Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010,


diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya. Darah memiliki pH antara 7,35 sampai
7,45. Kesimbangan asam basa darah di kendalikan secara seksama, karena
perubahan pH yang sangat kecilpun dapat memberikan efek yang serius
terhadap beberapa organ. Dalam tubuh manusia menggunakan 3
mekanisme keseimbangan asam dan basa yaitu kelebihan asam akan di
buang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amoni, tubuh
menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung
terhadap perubahan yang terjadi cecara tiba-tiba dalam pH darah dan
pembuangan karbon dioksida. Adanya kelainan pada satu atau lebih
mekanisme pengendalian pH tersebut, bisa menyebabkan salahsatu
kelainan utama dalam keseimbangan asam basa yaitu asidosis.

Pasien kritis dengan Diabetes menunjukkan tanda-tanda dan


gejala-gejala yang membingungkan yaitu stupor, hiperventilasi, muntah,
penurunan haluaran urine, tekanan darah tidak stabil, kesemuanya dapat
terlihat dan membutuhkan perhatian. Ketoasidosis diabetes merupakan
akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai dengan gangguan
metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak. Keadaan ini terkadang
disebut sebagai status akselerasi puasa dan merupakan gangguan
metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.

Insidens tahunan KAD pada pasien diabetes mellitus tipe 1


(T1DM) antara satu sampai lima persen, berdasarkan beberapa studi yang
dilakukan di Eropa dan Amerika Serikat dan nampaknya konstan dalam
beberapa dekade terakhir di negara-negara barat. Namun demikian studi
epidemiologi terbaru memperkirakan insidens total nampaknya mengalami
trend meningkat, terutama disebabkan oleh karena peningkatan kasus
diabetes mellitus tipe 2 (T2DM). Laju insidens tahunan KAD diperkirakan
antara 4,6 sampai 8 per 1000 pasien dengan diabetes. Sedangkan insidens
T2DM sendiri di Indonesia, diperkirakan berkisar antara 6-8% dari total
penduduk.

Ketoasidosis diabetikum, walaupun lebih banyak mengenai pasien


T1DM yang awitannya timbul pada usia remaja, namun tetap lebih banyak
terjadi pada saat pasien tersebut menginjak usia dewasa. Suatu studi yang
dilakukan pada 138 pasien KAD sedang sampai berat bahkan
menunjukkan usia rata-rata kejadian KAD pada pasien dengan riwayat
T1DM adalah 32,5 11,2 tahun, bahkan untuk kasus KAD dengan T1DM
awitan baru usia rata-rata adalah 38,2 13,3 tahun. Hasil untuk T1DM
awitan baru tidak berbeda jauh dengan pasien T2DM awitan baru (42,5
3,3 tahun) dan pasien yang mempunyai riwayat T2DM (41,0 12,5 tahun)

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini
diharapkan mahasiswa mampu memahami patofisiologi
pada kegawatdaruratan diabetes melitus
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu :
1. Mengetahui definisi tentang diabetes melitus
2. Mengetahui tentang asidosis respiratorik
3. Mengetahui tentang patofisiologi klien
kegawatdaruratan diabetes melitus dengan asidosis
respriratorik

1.3 Manfaat Penulisan

Diharapkan dapat menambah ilmu dan wawasan


mengenai patofisiologi pada kegawatdaruratan diabetes melitus
dan mengaplikasikannya dalam ruang lingkup keperawatan.
1. KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang
ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan
komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan
gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat
dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis diabetik (KAD)
merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari
defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat
dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius
pada diabetes ketergantungan insulin.

KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat


pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan
hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi
dari KAD murni (American Diabetes Association, 2004).

