Anda di halaman 1dari 4

CARA MEMBERI HUKUMAN PADA SISWA ALA KI

HAJAR DEWANTARA (+3)


ABD. HAMID October 21, 2014

Salam Super buat beliau-beliau yang telah artikel tentangCARA MENGHUKUM SISWA ALA KI HAJAR

DEWANTARAmenyimak artikel berita Jawa Pos hari ini yang berjudul Guru Menghukum Dengan Roda

Kesialan, terusik saya untuk menulis artikel dengan judul diatas tersebut. Dalam berita koran Jawa Pos

tersebut memberitakan seorang guru di the Stevenson High School,Washington, Amerika Serikat.

Dimana guru menghukum muridnya dengan cara undian,dengan memutar roda Whell Of

Misfortune alias Roda Kesialan untuk menentukan hukuman. Salah satu korbannya adalah Zoey zapfe

dengan cara dilempari permen karet oleh temannya sekelas sebagai bentuk pilihan hukumannya,gara-

gara mengunyak permen karet di dalam kelas saat pelajaran berlangsung. Sehingga kejadian ini

mendapat reaksi yang kurang baik dari para orang tua di sekolah tersebut, walaupun sang guru

beralasan bahwa tujuan dari hukuman itu sangat baik tidak ada niat untuk mengintimidasi,maupun

menyakiti siswa.

Mari kita renungkan kembali bahwa menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 menyebutkan Pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara .

Terkait dengan tujuan pendidikan sebagaimana terungkap di atas yakni untuk mengembangkan potensi

kognitif, sikap dan keterampilan peserta didik maka pendidik/tenaga kependidikan mempunyai tanggung

jawab untuk membimbing, mengajar dan melatih murid atas dasar norma-norma yang berlaku baik norma

agama, adat, hukum, ilmu dan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Agar terwujudnya tujuan itu perlu

ditanamkan sikap disiplin, tanggung jawab, berani mawas diri, beriman dan lain-lain. Hukuman pun sering

diterima siswa manakala mereka melanggar tata tertib yang telah disepakati. Hukuman itu dimaksudkan

sebagai upaya mendisiplinkan siswa terhadap peraturan yang berlaku. Sebab, dengan sadar pendidik

memegang prinsip bahwa disiplin itu merupakan kunci sukses hari depan.

Teori hukuman adalah salah satu alat dari sekian banyak alat yang digunakan untuk meningkatkan

perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Dalam memberi hukuman

sebaiknya kita perlu memperhatikan frekuensi, durasi dan intensitas pemeberian hukuman. Hukuman
bukan berorientasi pada karakter dan sifat anak yang cenderung tidak tampak melainkan lebih pada

perilaku tampak yang bisa diubah, dikurangi dan atau ditingkatkan.

Sekarang pertanyaan mengapa seorang guru menghukum muridnya? Menurut Mamiq Gaza dalam

artikelnya yang berjudul Pedoman Pendidikan Tanpa Kekerasan Guru menghukum siswa dengan bijak,

beliau menyebutkan faktor-faktor siswa dihukum nyaitu:

1. Warisan generasi sebelumnya

2. Tidak tertancapnya tujuan pengembangan siswa

3. Keterbatasan guru pada ilmu psikologi perkembangan anak

4. Minimnya kreativitas pendekatan guru

5. System sekolah

Mamiq gaza juga menyebutkan juga dalam artikel yang sama tentang prosedur cara memberikan

hukuman pada anak nyaitu:

1. Jenis hukuman yang diberikan perlu disepakati di awal bersama anak

2. Jenis hukuman yang diberikan harus jelas sehingga anak dapat memahami dengan baik

konsekuensi kesalahan yang dilakukan.

3. Hukuman harus dapat terukur sejauh mana efektivitas dan keberhasilannya dalam mengubah

perilaku anak.

4. Hukuman harus disampaikan dengan cara yang menyenangkan, tidak disampaikan dengan cara

menakutkan apalagi memunculkan trauma berkepanjangan.

5. Hukuman tidak berlaku jika ada stimulus diluar control. Artinya siswa melakukan kesalahan

karena sesuatau yang tidak ia ketahui sebelumnya atau belum disepakati/belum dipublikasikan di

awal.

