Anda di halaman 1dari 90

MUSDA VII

DPD PPNI KABUPATEN


SITUBONDO

28 MEI 2016
BUKU MUSDA
KABUPATEN SITUBONDO

MUSYAWARAH DAERAH VII


PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA (PPNI)
KABUPATEN SITUBONDO
SITUBONDO, 28 MEI 2016

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi........................................................................................................ 2

Susunan Acara MUSDA Tahun 2016............................................................ 3

Tata Tertib...................................................................................................... 6

Pedoman Sidang............................................................................................ 16 - 21

Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga PPNI Hasil MUSDA ke VII 22 - 80

Garis garis Besar Program Kerja PPNI Periode 2016 2021 ................... 81- 84

Etika dan Pelaksanaannya PPNI Periode 2016 2021.. 85 - 86

Issue dan Rekomendasi PPNI Periode 2016 2021.. 87 - 90


SUSUNAN ACARA MUSDA

MUSYAWARAH DAERAH
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA (PPNI)
KABUPATEN SITUBONDO
SITUBONDO, 28 MEI 2016
JADWAL ACARA MUSYAWARAH DAERAH VII
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA (PPNI)
SITUBONDO, 28 MEI 2016

PENANGGUNG JAWAB /
NO PUKUL ACARA
PEMBICARA
1 SABTU, 28 Mei 2016
07.00 08.00 Registrasi Peserta MUSDA PPNI
Panitia Musda
SITUBONDO
08.00 09.00 Pembukaan MUSDA
1. Pembacaan Sholawat Nariyah
2. Lagu Indonesia Raya 1. M.Saleh Hidayat
3. Lagu Mars PPNI 2. Fanty Yulia Fitra
4. Laporan Ketua Panitia 3. Fanty Yulia Fitra
5. Sambutan sambutan 4. Edy Kusyunianto
a. Ketua DPD Kab. SITUBONDO 5. Nursalam
b. Ketua DPW PPNI Prov. Jawa Timur 6. H. Amrozi
6. Doa
7. Penutup
09.00 09.15 Coffee Break
09.15 10.15 Sidang Ke I di Pimpin oleh Perwakilan Agung Setyanto
Pengurus DPD PPNI Kabupaten Situbondo
Edy Kusyunianto
1. Penetapan Quorum
2. Pembacaan Jadwal Acara MUSDA VII Subandi
3. Pembacaan dan Pengesahan tata Tertib Galuh Vita
MUSDA Indah Kurnia Sari
10.15 10.45 Sidang II Pimpin oleh Perwakilan
Pengurus DPD PPNI Kabupaten Agung Setyanto
Situbondo Edy Kusyunianto
1. Pemilihan Pimpinan Sidang Subandi
2. Penyerahan Palu Pimpinan Sidang dari Galuh Vita
Ketua DPD SITUBONDO ke Pimpinan Indah Kurnia Sari
Sidang

10.45 11.45 Sidang III Di Pimpin oleh Pimpinan Sidang


1. Pertanggung Jawaban DPD SITUBONDO
Periode 2011 2016 dan pandangan
Pertanggung Jawaban dari Komisariat H.Atep
2. Penerimaan dan Pengesahan Laporan Zaenul Fatah
Pertanggung Jawaban DPD SITUBONDO Asari
Periode Tahun 2011 2016. Sulistyobudi
3. Penyampaian Hasil Sidang Komisi Erwan
A,B,C & D
4. Pernyataan Demisioner dan Penyerahan
Bendera Kepada Pimpinann Sidang.
PENANGGUNG JAWAB /
PUKUL ACARA
PEMBICARA
11.30 12.00 ISHOMA
12.00 12.30 Sidang IV
1. Penetapan Calon Ketua PPNI
2. Penyampaian Visi Misi
3. Pemilihan Ketua PPNI Kab.
SITUBONDO Periode 2016 2021 H.Atep
4. Pembentukan Tim Perumus Zaenul Fatah
Asari
5. Penyerahan Palu dan Bendera Kepada Sulistyobudi
Ketua DPD PPNI Kab. SITUBONDO Erwan
Ketua terpilih.
12.30 14.00 Pelantikan Ketua DPD PPNI Kab.
SITUBONDO periode 2016 2021 oleh DPW
Ketua PPNI Propinsi Jawa Timur

SELESAI

Tempat : Ruang Pertemuan Lantai 2 Pemkab Situbondo


Mc : Triwahyuni, Susantiningsih
Dirigen : Fanty Yulia Fitra
Pakaian : Jas PPNI lengkap ( logo pin PPNI )
TATA TERTIB MUSDA

MUSYAWARAH DAERAH
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA (PPNI)
KABUPATEN SITUBONDO
SITUBONDO, 28 MEI 2016
TATA TERTIB MUSYAWARAH DAERAH
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
SITUBONDO
SITUBONDO, 28 Mei 2016

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

1. Musyawarah DAERAH Persatuan Perawat Nasional Indonesia merupakan pemegang kekuasaan


tertinggi
2. Persatuan Perawat Nasional Indonesia di tingkat Pengurus DAERAH yang selanjutnya dalam tata
tertib ini disebut MUSDA.
3. Kedaulatan organisasi ada di tangan anggota dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MUSDA.
4. MUSDA dalam melaksanakan tugasnya berlandaskan pada peraturan dan ketentuan yang berlaku.
5. Peserta MUSDA terdiri dari Utusan dan Peninjau.

BAB II
TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 2

1. Mengesahkan jadwal acara dan tata tertib MUSDA.


2. Memilih dan Mengesahkan Pimpinan MUSDA.
3. Menyempurnakan dan atau mcnetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Organisasi, garis-garis besar program kerja Organisasi dan Rekomendasi.
4. Menelaah pertanggung jawaban Pengurus DPD Kabupaten Situbondo mengenai pelaksanaan
hasil MUSDA sebelumnya.
5. Memilih dan Melantik Ketua Pengurus DPD Kabupaten Situbondo terpilih.
6. Menunjuk Ketua Pengurus DPD Kabupaten Situbondo terpilih sebagai Ketua Tim Formatur.
7. Memilih Anggota Tim Formatur.
8. Memberikan Mandat kepada Tim Formatur untuk melengkapi Personel Pengurus Kabupaten ,
Dewan Pertimbangan Pengurus Kabupaten dan Mejelis Kehormatan Etik Keperawatan Pengurus
Kabupaten.
9. Memberikan mandat kepada Ketua Pengurus Kabupaten terpilih untuk melantik Pengurus
Kabupaten, Dewan Pertimbangan Pengurus Kabupaten, Majelis Kehormatan Etik Keperawatan
Pengurus Kabupaten Situbondo.

BAB III
PESERTA MUSYAWARAH DAERAH

Pasal 3

1. Peserta MUSDA terdiri dari Utusan dan Peninjau.


2. Utusan wajib dibuktikan dengan surat mandat sebagai utusan dari ketua komisariat.

Pasal 4

1. Utusan MUSDA terdiri :


a. Utusan Dewan Pengurus Daerah Kabupaten 3 (tiga) orang
b. Utusan Dewan Pertimbangan 1 (satu) orang
c. Utusan Pengurus Komisariat 3 (tiga) orang

2. Peninjau MUSDA terdiri :


a. Pengurus Kab/Kota
b. Pengurus Komisariat
c. Dewan Pertimbangan
d. Pengurus Majelis Kehormatan Etik Keperawatan
e. Pengurus Ikatan/Himpunan di luar utusan
f. Undangan lain yang berminat menghadiri MUSDA

BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA

Pasal 5
HAK PESERTA

1. Utusan memiliki hak dipilih dan memilih


2. Peninjau tidak memiliki hak dipilih dan memilih
3. Utusan maupun Peninjau berhak mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tertulis
4. Peserta berhak mendapatkan MUSDA Kit dan Akomodasi selama acara MUSDA berlangsung.

Pasal 6
KEWAJIBAN

1. Setiap utusan diwajibkan mendaftarkan diri kepada Panitia Pelaksana (OC) dengan memberikan surat
mandat dan wajib memiliki KTA / NIRA Nasional.
2. Setiap peserta diwajibkan mengisi daftar hadir setiap acara MUSDA.
3. Setiap peserta diwajibkan menjaga keamanan dan ketertiban selama berlangsungnya MUSDA.
4. Setiap peserta berkewajiban mematuhi dan taat pada tata tertib MUSDA.

BAB V
HAK BICARA DAN HAK SUARA
Pasal 7
HAK BICARA

1. Hak bicara adalah hak untuk menyampaikan pendapat atau pertimbangan baik secara lisan maupun
tertulis.
2. Semua peserta mempunyai hak bicara baik diminta maupun tidak diminta
3. Dalam menyampaikan pendapat dan atau pertimbangannya, disampaikan melalui pimpinan sidang,
apabila tidak melalui pimpinan sidang tidak perlu ditanggapi.

Pasal 8
HAK SUARA

1. Hak suara adalah hak untuk mengambil keputusan, baik melalui musyawarah mufakat maupun
melalui voting.
2. Utusan Pengurus Kabupaten/Kota memiliki 3 (tiga) suara untuk setiap Pengurus Komisariat.
3. Utusan Pengurus DPD Kabupaten Situbondo memiliki hak suara 3 (tiga) suara Pengurus DPD
Kabupaten dan 1 (satu) Dewan Pertimbangan.
4. Kolegium, Ikatan dan Himpunan memiliki hak suara masing-masing 1 (satu).
5. Peninjau tidak memiliki hak suara.
6. Pengurus DPD setelah Demisioner, tetapi memperoleh mandat sebagai utusan tetap memiliki hak
suara.

Pasal 9
TATA CARA MENYAMPAIKAN PENDAPAT

1. Dalam menyampaikan pendapat atau pertimbangan setiap peserta terlebih dahulu meminta izin
kepada pimpinan sidang.
2. Apabila pimpinan sidang rnemberikan izin, peserta bersangkutan baru diperkenankan menyampaikan
pendapat dan atau pertimbangannya.
3. Lamanya penyampaian pendapat atau pertimbangan secara lisan dibatasi maksimal 3 (tiga) menit.
4. Apabila seseorang menyampaikan pendapat atau pertimbangan melebihi waktu 3 (tiga) menit,
pimpinan sidang berwenang untuk menghentikannya.
5. Apabila dan atau pertimbangannya, yang bersangkutan berhak meminta klarifikasi ulang dari
pimpinan sidang ataupun dari peserta lain setelah sebelumnya diizinkan oleh pimpinan sidang.

BAB VI
ALAT-ALAT KELENGKAPAN MUSDA

Pasal 10

Alat kelengkapan MUSDA terdiri dari


1. Pimpinan MUSDA
2. Sidang Paripurna
3. Sidang Komisi
4. Tim Perumus
5. Formatur

Pasal 11
PIMPINAN MUSDA
1. MUSDA dipimpin oleh Pimpinan MUSDA
2. Pimpinan MUSDA terdiri dari seorang Ketua merangkap Anggota dan 4 (empat) orang Anggota.
3. Komponen Pimpinan MUSDA terdiri dari perwakilan Pengurus DAERAH, Pengurus DPD
Kabupaten SITUBONDO dan Kabupaten/Kota/Komisariat.
4. Pimpinan MUSDA dipilih dan di sahkan dalam sidang Paripurna II MUSDA.
5. Penentuan komposisi dan pembagian tugas diantara unsur-unsur Pimpinan MUSDA ditentukan
berdasarkan kesepakatan diantara Anggota Pimpinan MUSDA.
6. Pimpinan MUSDA berwenang dan berkewajiban :
a. Memimpin sidang-sidang MUSDA, kecuali Sidang Paripurna I dan Sidang Paripurna II dipimpin
oleh pengurus Daerah DPD Kabupaten Situbondo PPNI.
b. Menjaga kelancaran dan ketertiban MUSDA
c. Ketua kabupaten dilantik Ketua Provinsi
7. Apabila Ketua PPNI Kabupaten Situbondo terpilih telah dilantik, pimpinan MUSDA tidak berfungsi
lagi dan tidak mcmiliki kekuatan hukum. Acara selanjutnya diserahkan kepada Ketua DPD PPNI
Kabupaten SITUBONDO terpilih periode 2016-2021.

Pasal 12
SIDANG PARIPURNA

1. Sidang Paripurna adalah sidang MUSDA yang membahas :


a. Tata tertib dan jadwal MUSDA
b. Pemilihan Pimpinan MUSDA
c. Penyampaian Laporan pertanggung jawaban Pengurus Kabupaten Situbondo periode 2016-2021
d. Hasil-hasil sidang Komisi
e. Pemilihan Ketua DPD PPNI Kabupaten Situbondo
f. Pembentukan Formatur
g. Pemilihan tempat MUSDA
h. Pelantikan Ketua DPD PPNI Kabupaten Situbondo
2. Sidang Paripurna dipimpin oleh Pimpinan MUSDA

Pasal 13
SIDANG KOMISI

1. MUSDA dapat membentuk Komisi/Sub Komisi sesuai dengan kebutuhan.


2. Setiap peserta MUSDA wajib menjadi salah satu Anggota Komisi, kecuali Pimpinan MUSDA.
3. Pimpinan Komisi terdiri dari seorang Ketua merangkap Anggota, seorang Sekretaris merangkap
Anggota dan seorang Anggota.
4. Pimpinan Komisi dipilih dari dan oleh Anggota Komisi.
5. Komisi bertugas membahas materi dan mengambil keputusan terkait pokok pembahasan Komisi yang
menjadi bidang tugasnya.
6. Laporan komisi disusun oleh Pimpinan Komisi dengan memperhatikan masukan dan saran anggota
pada sidang Komisi.
7. Laporan/hasil Sidang Komisi disampaikan pada Sidang Paripurna untuk mendapatkan pembahasan
dan pengesahan.
8. Apabila Komisi telah menyampaikan laporannya dan sudah mendapatkan persctujuan/pengesahan
Sidang Paripurna, maka secara otornatis komisi tidak berfungsi lagi dan tidak memiliki kekuatan
hukum.

Pasal 14
TIM PERUMUS
1. Panitia perumus dapat dibentuk untuk melakukan tugas-tugas perumusan hasil MUSDA.
2. Panitia Perumus dibentuk oleh Pimpinan MUSDA dengan persetujuan MUSDA.
3. Panitia Perumus wajib menyelesaikan tugasnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
tanggal ditetapkan.
4. Panitia Perumus bertanggung jawab kepada Pengurus Pengurus DPD Kabupaten SITUBONDO Jatim
Periode 2016-2021.
5. Apabila Panitia Perumus telah menyampaikan basil kerjanya kepada pengurus DPD Kabupaten
SITUBONDO, maka status panitia Perumus secara otomatis tidak berfungsi lagi dan tidak memiliki
kekuatan hukum.

Pasal 15
TIM FORMATUR

1. Tim Formatur bertugas menyusun kepengurusan lengkap Pengurus DPD PPNI Kabupaten
SITUBONDO, Dewan Pertimbangan DPD PPNI Kabupaten SITUBONDO dan Majelis Kehormatan
Etik Keperawatan DPD PPNI Kabupaten SITUBONDO.
2. Tim Formatur diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugasnya selama 14 hari kalender sejak
tanggal ditetapkan.
3. Anggota formatur terdiri dari 9 (sembilan) orang,
a. Ketua DPD PPNI Kabupaten SITUBONDO terpilih sekaligus Ketua TIM Formatur
b. 3 (tiga) pengurus DPD PPNI Kabupaten SITUBONDO periode 2011-2016
c. 6 (enam) orang unsur Pengurus Komisariat,
d. 1 (satu) orang mantan Dewan Pertimbangan Pusat Periode 2011-2016.
4. Ketua Formatur adalah ketua DPD PPNI Kabupaten SITUBONDO terpilih.
5. Apabila tugas Formatur telah selesai dan atau melewati Batas akhir masa tugasnya, secara otomatis
formatur tidak berftmgsi lagi dan tidak mempunyai kekuatan hukum, tugas selanjutnya menjadi tugas
dan tanggung jawab Ketua DPD PPNI Kabupaten SITUBONDO terpilih.

BAB VII
KUORUM DAN TATA CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 16
KUORUM

1. Sidang Paripurna dinyatakan sah apabila dihadiri oleh setengah lebih satu dari jumlah peserta
MUSDA yang terdaftar pada panitia.
2. Sidang Komisi dinyatakan sah apabila dihadiri oleh setengah lebih satu dari jumlah anggota komisi
yang telah terdaftar pada panitia.
3. Apabila sidang tidak mencapai kuorum seperti ayat 1) dan 2), sidang ditunda sampai 2 (dua) kali 10
(sepuluh) menit.
4. Apabila sampai 2 (dua) kali penundaan masih belum tercapai kuorum, maka Pimpinan MUSDA
mempunyai kewenangan menyatakan sah Sidang tersebut atas persetujuan peserta MUSDA.

Pasal 17
TATA CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
1. Pengambilan keputusan pada dasarnya diusahakan melalui musyawarah untuk mufakat.
2. Apabila musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan
cara voting.
3. Pengambilan keputusan untuk pemilihan ketua Umum dapat dilakukan melalui voting

BAB IX
PERSYARATAN & TATACARA PEMILIHAN KETUA UMUM,
PEMBENTUKAN DEWAN PERTIMBANGAN PUSAT DAN MAJELIS
KEHORMATAN ETIK KEPERAWATAN

Pasal 18

Persyaratan Calon Ketua Pengurus DPD PPNI Kabupaten SITUBONDO, calon Ketua haus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Anggota PPNI
3. Pernah menjadi Pengurus PPNI minimal di tingkat Komisariat
4. Menandatangani Surat Pernyataan Kesediaan menjadi calon Ketua Pengurus DPD PPNI Kabupaten
SITUBONDO.
5. Wawasan Luas dengan komitmen yang tinggi terhadap Organisasi dan Profesi
6. Bekerja dan atau berdomisili di Kabupaten Situbondo
7. Memiliki komitmen yang kuat terhadap perjuangan terhadap Profesi Keperawatan (implementasi
Undang-Undang R.I Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan )
8. Berintegritas dan memiliki rekam jejak yang baik
9. Memiliki latar belakang pendidikan minimal Diploma III Keperawatan

Pasal 19
TATA CARA PEMILIIIAN KETUA UMUM PENGURUS KABUPATEN

1. Pemilihan Ketua Pengurus Kabupaten SITUBONDO dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap,


yaitu tahap pemilihan bakal calon dan pemilihan Ketua DPD PPNI Kabupaten SITUBONDO.
2. Seorang bakal calon berhak maju kedalam pemilihan calon ketua DPD PPNI Kabupaten
SITUBONDO apabila mendapatkan minimal 3 (tiga) dukungan dari hasil penjaringan.
3. Pada putaran pertama Setiap Komisariat hanya boleh mencalonkan 1 (satu) nama bakal calon DPD
PPNI Kabupaten SITUBONDO
4. Apabila bakal calon lebih dari 2 (dua) orang, pemilihan dilakukan dengan 2 (dua) putaran.
5. Bakal calon memenuhi syarat berhak maju ke putaran berikutnya
6. Setiap calon berkewajiban menyampaikan Komitmen Organisasi maksimal selama 10 (sepuluh)
menit di depan peserta MUSDA.
7. Setiap calon selesai menyampaikan Komitmen Organisasi harus mengikuti debat calon secara panel
di depan peserta MUSDA
8. Ketua terpilih adalah peraih suara terbanyak
9. Apabila dalam pemilihan calon Ketua DPD PPNI Kabupaten SITUBONDOternyata hanya ada 1
(satu) calon, maka calon tersebut dapat langsung terpilih secara aklamasi.

