sebagian

besar kasus campak adalah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD. Selama periode 4

tahun, kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun (3591

kasus) dan pada kelompok umur 1-4 tahun (3383 kasus).4

2.2 Etiologi

Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus

Morbillivirus, famili Paramyxoviridae.1,5,6 Virus ini dari famili yang sama dengan

virus gondongan (mumps), virus parainfluenza, virus human metapneumovirus, dan

RSV (Respiratory Syncytial Virus).5 Virus campak berukuran 100-250 nm dan

mengandung inti untai RNA tunggal yang diselubungi dengan lapisan pelindung

lipid. Virus campak memiliki 6 struktur protein utama. Protein H (Hemagglutinin)

berperan penting dalam perlekatan virus ke sel penderita. Protein F (Fusion)

meningkatkan penyebaran virus dari sel ke sel. Protein M (Matrix) di permukaan

dalam lapisan pelindung virus berperan penting dalam penyatuan virus. Di bagian

dalam virus terdapat protein L (Large), NP (Nucleoprotein), dan P (Polymerase

phosphoprotein). Protein L dan P berperan dalam aktivitas polimerase RNA virus,

sedangkan protein NP berperan sebagai struktur protein nucleocapsid. Karena virus

campak dikelilingi lapisan pelindung lipid, maka mudah diinaktivasi oleh cairan yang
melarutkan lipid seperti eter dan kloroform. Selain itu, virus juga dapat diinaktivasi

dengan suhu panas (>370C), suhu dingin (<200C), sinar ultraviolet, serta kadar (pH)

ekstrim (pH <5 dan >10).5,7 Virus ini jangka hidupnya pendek (short survival time),

yaitu kurang dari 2 jam.8

2.3 Patofisiologi

Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup droplet di udara yang berasal dari

penderita. Virus campak masuk melalui saluran pernapasan dan melekat di sel-sel

epitel saluran napas. Setelah melekat, virus bereplikasi dan diikuti dengan penyebaran

ke kelenjar limfe regional. Setelah penyebaran ini, terjadi viremia primer disusul

multiplikasi virus di sistem retikuloendotelial di limpa, hati, dan kelenjar limfe.

Multiplikasi virus juga terjadi di tempat awal melekatnya virus. Pada hari ke-5

sampai ke-7 infeksi, terjadi viremia sekunder di seluruh tubuh terutama di kulit dan

saluran pernapasan. Pada hari ke-11 sampai hari ke14, virus ada di darah, saluran

pernapasan, dan organ-organ tubuh lainnya, 2-3 hari kemudian virus mulai berkurang.

Selama infeksi, virus bereplikasi di sel-sel endotelial, sel-sel epitel, monosit, dan

makrofag (Tabel 1).

2.4 Manifestasi Klinis

Masa inkubasi campak berkisar 10 hari (8-12 hari).7 Gejala klinis terjadi

setelah masa inkubasi, terdiri dari tiga stadium:

Stadium prodromal

Berlangsung kirakira 3 hari (kisaran 2-4 hari), ditandai dengan demam yang

dapat mencapai 39,50C 1,10C. Selain demam, dapat timbul gejala berupa
malaise, coryza (peradangan akut membran mukosa rongga hidung),

konjungtivitis (mata merah), dan batuk. Gejala-gejala saluran pernapasan

menyerupai gejala infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus-

virus lain. Konjungtivitis dapat disertai mata berair dan sensitif terhadap

cahaya (fotofobia). Tanda patognomonik berupa enantema mukosa buccal

yang disebut Koplik spots yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam.1,5,7

Bercak ini berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, di

tengahnya didapatkan noda putih keabuan. Timbulnya bercak Koplik ini

hanya sebentar, kurang lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya

luput saat pemeriksaan klinis.8

Stadium eksantem

Timbul ruam makulopapular dengan penyebaran sentrifugal yang dimulai dari

batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dada,

ekstremitas atas, bokong, dan akhirnya ekstremitas bawah. Ruam ini dapat

timbul selama 6-7 hari. Demam umumnya memuncak (mencapai 400C) pada

hari ke 2-3 setelah munculnya ruam.1,5,7 Jika demam menetap setelah hari

ke-3 atau ke-4 umumnya mengindikasikan adanya komplikasi.7,9

Stadium penyembuhan (konvalesens)