Ketoasidosis diabetikum adalah merupakan trias dari hiperglikemia, asidosis, dan


ketosis yang terlihat terutama pada pasien dengan diabetes tipe-1. (Samijean
Nordmark, 2008).
Diabetic Keto Acidosis (DKA) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa
seorang penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kondisi kehilangan
urin, air, kalium, amonium, dan natrium menyebabkan hipovolemia,
ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan
asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering disertai koma.
(http://medical-dictionary.thefreedictionary.com)

2. ETIOLOGI KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)


Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama
kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali
adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan
dan pencegahan ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati
Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:
- Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa
jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari
infeksi.
- Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
- Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
- Kardiovaskuler : infark miokardium
- Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteroid and adrenergik.
(Samijean Nordmark,2008)

3. Patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum

KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis


metabolik, dan peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam
sirkulasi. Ketoasidosis merupakan akibat dari kekurangan atau
inefektivitas insulin yang terjadi bersamaan dengan peningkatan
hormon kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan
growth hormon). Kedua hal tersebut mengakibatkan perubahan
produksi dan pengeluaran glukosa dan meningkatkan lipolisis dan
produksi benda keton. Hiperglikemia terjadi akibat peningkatan
produksi glukosa hepar dan ginjal (glukoneogenesis dan
glikogenolisis) dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan
perifer. Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya kadar
substrat nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan
glutamin pada ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim
glukoneogenik (fosfoenol piruvat karboksilase/ PEPCK, fruktose
1,6 bifosfat, dan piruvat karboksilase). Peningkatan produksi
glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang bertanggung
jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD.
Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi
menyebabkan diuresis osmotik yang akan mengakibatkan
hipovolemia dan penurunan glomerular ltration rate. Keadaan
yang terakhir akan memperburuk hiperglikemia. Mekanisme yang
mendasari peningkatan produksi benda keton telah dipelajari
selama ini. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan
konsentrasi hormon kontraregulator menyebabkan aktivasi hormon
lipase yang sensitif pada jaringan lemak. Peningkatan aktivitas ini
akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak bebas
(free fatty acid/FFA). Diketahui bahwa gliserol merupakan substrat
penting untuk glukoneogenesis pada hepar, sedangkan pengeluaran
asam lemak bebas yang berlebihan diasumsikan sebagai prekursor
utama dari ketoasid. Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi
menjadi benda keton yang prosesnya distimulasi terutama oleh
glukagon. Peningkatan konsentrasi glukagon menurunkan kadar
malonyl coenzyme A (Co A) dengan cara menghambat konversi
piruvat menjadi acetyl Co A melalui inhibisi acetyl Co A
carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada sintesis asam
lemak bebas. Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl-
transferase I (CPT I), enzim untuk transesterifikasi dari fatty acyl
Co A menjadi fatty acyl camitine, yang mengakibatkan oksidasi
asam lemak menjadi benda keton. CPT I diperlukan untuk
perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria tempat dimana
asam lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl Co A dan
CPT I pada KAD mengakibatkan peningkatan ketongenesis.

4. Hiperventilasi sebagai mekanisme kompensasi

Netralisasi cairan tubuh terutama dijaga oleh sistem buffer


bikarbonat, yang menentukan pH sepanjang waktu dengan ratio
anion bikarbonat terhadap gas CO2 dalam plasma. jika anion
bikarbonat hilang karena digantikan oleh anion asam peton, makan
gas CO2 ekstra harus dikeluarkan dari paru dengan hiperventilasi
agar menjaga ratio pada atau mendekati nilai normalnya 20:1 dan
untuk mempertahankan pH mendekati nilai fisiologinya 7,4.
Hiperventilasi, mulanya terjadi secara bertahap, kemudian
bertambah kuat dan jelas sejalan dengan penurunan pH dibawah
7,2, hal ini kemudian menjadin karakteristik fisik ketoasidosis
diabetik. Peningkatan ventilasi yang dramatis ini, yang terjadi lebih
pada kedalaman daripada dalam frekuensi pernafasan, dikenal
dengan pernafasan Kussmaul, keadaan ini berhubungan dengan
bau klasik seperti buah dalam ketoasidosis diabetik. Adanya
pernafasan kussmaul yang jelas merupakan signal bahwa pH cairan
ekstra sellular dibawah 7,2, suatu drajat asidosis yang relatif berat.