Pasal 20
PEMBENTUKAN DEWAN PERTIMBANGAN

Untuk menyusun Personalia Dewan Pertimbangan dilaksanakan oleh TIM Formatur

Pasal 21
PEMBENTUKAN MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEPERAWATAN

Untuk menyusun personalia Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Nasional dilaksanakan oleh Tim
Formatur.

BAB IX
PENUTUP
Pasal 22

1. Segala sesuatu yang belum diatur dalam tata tertib ini diputuskan oleh MUSDA sepanjang tidak
bertentangan dengan AD/ART
2. Apabila dalam Musyawarah terjadi perbedaan pendapat yang tidak bisa diselesaikan, maka keputusan
akhir dikembalikan kepada AD/ART

Pasal 23

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

Ditetapkan di : SITUBONDO
Pada tanggal : 20 Mei 2016

PIMPINAN MUSYAWARAH DAERAH


PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
KABUPATEN SITUBONDO

Ketua Sekretaris

Ttd Ttd

H. IMAM HIDAYAT, S.Kep.Ners, M.Kes EDY KUSYUNIANTO, S.Kep.Ners, Mkes


PEDOMAN SIDANG KOMISI

MUSYAWARAH DAERAH
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA (PPNI)
KABUPATEN SITUBONDO
SITUBONDO, 28 MEI 2016

PEDOMAN SIDANG KOMISI MUSYAWARAH KABUPATEN VII


PERSATUAN PERAWAT NASIOANAL INDONESIA
KABUPATEN SITUBONDO

A. PENDAHULUAN
Sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, bahwa
MUSDA merupakan kegiatan pengambilan keputusan dan penetapan aturan tertinggi dalam
Organisasi PPNI. Untuk itu diperlukan pembahasan yang terfokus untuk setiap aturan yang
ada di PPNI yang akan dilaksanakan dalam rapat komisi dan diperhalus dalam sidang komisi
Musyawarah DPD Kabupaten SITUBONDO. Panduan ini adalah pedoman untuk rapat
komisi yang akan membahas draft yang akan dipresentasikan di SIDANG PARIPURNA.

B. TUJUAN SIDANG KOMISI


Memperoleh masukan tentang draft :
a. Bidang Organisasi dan Kaderisasi.
b. Bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik
c. Bidang Pendidikan dan Pelatihan
d. Bidang Pelayanan Keperawatan
e. Bidang Penelitian, Sistem Informasi dan Komunikasi
f. Bidang Hubungan antar lembaga

C. PROSES PELAKSANAAN RAPAT KOMISI


I. Pembagian Komisi
1. KOMISI A
a. Bidang Organisasi dan Kaderisasi.
b. Bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik
2. KOMISI B
a. Bidang Pendidikan dan Pelatihan
b. Bidang Pelayanan Keperawatan
3. KOMISI C
a. Bidang Penelitian, Sistem Informasi dan Komunikasi
b. Bidang Hubungan antar lembaga
4. KOMISI D
a. Bidang Kesejahteraan
II. Keluaran
Garis-garis Besar Program Kerja PPNI periode 2016-2021
III. Pelaksanaan
1. Setiap komisi perlu menunjuk ketua, sekretaris dan juru bicara yang akan
menyampaikan hasil rapat komisinya pada sidang paripurna
2. Proses rapat komisi mengacu pada Output yang telah di tetapkan
3. Hasil rapat komisi disampaikan pada sidang Paripurna untuk sepakati
4. Sidang paripurna yang membahas hasil rapat-rapat komisi di pimpin oleh Pimpinan
MUSDA
5. Setelah penyajian setiap komisi menyerahkan hasil rapat komisi kepada MUSDA
untuk diteruskan pada tim perumus
D. NARASUMBER
1. Komisi A :
a. H.Atep Ruhiyat, A.Md.Kep., S.Sos, M.Si
b. Zainul Fatah, S.Kep.Ners
2. Komisi B :
a. Subandi, S.Kep.Ners, M.M.MKes
b. Jauhari, S.Kep.Ners, M.Kep
3. Komisi C :
a. H.Amrozi, S.Sos., S.Kep.,Ners
b. H.Zainudin, S.Kep, S.Sos
4. Komisi D :
a. Ashari, S.Kep.Ners
b. Akhmad Faruq Iqbal, A.Md.Kep

GARIS BESAR PROGRAM KERJA PPNI PERIODE 2016-2021


Pendahuluan
Garis-garis Besar Program Kerja ini dimaksudkan untuk menetapkan sasaran-sasaran dan
langkah-langkah perjuangan organisasi dalam tahun mendatang, dalam pencapaian tujuan
organisasi dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan pada khususnya dan
pembangunan Nasional umumnya sekaligus untuk memenuhi tanggung jawab dan peran PPNI
dalam mengisi era kesejagatan.
Garis-garis Besar Program Kerja ini dibagi kedalam 3 bidang dan kesekretariatan, sebagai
berikut :

1. BIDANG 1 (ORGANISASI, KADERISASI, HUKUM DAN POLITIK)


A. Departemen Organisasi dan Kaderisasi
a. Pemetaan dan pengawalan keanggotaan
b. Kaderisasi Kepemimpinan Organisasi
c. Pengelolaan dan pembinaan keanggotaan
d. Penataan peran dan fungsi Ikatan/Himpunan
B. Departemen Hukum dan Pemberdayaan Politik
a. Pengembangan dan pengawalan peraturan tunman UUK; turunan UU No 38 tahun
tentang Keperawatan
b. Penelaah dan pengawalan kebijakan Pemerintah terkait Keperawatan
c. Pemetaan Posisi Strategis yang dapat diisi oleh perawat
d. Lobi dan mengusulkan perawat potensial untuk mengisi posisi strategis
e. Penyusunan makalah Yudisial Review Perpu yang merugikan Profesi Keperawatan

2. BIDANG 2 (PENDIDIKAN, PELATIHAN, PELAYANAN DAN KEPERAWATAN)


a. Penerapan dan pengawalan penerapan PKB Keperawatan
b. Pengawalan uji kompetensi perawat
c. Penelaah kesesuaian kurikulum diberbagai jenjang dan jenis
d. Survey tentang profile organisasi dan anggota
e. Penelaah kesesuaian berbagai riset keperawatan
f. Penelaah dan rekomendasi terkait rencana penelitian yang dilakukan institusi /
pelayanan
g. Pengembangan, uji coba dan penetapan model Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit
dan Masyarakat
h. Pemantauan Penerapan Sistem Jejaring Karir Perawat Klinik
i. Pengembangan Pedoman Jenjang karir Manajemen, pendidikan dan riset di sarana
layanan kesehatan
j. Pemetaan dan penguatan praktik mandiri/pelayanan keperawatan
3. BIDANG 3 (BIDANG PENELITIAN, SISTEM INFORMASI DAN
KOMUNIKASI, BIDANG HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA)
a. Membangun jejaring Kerjasama Dalam Negeri
b. Penataan dan pengawasan Migrasi Perawat
c. Penataan hubungan Masyarakat
d. Promosi PPNI dan perawat untuk meningkatkan citra profesi melalui berbagai media
e. Penataan protokoler organisasi
f. Pengembang jurnal PPNI
g. Pemantapan data base PPNI
h. Penataan Sistem Surat-Menyurat

4. BIDANG 4 (KESEJAHTERAAN)
a. Penyususnan, sosialisasi dan advokasi jasa perawat dalam system JKN.
b. Penggalangan "Endowment Fund"
c. Pengembangan Kantor PPNI
d. Kepedulian organisasi terhadap Anggota PPNI
e. Penetapan kearsipan
f. Penataan system keuangan organisasi PPNI
g. Penataan asset dan kepemilikan organisasi PPNI

PENUTUP
Pedoman ini merupakan arah Garis-garis besar yang harus di jadikan acuan untuk pelaksanaan
program kerja kepengurusan program kerja 2016-2021, sehingga program kerja yang dituangkan
haruslah layak laksana agar apa yang dicita-citakan dapat terwujud.
BAHAN SIDANG

KOMISI A

ANGGARAN DASAR DAN


ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

MUSYAWARAH DAERAH
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA (PPNI)
KABUPATEN SITUBONDO
SITUBONDO, 28 MEI 2016

MUKADIMAH

Berkat rahmat Allah Yang Maha Esa disertai adanya keinginan bersama dari berbagai organisasi
keperawatan untuk menyatukan diri dan membentuk satu organisasi profesi keperawatan di
Indonesia, terbentuklah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

PPNI berdiri dalam rangka turut mengisi kemerdekaan Republik Indonesia demi tercapainya
kehidupan masyarakat yang sehat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, melalui pelayanan dan asuhan keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan
kesehatan. Sebagai landasan untuk mencapai keinginan tersebut, disusunlah Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Persatuan Perawat Nasional Indonesia sebagai pedoman
penyelenggaraan organisasi.

ANGGARAN DASAR
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

BAB I
IDENTITAS ORGANISASI

Bagian Kesatu
Nama Organisasi
Pasal 1

Perkumpulan Organisasi ini bernama Persatuan Perawat Nasional Indonesia disingkat PPNI.

Bagian Kedua
Bentuk Organisasi
Pasal 2

PPNI berbentuk kesatuan dimana kedaulatan tertinggi ditangan anggota melalui Musyawarah
Nasional. PPNI merupakan perkumpulan yang dibentuk atas dasar kesamaan profesi.

Bagian Ketiga
Jangka Waktu
Pasal 3

PPNI didirikan pada tanggal 17 Maret 1974 dan didirikan untuk jangka waktu yang tidak
terbatas.

Bagian Keempat
Kedudukan
Pasal 4

PPNI berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan
PPNI di daerah dan PPNI di luar negeri

Bagian Kelima
Lambang PPNI
Pasal 5

Lambang PPNI berbentuk lingkaran yang berisi sebuah segi lima hijau tua dengan dasar kuning
emas dan sebuah lampu putih yang berlidah api lima, warna merah dengan tulisan PERSATUAN
PERAWAT NASIONAL INDONESIA - PPNI pada bingkai lingkaran.
BAB II
ASAS, NILAI, DAN TUJUAN

Bagian Kesatu
Asas
Pasal 6

PPNI berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bagian Kedua
Nilai Pasal 7

PPNI menganut nilai-nilai jujur, altruistik, peduli, akuntabel, transparan, dan kebersamaan.

Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 8

PPNI memiliki tujuan untuk:


a. meningkatkan dan atau mengembangkan pengetahuan, keterampilan praktek keperawatan,
martabat, kesejahteraan dan etika profesi Perawat;
b. mempererat persatuan kesatuan dan memperdayakan perawat dalam rangka menunjang
pembangunan kesehatan; dan
c. memantapkan persatuan dan kesatuan antar perawat.

BAB III
PERAN DAN FUNGSI

Pasal 9

(1)PPNI berperan sebagai wadah perawat yang mendorong lahirnya kebijakan bagi kepentingan
keperawatan di Indonesia.
(2)PPNI berfungsi sebagai pemersatu, pembina, pengembang, dan pengawas Keperawatan di
Indonesia.

BAB IV
KEGIATAN

Pasal 10

Kegiatan PPNI meliputi :


a. Pemantapan persatuan dan kesatuan yang kokoh antar perawat.
b. Peningkatan mutu pendidikan, penelitian, dan pelayanan keperawatan dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
c. Peningkatan karir dan prestasi kerja bagi tenaga keperawatan sejalan dengan peningkatan
kesejahteraan tenaga keperawatan.
d. Peningkatan hubungan kerjasama dengan organisasi lain, lembaga dan institusi lain baik di
dalam maupun di luar negeri.

BAB V
KEANGGOTAAN

Pasal 11

Jenis keanggotaan PPNI terdiri dari :


a. Anggota PPNI Biasa;
b. Anggota PPNI Khusus; dan
c. Anggota PPNI Kehormatan

BAB VI
STRUKTUR ORGANISASI

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 12
Strukaur organisasi PPNI terdiri dari:
a. Dewan Pengurus, dan
b. Dewan Pertimbangan.

Paragraf 1
Dewan Pengurus
Pasal 13

a. Dewan Pengurus sebagairnana dimaksud datum Pasal 12 huruf a terdiri dari :


b. Dewan Pengurus Pusat disingkat DPP;
c. Dewan Pengurus Wilayah DPD Kabupaten Situbondo disingkat DPW DPD Kabupaten
Situbondo;
d. Dewan Pengurus Daerah Kabupaten/Kota disingkat DPD Kabupaten/ Kota; Dewan
Pengurus Komisariat disingkat DPK; dan
e. Dewan Pengurus Perwakilan Luar Negeri disingkat DPLN.

Pasal 14

(1) Komposisi Dewan Pengurus terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno.
(2) Kepengurusan bersifat kolektif kolegial.

Pasal 15

(1)Dewan Pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat ( I ) dipilih untuk masa bhakti 5
(lima) tahun dan dapat dipilih kembali.
(2)Ketua Umum, Ketua DPD Kabupaten Situbondo, Ketua Kabupaten/Kota tidak dapat dipilih
kembali setelah menjabat 2 (dua) periode berturut-turut rnaupun tidak berturut-turut.

Paragraf 2
Dewan Pertimbangan
Pasal 16

(1)Dewan Pertimbangan merupakan badan yang berwenang memberikan arahan, petunjuk dan
pertimbangan, saran serta nasihat kepada Pengurus PPNI sesuai dengan tingkatannya.
(2)Dewan Pertimbangan dibentuk melalui Keputusan Musyawarah Nasional/Musyaw:arah DPD
Kabupaten Situbondo/Musyawarah Kabupaten/Kota.
(3)Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Dewan Pertimbangan tingkat Pusat;
b. Dewan Pertimbangan tingkat DPD Kabupaten Situbondo; dan
c. Dewan Pertimbangan tingkat Kabupaten/Kota.

BAB VII
KOLEGIUM DAN BADAN KELENGKAPAN
Bagian Kesatu
Kolegium
Pasal 17

(1) Kolegium merupakan badan otonom di dalam PPNI.


(2) Kolegium bertanggung jawab kepada PPNI.
(3) Kolegium berfungsi mengembangkan cabang disiplin ilmu keperawatan dan standar
pendidikan tinggi bagi perawat profesi.
(4) Para ketua kolegium menjadi majelis Kolegium.

Bagian Kedua
Badan Kelengkapan
Pasal 18

(1) Badan Kelengkapan terdiri dari Ikatan sesuai cabang keilmuan keperawatan, dan dapat
dibentuk badan lain yang dipandang perlu.
(2) Ikatan dan Himpunan tidak memiliki badan hukum tersendiri dan menginduk kepada
Badan Hukum PPNI.
(3) Ikatan dan Himpunan dalam melakukan kerjasama dengan pihak lain diwajibkan melalui
PPNI.
(4) Ikatan dan Himpunan menjadi pelaksana kerjasama PPNI dengan pihak lain sesuai
substansi yang terdapat dalam kerjasama tersebut.
(5) Ikatan dan Himpunan di tingkat Pusat bertanggungjawab kepada PPNI Pusat;
(6) Ikatan dan Himpuan di tingkat DPD Kabupaten Situbondo bertanggung jawab kepada
Ikatan terkait di tingkat Pusat
(7) Pembinaan Ikatan dan himpunan dilakukan oleh Dewan Pengurus PPNI sesuai
tingkatannya
(8) AD/ART Ikatan dan Himpunan harus mendapat persetujuan dari DPP.PPNI.
(9) AD/ART Ikatan dan Himpunan setelah mendapatkan persetujuan DPP.PPNI berstatus
memiliki kekuatan hukum dalam mengatur internal Ikatan dan sepanjang tidak bertentangan
dengan AD/ART PPNI dan ketentuan yang ditetapkan oleh PPNI.

Pasal 19

Masa kepengurusan Ikatan dan Himpunan adalah 5 (lima) tahun.

BAB VIII
BADAN-BADAN LAIN

Pasal 20

(1)Dalam organisasi PPNI dapat dibentuk badan-badan lainnya sesuai dengan kebutuhannya.
(2)Pembentukan badan-badan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil
rapat pleno Dewan Pengurus PPNI dan disahkan melalui Surat Keputusan Dewan Pengurus
PPNI sesuai dengan tingkatannya.

BAB IX
MAJELIS KEHORMATAN ETIK

Pasal 21

Majelis Kehormatan etik terdiri dari:


a. Majelis Kehormatan etik Pusat; dan
b. Majelis Kehormatan etik DPD Kabupaten SITUBONDO.

Pasal 22

Majelis Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dibentuk oleh Tim Formatur.

Pasal 23

(1) Majelis Kehormatan Etik Pusat berkedudukan di ibukota Negara.


(2) Majelis Kehormatan Etik DPD Kabupaten SITUBONDO berkedudukan di ibukota DPD
Kabupaten SITUBONDO.
Pasal 24

Dalam pelaksanaan tugasnya Majelis Kehormatan Etik Pusat berkoordinasi dengan DPP.PPNI
dan Majelis Kehormatan Etik Provinsi berkoordinasi dengan Majelis Kehormatan Etik Pusat.

BAB X
PEMBIAYAAN DAN ASET

Pasal 25

Pembiayaan organisasi PPNI bersumber dari:


a. uang pangkal;
b. uang iuran wajib;
c. hibah dan sumbangan; dan
d. usaha-usaha lain yang sah dan tidak mengikat.

Pasal 26

Pengelolahan aset PPNI akan diatur lebih lanjut dengan peraturan organisasi

BAB XI
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PEMBUBARAN ORGANISASI

Bagian Kesatu
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 27

Perubahan anggaran dasar ini; hanya dapat dilakukan melalui Musyawarah Nasional.

Bagian Kedua
Pembubaran Organisasi
Pasal 28

(1) Pembubaran organisasi dinyatakan bubar jika disetujui oleh 2/3 peserta hadir melalui suatu
Musyawarah Nasional Luar Biasa.
(2) Jika organisasi PPNI dibubarkan maka kekayaan organisasi diserahkan kepada Lernbaga
Sosial atau Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29

Pada saat Anggaran Dasar ini mulai berlaku, semua Badan-badan yang telah terbentuk
dinyatakan masih tetap ada sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar ini.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30

Pada saat Anggaran Dasar ini mulai berlaku, semua peraturan-peraturan yang ada dalam
organisasi PPNI dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Anggaran Dasar ini.

Pasal 31

Hal-hal yang belum diatur dalarn Anggaran Dasar ini diatur dalam Anggaran Rumah Tangga dan
Peraturan Organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar.