Setelah 3-4 hari umumnya ruam berangsur menghilang sesuai dengan pola

timbulnya. Ruam kulit menghilang dan berubah menjadi kecoklatan yang

akan menghilang dalam 7-10 hari.1,7,10

2.5 Diagnosis
Anamnesis berupa demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang mulai

timbul dari belakang telinga sampai ke seluruh tubuh.

Pemeriksaan fisik berupa suhu badan tinggi (>380C), mata merah, dan ruam

makulopapular.

Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan darah berupa leukopenia dan

limfositopenia. Pemeriksaan imunoglobulin M (IgM) campak juga dapat

membantu diagnosis dan biasanya sudah dapat terdeteksi sejak hari pertama

dan ke-2 setelah timbulnya ruam.5-7 IgM campak ini dapat tetap terdeteksi

setidaknya sampai 1 bulan sesudah infeksi.5,6

2.6 Diagnosis Banding

Campak harus dibedakan dari beberapa penyakit yang klinisnya juga berupa

ruam makulopapular. Gejala klinis klasik campak adalah adanya stadium prodromal

demam disertai coryza, batuk, konjungtivitis, dan penyebaran ruam

makulopapular.7,9 Penyakit lain yang menimbulkan ruam yang sama antara lain:9

Rubella (Campak Jerman) dengan gejala lebih ringan dan tanpa disertai batuk.

Roseola infantum dengan gejala batuk ringan dan demam yang mereda ketika

ruam muncul.

Parvovirus (fifth disease) dengan ruam makulopapular tanpa stadium

prodromal.

Demam scarlet (scarlet fever) dengan gejala nyeri tenggorokan dan demam

tanpa konjungtivitis ataupun coryza.


Penyakit Kawasaki dengan gejala demam tinggi, konjungtivitis, dan ruam,

tetapi tidak disertai batuk dan bercak Koplik. Biasanya timbul nyeri dan

pembengkakan sendi yang tidak ada pada campak.

2.7 Tatalaksana

Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah

baring, antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diberikan sampai setiap

4 jam), cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A.1,10,12 Vitamin A dapat

berfungsi sebagai imunomodulator yang meningkatkan respons antibodi terhadap

virus campak. Pemberian vitamin A dapat menurunkan angka kejadian komplikasi

seperti diare dan pneumonia.5 Vitamin A diberikan satu kali per hari selama 2 hari

dengan dosis sebagai berikut:

100.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih

100.000 IU pada anak umur 6 - 11 bulan

50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan Pemberian vitamin A tambahan

satu kali dosis tunggal dengan dosis sesuai umur penderita diberikan antara

minggu ke-2 sampai ke-4 pada anak dengan gejala defisiensi vitamin A.

2.8 Komplikasi

Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu:2,10

Usia muda, terutama di bawah 1 tahun.

Malnutrisi (marasmus atau kwasiorkor) Pemukiman padat penduduk yang

lingkungannya kotor.
Anak dengan gangguan imunitas, contohnya pada anak terinfeksi HIV,

malnutrisi, atau keganasan.

Anak dengan defisiensi vitamin.

Komplikasi dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, antara lain:1,5,7,9

Saluran pernapasan: bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis (croup)

