Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

KONSEP PATOFISIOLOGI ASIDOSIS METABOLIK DAN


RESPIRATORIK AKIBAT GANGGUAN KESEIMBANGAN ASAM BASA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat II

Disusun Oleh :

Fita Lia Aryanti


AK.1.13.085

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2016
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT dan junjungan besar

kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya

kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

KONSEP PATOFISIOLOGI ASIDOSIS METABOLIK DAN ASIDOSIS

RESPIRATORIK AKIBAT GANGGUAN KESEIMBANGAN ASAM

BASA. Tujuan penyusunan makalah ini di tujukan untuk memenuhi salah satu

syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat II.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa penyusunan

makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena adanya keterbatasan ilmu dan

bahan-bahan yang diperoleh. Untuk itu segala kritik dan saran yang membangun

akan di terima dengan keterbukaan hati.

Sehubungan dengan penyusunan makalah ini kami mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu Dosen yang telah

membimbing kami. Serta bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak yang

membantu dalam menyelasaikan makalah ini.

Semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal atas segala yang

telah mereka berikan. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandung, November 2016


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sering kali kita mendengar kata asam basa,kegunaan dan fungsinya,akan

tetapi kita masih kurang mengetahui apa dampak yang ditimbulkan bila

keseimbangan ini terganggu dan kebanyakan orang hanya dapat

menyimpulkan suatu gangguan pada tubuh seseorang terjadi karena suatu

penyakit tanpa mengetahui secara rinci bagaimana penyakit itu terjadi dan

proses-proses pembentukan suatu penyakit tersebut. Maka, dalam makalah ini

kelompok kami akan membahas tentang ketidakseimbangan asam basa, yaitu

meliputi asidosis respiratorik, asidosis metabolik, alkolisis respiratorik dan

alkolisis metabolik.
Satu pengukuran yang digunakan untuk mengambarkan keseimbangan

asam basa adalah pH. Jika ion hidrogen bertambah, larutan akan bersifat basa

(pH<7). Sebaliknya, jika hidroksil bertambah, larutan tersebut akan bersifat

basa (pH>7). Plasma darah normalnya bersifat basa ringan dengan pH 7,35

7,45. Asidosis adalah kondisi yang ditandaidengan berlebihnya proporsi ion

hydrogen didalam cairan eksrasel dengan pH<7,35. Alkalosis adalah kondisi

ketika plasma darah kekurangan ion H+ dan pH>745. Untuk mempertahan pH

yang normal, ion Hidrogen diatur melalui system buffer, makanisme

pernafasan, makanisme ginjal. Bila upaya resebut gagal dan pH darah <6,8

atau >8,0 dapat terjadi kematian.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana patofisiologi asidosis metabolik dan asidosis respiratorik akibat

gangguan keseimbangan asam basa ?


1.3 Tujuan
Untuk mengetahui patofisiologi asidosis metabolik dan asidosis respiratorik

akibat gangguan keseimbangan asam basa.

BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Definisi

Pada dasarnya keseimbangan asam basa mengacu kepada pengaturan

ketat konsentrasi ion hydrogen (H+) bebas di dalam cairan tubuh. Secara

umum keseimbangan asam basa digambarkan dalam reaksi dalam

keseimbangan dalam berikut ini.

CO2 + H2 OH 2CO3 H++ HCO3-

Reaksi diatas bersifat reversible karena dapat berlangsung dalam dua

arah,bergantung pada konsentrasi zat-zat yang terlibat.Saat kadar CO 2 dalam

darah meningkat ,reaksi akan berpindah kesisi asam dan menghasilkan H +

serta menghasilkan HCO3- . Sebaliknya,jika kadar CO2 dalam darah

menurun ,reaksi tersebut akan berpindah ke sisi CO2. Dalam proses ini,ion H+
dan HCO3- bereaksi membentuk H2CO3 yang dengan cepat berubah kembali

menjadi CO3 dan H2O. Ketidakseimbangan asam basa terjadi bila

perbandingan antara(HCO3-) dan (CO2 ) tidak professional .Normalnya,

perbandingan antara keduanya adalah 20/1 . Jika perbandingan tersebut

berubah,akan terjadi ketidakseimbangan yang menimbulkan gangguan yang

disebut asidosis dan alkalosis. Baik asidosis maupun alkalosis keduanya

dipengaruhi oleh fungsi pernafasan dan metabolisme.Karena itu dikenal

istilah asidosis respiratorik dan asidosis metabolik serta alkalosis respiratorik

dan alkalosis metabolik.