Pasal 32

Anggaran Dasar ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : SITUBONDO
Pada tanggal : 28 Mei 2016
Pimpinan Musyawarah Daerah Ke VII PPNI
1. Ketua : H. Atep Ruhiyat, A.Md Kep, S.sos, M.Si AT.B Lapian, SE., S. M.Kes
2. Sekretaris : Ns. Zainul Fatah Wawan Arif Sawana, S.Kp., MARS
3. Anggota
3.1.: H. Sunardi, SKM., M.Kes.
3.2 :Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.AppSc., Ph.D
3.3.: Isak Jurun Hans Tukayo, S.Kp., M.Sc

ANGGARAN RUMAH TANGGA


PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Anggaran Rumah Tangga ini, yang dimaksud dengan:


1. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam
maupun di Iuar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
2. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
3. Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat baik sehat maupun sakit
4. Pratik keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh perawat dalam bentuk
asuhan keperawatan
5. Asuhan keperawatan adalah rangkaian interaksi perawat dengan klien dan lingkungannya
untuk mencapaian tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien dalam merawat
dirinya
6. Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat PPNI (Indonesian National
Nurses Association, INNA) adalah satu-satunya organisasi profesi yang mewadahi seluruh
perawat di wilayah hukum Republik Indonesia yang berdiri sejak tanggal 17 Maret 1974
sebagai fusi dari berbagai organisasi perawat yang ada pada saat itu dan telah memiliki badan
hukum yang diperkuat Kementerian Hukum dan HAM nomor 93.AH.01.07.2012
7. Anggota adalah perseorangan perawat yang menyatakan bersedia menjadi anggota PPNI dan
telah memiliki nomor induk registrasi nasional anggota dan memiliki kartu anggota
8. S. Anggota biasa adalah perawat Indonesia yang telah memenuhi persyaratan yang
ditentukan oleh PPNI
9. Anggota khusus adalah perawat warga negara asing yang bekerja di Indonesia dan telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan PPNI
10. Anggota kehormatan adalah seseorang yang bukan perawat dan atau telah berjasa terhadap
perkembangan keperawatan di Indonesia
11. Pengurus adalah sekumpulan orang yang mendapatkan amanah sebagai eksekutif melalui
musyawarah untuk mengelola organisasi dalam periode kepengurusan dan dibuktikan dengan
surat keputusan sesuai dengan tingkat kepengurusan
12. Dewan Pertimbangan adalah sekumpulan orang yang diangkat melalui musyawarah dengan
kewenangan memberikan pertimbangan organisasi baik diminta maupun tidak oleh pengurus
sesuai tingkatannya
13. Organisasi profesi adalah kumpulan individu yang mempunyai karakteristik pekerjaan yang
sama untuk mencapai tujuan bersama.
14. Peraturan organisasi adalah pcdoman penyelenggaraan pengelolaan organisasi yang
merupakan penjabaran dari AD/ART.

BAB II
INDENTITAS ORGANISASI

Bagian Kesatu
Bentuk dan Makna Lambang PPNI
Pasal 2

(1) Gambar bentuk lambang PPNI sebagai berikut:

(2) Lambang PPNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Lingkaran yang berisi sebuah
segi lima dan sebuah lampu yang berlidah api lima cabang dengan tulisan dibingkai pinggir
berbunyi PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA- PPNI.

(3) Komposisi warna lambang PPNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
a. Lingkaran (bidang pinggir) berwarna merah;
b. Dasar kuning emas dalam lingkaran;
c. Dasar segilima berwarna hijau tan;
d. Sisi-sisi segilima berwarna putih;
e. Badan lampu berundak lima berwarna putih;
f. Lidah api berwarna merah; dan
g. Huruf-huruf benwarna putih.

(4) Makna komponen Lambang PPNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
a. Lingkaran dengan warna merah: menunjukkan semangat persatuan;
b. Dasar kuning mas dalam lingkaran: keluhuran jiwa dan cinta kasih;
c. Segi lima: berkepribadian pancasila;
d. Warna hijau tua dalam segilima: kesejahteraan;
e. Lampu warna putih: identitas perawat;
f. Lidah api lima cabang berwarna merah: semangat pengabdian yang dilandasi/dijiwai
Pancasila; dan
g. Warna putih: melambangkan kesucian.

(5) Makna lambang PPNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu warga perawat Indonesia
yang hidup di negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengabdikan dirinya dalam bidang keperawatan
dan atau kesehatan dengan itikad dan kesadaran pengabdian yang suci disertai dengan keluhuran
jiwa dan cinta kasih senantiasa menunaikan dharma baktinya terhadap negara dan Bangsa
Indonesia serta kemaslahatan umat dunia.

Bagian Kedua
Penggunaan Lambang Organisasi
Pasal 3

1) Lambang organisasi PPNI wajib dicantumkan dalam bentuk Pataka, Bendera PPNI, Kop
Surat PPNI, dan Stempel.
2) Lambang organisasi dipergunakan pada berbagai kegiatan organisasi, yakni: Musyawarah
Nasional; Musyawarah Provinsi; Musyawarah Kabupaten/Kota; dan kegiatan lain yang
mengatasnamakan PPNI dengan persetujuan Dewan Pengurus PPNI sesuai jenjang
kepengurusan.
3) Lambang organisasi digunakan dari PPNI tingkat pusat sampai komisariat dengan bentuk
dan warna sesuai ketentuan Pasal 2, dan dibawah lambang dicantumkan nama sesuai tingkat
kepengurusan PPNI.
4) Pemakaian lambang atau logo PPNI di luar anggota dan juga pengurus PPNI tingkat Pusat,
Provinsi, Kabupaten/Kota dan komisariat harus seizin PPNI.
5) Pemakaian lambang atau logo PPNI tanpa izin PPNI, dapat dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
6) Lambang organisasi dapat dipasang pada Poster, Spanduk, Leaflet dan bentuk lainnya
selama tidak mengurangi martabat organisasi.
7) DPP.PPNI, DPW Provinsi, DPD Kabupaten/Kota dan DPK, DPLN, Pengurus
Ikatan/Himpunan/Kolegium, MKEK, dan Badan-Badan Lain yang dibentuk PPNI dapat
menggunakan lambang organisasi.
8) Pihak lain yang tidak tercantum sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat menggunakan
lambang PPNI dengan ijin dan persetujuan DPP.PPNI/DPW Provinsi.
Bagian Ketiga
Kelengkapan Organisasi
Pasal 4

Kelengkapan Organisasi PPNI terdiri dari:


a. Pataka;
b. Bendera;
c. Mars PPNI;
d. Stempel dan Kertas Kop PPNI;
e. Jas, Rompi dan Batik PPNI; dan
f. Lencana/Pin.

Paragraf 1
Pataka
Pasal 5

(1)Pataka merupakan simbol kekuatan organisasi PPNI dan lambang komando dari organisasi.
(2)Pataka PPNI berwarna putih dengan logo PPNI pada bagian tengah, bagian sisi samping dan
bawah memiliki aksesoris (umbai) benwarna kuning emas.
(3)Pataka berbentuk segi lima dengan ukuran sisi atas 60 cm, sisi kanan kiri 70 cm, garis tengah
80 cm.
(4)Pataka wajib dimiliki oleh Pengurus PPNI dari tingkat pusat sampai tingkat komisariat.
(5) Pataka digunakan dalam acara pelantikan dan serah terima Ketua PPNI terpilih dari tingkat
pusat sampai komisariat.

Paragraf 2
Bendera
Pasal 6

(1) Bendera PPNI berwarna putih dengan logo PPNI dibagian tengah.
(2) Ukuran panjang 120 cm dan lebar 90 cm.
(3) Bendera PPNI wajib selalu dipasang di Sekretariat Pengurus PPNI.
(4) Pada acara resmi PPNI wajib memasang Bendera PPNI dan Bendera Merah Putih, yang
ditempatkan di sebelah kanan podium dengan susunan Bendera Merah Putih paling kanan,
diikuti bendera PPNI dan Pataka PPNI.

Paragraf 3
Mars PPNI
Pasal 7

Mars PPNI wajib dikumandangkan dalam setiap acara resmi PPNI, Ikatan, Himpunan, dan
Kolegiurn.

Paragraf 4
Stempel dan Kop Surat
Pasal 8

Stempel dan Kop Surat PPNI digunakan dalam setiap surat menyurat resmi yang
mengatasnamakan PPNI sesuai jenjang kepengurusan, baik di tingkat Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota.

Paragraf 5
Jas, Rompi, dan Batik PPNI
Pasal 9

(1) Jas PPNI wajib dikenakan pada pembukaan musyawarah, rapat kerja, audiensi kepada
institusi di luar PPNI, dan mewakili PPNI dalam memenuhi undangan acara resmi.
(2) Rompi PPNI digunakan dalam kegiatan lapangan yang mengatasnamakan PPNI.
(3) Batik PPNI digunakan dalam berbagai kegiatan ilmiah PPNI.
(4) Jas, Rompi, dan Batik PPNI berwarna dasar merah marun.
(5) Jas dan Rompi PPNI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan oleh seluruh anggota
PPNI dan alas anggota Ikatan.

Paragraf 6
Pin/Lencana PPNI
Pasal 10

(1) Pin/Lencana PPM hanya dikenakan pada saat mengenakan jas PPNI dengan posisi di dada
sebelah kiri atas.
(2) Ukuran dan bentuk Pin/lencana akan diatur dalam peraturan organisasi.
BAB III
KEGIATAN DAN KERJASAMA
Bagian Kesatu
Bentuk Kegiatan
Pasal 11
Bentuk kegiatan yang dilaksanakan PPNI antara lain:
a. Kegiatan ilmiah:
b. Kegiatan sosial
c. Kegiatan usaha
Pasal 12

(1) Bentuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a antara lain seminar,
pelatihan, workshop, penelitian, semiloka
(2) Bentuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b antara lain bakti social,
santunan, kegiatan pengabdian masyarakat
(3) Bentuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c antara lain badan usaha

Bagian Kedua
Kerjasama
Pasal 13

(1) Pihak lain baik perseorangan dan atau lembaga dapat bekerjasama dengan DPP.PPNI atas
dasar saling menguntungkan.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk perjanjian
tertulis.
(3) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan antara
pihak lain dan DPP.PPNI sebagai pihak yang menandatangani perjanjian dimaksud.
(4) DPP.PPNI, DPW Provinsi, DPI) Kabupaten/Kota dan atau DPK dapat menjadi pelaksana
perjanjian dari pihak PPNI dengan mandat yang diberikan oleh DPP.PPNI.
(5) Inisiatif kerjasama yang berasal dari PPNI dapat berasal dari DPP.PPNI, DPW Provinsi,
DPD Kabupaten/Kota dan atau dari DPK, DPLN, Pengurus Ikatan dan atau
Himpunan/Kolegium, MKEK, dan Badan-Badan Lain yang dibentuk PPNI.
(6) Pembagian basil kerjasama yang berupa materi adalah 70% (tujuh puluh persen) untuk
pelaksana kegiatan dan 30% (sign puluh persen) untuk DPP PPNI.
(7) Pembagian dari hasil kerjasama dengan inisiasi dari DPP PPNI adalah 50% (lima puluh
persen) untuk DPP.PPNI dan 50% (lima puluh persen) untuk pelaksana kerjasama.
Pengaturan lebih lanjut akan diatur dalam peraturan organisasi.
BAB IV
KEANGGOTAAN

Bagian Kesatu
Jenis Keanggotaan
Pasal 14
Jenis Keanggotaan PPNI terdiri dari:
a. Anggota Biasa adalah ;
b. Anggota Khusus; dan
c. Anggota Kehonnatan.

Bagian Kedua
Persyaratan Anggota
Pasal 15

Persyaratan untuk menjadi Anggota Biasa PPNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a
meliputi:
a. Warga Negara Indonesia;
b. memiliki ijazah pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di Iuar negeri yang
diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; atau
memiliki ijazah pendidikan SPK atau SPR datum jangka waktu selambat- lambatnya tahun
2020
c. menyatakan diri untuk menjadi anggota PPNI melalui proses pendaftaran anggota pada
Pengurus Kab/Kota atau Komisariat;
d. mengisi dan menandatangani surat persetujuan bersedia mengikuti dan mentaati Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPNI dais Kode Etik Keperawatan Indonesia;
dan
e. bersedia aktif mengikuti kegiatan organisasi yang dilaksanakan PPNI dan atau Ikatan dan
atau flimpunan di bawah PPNI.
Pasal 16

Persyaratan untuk menjadi Anggota Khusus PPNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b
meliputi:
a. perawat warga negara asing yang bekerja di Indonesia dan telah memenuhi ketentuan I
Pemerintah RI dan telah mengikuti proses adapatasi sesuai peraturan perundangan.
b. memiliki surat pernyataan yang menunjukkan bahwa pengusul memiliki perilaku etis yang
baik dari organisasi profesi negara asal;
c. telah teregistrasi di negara asal;
d. menyatakan din i untuk menjadi angota PPNI melalui proses pendaftaran anggota pada
Pengurus Kabupaten/Kota atau Komisariat;
e. mengisi dan menandatangani surat persetujuan bersedia mengikuti dan mentaati AD/ART
PPNI dan Kode Etik Keperawatan Indonesia; dan
f. aktif mengikuti kegiatan organisasi yarw, dilaksanakan PPNI dan atau Ikatan dan atau
Himpunan di bawah PPNI.
Pasal 17

Persvaratan untuk menjadi Anggota Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c
diberikan kepada setiap Warga Negara Indonesia yang telah berjasa terhadap perkembangan
keperawatan dan/atau organisasi PPNI dan diatur dalam peraturan organisasi.

Bagian ketiga
Tata Cara Penerimaan Anggota
Pasal 18

Tata cara penerimaan Anggota Biasa dan Anggota Khusus PPNI sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 huruf a dan huruf b antara lain:
a. mendaftarkan diri untuk menjadi anggota PPNI di DPK atau DPLN, apabila belum terbentuk
DPK dapat mendaftarkan diri ke DPD Kabupaten/Kota;
b. mengisi dan menandatangani: formulir pendaftaran anggota, formulir kesediaan mengikuti
kegiatan PPNI dan mentaati AD/ART PPNI serta formulir kesediaan mentaati Kode Etik
Perawat Indonesia;
c. DPD Kabupaten/ Kota dan atau DPLN dapat menerima calon anggota tersebut apabila telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan berdasarkan Peraturan Organisasi ini;
d. DPD Kabupaten/Kota dan atau DPLN mengusulkan diterbitkannya Nomor IndukAnggota
dan kartu anggota bagi anggota yang telah diterima kepada DPP.PPNI: dan
e. Keanggotaan PPNI selanjutnya diatur dalam Pedoman Sistem Informasi Keanizgotaan PPNI
secara Nasional.
Pasal 19

Tata cara pengangkatan Anggota Kehonnatan PPNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf
c antara lain:
a. diusulkan oleh DPD Kabupaten/Kota dengan persetujuan DPW Provinsi atau DPW Provinsi
kepada DPP.PPNI atau diusulkan langsung oleh DPP.PPNI, dan wajih dilengkapi dengan data
pendukung bahwa yang bersangkutan berjasa bagi Profesi keperawatan dan atau PPNI
b. DPP.PPNI mengadakan rapat pleno khusus untuk membahas usulan calon anggota
kehormatan yang diusulkan DPD Kabupaten/Kota yang telah dilengkapi lembar persetujuan
dari DPW Provinsi.
c. DPP.PPNI memutuskan dapat menerima atau menolak usulan tersebut.
d. DPP.PPNI wajib mengundang calon anggota kehormatan tersebut untuk mengikuti acara
pengesahan dalam forum Musyawarah Nasional dan atau Rapat Kerja Nasional, apabila
usulan diterima
e. Anggota kehormatan yang telah disyahkan diberikan nomor induk Anggota Kehormatan dan
Kartu Anggota kehormatan oleh DPP.PPNI.

Bagian Keempat
Kewajiban Anggota
Pasal 20

Setiap Anggota PPNI wajib:


a. menjunjung tinggi, menaati dan mengamalkan Sumpah perawat, Kode Etik Perawat
Indonesia, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan semua peraturan serta
Keputusan PPNI;
b. membayar uang pangkal dan iuran tahunan, kecuali anggota kehormatan;
c. menghadiri rapat-rapat atas undangan Pengurus PPNI; dan
d. Anggota wajib memberikan informasi yang benar sesuai kebutuhan kepada pengurus sesuai
keangotaannya.

Bagian Kelima
Hak Anggota
Pasal 21

Setiap Anggota PPNI berhak:


a. mengajukan pendapat, usul atau pertanyaan baik lisan maupun tertulis kepada pengurus
PPNI, mengikuti seluruh kegiatan organisasi, memilih dan dipilih sesuai jenjang
kepengurusan organisasi.
b. mendapatkan kesempatan menambah atau mengembangkan ilmu dan keterampilan
keperawatan yang diselenggarakan organisasi sesuai program dan kemampuan organisasi
serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan
c. mendapatkan perlindungan dan pembelaan dalam melaksanakan tugas organisasi dan profesi,
apabila memenuhi:
1. AD/ART;
2. Kode Etik Perawat Indonesia;
3. Standar Kompetensi;
4. Standar Praktik;
5. Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku; dan
6. Ketentuan organisasi.
d. mendapatkan pembelaan terhadap kasus yang terkait dengan masalah hukum dalam lingkup
praktik keperawatan, apabila anggota tersebut telah memenuhi kewajiban sebagai anggota.
e. Anggota Khusus dan anggota Kehormatan tidak dapat memilih dan dipilih.
Bagian Keenam
Pemberhentian Anggota
Pasal 22

Anggota berhenti keanggotaannya apabila:


a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri secara tertulis, setelah melakukan konsultasi dengan DPD
Kabupaten/Kota yang membidangi organisasi;
c. diberhentikan oleh DPP.PPN1 atas usul Dewan Pertimbangan dan atau Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan setempat setelah terbukti berbuat hal-hal yang merugikan
organisasi; dan
d. bagi perawat warga negara asing yang kembali ke negara asal dan atau telah berakhir
masa tugasnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketujuh
Tata Cara Pemberhentian Anggota
Pasal 23

1) Pemberhentian atas permintaan sendiri harus dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis
kepada DPD Kabupaten/Kota di tempat ia terdaftar, dalam jangka waktu 30 hari sebelum
tanggal diberhentikan
2) Seorang anggota dapat dikenakan pemberhentian sementara oleh DPD Kabupaten/Kota
setelah didahului dengan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dengan jarak waktu
masing-masing 1 (satu) bulan dengan tembusan kepada DPW Provinsi dan DPP.PPNI,
apabila tidak melakukan kewajiban sebagai anegota selama 2 (dua) tahun berturut-turut.
3) Seorang anggota dapat dikenakan pemberhentian langsung oleh DPP.PPNI tanpa
pemberitahuan sebelumnya, setelah mendapat masukan dari tim penilai DPP.PPNI. Apabila
yang bersangkutan telah terbukti melakukan tindakan kriminal yang memiliki kekuatan
hukum tetap (inkrah), kemudian memberitahukan kepada DPW Provinsi dan DPD
Kabupaten/Kota.
4) Paling lama 6 (enam) bulan setelah penetapan pemberhentian sementara, DPD
Kabupaten/Kota dapat merehabilitasi kembali apabila sudah ada perubahan ke arah perbaikan
5) Paling lambat 6 (enam) bulan setelah penetapan pemberhentian sementara, DPD
Kabupaten/Kota mengusulkan pemberhentian tetap dengan persetujuan DPW Provinsi dan
diusulkan penetapan kepada DPP.PPNI, apabila tidak inenunjukkan perubahan kearah
perbaikan.
6) Dalam kondisi luar biasa yang mengancam organisasi, DPP.PPN1 dapat melakukan
pemberhentian langsung, kemudian memberitahukan kepada DPW Provinsi dan DPD
Kabupaten/Kota.