Batas terjauh pada kompensasi terhadap penurunan hebat


buffer bikarbonat ditentukan oleh frekuensi maksimal
hiperventilasi yang dapat dicapai paru-paru. Pada kecepatan biasa
pembentukan CO2 total tubuh, paru-paru bernafas cukup cepat
untuk mendorong kadar gas CO2 total dalam darah turun menjadi
sekitar seperempat dari nilai normal tetapi tidak lebih rendah.
Dengan demikian hiperventilasi dapat mengkompensasi, sedikitnya
sebagian, untuk kadar bikarbonat serendah 6 sampai 8 mEq/L.
Bagaimanapun dengan penurunan bikarbonat pada kadar tersebut,
gas CO2 tetap tinggi secara disproporsional relatif terhadap
bikarbonat, dan kemudian pH turun pada nilai kritis. Inilah
alasannya mengapa kadar bikarbonat dibawah 10 mEq/L
digunakan sebagai indikator keparahan asidosis dan sebagai
petunjuk untuk terapi agresif.

5. Faktor pencetus KAD

Faktor pencetus tersering dari KAD adalah infeksi, dan


diperkirakan sebagai pencetus lebih dari 50% kasus KAD. 6-8
Pada infeksi akan terjadi peningkatan sekresi kortisol dan
glukagon sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah yang
bermakna. Faktor lainnya adalah cerebrovascular accident,
alcohol abuse, pankreatitis, infark jantung, trauma,
pheochromocytoma, obat, DM tipe 1 yang baru diketahui dan
diskontinuitas (kepatuhan) atau terapi insulin inadekuat.1,2,5-8
Kepatuhan akan pemakaian insulin dipengaruhi oleh umur,
etnis dan faktor komorbid penderita. 5 Faktor lain yang juga
diketahui sebagai pencetus KAD adalah trauma, kehamilan,
pembedahan, dan stres psikologis. Infeksi yang diketahui
paling sering mencetuskan KAD adalah infeksi saluran kemih
dan pneumonia. 5,6 Pneumonia atau penyakit paru lainnya
dapat mempengaruhi oksigenasi dan mencetuskan gagal napas,
sehingga harus selalu diperhatikan sebagai keadaan yang serius
dan akan menurunkan kompensasi respiratorik dari asidosis
metabolik. 2 Infeksi lain dapat berupa infeksi ringan seperti
skin lesion atau infeksi tenggorokan. Obat-obatan yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat seperti kortikosteroid,
thiazid, pentamidine, dan obat simpatomimetik (seperti
dobutamin dan terbutalin), dapat mencetuskan KAD. Obat-obat
lain yang diketahui dapat mencetuskan KAD diantaranya beta
bloker, obat antipsikotik, dan fenitoin, Pada pasien usia muda
dengan DM tipe 1, masalah psikologis yang disertai kelainan
makan memberikan kontribusi pada 20% KAD berulang.
Faktor yang memunculkan kelalaian penggunaan insulin pada
pasien muda diantaranya ketakutan untuk peningkatan berat
badan dengan perbaikan kontrol metabolik, ketakutan
terjadinya hipoglikemia, dan stres akibat penyakit kronik.4,6,7
Namun demikian, seringkali faktor pencetus KAD tidak
ditemukan dan ini dapat mencapai 20 30% dari semua kasus
KAD, akan tetapi hal ini tidak mengurangi dampak yang
ditimbulkan akibat KAD itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

- Sumantri, Stevent. 2009. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana


ketoasidosis diabetikum Patofisiologi, Manifestasi Klinis,
Penatalaksanaan dan Perkembangan Terbaru. Internal Medicine
Department
- Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis edisi VI. Jakarta : EGC
-

Anda mungkin juga menyukai