6. Hukuman dilaksanakan secara konsisten.

7. Hukuman segera diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul. Penundaan akan berakibat

pada biasanya tujuan hukuman yang diberikan.

Menurut Drs. Marijan, tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara berpesan mengemukakan

pendapatnya bahwa dalam memberikan hukuman kepada anak didik, seorang pendidik harus

memperhatikan 3 macam aturan:

1. Hukuman harus selaras dengan kesalahan. Misalnya, kesalahannya memecah kaca

hukumnya mengganti kaca yang pecah itu saja. Tidak perlu ada tambahan tempeleng atau hujatan

yang menyakitkan hati. Jika datangnya terlambat 5 menit maka pulangnya ditambah 5 menit. Itu
namanya selaras. Bukan datang terlambat 5 menit kok hukumannya mengintari lapangan sekolah

5 kali misalnya. Relasi apa yang ada di sini ? Itu namanya hukumn penyiksaan.

2. Hukuman harus adil. Adil harus berdasarkan atas rasa obyektif, tidak memihak salah satu dan

membuang perasaan subyektif. Misalnya siswa yang lain membersihkan ruangan kelas kok ada

siswa yang hanya duduk duduk sambil bernyanyi-nyanyi tak ikut bekerja. Maka hukumannya

supaya ikut bekerja sesuai dengan teman-temannya dengan waktu ditambah sama dengan

keterlambatannya tanpa memandang siswa mana yang melakukannya.

3. Hukuman harus lekas dijatuhkan. Hal ini bertujuan agar siswa segera paham hubungan dari

kesalahannya. Pendidik pun harus jelas menunjukkan pelanggaran yang diperbuat siswa. Dengan

harapan siswa segera tahu dan sadar mempersiapkan perbaikannya. Pendidik tidak

diperkenankan asal memberi hukuman sehingga siswa bingung menanggapinya.

Itulah wasiat Ki Hajar Dewantara yang dapat kita digunakan sebagai pedoman dan pertimbangan oleh

kita sebagai guru / kepala sekolah yang sering mengangkat dirinya berfungsi ganda. Pertama berfungsi

sebagai polisi, kemudian jaksa dan sekaligus sebagai hakim di sekolahnya. Guru/kepala sekolah

memang mempunyai hak dan superioritas yang tinggi terhadap siswanya. Hal ini boleh kita lakukan

asalkan tidak merugikan anak didik. Hal itulah yang menuntut pendidik bersifat bijak , sehingga hukuman

tak boleh semena-mena terhadap anak didik.

Psikologis anak perlu sentuhan yang halus , lentur dan manis sehingga bisa membuat sensivitas

perasaannya terasah normal. Hukuman terhadap siswa harus berlandaskan keseimbangan. Apabila

masih belum bisa ditolerir dikenakan hukuman skorsing tidak boleh mengikuti kegiatan sekolah.

Sedangkan hukuman di strata puncak jika memang sekolah tidak mampu membina lagi, kembalikan

kepada orang tuanya.

Dengan demian hendaknya kita selalu berfikir positif tentang anak. Dengan demikian yang menjadi

orientasi adalah perilaku positif anak bukan perilaku yang negative yang selalu kita cari-cari. Sebab

perilaku negative cenderung muncul karena kita sendiri yang meransang kemunculannya, semua berasal

dari pikiran negative kita tentang anak. Kita harus memiliki konsep utuh akan membawa kemana anak

didik kita dengan menggunakan cara apa yang paling tepat.

Selain dari itu harus meningkatkan diri dengan memperbanyak pengetahuan tentang dampak hukuman

dan kekerasan bagi anak di masa depannya dengan berbagai sumber informasi. Yang tak kalah

pentingnya menghargai kemampuan dan kelebihan anak. Dengan kata lain tidak hanya memfokuskan
perhatian pada kelemahan dan keterbatasan anak tetapi juga memfokuskan diri pada hal-hal yang

menyenangkan anak.

Demikian postingan kali ini tentang CARA MENGHUKUM SISWA ALA KI HAJAR DEWANTARA,

semoga dapat bermanfaat dan dapat diterapkan di dalam satuan pendidikan masing-masing. saya

ucapkan banyak terima kasih. saya tunggu komentar yang membangun dan dapat menambah artikel

diatas lebih baik lagi.Amin

Anda mungkin juga menyukai