Bagian Kedelapan
Pembelaan
Pasal 24

1) Anggota yang diberhentikan sementara dapat membela din i di hadapan rapat pleno DPD
Kabupaten/Kota, DPW Provinsi atau DPP.PPNI.
2) Rapat pleno DPD Kabupaten/Kota, DPW Provinsi atau DPP.PPNI, memutuskan
pembelaan anegota yang diberhentikan sementara pada ayat (1) dapat diterima atau ditolak.
3) Khusus untuk Keputusan pemberhentian langsuni4 oleh DPP.PPNI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) bersifat final dan mengikat.

Bagian Kesembilan
Pengkaderan
Pasal 25

1) Pengkaderan dilakukan sebagai upaya menyiapkan kader-kader pemimpin PPNI.


2) Pengkaderan Anggota PPNI dilakukan melalui mekanisme evaluasi:
a. prestasi, dedikasi dan loyal terhadap PPNI;
b. bakat, pengetahuan dan pengalaman memimpin organisasi keperawatan;
c. pendidikan dan atau pelatihan kepemimpinan; dan
d. sanksi organisasi.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengkaderan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Organisasi.

Bagian Kesepuluh
Sanksi
Pasal 26

1) Anggota yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20


dapat diberikan sanksi.
2) Sanksi yang dapat diberikan bagi anggota yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara dari keanggotaan; dan
d. penghentian permanen dari keanggotaan.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Organisasi.

Bagian Kesebelas
Kartu Anggota
Pasal 27

1) Setiap anggota PPNI diberikan Kartu Tanda Anggota (KTA)


2) Kartu Tanda Anggota (KTA) dikeluarkan dan ditandatangani oleh Kabupaten/Kota dan
Kartu Tanda Anggota di luar negeri ditandatangani oleh Ketua
3) Nomor Induk Registrasi Anggota (NIRA) dikeluarkan oleh DPP.PPNI sesuai kodifikasi
KTA.
4) ) Masa berlaku Kartu Tanda Anggota (KTA) selama 5 (lima) tahun.

BAB V
STRUKTUR ORGANISASI

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 28

1) Struktur Organisasi PPNI terdiri dari Dewan Pengurus dan Dewan Pertimbarman.
2) Dewan Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (I) terdiri dari:
1) Dewan Pengurus Pusat;
2) Dewan Pengurus Wilayah Provinsi;
3) Dewan Pengurus Daerah Kabupaten/Kota;
4) Dewan Pengurus Komisariat; dan
5) Dewan Pengurus Perwakilan Luar Negeri.
3) Dewan Pertimbangan sebagaimana diinaksud pada ayat (2) terdiri dari:
a. Dewan Pertimbangan Pusat;
b. Dewan Pertimbangan Provinsi; dan
c. Dewan Pertimbangan Kabupaten/Kota.

Bagian Kedua
Dewan Pengurus Pusat
Pasal 29
1) Dewan Penguins Pusat terdiri dari Penguins Harian dan Penguins Pleno.
2) Pengurus Harian terdiri dari Ketua umum, para Ketua Bidang, Sekretaris Jenderal,
Sekretaris, Bendahara umum, dan Koordinator Wilayah.
3) Pengurus Pleno terdiri dari Pengurus Harian dan para Ketua Departemen.
4) Komposisi Dewan Penguins Pusat terdiri dari:
a. Ketua Umum :
b. Ketua DPP terdiri dari :
1. Ketua DPP bidang Organisasi dan Kaderisasi;
2. Ketua DPP bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik;
3. Ketua DPP bidang Hubungan Dalam Negeri/antar Lembaga;
4. Ketua DPP bidang Hubungan Luar Negeri;
5. Ketua DPP bidang Pendidikan dan Pelatihan;
6. Ketua DPP bidang Penelitian;
7. Ketua DPP bidang Sistem Informasi dan Komunikasi;
8. Ketua DPP bidang Pelayanan; dan
9. Ketua DPP bidang Kesejahteraan.
c. Sekretaris Jenderal terdiri dari:
1. Sekretaris I;
2. Sekretaris II; dan
3. Sekretaris III.
d. Bendahara Umum terdiri dari:
1. Bendahara dan
2. Bendahara II.
e. Koordinator Wilayah disingkat KORWIL meliputi:
1. Wilayah 1: Sumatera
2. Wilayah 2: Jawa
3. Wilayah 3: Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur
4. Wilayah 4: Kalimantan
5. Wilayah 5: Sulawesi
6. Wilayah 6: Maluku dan Maluku Utara
7. Wilayah 7: Papua dan Papua Barat

f. Ketua Departemen terdiri dari:


1. Ketua Departemen Organisasi dan Kaderisasi;
2. Ketua Departemen Hukum dan Pemberdayaan Politik;
3. Ketua Departemen Huhungan Dalam Negeri/antar Lembaga;
4. Ketua Departemen Huhungan Luar Negeri;
5. Ketua Departemen Pendidikan dan Pelatihan;
6. Ketua Departemen Penelitian;
7. Ketua Departemen Sistem Infon-nasi dan Komunikasi;
8. Ketua Departemen Pelayanan; dan
9. Ketua Departemen Kesejahteraan.

Bagian Ketiga
Dewan Pengurus Provinsi
Pasal 30

1) Dewan Pengurus Wilayah Provinsi terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno.
2) Pengurus Harian terdiri dari Ketua, para Wakil Ketua, Sekretaris, dan Bendahara.
3) Pengurus Pleno terdiri dari Pengurus Harian dan para Ketua Divisi.
4) Komposisi Dewan Pengurus Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a. Ketua;
b. Wakil Ketua, yang terdiri dari:
1. Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi;
2. Wakil Ketua Bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik;
3. Wakil Ketua Bidang Hubungan antar Lembaga;
4. Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan;
5. Wakil Ketua Bidang Penelitian dan Sistem Infromasi dan Komunikasi;
6. Wakil Ketua Bidang Pelayanan; dan
7. Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan.
c. Sekretaris yang dibantu oleh seorang wakil sekretaris.
d. Bendahara yang dibantu oleh seorang wakil bendahara.
e. Divisi-divisi yang terdiri dari:
1. Ketua Divisi Organisasi dan Kaderisasi;
2. Ketua Divisi Hukum & Pemberdayaan Politik;
3. Ketua Divisi Hubungan antar Lembaga;
4. Ketua Divisi Pendidikan dan Pelatihan;
5. Ketua Divisi Penelitian dan Sistem Infromasi dan Komunikasi;
6. Ketua Divisi Pelayanan; dan
7. Ketua Divisi Kesejahteraan.
Bagian Keempat
Dewan Pengurus Kabupaten/Kota
Pasal 31

1) Dewan Pengurus Kabupaten/Kota terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno.
2) Pengurus Harian terdiri dari Ketua, para Wakil Ketua, Sekretaris, dan Bendahara.
3) Pengurus Pleno terdiri dari Pengurus Harian dan para Ketua Divisi.
4) Komposisi Pengurus Kabupaten/Kota terdiri dari :
a. Ketua;
b. Wakil Ketua yang terdiri dari:
1. Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi;
2. Wakil Ketua Bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik;
3. Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan;
4. Wakil Ketua Bidang Penelitian dan Sistem Informasi dan komunikasi;
5. Wakil Ketua Bidang Pelayanan;
6. Wakil Ketua Bidang Hubungan antar Lembaga; dan
7. Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan.
c. Sekretaris dibantu oleh seorang wakil sekretaris
d. Bendahara dibantu oleh seorang wakil bendahara
e. Divisi-divisi yang terdiri dari:
1. Ketua Divisi Organisasi dan Kaderisasi;
2. Ketua Divisi Hukum dan Pemberdayaan Politik;
3. Ketua Divisi Pendidikan dan Pelatihan;
4. Ketua Divisi Penelitian dan Sistem Informasi dan Komunikasi;
5. Ketua Divisi Pelayanan;
6. Ketua Divisi Hubungan antar Lembaga; dan
7. Ketua Divisi Kesejahteraan.

Bagian Kelima
Dewan Pengurus Komisariat
Pasal 32

1) Dewan Pengurus Komisariat merupakan bagian dari Pengurus Kabupaten/Kota pada


institusi tertentu yang anggotanya sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) orang.
2) Pengurus Komisariat PPNI terdiri dari:
a. Ketua
b. Sekretaris
c. Bendahara
d. Seksi-seksi yang terdiri dari:
1. Seksi Organisasi, Kaderisasi dan Hukum;
2. Seksi Pendidikan dan Pelatihan;
3. Seksi Penelitian, Sistem Informasi, dan Komunikasi;
4. Seksi Hubungan antar Lembaga;
5. Seksi Pelayanan; dan
6. Seksi Kesejahteraan.

Bagian Keenam
Dewan Pengurus Perwakilan Luar Negeri
Pasal 33

1) Susunan Dewan Pengurus Penvakilan Luar Negeri terdiri dari :


a. Ketua Perwakilan PPNI di neRara (ditulis nama negaranya);
b. Sekretaris;
c. Bendahara;
d. Ketua Bidana. Organisasi, Hukum, dan Kerjasama;
e. Ketua Bidan2 Pendidikan, Pelayanan, dan Kesejahteraan, dan
f. Ketua Departemen dan annota dapat dibentuk sesuai kebutuhan.
2) Pembentukan wilayah se-tingkat Kabupaten/Kota di Luar Negeri bisa dibentuk setelah
mendapat persetujuan DPP.PPNI.

Bagian Ketujuh
Dewan Pertimbangan
Pasal 34

Dewan Pertimbangan dibentuk melalui Keputusan Musyawarah Nasional/Musyawarah


Wilayah/Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 35

1) Dewan Pertimbangan berada di tingkat Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi dan


Pengurus Kabupaten/Kota.
2) Komposisi Dewan Pertimbangan terdiri dari:
a. Ketua;
b. Wakil Ketua;
c. Sekretaris; dan
d. Anggota.
3) Anggota Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d paling
sedikit berjumlah 2 (dua) orang paling banyak 4 (empat) orang.

BAB VI
SYARAT PENGURUS DAN DEWAN PERTIMBANGAN
Pasal 36

Untuk menjadi pengurus organisasi PPNI hams memenuhi persyaratan antara lain:
a. Pernah menjadi pengurus PPNI/Ikatan/Himpunan/Kolegium.
b. berasal dari anggota yang berpengalaman dan mempunyai jujur, visioner, kepribadian
yang baik, berprestasi, dedikasi, memiliki kemampuan kepemimpinan organisasi dan loyalitas
yang tinggi terhadap PPNI;
c. mampu bekerjasama secara kolektif, mampu meningkatkan dan mengembangkan
d. peranan PPNI dalam pelayanan keperawatan professional dalam menunjang
e. pengembangan pelayanan kesehatan khususnya dan Pcngembangan Nasional umumnya; d
memiliki komitmen yang tim,,gi terhadap organisasi dan profesi, dan
f. sanggup bekerja aktif dalam organisasi.

BAB VII
PEMBENTUKAN PENGURUS
Pasal 37

1) Dewan Pengurus Pusat dibentuk melalui Munas.


2) Dewan Pengurus Wilayah Provinsi dibentuk mclalui Muswil
3) Dewan Pengurus Daerah Kabupaten/Kota dibentuk melalui Musda.
4) Dewan Pengurus Komisariat dibentuk melalui Muskom
5) Dewan Pengurus Perwakilan Luar Negeri dibentuk oleh MusLN

BAB VIII
PEMBENTUKAN PENGURUS DAN DEWAN PERTIMBANGAN DI WILAYAH
PEMEKARAN

Bagian Kesatu
Pembentukan Pengurus

Paragraf 1
Pengurus Provinsi
Pasal 38
Pembentukan Dewan Pengurus Provinsi pada daerah Provinsi basil Pemekaran dilakukan
dengan cara:
a. Diusulkan oleh DPW Provinsi sebelumnya (induk) kepada DPP.PPNI atas permintaan
DPD Kabupaten/Kota claim wilayah Provinsi pemekaran pada rapat kerja wilayah Provinsi
khusus yang membahas tentang rencana pemekaran;
b. Setalah mendapatkan persetujuaan DPP.PPNI, DPW Provinsi sebelumnya (induk)
membentuk DPW Provinsi melakukan Musyawarah Wilayah Khusus;
c. Kepengurusan hasil pembentukan Musyawarah Khusus DPW Provinsi disampaikan
kepada DPP.PPNI untuk mendapat pengesahan;
d. DPP.PPNI melantik DPW Provinsi hasil musyawarah wilayah khusus tersebut
berdasarkan surat keputusan DPP PPNI

Paragraf 2
Pengurus Kabupaten/Kota
Pasal 39

Pembentukan DPD Kabupaten/Kota pada daerah Kabupaten/Kota hasil pemekaran dilakukan


dengan cara:
a. Diusulkan oleh DPD Kabupaten/Kota sebelumnya (induk) kepada DPW Provinsi atas
permintaan .DPK wilayah Kabupaten pemekaran pada rapat kerja wilayah Provinsi khusus
yang membahas tentang rencana pemekaran;
b. Setalah mendapatkan persetujuaan DPW PPNI, DPD Kabupaten/Kota sebelumnya
(induk) membentuk DPD Kabupaten/Kota melakukan Musyawarah Daerah Khusus;
c. Kepengurusan hasil pembentukan musyawarah khusus DPD Kabupaten/Kota
disampaikan kepada DPW Provinsi untuk mendapat pengesahan;
d. DPW Provinsi melantik Pengurus Kabupaten/Kota basil Musyawarah Daerah Khusus
tersebut berdasarkan surat keputusan DPP.PPNI

BAB IX
PELANTIKAN PENGURUS

Bagian Kesatu
Syarat Pelantikan
Pasal 40
1) Pelantikan Ketua Umum DPP.PPNI/Ketua DPW Provinsi/Ketua DPD
Kabupaten/Kota/Ketua DPK/Ketua DPLN terdiri dari:
a. Surat Keputusan Munas/Muswil/Musda/Muskom/MusLN/Rapat Anggota;
b. Pataka;
c. Meja dan Alas Tails;
d. Naskah Pelantikan; dan
e. Berita Acara Pelantikan.
2) Pelantikan Pengurus lengkap, Dewan Pertimbangan, MKEK, Majelis Kolegium,
Kolegium, Ikatan dan atau Himpunan terdiri dari:
a. Surat Keputusan DPP.PPNI/DPW Provinsi/DPD Kabupaten/Kota/Majelis
KolegiumlKoiegiumfIkatan dan atau Himpunan.
b. Pataka;
c. Meja dan Alat Tulis;
d. Naskah Pelantikan; dan
e. Berita Acara Pelantikan.

Bagian Kedua
Pelantikan Pengurus
Pasal 41

1) Pelantikan Dewan Pengurus Pusat:


a. Ketua Umum DPP.PPNI dilantik oleh Pimpinan Munas dalam Sidang Paripurna
pelantikan Ketua Umum terpilih.
b. Dewan Pengurus Pusat PPNI, Dewan Pertimbangan Pusat PPNI, Ketua MKEK Pusat.
PPNI dan Ketua Badan Kelengkapan Pusat dilantik oleh Ketua Umum DPP.PPNI
2) Pelantikan Dewan Pengurus Provinsi:
a. Ketua DPW Provinsi dilantik oleh Ketua Umwn atau DPP.PPNI yang mendapat mandat
dari Ketua Umum DPP PPNI dalam Muswil
b. Pengurus Harlan dan Pengurus Pleno DPW Provinsi, Dewan Pertimbangan Provinsi,
MKEK Provinsi, dan Ketua Badan Kelengkapan Provinsi dilantik oleh Ketua DPW
Provinsi atas nama DPP.PPNI.
3) Pelantikan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota:
a. Ketua DPD Kabupaten/Kota dilantik oleh Ketua DPW Provinsi atau DPW
Propinsi yang mendapatkan mandat dan Ketua DPW Provinsi dalam Musda
b. Pengurus Harlan dan Pengurus Pleno DPD Kabupaten/Kota, Dewan
Pertimbangan Kabupaten/Kota, dilantik oleh Ketua DPD Kabupaten/Kota alas nama
DPW Provinsi.
4) Dewan Pengurus Komisariat dilantik oleh Ketua DPD Kabupaten/Kota dalam Rapat
Anggota.
5) Dewan Pengurus Perwakilan Luar Negeri dilantik oleh Ketua Umum DPP.PPNI atau
DPP.PPNI yang mendapat mandat dari Ketua Umum DPP PPNI.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pelantikan
Pasal 42

1) Dewan Pengurus Pusat PPNI, Dewan Pertimbangan Pusat, MKEK Pusat, dan Majelis
Kolegium dilantik oleh Ketua Umum DPP.PPNI dalam acara khusus Pelantikan DPP.PPNI,
Dewan Pertimbangan Pusat, MKEK Pusat, dan Majelis Kolegium;
2) Personel pengurus lengkap Kolegium dilantik oleh Ketua Majelis Kolegium atau
Pengurus Kolegium dalam acara khusus pelantikan Pengurus Kolegium,
3) Pelantikan Ketua Ikatan dan atau Himpunan dilakukan oleh Ketua Umum DPP.PPNI pada
acara Kongres Nasional Ikatan dan atau Himpunan;
4) Pelantikan Ketua DPW Provinsi terpilih dilaksanakan oleh Ketua Uinum DPP.PPNI atau
DPP.PPNI yang mendapat mandat dari Ketua Umum DPP PPNI dalam sidang Pleno
Pelantikan Ketua DPW Provinsi terpilih dalam acara MuswiI;
5) Personel pengurus lengkap DPW Propinsi PPNI, Dewan Pertimbangan Propinsi, dan
MKEK Propinsi dilantik oleh Ketua DPW Propinsi PPNI dalam acara khusus Pelantikan
DPW, Dewan Pertimbangan Propinsi, dan MKEK Provinsi;
6) Pelantikan Ketua DPD Kabupaten/Kota PPNI dilantik oleh Ketua DPW Provinsi atau
DPW Propinsi yang mendapatkan mandat dari Ketua DPW Provinsi dalam Sidang Pleno
Pelantikan Ketua DPD Kabupaten/Kota terpilih dalam acara Musda;
7) Personel Pengurus lengkap DPD Kabupaten/Kota PPNI dan Dcwan Pertimbangan
Kabupaten/Kota dilantik oleh Ketua DPD Kabupaten/Kota PPNI dalam acara khusus
Pelantikan DPD, Dewan Pertimbangan Kabupaten/Kota; dan
8) Personel Pengurus Lengkap DPLN dilantik oleh Ketua Umum DPP.PPNI atau DPP.PPNI
yang mendapat mandat dad Ketua Umum DPP PPNI.dalam acara khusus Pelantikan DPLN.