Tabel 1.1 Kadar pH ,PCO2 ,HCO yang diketahui pada keadaan asidosis dan alkalosis

Tingkat metabolic Tingkat respiratorik


Asidosis Alkalosis Asidosis Alkalosis
pH <7,35 >7,45 <7,35 >7,45
serum
pCO Normal,mulai Normal,mulai Meningkat diatas Menurun sampai
menurun naik mmHg(karena 40 mmHg(akibat
sampai<40mmHg sampai>40mm retensi banyak
untuk Hg untuk karbondioksida kehilangan
keseimbangan keseimbangan yang berlebihan) karbondioksida)
HCO3 Menurun sampai Meningkat Normal,meningka Normal,menurun
dibawah 27 sampai diatas t sampai lebih sampai kurang
mEq/L 27 mEq/L dari 27mEq/L dari 27 mEq/L
untuk kompensasi untuk
kompensasi
pH <6,0 >6,0
urine

Saat terjadi gangguan keseimbangan asam basa,tubuh akan berupaya

memperbaikinya melalui suatu system regulasi sehat yang disebut

kompensasi.Selain melalui system buffer, upaya kompensasi ini dilakukan

melalui mekanisme pernafasan dan mekanisme ginjal.


2.2.1 Asidosis Respiratorik

Asidosis respiratorik adalah gangguan keseimbangan asam-basa

yang disebabkan oleh retensi CO2 akibat kondisi hiperkapnia. karena

jumlah CO2 yang keluar melalui paru berkurang,terjadi peningkatan

H2CO3 yang kemudian menyebabkan peningkatan (H +). Kondisi ini bisa

disebabkan olleh banyak hal,diantaranya adalah penyakit paru,depresi

pusat pernafasan,kerusakan saraf atau otot yang menghambat

kemampuan bernafas.

Sebagai upaya kompensasi,ginjal akan berupaya menahan

bikarbonat untuk mengembalikan rasio asam karbonat dan bikarbonat

yang normal. Akan tetapi,karena ginjal berespons relative lambat

terhadap keseimbangan asam-basa,respons kompensasi tersebut

mungkin akan membutuhkan waktu beberapa jam hingga beberapa hari

sampai pH kembali normal.

2.1.2 Asidosis Metabolik

Asidosis metabolik dikenal juga dengan istilah asidosis non

respiratorik,mancakup semua jenis asidosis yang bukan disebabkan

oleh kelebihan CO2 dalam cairan tubuh. Pada Keadaan tidak

terkompensasi,kondisi ini ditandai dengan penurunan HCO3-

plasma,sedangkan kadar CO2 normal. Asidosis metabolik biasanya

disebabkan oleh pengeluaran cairan kaya HCO3- secara berlebihan atau

oleh penimbunan asam non karbonat. Kondisi tersebut merangsang

pusat pernafasan untuk meningktkan frekuensi dan kedalaman nafas .


Akibatnya,karbondioksida semakin banyak terbuang dan kadar asam

karbonat menurun. Upaya ini meminimalkan perubahan pH.

2.1.3 Alkalosis Respiratorik

Alkalosis respiratorik merupakan dampak utama pengeluaran CO2

berlebih akibat hiperventilasi . Jika ventilasi paru meningkat,jumlah

CO2 yang dikeluarkan akan lebih besar daripada yang dihasilkan.

Akibatnya,H2CO3 yang terbentuk berkurang dan H+ menurun.

