Anda di halaman 1dari 12

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Identifikasi

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Cairan Tubuh

Cairan tubuh manusia didistribusikan ke dalam 2 kompartemen, yaitu


cairan intraseluler dan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler sendiri dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu cairan intravaskuler dan juga cairan interstitial. Cairan-cairan
ini akan berpindah dengan bebas untuk mencapai keseimbangan dimana zat
terlarut dalam nilai osmolaritas. Jumlah cairan/air tubuh total atau Total Body
Water (TBW) adalah 60% x berat badan, terdiri dari cairan intrasel (ICF) 40% dan
cairan ekstrasel (ECF) 20%. Cairan ekstrasel terdiri dari cairan interstitial (ICF)
15% dan cairan intravaskular (IVF) 5% x berat badan. Cairan intravaskular (5%
BB) adalah plasma sel darah merah 3%. Jadi terdapat darah 8% BB atau kira-kira
sama dengan 65-70 ml/kg berat badan pada laki-laki dan 55-65 ml/kg pada
wanita. 1

Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat badan dan jenis kelamin.
Air tubuh total maksimal pada saat lahir, kemudian berkurang secara progresif
dengan bertambahnya umur. Air tubuh total pada laki-laki lebih banyak daripada
perempuan dan pada orang kurus (650 ml/kg BB) lebih banyak daripada yang
gemuk (300-400 ml/kg BB). Distribusi cairan di dalam kompartemen diatur oleh
osmolaritas, distribusi Natrium dan distribusi koloid terutama albumin.
Osmolaritas dikontrol oleh intake cairan dan regulasi ekskresi air oleh ginjal. Ada
2 jenis bahan yang terlarut didalam cairan tubuh, yaitu: 1

a. Elektrolit

Elektrolit ialah molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listrik yaitu
kation dan anion, yang dinyatakan dalam mEq/I cairan. Tiap kompartemen
mempunyai komposisi elektrolit tersendiri. Komposisi elektrolit plasma dan
interstisial hampir sama, kecuali didalam interstisial tidak mengandung protein.

2
b. Non elektrolit

Non elektrolit ialah molekul yang tetap, tidak berubah menjadi partikel-
partikel, terdiri dari dekstrosa, ureum dan kreatinin.

Mekanisme regulasi tubuh

Ada dua mekanisme utama yang mengatur air tubuh yaitu


pengaturan osmoler dan pengaturan volume non osmoler.1

a. Pengaturan osmoler

Sistem osmoreseptor ADH

Pada saat volume CES berkurang, osmolaritas meningkat,


mengakibatkan pelepasan impuls dari osmoreseptor di hipotalamus
anterior yang merangsang pituitari posterior untuk melepas ADH.
Penurunan volume CES juga merangsang pusat haus yang juga
menstimulasi pelepasan ADH. ADH mengakibatkan reabsorbsi Na dan air
pada tubulus distal dan tubulus kolektivus, sehingga menaikkan volume
CES. Peningkatan volumen CES akan memberikan umpan balik ke
hipotalamus dan pusat haus sehingga volume CES dipertahankan tetap.

Sistem renin aldosteron

Saat volume CES berkurang, makula densa akan melepaskan renin


yang berperan dalam pembentukan angiotensin I. Dengan converting
enzim angiotensi I diubah menjadi angiotensin II yang merupakan
vasokonstriktor kuat, menstimulasi kortek adrenal untuk mengeluarkan
aldosteron, yang mengakibatkan reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi
meningkat.

b. Pengaturan non osmoler

3
Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek
kardiovaskuler, yang juga akan mengatur volume cairan dan pengeluaran
urin. Jika terjadi hipovolemia, reflek intratorak, reflekreseptor presor
ekstratorak dan respon iskemik pusat akan mengaktifkan mekanisme
hipotalamik dan sistem nervus simpatis.