Bagian Keempat
Naskah Pelantikan
Pasal 43
KOP*
NASKAH PELANTIKAN

Bismillaahir rahmaanir rahiim


Pada hari............tanggal.....bulan..........tahun..............bertempat di..............
Saya atas nama.............**Persatuan Perawat Nasional Indonesia ke ...melantik Saudara sebagai
...............***Persatuan Perawat Nasional Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Pimpinan
Munas/Muswil/Musda/ Nomor : .............***

Memberikan kewenangan dan tanggung jawab organisasi untuk dapat dilaksanakan dengan
ngguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.

Semoga Allah SWT memberikan petunjuk dan kekuatan serta ridhoNya.

................,.......,.........*****
Yang melantik
Tanda tangan
..............................*****

Catatan :
1. Untuk pelantikan Ketua Umum DPP.PPNI
* diisi dengan kata-kata "Musyawarah Nasional....
Persatuan Perawat Nasional Indonesia"
** diisi dengan kata-kata Ketua Umum DPP.PPNI
*** diisi dengan kata-kata Musyawarah Nasional
*** diisi dengan nomor SK Pimpinan Munas
***** diisi dengan nama tempat Munas, tanggal, dan tahun
****** diisi dengan nama yang melantik dan jabatan dalam pimpinan Musyawarah
2. Untuk pelantikan Ketua DPW Propinsi
* diisi dengan kata-kata "Musyawarah Wilayah Propinsi.......
Persatuan Perawat Nasional Indonesia"
** diisi dengan kata-kata Ketua Umum DPP.PPNI
*** diisi dengan kata-kata Ketua DPW Propinsi
**** diisi dengan nomor SK Pimpinan Muswil
***** diisi dengan nama tempat Muswil, tanggal, dan tahun
****** diisi dengan nama yang melantik dan jabatan dalam pimpinan Musyawarah

3. Untuk pelantikan Ketua DPD KabupateniKota


* diisi dengan kata-kata "Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota....
Persatuan Perawat Nasional Indonesia"
** diisi dengan kata-kata Ketua DPW Propinsi
*** diisi dengan kata-kata Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota
**** diisi dengan nomor SK Pimpinan Musda
***** diisi dengan nama tempat Musda, tanggal dan tahun
****** diisi dengan nama yang melantik dan jabatan dalam pimpinan Musyawarah
4. Untuk pelantikan Ketua DPK
* diisi dengan kata-kata "Rapat Anggota.........
Persatuan Perawat Nasional Indonesia"
** diisi dengan kata-kata Ketua DPD Kabupaten/Kota
*** diisi dengan kata-kata Rapat Anggota
**** diisi dengan nomor SK Pimpinan Rapat Anggota
* diisi dengan Nama tempat Musyawarah Komisariat (Muskom), tanggal, dan
tahun
***** diisi dengan Nama yang melantik dan jabatan datum pimpinan Rapat Anggota
5. Untuk pelantikan Ketua DPLN
* diisi dengan kata-kata "Musyawarah Luar Negeri
Persatuan Perawat Nasional Indonesia"
** diisi dengan kata-kata Ketua Umum DPP.PPNI
*** diisi dengan kata-kata Ketua DPLN
**** diisi dengan nomor SK Pimpinan MusLN
***** dust dengan nama tempat MusLN, tanggal, dan tahun
****** diisi dengan nama yang melantik dan jabatan dalam pimpinan Musyawarah
6. Sebelwn pelantikan dirnulai, yang melantik menanyakan terlebih dahulu kesiapan
yang akan dilantik dengan kata-kata "Apakah Saudara siap untuk dilantik?"
7. Bila yang akan dilantik menjawab slap, maka pelantikan dimulai
8. Setelah pelantikan dilanjutkan dengan penandatanganan Berita Acara Pelantikan
BAB X
PENGGANTIAN PENGURUS ANTAR WAKTU DAN PEMBERHENTIAN
PENGURUS
Bagian Kesatu
Penggantian Pengurus Antar Waktu
Pasal 44

Penggantian kepengurusan organisasi dalam satu masa jabatan dapat dilakukan apabila pengurus:
a. meninggal dunia;
b. berhenti atas pennintaan sendiri;
c. pindah ke tempat lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat aktif
dalam waktu 6 bulan;
d. tidak menghadiri rapat 6 kali berturut-turut dengan alasan yang dapat diterima
forum rapat pleno;
e. tidak melaksana uraian togas yang ditetapkan; dan
f. tidak aktif mengikuti kegiatan organisasi yang dinilai oleh rapat plena pengurus
diberhentikan.

Bagian Kedua
Permberhentian Pengurus
Pasal 45

Pengurus PPNI dapat diberhentikan oleh:


a. pengurus Pusat dilakukan oleh Rapat Pleno DPP.PPNI setelah berkonsultasi
dengan Dewan Pertimbangan Pusat;
b. pengurus Provinsi dilakukan oleh DPP.PPNI atas usulan hasil Rapat Pleno
DPW Provinsi setelah berkonsultasi derwan Dewan Pertimbangan Provinsi;
c. pengurus Kabupaten/Kota dilakukan oleh DPW Provinsi atas usulan hasil Rapat
Pleno DPD Kabupaten/Kota setelah berkonsultasi dengan Dewan Pertimbangan
Kabupaten/Kota;
d. pengurus Komisariat di lakukan oleh DPD Kabupaten/Kota atas usul hash l
Rapat DPK;
e. kolegium dilakukan oleh Ketua Umum DPP.PPNI atas usul Ketua Kolegium
terkait dengan penimbangan Majelis Kolegium; dan
f. pengurus Ikatan, dan Himpunan oleh Rapat Pleno lkatan dan Himpunan dan
atas pertimbangan DPP.PPNI sesuai tingkat kepengurusan organisasi.

BAB XI
KEWENANGAN, KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS
Bagian Kesatu
Kewenangan Pengurus
Pasal 46

1) DPP.PPNI berwenang untuk :


a. membuat keputusan pelaksanaan basil Munas dan atau Rakernas;
b. memutuskan penyelesaian perbedaan penafsiran AD/ART;
c. menyusun program kerja berdasarkan hasil Munas;
d. menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAB) Organisasi;
e. mengangkat dan atau memberhentikan karyawan Organisasi;
f. memberikan penghargaan terhadap orang, badan, lembaga yang berjasa terhadap
profesi keperawatan;
g. meminta pertanggungjawaban DPW Provinsi dalam rangka pelaksanaan hasil
Munas secara periodik;
h. memberhentikan keanggotaan PPNI atas usul DPD Kabupaten/Kota melalui
proses telaah DPW Provinsi;
i. menetapkan Surat Keputusan pengesahan kepengurusan DPW Provinsi sesuai
usulan hasil Musyawarah Wilayah;
j. membekukan sampai memberhentikan kepengurusan DPW Provinsi bila tidak
sejalan dengan kebijakan serta AD/ART organisasi serta menunjuk caretaker sebagai
penganti menjalankan fungsi organisasi sampai terbentuknya kepenatrusan baru; dan
k. memperoleh masukan dana dan iuran anggota maupun basil usaha Yayasan/
Badan Usaha yang syah di bawah tanggung jawab organisasi profesi (PPNI).
2) DPW Provinsi berwenang untuk :
a. membuat keputusan pelaksanaan basil Muswi dan atau Rakerwil;
b. menyusun program kerja berdasarkan basil Muswil dengan mempertimbangkan amanat
Munas, kebijakan dan aturan organisasi DPP.PPNI;
c. menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAE) Organisasi;
d. mengangkat dan atau memberhentikan karyawan Organisasi;
e. meminta pertanggungjawaban DPD Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan hasil
Muswil secara periodik;
f. E menetapkan Surat Keputusan pengesahan kepengurusan DPD Kabupaten/Kota sesuai
usulan basil Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota;
g. membekukan sampai memberhentikan kepengurusan DPD Kabupaten/Kota bila tidak
sejalan dengan kebijakan serta AD/ART organisasi serta rnenunjuk caretaker sebagai
penganti menjalankan fungsi organisasi sampai terbentuknya kepengurusan baru; dan
h. memperoleh masukan dana dan uran anggota maupun hasil usaha Yayasan/Badan Usaha
di bawah tanggung jawab organisasi profesi (PPNI) Provinsi.
3) DPD Kabupaten/Kota berwenang untuk :
a. membuat keputusan terkait pelaksanaan hasil Musda Kabupaten/Kota dan atau Rakerda;
b. menyusun program kerja berdasarkan basil Musda dengan mempertimbangkan amanat
Muswil, Munas, dan kebijakan organisasi DPP.PPNI;
c. menyusun Anggaran Pendapatan dan Bdanja (RAB) Organisasi;
d. A
e. mengangkat dan atau memberhentikan karyawan Organisasi;
f. meminta pertanggungjawaban DPK dalam rangka pelaksanaan hasil Musda secara
periodik;
g. menetapkan Surat Keputusan pengesahan kepengurusan DPK sesuai usulan hasil
Musyawarah Komisariat (Musyawarah Anggota);
h. membekukan sampai memberhentikan kepengurusan DPK bila tidak sejalan dengan
kebijakan serta AD/ART organisasi serta menunjuk caretaker sebagai penganti
menjalankan fungsi organisasi sampai terbentuknya kepengurusan baru; dan
i. memperoleh masukan dana dan iuran anggota maupun hasil usaha Yayasan / Badan
Usaha bersama DPK yang ada di bawah tanggung jawab organisasi profesi.
4) DPK berwenang untuk:
a. melakukan penerimaan anggota baru dan lama, penarikan iuran anggota sesuai AD/ART;
b. mendapatkan pembinaan dari DPD Kabupaten/Kota dan DPW Provinsi;
c. menjalankan fungsi organisasi sesuai AD/ ART dan Kebijakan Organisasi PPNI;
d. melakukan pendataan anggota diwilayahnya dan melaporkan ke DPD Kabupaten/Kota,
DPW Provinsi, dan DPP.PPNI;
e. mengusulkan dan meminta nomor keanggotaan sesuai AD/ART; dan
f. f memberi usulan pemberhentian keanggotaan PPNI kepada DPD Kabupaten/Kota, dan
DPW Provinsi melalui proses telaah Pengurus Komisariat.
5) DPLN berwenang untuk:
a. membuat keputusan pelaksanaan hasil Musyawarah dan Rapat Kerja Penvakilan LN;
b. menyusun program kerja berdasarkan hasil Musyawarah LN dengan mempertimbangkan
amanat Munas, kebijakan dan aturan organisasi DPP.PPNI;
c. menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAB) Organisasi; dan
d. memperoleh masukan dana dan iuran anggota maupun hasil usaha Yayasan/Badan Usaha
di bawah tanggung jawab organisasi profesi Perwakilan LN.

Bagian Kedua
Kewajiban Pengurus
Pasal 47

1) DPP.PPNI berkewajiban untuk :


a. menyelenggarakan Munas setiap 5 (lima) tahun sekali;
b. menyelenggarakan Rakernas selambat-lambatnya 2 tahun setelah Munas;
c. melaksanakan Keputusan Munas dan atau Rakernas;
d. melakukan pembinaan anggota PPNI melalui PPNI Provinsi dan Kabupaten/Kota;
e. melaksanakan laporan pertanggungjawaban kepengurusan pada Munas; f menyampaikan
laporan kemajuan organisasi pada Rakernas;
f. menjalankan pengelolaan, regulasi anggota dan organisasi secara nasional; dan
g. membina hubungan baik dengan semua instansi yang sah, yaitu: pemerintah, swasta,
organisasi kemasvarakatan (LSM), organisasi profesi lain, di dalam negeri maupun di luar
negeri.
2) DPW Propinsi berkewajiban untuk :
a. menyelenggarakan Muswil selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah Munas
PPNI yang terakhir;
b. menyelenggarakan Rakerwil selambat-lambatnya 1 tahun setelah Rakernas PPN1
yang terakhir;
c. mclaksanakan kebijakan dan keputusan-keputusan Organisasi PPNI Pusat;
d. melaksanakan Keputusan Muswil dan atau Rakerwil;
e. melaksanakan pertanggungjawaban kepengurusan path Muswil;
f. menyampaikan laporan kemajuan organisasi pada Rakerwil:
g. menjalankan pengelolaan, regulasi anggota, dan organisasi;
h. menyampaikan laporan periodik kepada DPP.PPN1, yaitu: kegiatan PPNI provinsi
dan hasilnya, keanggotaan PPNI di provinsi, fasilitas, dan sarana prasarana organisasi dan
usaha yang mengatasnamakan PPNI;
i. membayarkan uang iuran anggota dan uang hasil usaha lain yang menggunakan
nama PPNI, yang menjadi hak DPP.PPNI sesuai AD ART; dan
j. membina hubungan baik dengan semua instansi yang sah, yaitu: pemerintah,
swasta, organisasi kemasyarakatan (LSM), organisasi profesi lain diwilayahnya.
3) DPD Kabupaten/ Kota berkewajiban untuk:
a. menyelenggarakan Musda KabupaterilKota selambat-lambatnya 6 bulan setelah Muswil
PPNI yang terakhir;
b. menyelenggarakan Rakerda Kabupaten/Kota selambat-lambatnya I tahun setelah
Rakerwil PPNI yang terakhir;
c. melaksanakan kebijakan dan keputusan DPP.PPNI, Propinsi sesuai AD ART;
d. melaksanakan Keputusan Musda Kabupaten/Kota dan atau RakerdaKabupaten/Kota;
e. melaksanakan pertanggungjawaban kepengurusan pada Muswil;
f. menyampaikan laporan kemajuan organisasi pada Rakenvil;
g. menjalankan pengelolaan anggota dan organisasinya;
h. menyampaikan laporan periodik kepada DPW Provinsi dan tembusan ke DPP.PPNI yaitu:
kegiatan PPNI Provinsi dan hasilnya, keanggotaan PPNI di provinsi, fasilitas, dan sarana
prasarana organisasi dun usaha yang mengatasnamakan PPNI;
i. membayarkan uang iuran anggota dan hasil usaha organisasi yang merupakan hak
DPP.PPNI dan DPW Provinsi sesuai AD ART; dan
j. membina hubungan baik dengan semua instansi yang sail, yaitu: pemerintah, swasta,
organisasi kemasyarakatan (LSM), organisasi profesi lain, diwilayahnya.
4) DPK berkewajiban untuk :
a. melakukan penerimaan anggota burn dan lama, penarikan dan penyerahan uran anggota
sesuai ketentuan dalam AD/ART;
b. melakukan pendataan anggota secara periodik dan dilapork-an ke PPNI Provinsi dun
PPNI Pusat;
c. melaksanakan kegiatan diwilayahnya, pergerakan anggota dalam mendukung pelaksanaan
program organisasi;
d. melaksanakan pembinaan anggota PPNI di wilayahnya dengan dukungan DPD
Kabupaten/Kota, DPW Provinsi; dan
e. mentaali pelaksanaan peraturan, kehijakan, dan keputusan-keptitusan organisasi PPNI
Pusat, Provinsi, dan KabupatendKota.
5) DPLN berkewajiban untuk:
a. menyelenagarakan Musyawarah setelah Munas PPNI yang terakhir;
b. menyelenggarakan Rapat Ketja;
c. melaksanakan kebijakan dan keputusan-keputusan Organisasi PPNI Pusat;
d. melaksanakan Keputusan Masyawarah Perwakilan LN;
e. melaksanakan pertanggungjawaban kepengurusan pada Musyawarah Perwakilan LN;
f. menyampaikan laporan kemajuan organisasi pada Musyawarah Perwakilan LN;
g. menjalankan pengelolaan, regulasi anggota, dan organisasi;
h. menyampaikan laporan periodik kepada DPP.PPNI;
i. membayarkan uang iuran anggota Perwakilan LN sesuai AD ART; dan
j. membina hubungan baik dengan semua instansi yang sah, yaitu : pemerintah, swasta,
organisasi kemasyarakatan (LSM), organisasi profesi lain diwilayahnya.

Bagian Ketiga
Hak Pengurus
Pasal 48

1) Pengurus berhak menggunakan dan mengatasnamakan organisasi PPNI sesuai tingkat


kepengurusan dan sesuai aturan yang berlaku di organisasi.
2) Pengurus berhak mewakili PPNI pada kegiatan-kegiatan PPNI atau diluar PPNI setelah
mendapat mandat atau surat tugas dari Ketua Umum/Ketua atau Sekretaris
Jenderal/Sekretaris PPNI sesuai tingkat organisasi.
3) Pengurus berhak mengemukakan pendapat, usulan, dan saran di setiap rapat-rapat atau
kegiatan lain untuk kemajuan Organisasi PPNI.
4) Pengurus berhak menerima imbalan yang besaran disesuaikan dengan aturan yang ada.
5) Pengurus berhak menampung masukan dan saran dan anggota untuk kemajuan
Organisasi PPNI.

BAB XII
MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEPERAWATAN

Bagian Kesatu
Pembentukan dan Kedudukan
Pasal 49

1) Majelis Kehormatan Etik dibentuk oleh DPP.PPNI.


2) Majelis Kehormatan Etik berkedudukan di Pusat dan membentuk perwakilan di tingkat
Provinsi.
3) Majelis Kehormatan Etik bertanggung jawab kepada DPP.PPNI.

Bagian Kedua
Kewenangan
Pasal 50

Majelis Kehormatan Etik berwenang menyelidiki dan merekomendasikan penyelesaian masalah


yang berkaitan dengan pelanggaran kode etik profesi keperawatan kepada DPP.PPNI.

Bagian Ketiga
Tugas Pokok
Pasal 51
1) Membina anggota dalam penghayatan dan pengamalan Kode Etik Keperawatan.
2) Membuat pedoman penerapan etika dalam pemberian pelayanan keperawatan dan
pedoman penyelesaian pertentangan etik dalam pelayanan keperawatan.
Bagian Keempat
Struktur Kepengurusan
Pasal 52

Pengurus Majelis Kehormatan Etik terdiri dari :


a. 1 (satu) orang Ketua merangkap Anggota;
b. 1 (satu) orang Wakil Ketua merangkap Anggota;
c. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap Anggota;
d. 1 (satu) orang Wakil Sekretaris merangkap Anggota; dan
e. 3 (tiga) atau 5 (lima) orang Anggota.