Kemungkinan penyebab alkalosis respiratorik adalah

demam,kecemasan dan keracunan aspirin yang kesemuanya

merangsang ventilasi yang berlebihan. Sebagai upaya kompensasi

ginjal akan mengekresikan bikarbonat untuk mengembalikan pH

kedalam rentang normal.

2.1.4 Alkalosis Metabolik

Alkalosis metabolik adalah penurunan (reduksi) H+ plasma yang

disebabkan oleh defisiensi relatife asam-asam non karbonat. Pada

kondisi ini,peningkatan HCO3- tidak diimbangi dengan peningkatan

CO2 .Dalam keadaan tidak terkonpensansi,kadar HCO3- bisa berlipat

ganda dan menyebabkan rasio alkalotik 40/1. Kondisi ini antara lain

disebabkan oleh muntah yang terus menerus dan ingesti obat-obat

alkali. Sebagai upaya kompensasi,pusat pernafasan ditekan agar

pernafasan menjadi pendek dan dangkal. Akibatnya,karbondioksida

menjadi tertahan dan kadar asam karbonat meningkat guna

mengimbangi kelebihan bikarbonat.


2.2 Pengaturan Keseimbangan Asam Basa

Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama dengan

pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai

homeostatis. Harus ada keseimbangan antara asupan atau produksi ion

hidrogen dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion

lain, ginjal memainkan peranan kunci dalam pengaturan-pengaturan ion

hidrogen. Akan tetapi, pengaturan konsentrasi ion hidrogen cairan

ekstraseluler yang tepat melibatkan jauh lebih banyak daripada eliminasi

sederhana ion-ion hidrogen oleh ginjal. Terdapat juga banyak mekanisme

penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang

perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hidrogen normal dalam cairan

ekstraseluler dan intraseluler.

Dalam hal ini berbagai mekanisme yang turut membantu mengatur

konsentrasi ion hidrogen, dengan penekanan khusus pada kontrol sekresi ion

hidrogen ginjal dan reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion ion bikarbonat

oleh ginjal, yaitu salah satu komponen kunci sistem kontrol asam basa dalam

berbagai cairan tubuh.

2.3 Konsentrasi ion hidrogen dan pH cairan tubuh normal serta perubahan
yang terjadi pada asidosis dan alkalalosis.
Konsentrasi ion hidrogen darah secara normal dipertahankan dalam batas

ketat suatu nilai normal sekitar 0,00004 mEq/liter ( 40 nEq/liter ). Variasi

normal hanya sekitar 3 sampai 5 mEq/liter, tetapi dalam kondisi yang ekstrim,

konsentrasi ion hidrogen yang bervariasi dari serendah 10 nEq/liter sampai

setinggi 160 nEq/liter tampa menyebabkan kematian.


Karena konsentrasi ion hidrogen normalnya adalah rendah dan dalam

jumlah yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion hidrogen

disebutkan dalam skala logaritma, dengan menggunakan satuan pH. pH

berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen.

pH normal darah arteri adalah 7,4 , sedangkan pH darah vena dan cairan

interstetial sekitar 7,35 akibat jumlah ekstra karbondioksida ( CO 2 ) yang

dibebaskan dari jaringan untuk membentuk H2CO3. Karena pH normal darah

arteri 7,4 seseorang diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun dibawah

nilai ini dan mengalami alkolisis saat pH meningkat diatas 7,4. Batas rendah

pH dimana seseorang dapat hidup lebih dari beberapa jam adalah sekitar 6,8

dan batas atas adalah sekitar 8,0.

pH intraseluler biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena

metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3. Bergantung pada jenis

sel, pH cairan intraseluler diperkirakan berkisar antara 6,0 dan 7,4. Hipoksia

jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan

pengumpulan asam dan itu dapat menurunkan pH intraseluler.

pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status asam

basa cairan ekstraseluler. Contoh ekstrim dari suatu cairan tubuh yang bersifat

asam adalah HCL yang diekskresikan kedalam lambung oleh oksintik ( sel-

sel parietal ) dari mukosa lambung.

Pengaturan

Ada 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrigen dalam cairan

tubuh untuk mencegah asidosis atau alkalosis adalah:

1. Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang dengan segera
bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion

hidrogen yang berlebihan.