Saluran pencernaan: diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi Telinga: otitis

media

Susunan saraf pusat: - Ensefalitis akut: timbul pada 0,01 0,1% kasus

campak. Gejala berupa demam, nyeri kepala, letargi, dan perubahan status

mental yang biasanya muncul antara hari ke-2 sampai hari ke-6 setelah

munculnya ruam. Umumnya self-limited (dapat sembuh sendiri), tetapi pada

sekitar 15% kasus terjadi perburukan yang cepat dalam 24 jam. Gejala sisa

dapat berupa kehilangan pendengaran, gangguan perkembangan,

kelumpuhan, dan kejang berulang. - Subacute Sclerosing Panencephalitis

(SSPE): suatu proses degeneratif susunan saraf pusat yang disebabkan infeksi

persisten virus campak, timbul beberapa tahun setelah infeksi

(umumnya 7 tahun). Penderita mengalami perubahan tingkah laku, retardasi mental,

kejang mioklonik, dan gangguan motorik. Mata: keratitis Sistemik: septikemia

karena infeksi bakteri sekunder

PROGNOSIS Campak merupakan self limited disease, namun sangat infeksius.

Mortalitas dan morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko yang
mempengaruhi timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian mencapai 1-

3%, dapat meningkat sampai 5-15% saat terjadi KLB campak.1

PENCEGAHAN Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi

MMR (Measles, Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun

2014, vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat dapat

diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15 bulan, tidak

perlu vaksinasi campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR ulangan diberikan pada

usia 5-6 tahun.13 Dosis vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5 mL subkutan.8

Imunisasi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi primer,

pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ,

pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang

terinfeksi HIV. Anak terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat dan tanpa bukti

kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak.1,8

BAB 3

ANALISIS SITUASI

3.1 Gambaran Umum

Puskesmas Ambacang terletak di salah satu kelurahan pada Kecamatan

Kuranji kota Padang yaitu kelurahan Pasar Ambacang. Karena terletaknya puskesmas

dikelurahan tersebut maka diberi nama Puskesmas Ambacang Kuranji sesuai dengan

masukan dari berbagai pihak antara lain Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang

dengan sebutan Puskesmas Ambacang Kuranji. Awalnya pelaksanaan program

puskesmas ini masih bekerja sama dengan Puskesmas Kuranji, karena 4 kelurahan
sebagai wilayah kerja Puskesmas Kuranji. Pada tahun 2006 telah berdiri sendiri dapat

dilaksanakan secara mandiri dan berkesinambungan.

3.2 Kondisi Geografis

Puskesmas Ambacang terletak pada 0 55' 25.15" Lintang Selatan dan +100

23' 50.14" Lintang Utara dengan luas wilayah kerja Puskesmas Ambacang sekitar 12

km2. Wilayah kerja Puskesmas Ambacang terdiri dari empat kelurahan yaitu:

Kelurahan Pasar Ambacang, Kelurahan Anduring, Kelurahan Ampang, dan Kelurahan

Lubuk Lintah.

Secara geografis wilayah kerja Puskesmas Ambacang berbatasan dengan

kecamatan dan kelurahan yang menjadi tanggung jawab selain Puskesmas Ambacang,

antara lain:

Utara : Wilayah kerja Puskesmas Kuranji.


Timur : Wilayah kerja Puskesmas Pauh.
Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Andalas.
Barat : Wilayah kerja Puskesmas Nanggalo.
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang

Gambar 3.2 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang Melalui GoogleMap

Dilihat dari segi topografis dan geografis Puskesmas Ambacang yang terletak

di Jl. Raya By Pass Ds. Pasar Ambacang, Kec. Kuranji, Kota Padang ( 8 km dari

pusat kota) dapat terjangkau dengan kendaraan roda dua atau roda empatpribadi

maupun sarana angkutan umum berupa angkutan kota, ojek, dan becak sehingga

akses masyarakat ke puskesmas mudah.