BAB XIII
PEMBENTUKAN BADAN KELENGKAPAN

Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 53

PPNI memiliki Badan Kelengkapan terdiri dari:


a. Ikatan dan atau Himpunan; dais
b. Kolegium
Bagian Kedua
Ikatan dan atau Himpunan

Paragraf 1
Persyaratan Pembentukan
Pasal 54

1) Ikatan dan alas Himpunan pertama kali terbentuk di tingkat Pusat.


2) Kepengurusan Ikatan dan alas Himpunan dibentuk sampai tingkat Provinsi.
3) Ikatan dan atau Himpunan yang bars dapat dibentuk apabila lebih dari 50% (lima puluh
persen) kompetensi berbeda dcngan Ikatan dan atau Himpunan yang sudah ada.
4) Kelompok kerja komunitas perawat yang akan membentuk Ikatan dan atau Himpunan
bars harus berkonsultasi kepada Ikatan dan atau Himpunan terkait yang sudah ada dan
mendapatkan rekomendasi dari Ikatan dan atau Himpunan tersebut.
5) Kelompok kerja kornunitas perawat yang akan membentuk Ikatan dan atau Himpunan
bars atas dasar rekomendasi dari Ikatan dan atau Himpunan terkait menyelenagarakan Pra
Kongres untuk membuat naskah akademik, draft AD/ ART, Daftar Standar Kompetensi
Kerja,dan Program Kerja.

Paragraf 2
Proses Pembentukan Ikatan dan atau Himpunan
Pasal 55

1) pengusul mengajukan permohonan persetujuan pendirian Ikatan dan atau Himpunan


kepada DPP PPNI dengan melampirkan Naskah Akademik dan Daftar Standar Kompetensi
Kerja hasil Pra Kongres sebagai bahan pertimbangan terbentuknya Ikatan dan atau
Himpunan;
2) apabila naskah akademik disetujui oleh DPP PPNI, maka pengusul melanjutkan dengan
menyusun AD / ART, dan Program Kerja dalam kongres nasional;
3) DPP.PPNI akan melakukan verifikasi dengan melibatkan Ikatan dan atau Himpunan
terkait terhadap pennohonan yang diajukan;
4) apabila permohonan telah disetujui DPP.PPNI calon Ikatan dan atau Himpunan harus
menyelenggarakan Kongres sebagai prosesi pembentukan Ikatan dan atau Himpunan yang
sah;
5) kongres berwenang memilih Ketua Ikatan dan atau Himpunan, menyepakati Naskah
Akademik, AD / ART serta Keputusan lain yang berkaitan dengan Ikatan dan atau Himpunan;
6) Ketua Ikatan dan atau Himpunan Pusat terpilih dilantik oleh Ketua Umum DPP.PPNI atau
DPP.PPNI yang mendapatkan mandat dari DPP.PPNI pada acara Kongres Ikatan dan atau
Himpunan; dan
7) pelantikan Ketua Ikatan dan atau Himpunan Provinsi dilakukan oleh Ketua Ikatan dan
Mau Himpunan Pusat dan disaksikan oleh DPW Propinsi PPNI.

Paragraf 3
Kelengkapan Organisasi Ikatan dan atau Himpunan
Pasal 56

1) Kelengkapan Ikatan dan atau Hirnpunan terdiri dari:


a. Bendera Merah Putih;
b. Bendera PPNI;
c. Bendera Ikatan dan Himpunan;
d. Pin/Logo/Emblem PPNI; dan
e. Pin/Logo/Emblem Ikatan dan atau Himpunan.
2) Sekretariat Ikatan dan atau Himpunan harus tersedia Benders Republik Indonesia,
Bendera PPN I, dan Bendera Ikatan dan atau Himpunan.
3) Setiap kegiatan resmi Ikatan dan atau Himpunan hares terpasang ketiga bendera pada
ayat (1) dan wajib menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan Mars PPNI.
4) Jas Ikatan dan atau Himpunan warna dan model hams sesuai denaan warna dan model
jaket PPN1 dengan assesoris pin/logo/emblem sebelah kin i alas PPNI dan dibawahnya agak
ke kin i pin/logo/emblem lkatan dan atau Himpunan dengan ukuran proporsional dimana
ukuran pinilogo/emblem PPNI lebih besar.

Paragraf 4
Kewenangan
Pasal 57

Ikatan dan atau Himpunan berwenang untuk :


a. membina anggota Ikatan dan atau himpunan;
b. memberikan masukan kepada PPNI untuk pengembangan profesi; dan
c. menjadi pelaksana kerjasama antara PPNI dengan pihak lain dalam wilayah kerja Ikatan
dan atau Himpunan.

Paragraf 5
Tugas Pokok
Pasal 58
Ikatan dan atau Himpunan memiliki togas pokok membina anggota dan pengembangan profesi
dalam kekhususannya serta memberikan masukan kepada PPNI dalam menentukan kompetensi
kekhususan dimaksud.

Paragraf 6
Struktur Kepengurusan
Pasal 59

1) Susunan Kepengurusan Ikatan dan atau Himpunan terdiri dari Pengurus Pusat, Pengurus
Provinsi dan Kabupaten/Kota.
2) Pengurus Pusat Ikatan dan atau Himpunan disahkan dan dilantik oleh Ketua Umum
DPP.PPNI atau DPP.PPNI yang mendapatkan mandat dari Ketua Umum DPP.PPNI.
3) Pengurus Ikatan dan atau Himpunan Provinsi disahkan dan dilantik oleh Pengurus Pusat
Ikatan dan atau Himpunan dengan diketahui dan disaksikan oleh DPW Provinsi PPNI.

Paragraf 7
Masa Kerja Pengurus
Pasal 60

Masa kerja Pengurus Ikatan dan atau Himpunan adalah selama 5 (lima) tahun.

Bagian Ketiga
Kolegium

Paragraf 1
Persyaratan Pembentukan Kolegium
Pasal 61

Persyaratan pembentukan kolegium diatur oleh peraturan organisasi


Paragraf 2
Kewenangan
Pasal 62

1) Membantu PPM dan Pemerintah dalam peneawasan, bimbingan, pengarahan dan


peningkatan mutu pelaksanaan pendidikan dan praktik Ners dan Ners spesialis.
2) Mengembangkan keilmuan sesuai kepakarannya.
3) Mengembangkan mekanisme dan materi ujian nasional datum proses pendidikan
sesuai kcpakarannya.

Paragraf 3
Masa Kerja
Pengurus
Pasal 63

Masa kerja Pengurus Kolegium adalah selama 5 (lima) tahun.

BAB XIV
MUSYAWARAH DAN RAPAT
Bagian Kesatu Musyawarah
Nasional Pasal 64
1) Status Musyawarah Nasional meliputi:
a. Musyawarah Nasional selanjumya disingkat Munas merupakan pelaksanaan
kedaulatan tertineei oreanisasi di tinekat nasional
b. Munas diselengearakan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh DPP.PPNI melalui
badan khusus yang disebut Panitia Munas, yang dianekat dan betaneeung jawab kepada
DPP.PPNI.
c. Panitia Munas terdiri dari Panitia Penearah dan Panitia Pelaksana.
d. Dalam keadaan luar biasa dapat dilakukan sewaktu-waktu Munas Luar Biasa,
atas usul sekurang-kuranenya 30 persen (30%) DPW Provinsi dan disetujui 2/3 (dna
pertiea) dari DPW Provinsi yang ada.
e. Munas dapat menyelenegarakan sidane ilmiah diluar sidang organisasi.
2) Kewenangan Munas terdiri dari:
a. mengesahkan jadwal acara dan tata tertib Munas;
b. memilih dan mengesahkan Pinipinan Munas;
c. menyempurnakan dan atau menetapkan Anegaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanega
Organisasi, pedoman-pedoman pokok, garis-garis besar program keda Organisasi dan
pernyataan sikap;
d. menelaah pertangeungjawaban DPP.PPNI mengenai pelaksanaan basil Munas
sebelumnya, apabila pertangeunajawaban DPP.PPNI selesai, maka DPP.PPNI dinyatakan
demisioner, dan selanjutnya DPP.PPNI mempunyai status anggota biasa, namun
peneurus yang sudah diberi mandat sebelum DPP.PPNI cleinisioner temp dapat memilih
sampai berakhir Munas;
e. memilih dan inelantik Ketua Umum DPP.PPM terpilih;
f. menunjuk Ketua terpilih sebagai Ketua Tim Formatur;
g. memilih Anggota Tim Formatur;
h. memberikan Mandat kepada Tim Formatur untuk melengkapi Personel DPP.PPNI,
Dewan Pertimbangan Pusat dan Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Pusat, setelah
terbentuk kepengurusan Iengkap organisasi PPNI secara otomatis Tim Formatur
dinyatakan bubar;
i. memberikan mandat kepada Ketua Umum DPP.PPNI terpilih untuk melantik DPP.PPNI,
Dewan Pertimbangan Pusat, majelis Kehormatan Etik Keperawatan Pusat, Kolegium,
lkatan dan atau Himpunan, dan badan kelengkapan PPNI lainya;

j. menetapkan garis-garis besar program kena DPP.PPNI; dan


k. menetapkan tempat Munas berikutnya.
3)PedomanUmum Munas terdiri dari:
a. Munas diselenggarakan okh DPP.PPNI melalui Panitia Munas yang terdiri dari panitia
pengarah dan panitia pelaksana yang diangkat dengan hak otonomi penuh dan
bertanggung jawab kepada DPP.PPNI.
b. Tempat pelaksanaan Munas ditetapkan pada Munas sebelumnya.
c. Panitia Pengarah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan termasuk Substansi
Munas.
d. Panitia pelaksana Munas bertanggung jawab dari segi teknis penyelenggaraan Munas.
e. Peserta Munas adalah:
1. Utusan, terdiri dari:
a) Utusan DPP.PPNI 5 (lima) orang.
b) Utusan DPW Provinsi 3 (tiga) orang.
c) Utusan DPD Kabupaten/Kota 3 (tiga) orang.
d) Utusan Dewan Pertimbangan Pusat I (satu) orang.
e) Utusan Majelis Kehonnatan Etik Keperawatan Pusat 1 (satu) orang.
I) Utusan Kolegium masing-masing I (satu) orang.
f) Utusan Ikatan dan atau Himpunan Pusat masing-masing 3 (tiga) orang
g) Utusan DPLN di luar negeri masing-masing 3 orang.
2. Sebagai utusan wajib dibuktikan dengan surat tugas/mandat sebagai utusan dari
organisasi yang diwakilinya.
3. 3. Peninjau adalah DPP.PPNI, DPW Provinsi, DPD Kabupaten/Kota, DPK,
Pengurus Dewan Pertimbangan, Pengurus Majelis Kehormatan Etik Keperawatan,
Pengurus Ikatan dan atau Himpunan diluar utusan dan undangan lain yang berminat
menghadiri Munas.
f. Munas sah apabila dihadiri oleh 50% ditambah satu jumlah Provinsi yang ada.
g. Munas, apabila persyaratan ini belum terpenuhi dapat ditunda paling lambat 3 bulan, dan
setelah itu Munas dianggap sah dengan peserta Munas yang hadir.
h. Utusan mempunyai hak bicara, hak memilih dan dipilih, sementara peninjau mempunyai
hak bicara dan hak dipilih saja.
i. Sidang Paripurna Munas dipimpin oleh Pimpinan Munas yang terdiri dari seorang Ketua,
seorang Wakil Ketua, seorang Kekretaris, dan 2 (dua) orang anggota. Kecuali sidang
paripurna pengesahan kuorum, jadwal acara, tata tertib dan pemilihan Pimpinan Munas
dipimpin oleh Ketua Umum DPP.PPNI.
j. Tempat pcnyelenggaraan Munas ditetapkan pada Munas sebelumnya.
k. Hal-hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur dalam Tata Tertib
Munas.
Bagian Kedua
Rapat Kerja Nasional
Pasal 65

1) Status Rapat Kerja National meliputi:


a. Rapat kerja national disingkat Rakernas adalah rapat kerja DPP.PPNI yang
dihadiri oleh DPP.PPNI dan DPW Provinsi dan dapat pula diikuti oleh DPD
Kabupaten/Kota.
b. Rakemas diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu periode kcpengurusan.
c. c. Dalam keadaan luar biasa rapat kerja national dapat dilakukan sewaktu-waktu
atas usul DPP.PPNI atau DPW Propinsi dan mendapat persetujuan sekurang-kurangnya
setengah jumlah DPW Propinsi yang ada.
2) Kewenangan Rapat Keda National terdiri dari:
a. menilai pelaksananan program kerja amanat Munas, menyempumakan dan memperbaiki
untuk diaksanakan pada sisa periodc kepengurusan selanjutnya;
b. membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan
organisasi;
c. membahas materi yang akan didiskusikan pada Munas yang akan datang; dan
d. mengambil Keputusan Organisasi secara national yang hams diikuti oleh seluruh pengurus
dan anggota PPNI.
3) Tata tertib Rapat Kerja National terdiri dari:
a. Rakernas diselenggarakan oleh DPP.PPNI dengan Panitia Pelaksana DPW
Provinsi yang ditunjuk;
b. Panitia Pelaksana Rakemas bertanggung jawab mengenai teknis penyelengaraan
rapat kerja national;
c. Rakernas dihadiri oleh DPP.PPNI, DPW Provinsi, Dewan pertimbangan, Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan Indonesia, Kolegium, Pengurus Ikatan dan atau
Himpunan dan badan kelengkapan lainnya, peninjau serta undangan dart DPP.PPNI,
d. Rakernas dipimpin oleh DPP.PPNI; dan
e. hal-hal lain yang belum diatur dalam tutu tertib in] diatur dalam peraturan
tersendiri, selama tidak bertentangan dengan AD/ART.

Bagian Ketiga
Pembentukan Panitia Musyawarah Nasional dan Rapat Kerja Nasional
Pasal 66

1) Pembentukan Panitia Musyawarah National, Rapat Kerja National dilaksanakan oleh


rapat DPP.PPNI yang dipimpin oleh Ketua Umwn DPP.PPNI.
2) Rapat DPP.PPNI yang membahas pembentukan Panitia Musyawarah National dan atau
Panitia Rapat Kerja Nasional dianggap sah apabila dihadiri 50% (lima puluh persen) tambah
satu dari jumlah Personel DPP.PPNI.
3) Apabila kourum tersebut tidak terpenuln, maka rapat ditunda sampai dengan 15 (lima
belas) hart kaIender dan pengurus mengirimkan undangan untuk rapat berikutnya paling
lambat 1 (tam) minggu sebelum rapat dilaksanakan.
4) Apabila kourum tersebut tidak terpenuhi sampai 2 (dua) kali penundaan dengan jeda
wak-tu yang sama, maka rapat dianggap sah dengan jumlah peserta yang hadir dan disetujui
mayoritas peserta rapat.
5) Dalam hal Ketua Umum DPP.PPNI berhalangan, tetap rapat dapat dipimpin oleh
Sekretaris Jenderal bersama dengan Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisari.
6) Panitia Musyawarah Nasional dan Rapat Kerja Nasional disahkan dan ditetapkan dengan
Surat Keputusan DPP.PPNI.
7) Panitia Musyawarah Nasional dan Panitia Rapat Kerja Nasional bertanggungjawab
kepada Ketua Umum DPP.PPNI.

Bagian Keempat
Musyawarah Wilayah Provinsi
Pasal 67

1) Status Musyawarah Wilayah Provinsi meliputi:


a. Musyawarah Wilayah Provinsi selanjutnya disingkat Muswil merupakan
pelaksanaan kedautatan tertinggi organisasi di tingkat Provinsi.
b. Muswil diselenggarakan setiap 5 (urns) tahun sekali oleh DPW Provinsi melalui
badan khusus yang disebut Panitia Muswil, yang diangkat dan bertanggung kepada DPW
Provinsi.
c. Panitia Muswil terdiri dari Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana.
d. Dalam keadaan luar biasa dapat dilakukan sewaktu-waktu Musyawarah Wilayah
Luar Biasa, atas usul sekurang-kurangnya 30 persen (30%) DPD Kabupaten/Kota dan
disetujui 2/3 (dna pertiga) dari jumlah DPD Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi
tersebut.
e. Muswil dapat menyelenggarakan sidang ilmiah diluar sidang organisasi.
2) Kewenangan Musyawarah Wilayah terdiri dari:
a. mengesahkan jadwal acara dan tata tertib Muswil;
b. memilih dan mengesahkan Pimpinan Muswil;
c. menelaah pertanggungjawaban DPW Provinsi mengenai amanat yang diberikan oleh
Muswil sebelumnya, apabila pertanggung jawaban DPW Provinsi selesai, maka DPW
Provinsi dinyatakan demisoner dan selanjutnya DPW Provinsi mempunyai status anggota
biasa, namun pengurus yang sudah diberi mandat sebelum pengurus propinsi demis.ioner
tetap dapat memilih sampai berakhir Muswil;
d. memilih Ketua DPW Provinsi yang selanjutnya Ketua DPW Provinsi dilantik oleh Ketua
Umum DPP.PPNI atau DPP.PPNI yang mendapatkan mandat dari Ketua Umum
DPP.PPNI;
e. menunjuk Ketua DPW Provinsi terpilih sebagai Ketua Tim Forrnatur;
f. f mem ilih Anggota Tim Formatur Provinsi;
g. memberikan mandat kepada Tim forinatur untuk menyusun personel DPW Provinsi,
Dewan Pertimbangan Provinsi, dan Majelis Kehormatan Etik Provinsi, setelah terbentuk
kepengurusan lengkap organisasi PPNI Provinsi secara otomatis Tim Fonnatur di
nyatakan bubar;
h. memberikan mandat kepada Ketua DPW Provinsi terpilih untuk melantik DPW Provinsi,
Dewan Pertimbangan Provinsi, Majelis Kehorrnatan Etik Keperawatan Provinsi; dan
i. menetapkan garis-garis besar program kerja DPW Provinsi.
3) Pedoman Umum Muswil terdiri dari:
a. Muswil diselenggarakan oleh DPW Provinsi melalui Panitia Pelaksana
Muswil yang diangkat oleh DPW Provinsi.
b. Tempat pelaksanaan Muswil ditetapkan pada Muswil sebelumnya.
c. PanitiaPengarah Muswil bertanggungjawab terhadap pelaksanaan dan
substansi Muswil
d. Panitia Pelaksana Muswil bertanggung jawab dari segi teknis
penyelenggaraan Muswil.
e. Peserta Muswil terdiri dari
1. Utusan:
a) Utusan DPW Provinsi 5 (lima) orang.
b) DPD Kabupaten/Kota 3 (tiga) orang.
c) Dewan pertimbangan dan Majelis Kehormatan Etik Keperawatan, masingmasing
1 (satu) orang.
d) Ikatan dan atau Himpunan masing-masing 1 (satu) orang.
Sebagai utusan wajib dibuktikan dengan surat mandat sebagai utusan dad
organisasi yang diwakilinya dan diserahkan kepada panitia pelaksana pada saat
registrasi.
2. Peninjau adalah DPP.PPNI, DPW Provinsi, DPD
Kabupaten/Kota, DPK, Pengurus Dewan Pertimbangan, Pengurus Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan, Pengurus Ikatan dan atau Himpunan, dan DPLN
diluar utusan, serta undangan lain yang berminat menghadiri Muswil.
f. Muswil sah apabila dihadiri oleh 50% ditambah 1 (satu) jumlah
Kabupaten/Kota yang ada, apabila persyaratan ini belum terpenuhi dapat ditunda paling
lambat 3 bulan dan setelah itu Muswil dianggap sah dengan peserta Muswil yang hadir.
g. Utusan dengan mandat tertulis mempunyai hak bicara, hak memilih dan
dipilih, sementara peninjau mempunyai hak bicara.
h. Muswil dipimpin oleh Pimpinan Muswil yang terdiri dari seorang Ketua,
seorang sekretaris, dan 2 (dua) orang anggota.
i. Sidang paripurna pengesahan kuorwn, jadwal acara, tata tertib dan
pemilihan Pimpinan Muswil dipimpin oleh Ketua DPW Provinsi.
j. Hal-hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur
dalam Tata Tertib Muswil.

