Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010,
diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Darah memiliki pH antara 7,35 sampai 7,45. Kesimbangan asam basa darah di kendalikan secara seksama, karena perubahan pH yang sangat kecilpun dapat memberikan efek yang serius terhadap beberapa organ. Dalam tubuh manusia menggunakan 3 mekanisme keseimbangan asam dan basa yaitu kelebihan asam akan di buang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amoni, tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap perubahan yang terjadi cecara tiba-tiba dalam pH darah dan pembuangan karbon dioksida. Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian pH tersebut, bisa menyebabkan salahsatu kelainan utama dalam keseimbangan asam basa yaitu asidosis.
Pasien kritis dengan Diabetes menunjukkan tanda-tanda dan
gejala-gejala yang membingungkan yaitu stupor, hiperventilasi, muntah, penurunan haluaran urine, tekanan darah tidak stabil, kesemuanya dapat terlihat dan membutuhkan perhatian. Ketoasidosis diabetes merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai dengan gangguan metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut sebagai status akselerasi puasa dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
Insidens tahunan KAD pada pasien diabetes mellitus tipe 1
(T1DM) antara satu sampai lima persen, berdasarkan beberapa studi yang dilakukan di Eropa dan Amerika Serikat dan nampaknya konstan dalam beberapa dekade terakhir di negara-negara barat. Namun demikian studi epidemiologi terbaru memperkirakan insidens total nampaknya mengalami trend meningkat, terutama disebabkan oleh karena peningkatan kasus diabetes mellitus tipe 2 (T2DM). Laju insidens tahunan KAD diperkirakan antara 4,6 sampai 8 per 1000 pasien dengan diabetes. Sedangkan insidens T2DM sendiri di Indonesia, diperkirakan berkisar antara 6-8% dari total penduduk.
Ketoasidosis diabetikum, walaupun lebih banyak mengenai pasien
T1DM yang awitannya timbul pada usia remaja, namun tetap lebih banyak terjadi pada saat pasien tersebut menginjak usia dewasa. Suatu studi yang dilakukan pada 138 pasien KAD sedang sampai berat bahkan menunjukkan usia rata-rata kejadian KAD pada pasien dengan riwayat T1DM adalah 32,5 11,2 tahun, bahkan untuk kasus KAD dengan T1DM awitan baru usia rata-rata adalah 38,2 13,3 tahun. Hasil untuk T1DM awitan baru tidak berbeda jauh dengan pasien T2DM awitan baru (42,5 3,3 tahun) dan pasien yang mempunyai riwayat T2DM (41,0 12,5 tahun)
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami patofisiologi pada kegawatdaruratan diabetes melitus 2. Tujuan Khusus Mahasiswa diharapkan mampu : 1. Mengetahui definisi tentang diabetes melitus 2. Mengetahui tentang asidosis respiratorik 3. Mengetahui tentang patofisiologi klien kegawatdaruratan diabetes melitus dengan asidosis respriratorik
1.3 Manfaat Penulisan
Diharapkan dapat menambah ilmu dan wawasan
mengenai patofisiologi pada kegawatdaruratan diabetes melitus dan mengaplikasikannya dalam ruang lingkup keperawatan. 1. KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD) Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat
pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni (American Diabetes Association, 2004).
Ketoasidosis diabetikum adalah merupakan trias dari hiperglikemia, asidosis, dan
ketosis yang terlihat terutama pada pasien dengan diabetes tipe-1. (Samijean Nordmark, 2008). Diabetic Keto Acidosis (DKA) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa seorang penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium, dan natrium menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering disertai koma. (http://medical-dictionary.thefreedictionary.com)
2. ETIOLOGI KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh : 1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi 2. Keadaan sakit atau infeksi 3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah: - Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari infeksi. - Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis - Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat - Kardiovaskuler : infark miokardium - Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan kortikosteroid and adrenergik. (Samijean Nordmark,2008)
3. Patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum
KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis
metabolik, dan peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis merupakan akibat dari kekurangan atau inefektivitas insulin yang terjadi bersamaan dengan peningkatan hormon kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormon). Kedua hal tersebut mengakibatkan perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan meningkatkan lipolisis dan produksi benda keton. Hiperglikemia terjadi akibat peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal (glukoneogenesis dan glikogenolisis) dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer. Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya kadar substrat nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim glukoneogenik (fosfoenol piruvat karboksilase/ PEPCK, fruktose 1,6 bifosfat, dan piruvat karboksilase). Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD. Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi menyebabkan diuresis osmotik yang akan mengakibatkan hipovolemia dan penurunan glomerular ltration rate. Keadaan yang terakhir akan memperburuk hiperglikemia. Mekanisme yang mendasari peningkatan produksi benda keton telah dipelajari selama ini. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontraregulator menyebabkan aktivasi hormon lipase yang sensitif pada jaringan lemak. Peningkatan aktivitas ini akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid/FFA). Diketahui bahwa gliserol merupakan substrat penting untuk glukoneogenesis pada hepar, sedangkan pengeluaran asam lemak bebas yang berlebihan diasumsikan sebagai prekursor utama dari ketoasid. Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang prosesnya distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi glukagon menurunkan kadar malonyl coenzyme A (Co A) dengan cara menghambat konversi piruvat menjadi acetyl Co A melalui inhibisi acetyl Co A carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada sintesis asam lemak bebas. Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl- transferase I (CPT I), enzim untuk transesterifikasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl camitine, yang mengakibatkan oksidasi asam lemak menjadi benda keton. CPT I diperlukan untuk perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria tempat dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl Co A dan CPT I pada KAD mengakibatkan peningkatan ketongenesis.