3.2 Gambaran Cakupan Imunisasi Campak di Puskesmas Ambacang Kuranji


Tabel 3.1 Cakupan Imunisasi Dasar Campak di Puskesmas Ambacang Kuranji

Tahun 2015

No Kelurahan Jumlah Cakupan %


1 Pasar Ambacang 326 98.5
2 Ampang 257 97.3
3 Lubuk Lintah 187 97.4
4 Anduring 136 99.3
Jumlah 906 98.1

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Ambacang Kuranji Tahun 20154

Tabel 3.2 Cakupan Imunisasi Dasar Campak di Puskesmas Ambacang Kuranji

Tahun 2016

No Kelurahan Jumlah Cakupan %


1 Pasar Ambacang 304 93.0
2 Ampang 243 93.1
3 Lubuk Lintah 177 93.2
4 Anduring 129 94.2
Jumlah 853 93.2

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Aambacang Kuranji Tahun 20165

Berdasarkan Laporan tahunan Puskesmas Ambacang Kuranji tahun 2015 dan

2016, pada umumnya terjadi penurunan cakupan imunisasi. Capaian tertinggi pada

tahun 2015 yaitu kelurahan Pasar Ambacang. Namun, secara keseluruhan cakupan

imunisasi campak sudah tercapai dengan target capaian imunisasi DPTT di

Puskesmas Ambacang Kuranji tahun 2016 yaitu 93%.


BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan Program Imunisasi DPT di Puskesmas Ambacang Kuranji

Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan kematian pada bayi dengan

memberikan vaksin sehingga dapat menurunkan angka kejadian penyakit infeksi,

angka kecacatan dan angka kematian. Dengan demikian, imunisasi dijadikan sebagai

program utama untuk mencegah timbulnya suatu penyakit. Menurut PMK No.42

tahun 2013, pelaksanaan imunisasi dapat dilakukan di Poskesdes/Posyandu,

Puskesmas pembantu, Sekolah Dasar/sederajat, Unit pelayanan swasta (RS, RB, BP,

dll) dan Puskesmas. Pelaksaan imunisasi ini harus direncanakan oleh puskesmas

secara berkala dan berkesinambungan.

Pelaksanaan imunisasi campak merupakan salah suatu upaya pencegahan dan

pengendalian penyakit campak. Imunisasi campak termasuk dalam program imunisasi

wajib yang dilaksanakan pada bayi yang berusia 9 bulan. Berdasarkan diskusi dengan

pemegang program imunisasi di Puskesmas Ambacang Kuranji, imunisasi campak

dilakanakan di posyandu setiap kelurahan. Pelaksanaan posyandu dijalankan setiap


bulan pada minggu kedua dan ketiga, dimana setiap bayi berumur 9 bulan akan

dilakukan imunisasi dasar campak. Selain di posyandu, imunisasi DPT juga dapat

dilaksanakan di puskesmas yaitu setiap hari kerja.

Berdasarkan PMK No.42 tahun 2013, imunisasi dilakukan oleh dokter atau

dokter spesialis, namun dokter di puskesmas dapat mendelegasikan kewenangan

pelayanan imunisasi kepada bidan dan perawat sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan untuk melaksanakan imunisasi wajib sesuai program pemerintah. Dari hasil

wawancara diketahui bahwa pemegang program imunisasi di Puskesmas Ambacang

Kuranji adalah seorang bidan. Pelaksana pelayanan posyandu dilakukan oleh perawat

dan bidan serta dibantu oleh kader pada tiap kelurahan.

Sebelum melakukan imunisasi, pelaksana pelayanan imunisasi harus

memberikan informasi lengkap tentang imunisasi meliputi vaksin, cara pemberian,

manfaat dan kemungkinan terjadinya KIPI. Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan

posyandu di salah satu kelurahan di wilayah kerja puskesmas Ambacang Kuranji,

pelaksana pelayanan imunisasi sudah memberikan informasi kepada orang tua

sebelum dilakukannya imunisasi. Hal tersebut terkait dengan jenis vaksin yang

diberikan, kegunaannya dan kemungkinan terjadinya KIPI.

4.2 Capain Imunisasi DPT di Puskesmas Ambacang Kuranji

Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2016, menargetkan capaian cakupan

imunisasi dasar campak adalah 93%. Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas

Ambacang Kuranji, cakupan imunisasi campak sudah mencapai target yaitu Dari 4

kelurahan di Kecamatan Ambacang Kuranji, seluruh kelurahan mencapai target

imunisasi campak yaitu lebih dari 93%.


