STATUS PASIEN
1.1 Identifikasi
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat badan dan jenis kelamin.
Air tubuh total maksimal pada saat lahir, kemudian berkurang secara progresif
dengan bertambahnya umur. Air tubuh total pada laki-laki lebih banyak daripada
perempuan dan pada orang kurus (650 ml/kg BB) lebih banyak daripada yang
gemuk (300-400 ml/kg BB). Distribusi cairan di dalam kompartemen diatur oleh
osmolaritas, distribusi Natrium dan distribusi koloid terutama albumin.
Osmolaritas dikontrol oleh intake cairan dan regulasi ekskresi air oleh ginjal. Ada
2 jenis bahan yang terlarut didalam cairan tubuh, yaitu: 1
a. Elektrolit
Elektrolit ialah molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listrik yaitu
kation dan anion, yang dinyatakan dalam mEq/I cairan. Tiap kompartemen
mempunyai komposisi elektrolit tersendiri. Komposisi elektrolit plasma dan
interstisial hampir sama, kecuali didalam interstisial tidak mengandung protein.
2
b. Non elektrolit
Non elektrolit ialah molekul yang tetap, tidak berubah menjadi partikel-
partikel, terdiri dari dekstrosa, ureum dan kreatinin.
a. Pengaturan osmoler
3
Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek
kardiovaskuler, yang juga akan mengatur volume cairan dan pengeluaran
urin. Jika terjadi hipovolemia, reflek intratorak, reflekreseptor presor
ekstratorak dan respon iskemik pusat akan mengaktifkan mekanisme
hipotalamik dan sistem nervus simpatis.
Berat kebutuhan
10 kg pertama 4 ml/kg/jam
Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan akan
menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat
diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance dengan lamanya puasa.
Untuk 70 kg, puasa 8 jam, perhitingannya (40+20+50)ml/jam x 8 jam atau 880
ml. ( Pada kenyataannya, defisit ini dapat kurang sebagai hasil dari konservasi
ginjal). Kehilangan cairan abnormal sering dihubungkan dengan defisit
4
preoperative. Perdarahan preoperative, muntah , diuresis dan diare sering
dihubungkan.
5
Usia Volume Darah
NEONATES
PREMATURE 95 ML/KG
FULL-TERM 85 ML/KG
INFANTS 80 ML/KG
ADULTS
MEN 75ML/KG
WOMAN 65 ML/KG
Pada keadaan ini kehilangan darah dapat diganti dengan Packed red blood
cell. Banyaknya transfusi dapat ditentukan dari hematocrit preoperatif dan dengan
perkiraan volume darah ( Tabel 2). Pasien dengan hematocrit normal biasanya
ditransfusi hanya setelah kehilangan darah >10-20% dari volume darah mereka.
Sebenarnya tergantung daripada kondisi pasien] dan prosedur dari pembedahan .
Perlu diketahui jumlah darah yang hilang untuk penurunan hematocrit sampai
30%, dapat dihitung sebagai berikut2 :
6
CONTOH
Kehilangan sel darah merah pada 30%= 1934- 1658= 276 mL.
Petunjuk lain yang biasa digunakan sebagai berikut: ( 1) satu unit sel darah
merah sel akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dL dan hematocrit 2-3% (pada
7
orang dewasa); dan ( 2) 10mL/kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan
hemoglobin 3g/dL dan hematocrit 10%.
Sebab kehilangan cairan ini dihubungkan dengan ukuran luka dan tingkat
manipulasi dan pembedahan, dapat digolongkan menurut derajat trauma jaringan.
Kehilangan cairan tambahan ini dapat digantikan menurut Tabel 3, berdasarkan
pada apakah trauma jaringan adalah minimal, moderat, atau berat2.
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini4:
8
2 Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan
yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya
diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
3 Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan
tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil,
jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
BAB III
ANALISIS MASALAH
9
Ny IR, 38 tahun, G4P3A0, datang ke UGD RSUD Kayuagung dengan
kehamilan aterm inpartu kala I fase aktif dengan HAP ec plasenta previa totalis
disertai PEB.Pasien mengalami perdarahan sejak 2 minggu SMRS, warna darah
merah segar, banyaknya 2x ganti pembalut,tanpa disertai nyeri. Pada pemeriksaan
fisik di IGD didapatkan TD 170/100 mmHg, nadi 90x/menit, RR 24x/menit dan
suhu 36,20C.