4. Hiperventilasi sebagai mekanisme kompensasi
Netralisasi cairan tubuh terutama dijaga oleh sistem buffer
bikarbonat, yang menentukan pH sepanjang waktu dengan ratio anion bikarbonat terhadap gas CO2 dalam plasma. jika anion bikarbonat hilang karena digantikan oleh anion asam peton, makan gas CO2 ekstra harus dikeluarkan dari paru dengan hiperventilasi agar menjaga ratio pada atau mendekati nilai normalnya 20:1 dan untuk mempertahankan pH mendekati nilai fisiologinya 7,4. Hiperventilasi, mulanya terjadi secara bertahap, kemudian bertambah kuat dan jelas sejalan dengan penurunan pH dibawah 7,2, hal ini kemudian menjadin karakteristik fisik ketoasidosis diabetik. Peningkatan ventilasi yang dramatis ini, yang terjadi lebih pada kedalaman daripada dalam frekuensi pernafasan, dikenal dengan pernafasan Kussmaul, keadaan ini berhubungan dengan bau klasik seperti buah dalam ketoasidosis diabetik. Adanya pernafasan kussmaul yang jelas merupakan signal bahwa pH cairan ekstra sellular dibawah 7,2, suatu drajat asidosis yang relatif berat.
Batas terjauh pada kompensasi terhadap penurunan hebat
buffer bikarbonat ditentukan oleh frekuensi maksimal hiperventilasi yang dapat dicapai paru-paru. Pada kecepatan biasa pembentukan CO2 total tubuh, paru-paru bernafas cukup cepat untuk mendorong kadar gas CO2 total dalam darah turun menjadi sekitar seperempat dari nilai normal tetapi tidak lebih rendah. Dengan demikian hiperventilasi dapat mengkompensasi, sedikitnya sebagian, untuk kadar bikarbonat serendah 6 sampai 8 mEq/L. Bagaimanapun dengan penurunan bikarbonat pada kadar tersebut, gas CO2 tetap tinggi secara disproporsional relatif terhadap bikarbonat, dan kemudian pH turun pada nilai kritis. Inilah alasannya mengapa kadar bikarbonat dibawah 10 mEq/L digunakan sebagai indikator keparahan asidosis dan sebagai petunjuk untuk terapi agresif.
5. Faktor pencetus KAD
Faktor pencetus tersering dari KAD adalah infeksi, dan
diperkirakan sebagai pencetus lebih dari 50% kasus KAD. 6-8 Pada infeksi akan terjadi peningkatan sekresi kortisol dan glukagon sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah yang bermakna. Faktor lainnya adalah cerebrovascular accident, alcohol abuse, pankreatitis, infark jantung, trauma, pheochromocytoma, obat, DM tipe 1 yang baru diketahui dan diskontinuitas (kepatuhan) atau terapi insulin inadekuat.1,2,5-8 Kepatuhan akan pemakaian insulin dipengaruhi oleh umur, etnis dan faktor komorbid penderita. 5 Faktor lain yang juga diketahui sebagai pencetus KAD adalah trauma, kehamilan, pembedahan, dan stres psikologis. Infeksi yang diketahui paling sering mencetuskan KAD adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. 5,6 Pneumonia atau penyakit paru lainnya dapat mempengaruhi oksigenasi dan mencetuskan gagal napas, sehingga harus selalu diperhatikan sebagai keadaan yang serius dan akan menurunkan kompensasi respiratorik dari asidosis metabolik. 2 Infeksi lain dapat berupa infeksi ringan seperti skin lesion atau infeksi tenggorokan. Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat seperti kortikosteroid, thiazid, pentamidine, dan obat simpatomimetik (seperti dobutamin dan terbutalin), dapat mencetuskan KAD. Obat-obat lain yang diketahui dapat mencetuskan KAD diantaranya beta bloker, obat antipsikotik, dan fenitoin, Pada pasien usia muda dengan DM tipe 1, masalah psikologis yang disertai kelainan makan memberikan kontribusi pada 20% KAD berulang. Faktor yang memunculkan kelalaian penggunaan insulin pada pasien muda diantaranya ketakutan untuk peningkatan berat badan dengan perbaikan kontrol metabolik, ketakutan terjadinya hipoglikemia, dan stres akibat penyakit kronik.4,6,7 Namun demikian, seringkali faktor pencetus KAD tidak ditemukan dan ini dapat mencapai 20 30% dari semua kasus KAD, akan tetapi hal ini tidak mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat KAD itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA
- Sumantri, Stevent. 2009. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana
ketoasidosis diabetikum Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Penatalaksanaan dan Perkembangan Terbaru. Internal Medicine Department - Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis edisi VI. Jakarta : EGC -