2. Pusat pernapasan yang mengatur pembuangan CO2 dari cairan ekstraseluler.

3. Ginjal yang dapat mengekskresikan urin asam atau urin alakalin, sehingga

menyesuaikan kembali konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler menuju

normal selama asidosis dan alkalisis.

Saat terjadi perubahan dalam konsentrasi ion hidrogen ,sistem penyangga

cairan tubuh bekerja dalam waktu singkat untuk menimbulkan perubahan-

perubahan ini. Sistem penyangga tidak mengeliminasi ion-ion hidrogen dari

tubuh atau menambahnya kedalam tubuh tetapi hanya menjaga agar mereka

tetep terikat sampai keseimbangan tercapai kembali. Kemudian sistem

pernafasan juga bekerja dalam beberapa menit untuk mengeliminasi CO2 dan

oleh karena itu H2CO3 dari tubuh. Kedua pengaturan ini menjaga konsentrasi

ion hidrogen dai perubahan yang terlalu banyak sampai pengaturan yang

ketiga bereaksi lebih lambat,Ginjal dapat mengeliminasi kelebihan asam dan

basa dari tubuh.

Walaupun ginjal relatif lambat memberi respon,dibandingkan sistem

penyangga dan pernafasan, ginjal merupakan sistem pengaturan asam-basa

yang paling kuat selama beberapa jam sampai beberapa hari.

Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-

basa darah:

1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk

ammonia Ginjal memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau

basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.


2. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer).
Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung

terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu

penyangga pH bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH

suatu larutan. Penyangga pH yang paliing penting dalam darah menggunakan

bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan

dengan karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang

masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat

dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke

dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan

lebih sedikit bikarbonat.

3. Pembuangan karbondioksida.
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen

dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida

ke paru-paru dan di paru paru karbondioksida tersebut dikeluarkan

(dihembuskan). Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida

yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman

pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksidadarah menurun

dan darah menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar

karbondioksida darah meningkat dan darah menjadi lebih asam. Dengan

mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan

paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi menit.

2.4 Sistem Penyangga Ion Hidrogen dalam Cairan Tubuh

Penyangga adalah zat apapun yang secara terbalik dapat mengikat ion-ion

hidrogen,yang segera bergabung dengan asam basa untuk mencegah perubahan

konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan. Sistem ini bekerja sangat cepet dan
menghasilkan efek dalam hitungan detik. Ada 4 sistem penyangga dalam cairan

tubuh yaitu:

1. Sistem penyangga bikarbonat

Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung

dua zat :

1. Asam lemah ( H2CO3 )

2. Garam bikarboant ( NaHCO3 )

H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O :

CO2 + H2O H2CO3

Reaksi ini lambat, dan sangat sedikit jumlah H 2CO3 yang dibentuk kecuali

bila ada enzim karbonik anhidrase. Enzim ini banyak sekali di dinding alveoli

paru-paru, dimana CO2 ( oksigen ) dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan

di sel-sel epitel tubulus ginjal, dimana CO 2 bereaksi dengan H2O untuk

membentuk H2CO3.

H2CO3 berionasi seara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3-:

H2CO3 H+ + HCO3-

Komponen dari kedua sistem, yaitu garam bikarbonat, terbentuk secara

dominan sebagai natrium bikarbonat ( NaHCO3 ) dalam cairan ekstraseluler.

Oleh karena itu hasil akhinya adalah kecenderungan penurunan kadar CO 2

dalam darah,tetapi penurunan CO2 dalam darah menghambat pernapasan dan

penurunan laju ekspirasi CO2 . Peningkatan HCO3- yang terjadi didala darah

dikompensasi oleh peningkatan ekskresi HCO3- ginjal.

Sistem penyangga bikarbonat merupakan penyangga ekstraselular yang

paling penting. Sistem alasan bikarbonat kuat karena dua alasan berikut :
1. pH cairan ekstraseluler sekitar 7,4 , sedangkan pK sistem penyangga bikarbonat

adalah 6,1 . Hal ini berarti bahwa terdapat sistem penyangga bikarbonat dalam

bentuk HCO3- sebanyak 20 kali lebih besar daripada bentuk CO2 yang terlarut.