2.2 Terapi Cairan

2.2.1 Terapi Cairan Preoperatif

Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian deficit cairan, kehilangan


cairan normal dan kehilangan cairan lewat luka operasi termasuk kehilangan
darah. Pada waktu intake oral tidak ada, deficit cairan dan elektrolit dapat terjadi
dengan cepat karena adanya pembentukan urin yang terus berlangsung,sekresi
gastrointestinal, keringat dan insensible losses dari kulit dan paru. Kebutuhan
pemeliharaan normal dapat diestimasi dari tabel berikut ini2 :

Tabel 1. Estimasi kebutuhan cairan pemeliharaan2

Berat kebutuhan

10 kg pertama 4 ml/kg/jam

10-20 kg kedua 2 ml/kg/jam

Masing-masing kg > 20 kg 1 ml/kg/jam

Contoh: berapa kebutuhan cairan pemeliharaan untuk anak 25 kg? Jawab:


40+20+5=65 ml/jam

Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan akan
menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat
diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance dengan lamanya puasa.
Untuk 70 kg, puasa 8 jam, perhitingannya (40+20+50)ml/jam x 8 jam atau 880
ml. ( Pada kenyataannya, defisit ini dapat kurang sebagai hasil dari konservasi
ginjal). Kehilangan cairan abnormal sering dihubungkan dengan defisit

4
preoperative. Perdarahan preoperative, muntah , diuresis dan diare sering
dihubungkan.

2.2.2 Penggantian Cairan Intraoperatif

Terapi cairan intraoperatif meliputi kebutuhan cairan dasar dan


penggantian deficit cairan preoperative seperti halnya kehilangan cairan
intraoperative ( darah, redistribusi dari cairan, dan penguapan). Pemilihan jenis
cairan intravena tergantung dari prosedur pembedahan dan perkiraan kehilangan
darah. Pada kasus kehilangan darah minimal dan adanya pergeseran cairan, maka
maintenance solution dapat digunakan. Untuk semua prosedur yang lain Ringer
Lactate biasa digunakan untuk pemeliharaan cairan. Idealnya, kehilangan darah
harus digantikan dengan cairan kristaloid atau koloid untuk memelihara volume
cairan intravascular ( normovolemia) sampai bahaya anemia berberat lebih
(dibanding) resiko transfusi. Pada kehilangan darah dapat diganti dengan
transfuse sel darah merah. Transfusi dapat diberikan pada Hb 7-8 g/dL
(hematocrit 21-24%).2

Hb <7 g/dL cardiac output meningkat untuk menjaga agar transport


Oksigen tetap normal. Hb 10 g/dL biasanya pada pasien orang tua dan penyakit
yang berhubungan dengan jantung dan paru-paru. Batas lebih tinggi mungkin
digunakan jika diperkirakan ada kehilangan darah yang terus menerus. Dalam
prakteknya, banyak dokter memberi Ringer Laktat kira-kira 3-4 kali dari
banyaknya darah yang hilang, dan cairan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai
dicapai Hb yang diharapkan.3

Tabel 2. Rata-rata Jumlah Volume Darah2

5
Usia Volume Darah

NEONATES

PREMATURE 95 ML/KG

FULL-TERM 85 ML/KG

INFANTS 80 ML/KG

ADULTS

MEN 75ML/KG

WOMAN 65 ML/KG

Pada keadaan ini kehilangan darah dapat diganti dengan Packed red blood
cell. Banyaknya transfusi dapat ditentukan dari hematocrit preoperatif dan dengan
perkiraan volume darah ( Tabel 2). Pasien dengan hematocrit normal biasanya
ditransfusi hanya setelah kehilangan darah >10-20% dari volume darah mereka.
Sebenarnya tergantung daripada kondisi pasien] dan prosedur dari pembedahan .
Perlu diketahui jumlah darah yang hilang untuk penurunan hematocrit sampai
30%, dapat dihitung sebagai berikut2 :

Estimasi volume darah dari Tabel 2.


Estimasi volume sel darah merah ( RBCV) hematocrit preoperative
( RBCVpreop).
Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga
volume darah normal .
Memperkirakan volume sel darah merah yang hilang ketika . hematocrit
30%; RBCVlost= RBCVpreop-RBCV30%.
Perkiraan jumlah darah yang hilang = RBCV lost X 3

6
CONTOH

Seorang perempuan 85 kg mempunyai suatu hematocrit preoperatif 35%.