Bagian Kelima
Rapat Kerja Wilayah Provinsi
Pasal 68

1) Status Rapat kerja Wilayah Provinsi meliputi:


a. Rapat Kerja Wilayah Provinsi disingkat Rakenvil adalah rapat kerja DPW
Provinsi yang dihadiri oleh utusan DPP.PPNI, DPW Provinsi dan utusan DPD
Kabupaten/Kota dan dapat pula diikuti oleh DPK;
b. Rakerwil diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu periode kepengurusan;
dan
c. dalam keadaan luar biasa Rapat Kerja Wilayah dapat dilakukan sewaktu-waktu
atas usul DPW Provinsi atau DPD Kabupaten/Kota dan mendapat persetujuan sekurang-
kurangnya setengah jumlah Pengurus Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi tersebut.
2) Kewenangan Rapat Kerja Wilayah terdiri dari:
a. menilai pelaksananan program kerja amanat Muswil, menyempurnakan dan
memperbaiki untuk diaksanakan pada sisa periode kepengurusan selanjutnya;
b. membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan
organisasi; dan
c. membahas materi yang akan didiskusikan pada Muswil yang akan datang.
3) Tata tertib Rapat Kerja Wilayah terdiri dari:
a. Rakerwil diselenggarkan oleh DPW Provinsi dengan Panitia Pelaksana DPD
Kabupaten/Kota yang clitunjuk DPW Provinsi;
b. Panitia Pelaksana Rakerwil bertanggung jawab mengenai teknis penyelengaraan
Rakenvil;
c. Rakerwil dihadiri oleh Utusan DPW Provinsi, Dewan Pertimbangan Provinsi, Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan Indonesia, DPD Kabupaten/Kota, Pengurus Ikatan dan
atau Himpunan dan badan kelengkapan lainnya, peninjau dan undangan yang diundang
oleh DPW Provinsi;
d. Rakerwil ciipimpin oleh DPW Provinsi; dan
e. hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan tersendiri,
selama tidak bertentangan dengan AD/ART.
Bagian Keenam
Pembentukan Panitia Musyawarah Wilayah dan Rapat Kerja Wilayah
Pasal 69

1) Pembentukan Panitia Musyawarah Wilayah, Rapat Kerja Wialyah dilaksanakan oleh


rapat DPW Provinsi yang dipimpin oleh Ketua DPW Provinsi.
2) Rapat DPW Provinsi yang membahas pembentukan Panitia Musyawarah Wilayah
dianggap syah apabila dihadiri 50% (lima puluh persen) tambah satu dari jumlah Personel
DPW Provinsi.
3) Apabila kourum tersebut tidak terpenuhi, maka rapat ditunda sampai dengan 15 (lima
belas) hart kalender dan pengurus mengirimkan undangan untuk rapat berikutnya paling
lambat 1 (satu) minggu sebelum rapat dilaksanakan.
4) Apabila kourum tersebut tidak terpenuhi sampai 2 (dua) kali penundaan dengan jeda
waktu yang sama, inaka rapat dianggap ash dengan jumlah peserta yang hadir dan disetujui
mayoritas peserta rapat.
5) Dalam hal Ketua DPW Provinsi berhalangan tetap, rapat dapat dipimpin oleh Wakil
Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi bersama dengan Sekretaris
6) Yang dimaksud berhalangan tetap adalah tidak aktif claim melaksanakan tugas sebagai
pengurus selama 6 (enam) bulan berturut-turut.
7) Panitia Musyawarah Wialyah dan Rapat Kerja Wilayah disahkan dan ditetapkan dengan
Surat Keputusan DPW Provinsi denLian tembusan disampaikan kepada DPP.PPNI dan DPD
Kabupaten/Kota.
8) Panitia Musyawarah Wilayah dan Panitia Rapat Kerja Wilayah bertanggung jawab
kepada Ketua DPW Provinsi.

Bagian Ketujuh
Materi (Ian Jadwal Musyawarah/Rapat Kerja Wilayah)
Pasal 70

1) Panitia Muswil/Rakerwil bersama DPP Provinsi harus berkonsultasi kepada DPP.PPNI


tentang materi dan jaclwal Muswil.
2) Selain kegiatan oruanisasi, dalam Muswil/Rakerwil dapat dilaksanakan kegiatan ilmiah.
3) Kegiatan ilmiah dimaksud dapat berupa pembekalan Muswil/Rakerwil atau pun kegiatan
yang diselenggarakan terpisah.
Bagian Kedelapan
Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 71

1) Status Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari:


a. Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota selanjutnya disingkat Musda
b. Kabupaten/Kota merupakan pelaksanaan kedaulatan tertinggi organisasi di tingkat
Kabupaten/Kota.
c. Musda Kabupaten/Kota diselengarakan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh DPD
Kabupaten/Kota melalui badan khusus yang disebut Panitia Musda Kabupaten/Kota,
yang diangkat dan bertanggung kepada DPD Kabupaten/Kota.
d. Dalam keadaan luar biasa dapat dilakukan sewaktu-wak-tu Musyawarah Daerah
KabupatenfKota Luar Biasa di Tingkat Kabupaten/Kota, atas usul sekurangkurangnya 30
persen (30%) DPK dan disetujui 2/3 (dua pertiga) dari jumlah DPK di bawah DPD
Kabupaten/Kota tersebut.
e. Musda Kabupaten/Kota dapat menyeleng.earakan sidang ilmiah di luar sidang
organisasi.
2) Kewenangan Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari:
a. mengesahkan jadwal acara dan peraturan tata tertib Musda Kabupaten/Kota;
b. memilih dan mengesahkan Pimpinan Musda Kabupaten/Kota;
c. menelaah pertanggungjawaban DPD Kabupaten/Kota mengenai amanat yang diberikan
oleh Musda Kabupaten/Kota sebelumnya, apabila pertanggung jawaban DPD
Kabupaten/Kota selesai, maka DPD Kabupaten/Kota dinyatakan demisioner dan
selanjutnya DPD Kabupaten/Kota mempunyai status anggota biasa, namun pengurus
yang sudah diberi mandat sebelum DPP.PPNI demisioner tetap dapat memilih sampai
berakhir Musda Kabupaten/Kota;
d. memilih Ketua DPD Kabupaten/Kota yang selanjutnya Ketua DPD Kabupaten/Kota
terpilih dilantik oleh DPW Provinsi atas nama Ketua Umum DPP.PPNI;
e. menunjuk Ketua DPD Kabupaten/Kota terpilih sebagai Ketua Tim Forrnatur;
f. memilih Anggota Tim Formatur;
g. memberikan mandat kepada Tim formatur untuk melengkapi personel DPD
Kabupaten/Kota, Dewan Pertimbanean Kabupaten/Kota. Setelah terbentuk kepengurusan
lengkap, maka secara otomatis Tim Formatus dinyatakan bubar;
h. memberikan mandat kepada Ketua DPD Kabupaten/Kota terpilih untuk melantik DPD
Kabupaten/Kota, dan Dewan Pertimbangan Kabupaten/Kota; dan
i. menetapkan garis-garis besar program kerja DPD Kabupaten/Kota.
3) Pedoman umum Musda Kabupaten/Kota terdiri dari:
a. Musda Kabupaten/Kota diselent.-rearakan oleh DPD Kabupaten/Kota melalui Panitia
Pelaksana Musda KablipateniKota yang diangkat oleh DPD Kabupaten/Kota.
b. Tempat pelaksanaan Musda Kabupaten/Kota ditetapkan pada Musda Kabupaten/Kota
sebelumnya.
c. Panitia Pengarah Musda Kabupaten/Kota bertanagung jawab terhadap pelaksanaan dan
substansi Musda Kabupaten/Kota.
d. Panitia Pelaksana Musda Kabupaten/Kota bertanggung jawab dari segi teknis
penyelenggaraan Musda Kabupaten/Kota.
e. Peserta Musda Kabupaten/Kota terdiri dari:
1. Utusan:
a) DPD Kabupaten/Kota 3 (tiga) orang.
b) Dewan pertimbangan 1 (satu) orang.
c) Majelis Kehormatan Etik Keperawatan, masing-masing 1 (satu) orang.
d) DPK 3 (tiga) orang.
Sebagai utusan wajib dibuktikan dengan surat mandat sebagai utusan dad organisasi yang
diwakilinya, dan diserahkan kepada panitia pada saat registrasi.
2. Peninjau adalah DPW Provinsi, DPD Kabupaten/Kota, DPK, Pengurus Dewan
Pertimbangan, Pengurus Ikatan dan atau Himpunan di luar utusan dan undangan lain
yang benninat menghadiri Musda Kabupaten/Kota.
f. Musda Kabupaten/Kota sah apabila dihadiri oleh 50% ditambah satu jumlah Komisariat
yang ada dibawah DPD Kabupaten/Kota yang bersangkutan, apabila persyaratan ini
belum terpenuhi dapat ditunda paling lambat 3 bulan dan setelah itu Musda
Kabupaten/Kota dianggap sah dengan jumlah peserta Musda Kabupaten/Kota yang hadir.
g. Utusan dengan mandat tertulis mempunyai hak bicara, hak memilih dan dipilih,
sementara peninjau mempunyai hak bicara.
h. Musda Kabupaten/Kota dipimpin Pimpinan Musda Kabupaten/Kota yang terdiri dari
seorang Ketua, seorang sekretaris, dan 2 (dua) orang anggota. Kecuali sidang paripurna
pengesahan quorum, jadwal acara, tata tertib dan pemilihan Pimpinan Musda
Kabupaten/Kota dipimpin oleh Ketua DPD Kabupaten/Kota.
i. Hal-hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur dalam Tata Tertib
Musda Kabupaten/Kota.

Bagian Kesembilan
Rapat Kerja Daerah
Pasal 72

1) Status Rapat Kerja Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari :


a. Rapat Kerja Daerah Kabupaten/Kota disingkat Rakerda Kabupaten/Kota adalah
Rapat Kerja DPD Kabupaten/Kota yang dihadiri oleh utusan DPK dan Pengurus Ikatan
dan atau Himpunan;
b. Rakerda KabupateniKota diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam tutu periode
kepengurusan DPI) Kabupaten/Kota; dan
c. dalam keadaan luar biasa Rakerda Kabupaten/Kota dilakukan sewaktu-waktu alas
usul DPK dan mendapat persetujuan sekurang-kurangnya setengah junilah DPK yang
ada.
2) Kewenangan Rapat Kerja Daerah terdiri dari:
a. menilai pelaksananan program kerja amanat Musda Kabupaten/Kota;
b. menyempurnakan dan memperbaiki program kerja untuk diaksanakan pada situ periode
kepengurusan selanjutnya;
c. membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan
organisasi; dan
d. membahas bahan-bahan yang akan didiskusikan pada Musda Kabupaten/Kota dan atm'
usulan pada Musprop/Munas yang akan datang.
3) Tata tertib Rapat Kerja Daerah terdiri dari:
a. Rakerda Kabupaten/Kota diselenggarkan oleh DPD Kabupaten/Kota dengan Panitia
Pelaksana DPK yang ditunjuk DPD Kahupaten/Kota;
b. Panitia Pelaksana Rakerda Kabupaten/Kota bertanggung jawab mengenai teknis
penyelengaraan rapat kerja DPD Kabupaten/Kota;
c. Rakerkab/Rakerkot dihadiri oleh Utusan DPD Kabupaten/Kota, DPK, Ikatan dan atau
Himpunan; dan
d. hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur datum peraturan tersendiri,
selama tidak bertentangan dengan AD/ART.

Bagian Kesepuluh
Pembentukan Panitia musyawarah Daerah dan Rapat Kerja Daerah
Pasal 73

1) Pembentukan Panitia Musyawarah Daerah, Rapat Kerja Daerah dilaksanakan oleh Rapat
DPD Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh Ketua DPD Kabupaten/Kota.
2) Rapat DPI) Kabupaten/Kota yang membahas pembentukan Panitia Musyawarah Daerah
dianggap sah apabila dihaciiri 50% (lima puluh persen) tambah satu dari jumlah Personel
DPD Kabupaten/Kota.
3) Apabila kourum tersebut tidak terpenuhi, maka rapat ditunda sampai dengan 15 (lima
belas) hari kalender dan pengurus mengirimkan undangan untuk rapat berikutnya paling
lambat 1 (satu) minggu sebel um rapat dilaksanakan.
4) Apabila koururn tersebut tidak terpenuhi sampai 2 (dua) kali penundaan dengan jeda
waktu yang sama, maka rapat dianggap sah dengan jumlah peserta yang hadir dan disetujui
mayoritas peserta rapat.
5) Dalam hal Ketua DPD Kabupaten/Kota berhalangan tetap, rapat dapat dipimpin oleh
Wakil Bidang Organisasi dan Kaderisasi bersama dengan Sekretaris.
6) Yang dimaksud berhalangan tetap acialah tidak aktif dalam melaksanakan tugas sebnai
pengurus selama 6 (enam) bulan berturut-turut.
7) Panitia Musyawarah Daerah dan Rapat Kerja Daerah disahkan dan clitetapkan dengan
Surat Keputusan DPD Kabupaten/Kota dengan tembusan disampaikan kepada DPW
Propinsi dan DPK.
8) Panitia Musyawarah .Daerah dais atau Rapat Kerja Daerah bertanggung jawab kepada
Ketua DPI) Kabupaten/Kota.

Bagian Kesebelas
Materi dan Jadwal Musyawarah Daerah
Pasal 74

1) Panitia :Kabupaten/Kota bersama DPD Kabupaten/Kota barns berkonsultasi kepada


DPW Provinsi tentang materi dan jadwal Kabupaten/Kota.
2) Selain kegiatan organisasi, dalam Musda dapat dilakasanakan kegiatan ilmiah.
3) Kegiatan ilmiah climaksud dapat berupa pembekalan -Musda atau pun keLliatan yamg
diselenggarakan terpisah.

Bagian Kedua belas


Musyawarah
Anggota Pasal 75

1) Status Musyawarah Anggota terdiri dari:


a. Musyawarah Anggota adalah pelaksanaan kedaulatan tertinggi di tingkat
komisariat yang dihadiri olch DPK dan anggota komisariat, DPD Kabupaten/Kota serta
undangan dari DPK;
b. Musyawarah Anggota diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu periode
kepengurusan; dan
c. dalam keadaan luar biasa Musyawarah Anggota dapat dilakukan sewaktuwaktu
atas usul DPK dan mendapat persetujuan sekurang-kurangnya setengah dari jumlah
anggota di Komisariat tersebut.
2) Kewenangan Musyawarah Anggota terdiri dari:
a. menetapkan dan menilai pelaksananan program kerja DPK serta memperbaiki
program yang berjalan untuk dilaksanakan pada sisa periode kepengurusan;
b. membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan dan atau
perkembangan organisasi;
c. memilih DPK; dan
d. menjabarkan program kerja komisariat sebagai pelaksanaan dari program kerja
hasil Musda Kabupaten/Kota.
3) Pedoman Musyawarah Anggota terdiri dari :
a. Musyawarah Anggota diselenggarakan oleh DPK;
b. Musyawarah anggota dihadiri oleh utusan DPD Kabupaten/Kota serta seluruh pengurus
dan anggota di Komisariat tersebut; dan
c. hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan tersendiri,
selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

Bagian Ketiga belas


Musyawarah Perwakilan
Pasal 76

1) Status Musyawarah Perwakilan LN terdiri dari:


a. Musyawarah Perwakilan LN selanjutnya disingkat MusLN merupakan
pelaksanaan kedaulatan tertinggi organisasi di tingkat Perwakilan LN;
b. MusLN diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Pengurus MusLN
melalui badan khusus yang disebut Panitia MusLN, yang diangkat dan bertanggung
kepada DPP.PPNI; dan
c. Panitia MusLN terdiri dari Panitia Pengarah dan Panitia Pclaksana.
2) Kewenangan Musyawarah Perwakilan LN terdiri dari:
a. mengesahkan jadwal acara dan tata tertib MusLN;
b. memilih dan mengesahkan Pimpinan MusLN;
c. menelaah pertanggungjawaban Pengurus Perwakilan LN mengenai amanat yang
diberikan oleh MusLN sebelumnya, apabila pertanggung jawaban DPW Provinsi selesai;
d. memilih Ketua DPLN yang selanjutnya Ketua DPW Provinsi dilantik oleh Ketua
Umum DPP.PPNI atau DPP.PPNI yang diberi mandat oleh Ketua Umum DPP.PPNI;
e. menunjuk Ketua DPLN terpilih sebagai Ketua Tim Formatur.
f. memilih Anggota Tim Formatur Perwakilan LN;
g. memberikan mandat kepada Tim formatur untuk menyusun personel DPW
Provinsi, Dewan Pertimbangan Perwakilan LN;
h. memberikan mandat kepada Ketua DPLN terpilih untuk melantik DPLN, Dewan
Pertimbangan Perwakilan LN; dan
i. menetapkan garis-garis besar program kerja DPLN.
BAB XV
KESEKRETARIATAN DAN RUMAH TANGGA PPNI

Bagian Kesatu
Sekretariat Pengurus
Pasal 77

1) DPP.PPNI, DPW Propinsi, DPD Kabupaten/Kota dan DPK wajib memiliki Sekretariat;
2) Sekretariat tersebut dapat berupa hak milik, sewa, kontrak ataupun pinjaman yang tidak
mengikat; dan
3) setiap Pengurus PPNI wajib memberitahukan alamat sekretariat kepada DPP.PPNI
dengan tembusan kepada pengurus diatasnya dalam wilayah propinsi masing-masing.