Berdasarkan kriteria TD dan proteinuria pasien didiagnosis sebagai PEB.
Disamping itu, karakteristik perdarahan yang dialami pasien pada usia kehamilan
cukup bulan dengan pemeriksaan lanjut, pasien juga didiagnosis HAP ec plasenta
previa totalis. Pasien kemudian melahirkan secara sectio cesaria di ruang OK atas
indikasi plasenta previa totalis dengan pertimbangan sudah aterm kala 1 fase aktif
dan perdarahan terjadi berulang.
Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan pada rencana tindakan
operasi adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, apalagi pasien
dengan perdarahan. Selain itu, pada saat tindakan operasi pasien juga dapat
mengalami kehilangan banyak darah secara akut sehingga akan terjadi defisit
cairan ekstraseluler. Sehingga akses intravena harus sudah terpasang.
Pada pasien ini berdasarkan anamnesis terdapat riwayat perdarahan sejak 2
minggu SMRS dengan perdarahan tidak aktif. Sejak 8 jam SMRS, pasien
mengeluh keluar darah dari kemaluan disertai dengan rasa mulas yang menjalar ke
pinggang semakin lama semakin sering dan kuat sebagai tanda kontraksi uterus.
Kontraksi uterus pada bagain fundus, juga akan menyebabkan kontraksi segmen
bawah rahim tempat implantasi plasenta pada pasien dengan plasenta previa yang
dapat memprovokasi terjadinya perdarahan. Kehilangan darah yang signifikan
dapat menyebabkan kehilangan volume cairan (defisit cairan). Walaupun pada
pasien ini tidak ditemukan tanda terjadinya defisit cairan seperti turgor yang
menurun, mulut kering karena dehidrasi membran mukosa, peningkatan HR, dan
penurunan tekanan darah (pada pasien ini tekanan darah di IGD 170/100 mmHg),
dan perubahan ortostatik pada HR dan TD.
Pemeriksaan laboratorium juga dapat membantu menegakkan adanya
suatu dehidrasi pada pasien yaitu peningkatan hematokrit dan hemoglobin tetapi
10
pada kondisi hipovolemia akut atau akibat kehilanagan darah, metabolik asidosis,
sodium urin <10 mEq/L, hipernatremi, dan rasio BUN:kreatinin lebih besar dari
10:1. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium,
didapatkan hasil Hb 7,2 g/dL dan hematrokit 22%. Kondisi ini menunjukkan
pasien mengalami anemia tanpa disertai defisit cairan.Pada pasien dengan
perdarahan ditambah dengan tindakan SC, hal yang dikhawatirkan adalah
terjadinya syok hemoragik.
Pada Ny IR, estimated blood volume (EBV) adalah sebagai berikut.
EBV = 65 cc/kgBB x 80 kg =5.200 cc
Estimasi blood loss = % blood lossx EBV
Akan tetapi, pada pasien ini tidak dijumpai tanda dan gejala klinis yang
mengarah pada karakteristik syok.Sehingga sulit untuk menentukan jumlah blood
loos.Pada kondisi ini terapi cairan tetap diberikan dan sebaiknya diberikan baik
preoperatif, intraoperatif, dan postoperatif dengan pertimbangan dilakukannya
transfusi darah. Terapi preoperatif berupa penggantian pada kebutuhan
maintenance yang dapat dihitung dengan BB pasien 80 kg Maka kebutuhan
cairan maintenancesebelum operasi 40cc+20cc+60cc= 120cc
Penggantian cairan intraoperatif berupa penggantian kebutuhan cairan
basal dan mengganti defisit saat operasi (blood loss, redistribusi cairan, dan
evaporasi).Pada kedua kondisi cairan RL dipilih sebagai terapi.
Untuk mengamankan hemoglobin, pasien kemudian mendapatkan
transfusi darah.Seharusnya dipilih transfusi PRC untuk meningkatkan nilai
hemoglobin.Transfusi diberikan pada pasien dengan kadar Hb <8g/dl atau pada
hematocrit <24%. Pada NyIR, Hb 7,2g/dl. Dengan target Hb 10 g/dl, Ny IR
kemudian membutuhkan 4 kolf PRC. Pada pasien mendapatkan transfusi WB
(whole blood) sebanyak 1 kolf setelah selesai operasi.Pasien kemudian ditransfer
ke bagian ICU untuk mendapatkan terapi intensif selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
11
2. Morgan GE. Clinical Anesthesiology: 44th Edition.
12