Berapa banyak jumah darah yang hilang untuk menurunkan hematocritnya sampai
30%?

Volume Darah yang diperkirakan= 65 mL/kg x 85 kg= 5525 ml.

RBCV35%= 5525 x 35%= 1934 mL.

RBCV30%= 5525 x 30%= 1658 mL

Kehilangan sel darah merah pada 30%= 1934- 1658= 276 mL.

Perkiraan jumlah darah yang hilang = 3 x 276 mL= 828 mL.

Oleh karena itu, transfusi harus dipertimbangkan hanya jika pasien


kehilangan darah melebihi 800 ml. Transfusi tidak direkomendasikan sampai
terjadi penurunan hematocrit hingga 24% ( hemoglobin< 8.0 g/dL), tetapi ini
diperlukan untuk menghitung banyaknya darah yang hilang,contoh pada penyakit
jantung dimana diberikan transfusi jika kehilangan darah 800 mL.

Tabel 3. Redistribusi dan evaporasi kehilangan cairan saat pembedahan2

DERAJAT DARI TRAUMA JARINGAN PENAMBAHAN


CAIRAN

MINIMAL (contoh hernioraphy) 0 2 ML/KG

SEDANG ( contoh cholecystectomy) 2 4 ML/KG

BERAT (contohreseksi usus) 4 8 ML/KG

Petunjuk lain yang biasa digunakan sebagai berikut: ( 1) satu unit sel darah
merah sel akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dL dan hematocrit 2-3% (pada

7
orang dewasa); dan ( 2) 10mL/kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan
hemoglobin 3g/dL dan hematocrit 10%.

Menggantikan hilangnya cairan redistribusi dan evaporasi

Sebab kehilangan cairan ini dihubungkan dengan ukuran luka dan tingkat
manipulasi dan pembedahan, dapat digolongkan menurut derajat trauma jaringan.
Kehilangan cairan tambahan ini dapat digantikan menurut Tabel 3, berdasarkan
pada apakah trauma jaringan adalah minimal, moderat, atau berat2.

2.2.3 Terapi Cairan Postoperasi

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini4:

1 Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.


Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar
50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan
pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang
rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan
dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan
natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian
natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan
minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk
memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai
50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan
pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan
garamisotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum
dan makan.
2 Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan
1Csuhu tubuh
- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
- humidifikasi.

8
2 Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan
yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya
diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
3 Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan
tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil,
jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

BAB III
ANALISIS MASALAH

9
Ny IR, 38 tahun, G4P3A0, datang ke UGD RSUD Kayuagung dengan
kehamilan aterm inpartu kala I fase aktif dengan HAP ec plasenta previa totalis
disertai PEB.Pasien mengalami perdarahan sejak 2 minggu SMRS, warna darah
merah segar, banyaknya 2x ganti pembalut,tanpa disertai nyeri. Pada pemeriksaan
fisik di IGD didapatkan TD 170/100 mmHg, nadi 90x/menit, RR 24x/menit dan
suhu 36,20C.
Berdasarkan kriteria TD dan proteinuria pasien didiagnosis sebagai PEB.
Disamping itu, karakteristik perdarahan yang dialami pasien pada usia kehamilan
cukup bulan dengan pemeriksaan lanjut, pasien juga didiagnosis HAP ec plasenta
previa totalis. Pasien kemudian melahirkan secara sectio cesaria di ruang OK atas
indikasi plasenta previa totalis dengan pertimbangan sudah aterm kala 1 fase aktif
dan perdarahan terjadi berulang.
Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan pada rencana tindakan
operasi adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, apalagi pasien
dengan perdarahan. Selain itu, pada saat tindakan operasi pasien juga dapat
mengalami kehilangan banyak darah secara akut sehingga akan terjadi defisit
cairan ekstraseluler. Sehingga akses intravena harus sudah terpasang.
Pada pasien ini berdasarkan anamnesis terdapat riwayat perdarahan sejak 2
minggu SMRS dengan perdarahan tidak aktif. Sejak 8 jam SMRS, pasien
mengeluh keluar darah dari kemaluan disertai dengan rasa mulas yang menjalar ke
pinggang semakin lama semakin sering dan kuat sebagai tanda kontraksi uterus.
Kontraksi uterus pada bagain fundus, juga akan menyebabkan kontraksi segmen
bawah rahim tempat implantasi plasenta pada pasien dengan plasenta previa yang
dapat memprovokasi terjadinya perdarahan. Kehilangan darah yang signifikan
dapat menyebabkan kehilangan volume cairan (defisit cairan). Walaupun pada
pasien ini tidak ditemukan tanda terjadinya defisit cairan seperti turgor yang
menurun, mulut kering karena dehidrasi membran mukosa, peningkatan HR, dan
penurunan tekanan darah (pada pasien ini tekanan darah di IGD 170/100 mmHg),
dan perubahan ortostatik pada HR dan TD.
Pemeriksaan laboratorium juga dapat membantu menegakkan adanya
suatu dehidrasi pada pasien yaitu peningkatan hematokrit dan hemoglobin tetapi