Bagian Kedua
Pengelolaan Rapat
Pasal 78

1) Rapat Pengurus Harian, diselenggarakan setiap I (satu) bulan sekali;


2) Rapat Pengurus Pleno, diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap 3 (tiga)
bulan;
3) Rapat-Rapat Pengurus adalah sah bila dihadiri 2/3 (dua per tiga) jumlah anggota Badan
Pengurus;
4) para Ketua/Wakil Ketua dapat mengadakan rapat dengan Bidang/Departemen/Divisi yang
ada di bawah koordinasinya, sewaktu-waktu diperlukan;
5) para BidanWDepartemen/Divisi dapat mengadakan rapat di dalam lingkungannya sendiri
atau antar; dan
6) Bidang/Departemen/Divisi, sewaktu - waktu diperlukan.

Bagian Ketiga
Surat-Menyurat
Pasal 79

1) semua surat yang bersifat fonnal, baik surat masuk maupun keluar, untuk masingmasing;
2) bidang/departemen/divisi, harus dicatat oleh Staf Sckretariat, setelah berkoordinasi
dengan Sekretaris Jenderal/Sekretaris sesuai tingkatan di organsiasi PPNI. Surat masuk yang
telah diterima dan dicatat, diberi lembar disposisi dan dilaporkan kepada;
3) Sekretaris Jenderal/Sekretaris, kemudian clidisposisikan dan diteruskan kepada Ketua
Umum/Ketua untuk mendapatkan disposisi lebih lanjut atau dilaksanakan, sesuai dengan
tingkatan PPNI;
4) schwa surat keluar pada prinsipnya ditandatangani oleh Ketua Umum/Ketua dan
Sekretaris Jenderal/Sekretaris, terutama yang bersifat keluar dan pernyataan sikap untuk dan
atas nama organisasi, setelah mendapat paraf dari Ketua/Wakil Ketua yang terkait dengan
perihal surat/permasalahan yang ditanggapi, sesuai tingkatan di organisasi PPNI ;
5) surat keluar yang menyangkut pelaksanaan kegiataniProgram Kerja, dapat ditandatangani
oleh salah seorang Ketua dan atau bersarna Sekretaris Jenderal/Sekretaris, yang;
6) bersangkutan dengan Kegiatan/Program Kerja tersebut, yang tembusan surat ditujukan
kepada Ketua Umum/Ketua, sesuai tingkatan di organisasi PPNI; dan
7) surat yang bersifat teknis administratif dan rutin semata, dapat ditandatangani Sekretaris
Jenderal/Sekretaris dengan tembusan kepada Ketua Umum/Ketua, sesuai tingkatan organisasi
PPNI.

BAB XVI
BADAN-BADAN LAIN
Pasal 80

Badan-badan Lain Pengurus PPNI terdiri dari:


a. Badan Bantuan Hokum dan Advokasi;
b. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keperawatan;
c. Badan Penelitian dan Pengembangan Keperawatan;
d. Badan Penanggulangan Bencana; dan
e. Badan Usaha.

BAB XVII
PEMBIAYAAN DAN ASET

Bagian Kesatu
Sumber dan Alokasi
Pasal 81

1) Sumber dan alokasi besarnya uang pangkal dan uang iuran keanggotaan ditetapkan oleh
Munas.
2) Besaran uang pangkal bagi anggota bars adalah Rp 100.000,- (seratus ribs rupiah ribs
rupiah).
3) Iuran anggota sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah )/orang/tahun.
4) Pengalokasian uang pangkal dan iuran bulanan anggota ditetapkan sebagai berikut:
a. DPP.PPNI sebesar 15%
b. DPW Provinsi/sebesar 20%
c. DPD Kab/Kota sebesar 25%
d. DPK 40%
5) Untuk Perwakilan Luar Negeri menyetorkan 20% dari uang iuran anggota ke DPP.PPNI.
6) Iuran anggota disetorkan komisariat melalui sistem Bank yang telah mendapat
persetujuan bersaina Pengurus.
7) Iuran anggota ditambahkan iuran keanggotaan 1CN sebesar Rp. 5.000.- (lima ribu
rupiah)/anggota/bulan dan disetorkan langsung oleh DPD Kabupaten/Kota kepada DPP.PPNI
melalui rekening Bank.
8) Pembagian uang hasil usaha dari unit-unit pelaksana teknisatau usaha-usaha lain yang
mengatasnamakan dan atau menggunakan nama PPNI antara lain:
a. Pelaksana usaha yang bersangkutan 75%.
b. Fee organisasi sebanyak 25% dengan rincian:
1) Komisariat atau lokasi di mana badan usaha tersebut berada: 10%
2) DPP.PPN1, DPW Provinsi dan DPD Kab/Kota, masing-masing: 5%
9) Pembagian hasil usaha yang dilakukan dan atau melibatkan Kolegium, Ikatan dan atau
Himpunan.
10) Mekanisme pembagian hasil usaha yang melibatkan Kolegium, Ikatan dan alas
Himpunan dan badan-badan lain, secara rinci akan diatur dalam Peraturan Organisasi.

Bagian Kedua
Pengelolaan Keuangan
Pasal 82
Pengelolaan dan pcnggunaan dana pada setiap tingkatan organisasi dituangkan Rencana
Pendapatan dan Pengeluaran Organisasi berupa rencana kerja dan anggaran tahunan yang
dibahas dalam rapat pleno.

Pengeluaran yang bersilat mendesak diputuskan para rapat pengunis harian clan dilaporkan pada
rapat pleno pengurus serta pengeluaran hares ditandatangani sedikitnya 2 orang scbagai berikut:
untuk DPP.PPNI di tandatangani oleh Ketua umum atau Sekretaris Jenderal dan seorang Ketua,
untuk provinsi dan Kabupaten/Kota ditanda tangani oleh Ketua atau Wakil Ketua dan Sekretaris.
Pengurus menyampaikan laporan keuangan kepada Rapat Pleno Pengurus secara berkala,
triwulan, tahunan dan lima tahunan.
Audit keuangan eksternal dilakukan oleh akuntan publik sekurang-kurangnya sate kali dalam
satu periode guna keperluan pengawasan.
Pembukuan keuangan organisasi dimulai setiap tanggal I Januari, sampai dengan 31 Desember
pada setiap tahunnya.
Bendahara Umum/Bendahara di setiap tingkatan membuat laporan keuangan dan menyusun
neraca keuangan organisasi pada setiap akhir tahun, dan selambat-lainbatnya pada tanggal 31
desember tahun berjalan.
Pemasukan dan pengeluaran keuangan organisasi wajib didokumentasikan sesuai dengan sistein
yang berlaku untuk organisasi nirlaba.
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dan harta kckayaan organisasi dilakukan pada
Musyawarah Nasional/Musyawarah Wilayah/Musyawarah Daerah/Rapat Anggota.

Bagian ketiga
Aset
Pasal 83

Pengelolahan aset PPNI akan dialer lebih lanjut dengan peraturan organisasi

BAB XVIII
KETENTUAN TAMBAHAN
Pasal 84

1) Setiap anggota PPNI dianggap telah mengetahui isi dari Anggaran Dasar dan Rumah
Tangga PPNI.
2) Perselisihan dalam penafsiran Anggaran Dasar dan Rumah Tangga PPNI ini
3) diputuskan oleh DPP.PPNI.
4) Hal-hal yang belum diatur di dalam Anggaran Rumah Tangga PPNI ini dimuat di dalam
Peraturan Organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga.
5) Pemberlakuan terkait dalam Pasal 81 tentang sumber dan alokasi dana di mulai 1 Junuari
2016
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 85

Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di : Kabupaten Situbondo
Pada tanggal : 28 Mei 2016
Pimpinan Musyawarah Daerah ke VII PPNI
1. Ketua : Arthur D.T.B Lapian, SE., S.Kep., M.Kes
2. Sekretaris : Wawan Arif Sawana, S.Kp., MARS
3. Anggota :
3.1 : H. Sunardi, SKM., M.Kes.
3.2 :Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.AppSc., Ph.D
3.3 :lsak Jurun Hans Tukayo, S.Kp., M.Sc
BAHAN SIDANG

KOMISI B

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM KERJA


PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
PERIODE 2016-2021

MUSYAWARAH DAERAH
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA (PPNI)
KABUPATEN SITUBONDO
SITUBONDO, 28 MEI 2016
GARIS BESAR PROGRAM KERJA PPNI
Periode 2016-2021

Pendahuluan
Garis-Garis Besar Program Kerja ini dimaksudkan untuk menetapkan sasaran-sasaran dan
langkah-langkah perjuangan organisasi dalam lima tahun mendatang, dalam pencapaian tujuan
organisasi dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan pada khususnya dan
pembangunan Nasional umumnya sekaligus untuk memenuhi tanggungjawab dan peran
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dalam mengisi era kesejagatan.

Garis-Garis Besar Program Kerja ini dibagi ke dalam 3 bidang dan kesekretariatan, sebagai
berikut:

A. Garis Besar Program Kerja Bidang


BIDANG I : BIDANG ORGANISASI DAN KADERISASI; BIDANG HUKUM DAN
PEMBERDAYAAN POLITIK; BIDANG KERJASAMA LUAR NEGERI; BIDANG
HUBUNGAN DALAM NEGERFANTAR LEMBAGA

1. Bidang Organisasi dan Kaderisasi


a. Penguatan organ.isasi pada semua struktur
b. Pemetaan, pengawalan dan penguatan keanggotaan
c. Kadcrisasi Kepemimpinan Organisasi
d. Pengelolaan dan pembinaan keanggotaan
e. Penataan peran dan fungsi Kolegium, Ikatan/Himpunan dan badan kelengkapan lainya f
Penataan protokoler organisasi
2. Bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik:
a. Pengembangan dan Pengawalan peraturan turunan UUK; turunan UU No 38 tahun
2014 tentang Keperawatan
b. Pengembangan dan Pengawalan Konsil Keperawatan Indonesia
c. Penelaahan dan Pengawalan Kebijakan Pemerintah terkait Keperawatan
d. Pemetaan dan pengawalan Posisi Strategis yang dapat di isi oleh perawat
e. Yudisial Review terhadap peraturan perundangan yang merugikan profesi keperawatan
f. Advokasi dan bantuan hukum pada anggota yang berhadapan dengan permasalahan
hukum
g. Penyelarasan berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut keperawatan
3. Bidang hubungan dalam negeri antar lembaga
a. Membangun jejaring dan kerjasama antar lembaga pemerintah dan non pemerintah
b. Pemantapan fungsi hubungan masyarakat (HUMAS)
c. Pemantapan pencitraan profesi perawat melalui berbaaai media
4. Bidang Luar Negeri
a. Penataan dan Pengawasan Migrasi Perawat
b. Membangun jejaring kerjasama luar negeri
c. Pemantapan pencitraan profesi perawat di luar negeri

BIDANG II : BIDANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN; BIDANG PENELITIAN;


BIDANG SISTEM INFORMASI DAN KOMUNIKASI
1. Bidang Pendidikan dan Pelatihan:
a. Pengembangan standar nasional pendidikan tinggi keperawatan
b. Penguatan penyelengaraan uji kompetensi dan sertifikasi lulusan perawat sesuai dengan
amanat UU nomor.38 tahun 2014 tentang Keperawatan
c. Penelaahan kesesuaian kurikulum di berbagai jenjang dan jenis Pendidikan Perawat.
d. Penguatan program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Perawat Indonesia
(PKBPI)
e. Pengawasan kendali mutu penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keperawatan
f. Akreditasi lembaga dan program pelatihan keperawatan

2. Bidang Penelitian
a. Pengembangan kapasistas bidang penelitian PPNI
b. Road map riset keperawatan Indonesia
c. Pengembangan data dasar profile PPNI dan keperawatan
d. Penelaahan dan rekomendasi terkait rencana penelitian yang dilakukan
Institusi/pelayanan
e. Pengembangan Jurnal PPNI
3. Bidang Sistem Informasi dan Komunikasi
a. Pengembangan berbagai aplikasi berbasis IT untuk menunjang kinerja organisasi
b. Pemantapan pengelolaan data hose PPNI
c. Pengembangan Wehsite PPNI
d. Pengembangan "News Letter" PPNI"
e. Pemantapan SIM-K
f. Pemantapan pencitraan profesi perawat melalui berbagai media

BIDANG III : BIDANG PELAYANAN; BIDANG KESEJAHTERAAN


1. Bidang Pelayanan Keperawatan
a. Pengembangan standar Kompetensi, standar praktik, jenjang karir, sistem
remunerasi perawat di RS dan puskesmas
b. Perumusaan diagnosa keperawatan Indonesia
c. Pengembangan, ujicoba dan penetapan model Asuhan Keperawatan di Rumah
Sakit dan Masyarakat
d. Mengembangkan sistem pemantauan mutu pelayanan keperawatan komunitas
e. Pemantauan Penerapan Sistem Jenjang Karir Perawat Klinik
f. Pengembangan Pedoman Jenjang karir manajer, pendidikan dan riset di sarana
layanan kesehatan
g. Pemetaan dan peguatan praktik mandiri/pelayanan keperawatan
h. Penguatan peran PPNI dalam lembaga akreditasi RS

2. Bidang Kesejahteraan
a. Pemantapan sistem imbal jasa keperawatan
b. Penggalangan "Endowment fund"
c. Peningkatan kepedulian organisasi terhadap anggota

B. Garis Besar Program Kerja Kesekretariatan Dan Keuangan


1. Kesekretariatan
a. Pengadaan gedung/kantor PPNI
b. Penataan Kearsipan
c. Penataan Sistem Surat-Menyurat
d. Penataan Jalur Komunikasi intra organisasi
e. Penataan dan pengawalan berbagai fens rapat (rapat-rapat rutin).
2. Keuangan
a. Penataan sistem keuangan organisasi
b. Penataan aset dan kepemilikan

Penutup
Pedoman ini merupakan arah gafis-garis besar yang hams dijadikan acuan untuk pelaksanaan
program kerja kepengurusan 2016-2021.
BAHAN SIDANG

KOMISI C

ETIKA DAN PELAKSANAANNYA


PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
PERIODE 2016-2021

MUSYAWARAH DAERAH
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA (PPNI)
KABUPATEN SITUBONDO
SITUBONDO, 28 MEI 2016
ETIKA DAN PELAKSANAANNYA
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
PERIODE 2016-2021

A. Garis-garis Besar Program Kerja


1. Revitalisasi penerapan Kode Etik sejak mahasiswa keperawatan
2. Evaluasi norma Kode Etik Keperawatan sesuai dengan kondisi terkini
3. Peningkatan kepatuhan Kode Etik Perawat

B. Issue: Kode Etik Pembelajaran

Rekomendasi:
1. Merekomendasikan kepada Institusi Pendidikan mengajarkan dan
2. Memperkenalkan Kode Etik sedini mungkin dan secara terus menerus
Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk memfasilitasi sosialisasi
3. Kode Etik Perawat di Institusi Pelayanan Kesehatan
BAHAN SIDANG

KOMISI D

ISSUE DAN REKOMENDASI


PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
PERIODE 2016-2021

MUSYAWARAH DAERAH
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA (PPNI)
KABUPATEN SITUBONDO
SITUBONDO, 28 MEI 2016
ISSUE DAN REKOMENDASI
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
PERIODE 2016-2021

A. Issue 1: Fokal point keperawatan dalam struktur Pemerintahan


Rekomendasi:
Melakukan advokasi berbasis bukti ilmiah tentang pentingnya keberadaan Direktorat
Keperawatan atau Policy Maker kepada Presiden, DPR RI, Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementrian Kesehatan.

B. Issue 2: Penguatan peran perawat dalam Upaya Kesehatan Perorangan


(UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di pelayanan primer
Rekomendasi:
1. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk meningkatkan dan menguatkan peran
perawat dalam upaya preventif dan promotif sesuai dengan kompetensinya
2. Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk menyusun sistem pelayanan keperawatan
berdasarkan bukti ilmiah dengan memperhatikan NSPK (norma, standar, pedoman, dan
kriteria)
3. Melakukan advokasi kepada pemerintah agar dapat mengimplementasikan Undang-
Undang Keperawatan untuk memfasilitasi pendidikan dan pelatihan berkelanjutan terkait
dengan pencapaian kompetensi perawat
4. Merekomendasikan kepada Pemerintah agar menetapkan indikator capaian kinerja
perawat di masyarakat

C. Issue 3: Sistem Kredensial dan Rekredensial


Rekomendasi:
1. Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Presiden tentang
konsil keperawatan
2. Merekomendasikan kepada pemerintah melalui MTKP untuk Percepatan penerbitan STR
3. Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk menetapkan kurikulum pendidikan
keperawatan yang memenuhi kualifikasi kebutuhan yang diakui secara nasional dan
internasional
4. Merekomendasikan kepada Komite Administrasi Rumah Sakit untuk menjadikan peran
komite keperawatan beserta penerapan Nursing Staff By Law menjadi standar Akreditasi
Rumah Sakit
5. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk melibatkan PPNI dalam akreditasi
puskesmas
6. Melakukan Advokasi kepada Kementerian Kesehatan tentang sistem kredensialing
perawat di Puskesmas.

D. Issue 4: Kewenangan klinis perawat


Rekomendasi:
1. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk menetapkan panduan kewenangan klinis
perawat (clinical privilege) yang telah dibuat oleh PPNI
2. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan yang terkait dengan
jenjang karir

E. Issue 5: JKNBPJS: Jasa Pelayanan Keperawatan


Rekomendasi:
1. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk menentukan imbal jasa perawat
berdasarkan asuhan keperawatan dalam clinical pathway di fasilitas pelayanan rujukan
2. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk merevisi Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 19/2014 tentang point yang diberikan untuk pembayaran dana kapitasi BPJS, jasa
pelayanan/keperawatan yang lebih baik berbasis kinerja
3. Merekomendasikan kepada Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi, Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan BKN untuk pengakuan
profesi setara dengan profesi lain (perawat sejajar dengan dokter dan apoteker) sesuai
dengan Peraturan Presiden nomor 54/2007 tentang tunjangan jabatan fungsional tenaga
kesehatan: agar tunjangan perawat disetarakan dengan profesi
4. Merekomendasikan kepada pemerintah agar praktek mandiri perawat menjadi gate
keeper di dalam pelaksanaan JKN/BPJS

F. Issue 6: Pendidikan Keperawatan


Rekomendasi:
1. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk melalcukan pengkajian terhadap kebutuhan
program D IV keperawatan dan penataan ulang Program D IV Keperawatan bersama
PPNI
2. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk menyusun pedoman RPL dan pembiayaan:
lulusan SPK ke D III Keperawatan; DIV Keperawatan ke Pendidikan Ners

G. Issue Penghargaan bagi yang berjasa dalam keperawatan


Rekomendasi:
1. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk melibatkan peran serta PPNI dalam
Pemberian Penghargaan Bagi Perawat yang berjasa/berprestasi teladan dalam pelayanan
kesehatan, baik di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat
2. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan penghargaan kepada perawat
dalam rangka HUT RI

H. Issue 8: Kontinuitas Visi Pengembangan keperawatan


Rekomendasi:
Merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberdayakan kelompok pakar keilmuan
keperawatan di Konsorsium Ilmu Kesehatan (KIK) dalam pengembangan kesehatan

Anda mungkin juga menyukai