4.3 Kendala dan Permasalahan Imunisasi Campak di Puskesmas Ambacang

Kuranji

Berdasarkan wawancara dengan pemegang program imunisasi, dalam

pelaksanaan program imunisasi DPT di wilayah kerja Puskesmas Ambacang Kuranji

2016 tidak memiliki kendala dan permasalahan yang cukup berarti. Hal ini didukung

oleh komitmen bersama petugas dan ketegasan dari kepala puskemas terhadap

pencapaian target program. Pencapaian pada tahun 2015 lebih tinggi oleh karena

adanya laporan 3 suspek kasus difteri di wilayah kerja Puskesmas Ambacang Kuranji

sehingga imunisasi dilakukan lebih menyeluruh dari biasanya. Namun, ternyata

setelah dibuktikan dari pemeriksaan mikrobiologi hasil dari ketiga suspek kasus

diftteri negatif. Tidak tercapainya target DPT 2 tidak menjadi masala karena di

Puskesmas Luuk Kilangan yang menjadi target capaian DPT ialah DPT 1 dan DPT 3.

Dalam pencapaian DPT lanjutan, permasalahan didapatkan oleh karena tingkat

partisipasi masyarakat yang sangat kurang. Masyarakat masih belum menilai

pentingnya DPT lanjutan sehingga tidak membawa anak untuk dilakukan imunisasi.

Namun, tingkat partisipasi masyarakat untuk imunisasi dasar sudah baik dibuktikan

dengan capaian target yang didapatkan.

Dinas kesehatan Kota Padang sudah membuat pedoman pelaporan program

imunisasi bagi klinik dan dokter praktek swasta, dimana setiap klinik dan dokter

praktek swasta yang melakukan imunisasi harus mencatat identitas anak secara

lengkap kemudian melaporkannya ke puskesmas setiap bulannya, pencatatan dan

pelaporan tersebut sudah cukup optimal di wilayah kerja Puskesmas Ambacang


Kuranji, hanya beberapa masih telat dalam mengirimkan laporan imunisasi ke

Puskesmas.

Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, ada beberapa alasan seseorang tidak

diimunisasi yaitu Anak demam (28,8%), keluarga tidak mengizinkan (26,3%), tempat

imunisasi jauh (21,9%), sibuk/repot (16,3%), anak sering sakit (6,8%), tidak tau

tempat imunisasi (6,7%).19

Sesuai dengan hasil Riskesdas, pelaksanaan imunisasi di wilayah kerja

Puskesmas Ambacang Kuranji tidak mencapai 100% oleh karena sebagian kecil

orang tua tidak ingin anaknya diimunisasi dengan alasan anak sedang demam, upaya

yang telah dilakukan oleh kader dan pemegang program adalah dengan meminta ibu

untuk membawa anaknya apabila sudah sembuh ke puskesmas agar anak

mendapatkan imunisasi, namun masih ada orang tua yang tidak membawa anaknya

ke puskesmas.

Selain itu, sebagian kecil orang tua tidak pernah datang ke posyandu untuk

membawa anaknya imunisasi dengan alasan keluarga (suami) tidak mengizinkan, hal

ini berkaitan dengan pemahaman yang salah yang dimiliki orang tua, takut anaknya

akan sakit apabila di imunisasi dan hal ini sulit dibantahkan. Upaya yang telah

dilakukan kader dan pemegang program adalah dengan mendatangi ke rumah orang

tua anak untuk memberikan penjelasan terkait imunisasi namun sebagian besar orang

tua tetap menolak.

Hal yang paling ditakutkan oleh masyarakat setelah pemberian imunisasi adalah

KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi). KIPI yang terjadi di Puskesmas Ambacang

Kuranji itu biasanya adalah pembengkakan ditempat suntikan dan demam. Namun,
biasanya hal tersebut dapat hilang setelah 24-48 jam, kalau tidak membaik dalam

jangka waktu tersebut biasanya orang tua akan membawa bayi dan balita ke

puskesmas kemudian pihak puskesmas akan memberikan obat demam.

Anda mungkin juga menyukai