10
pada kondisi hipovolemia akut atau akibat kehilanagan darah, metabolik asidosis,
sodium urin <10 mEq/L, hipernatremi, dan rasio BUN:kreatinin lebih besar dari
10:1. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium,
didapatkan hasil Hb 7,2 g/dL dan hematrokit 22%. Kondisi ini menunjukkan
pasien mengalami anemia tanpa disertai defisit cairan.Pada pasien dengan
perdarahan ditambah dengan tindakan SC, hal yang dikhawatirkan adalah
terjadinya syok hemoragik.
Pada Ny IR, estimated blood volume (EBV) adalah sebagai berikut.
EBV = 65 cc/kgBB x 80 kg =5.200 cc
Estimasi blood loss = % blood lossx EBV
Akan tetapi, pada pasien ini tidak dijumpai tanda dan gejala klinis yang
mengarah pada karakteristik syok.Sehingga sulit untuk menentukan jumlah blood
loos.Pada kondisi ini terapi cairan tetap diberikan dan sebaiknya diberikan baik
preoperatif, intraoperatif, dan postoperatif dengan pertimbangan dilakukannya
transfusi darah. Terapi preoperatif berupa penggantian pada kebutuhan
maintenance yang dapat dihitung dengan BB pasien 80 kg Maka kebutuhan
cairan maintenancesebelum operasi 40cc+20cc+60cc= 120cc
Penggantian cairan intraoperatif berupa penggantian kebutuhan cairan
basal dan mengganti defisit saat operasi (blood loss, redistribusi cairan, dan
evaporasi).Pada kedua kondisi cairan RL dipilih sebagai terapi.
Untuk mengamankan hemoglobin, pasien kemudian mendapatkan
transfusi darah.Seharusnya dipilih transfusi PRC untuk meningkatkan nilai
hemoglobin.Transfusi diberikan pada pasien dengan kadar Hb <8g/dl atau pada
hematocrit <24%. Pada NyIR, Hb 7,2g/dl. Dengan target Hb 10 g/dl, Ny IR
kemudian membutuhkan 4 kolf PRC. Pada pasien mendapatkan transfusi WB
(whole blood) sebanyak 1 kolf setelah selesai operasi.Pasien kemudian ditransfer
ke bagian ICU untuk mendapatkan terapi intensif selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC. Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. 2008

11
2. Morgan GE. Clinical Anesthesiology: 44th Edition.

3. Snell RS. Clinical neuroanatomy: 7th edition. Philadelphia: Wolters Kluwer


Health; 2010

4. Aitkenhead A, Smith G, Rowbotham D. Texbook of anaesthesia. Fifth


edition. United Kingdom: Churchill livingstone elsevier; 2007.

12

Anda mungkin juga menyukai