Karena alasan inilah sistem tersebut bekerja pada bagian kurva penyangganya

buruk.

2. Konsentrasi kedua elemen bikkarbonat, yaitu CO2 dan HCO3- tidak besar

( kecil).

Selain ciri-ciri ini, sistem penyangga bikarbonat merupakan penyangga

ekstraseluler yang paling kuat dalam tubuh. Sifat berlawanan yang jelas ini

terutama akibat kenyataan bahwa kedua elemen sistem penyangga. HCO 3- dan

CO2 diatur oleh ginjal dan paru-paru. pH cairan ekstraseluler dapat diatur dengan

tepat oleh kecepatan relatif dan penambahan HCO 3- oleh ginjal dan kecepatan

pemindahan CO2 oleh paru-paru.

2. Sistem penyangga fosfat

Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah

asam kuat menjadi asam lemah dan basa kuat menjdi basa lemah. Natrium

hidrogen fosfat ( Na2HPO4) adalah basa lemah dan natrium dihidrogen fosfat

( Na H2PO4) adalah asam lemah

HCl + Na2HPO4 NaH2PO4 + NaCl

NaOH + NaH2PO4 Na2HPO4 + H2O

Walaupun sistem penyangga fosfat tidak mempunyai manfaat yang besar

sebagai penyangga cairan ekstraseluler, sistem penyangga ini memainkan peranan

penting dalam penyangga cairan tubulus ginjal dan cairan intraseluler.


Elemen utama dalam sistem penyangga fosfat adalah H2PO4- dan HPO4- , bila

suatu asam kuat seperti HCL ditambah kedalam campuran kedua zat ini, hidrogen

diterima oleh basa HPO4- dan dikonversikan menjadi H2PO4- :

HCL+Na2HPO4 Na2HPO4 + NaCL

Hasil dari reaksi ini adalah asam kuat, yaitu HCL, digantikan oleh sejumlah

asam lemah tambahan Na2HPO4 dan penurunan pH menjadi minimal.

Penyangga fosfat menpunyai peran yang sangat penting dalam cairan

tubulus ginjal

Alasannya :

1. Fosfat biasanya menjadi sangat pekat dalam bentuk tubulus, sehingga

meningkatkan tenaga penyangga sistem fosfat.

2. Cairan tubulus biasanya mempunyai pH yang lebih rendah daripada airan

ekstraseluler, menyebabkan jangkauan kerja penyangga lebih mendekati pK

sistem.

Sistem penyangga fosfat juga penting dalam penyangga intraseluler karena

konsentrasi fosfat dalam cairan ini beberapa kali lebih besar daripada dalam cairan

ekstraseluler. Juga pH cairan intraseluler lebih rendah daripada pH cairan

ekstraseluler dan oleh karena itu biasanya lebih mendekati pK sistem penyangga

fosfat, dibandingkan dengan pK cairan ekstraseluler.

3. Sistem protein

Sistem protein Sistem penyangga terkuat dalam tubuh. Karena mengandung

gugus karboksil yang berfungsi sebagai asam dan gugus amino yang berfungsi

sebagai basa. Protein banyak diantara para penyangga yang paling kuat dalam

tubuh karena konsentrasinya yang tinggi, terutama didalam sel.


pH sel, walaupun sedikit lebih rendah daripada ph dalam cairan ekstraseluler,

perubahannya kira-kira sesuai dengan perubahan pH cairan ekstraseluler. Ada

sedikit ion hidrogen dan ion bikarbonat yang berdifusi melalui membran sel,

walaupun ion-ion ini membutuhkan waktu beberapa jam untuk menjadi seimbang

dengan cairan ekstraseluler, kecuali keseimbangan cepat yang terjadi didalam sel-

sel darah merah. Akan tetapi CO2 dapat dengan cepat berdifusi melalui semua

membran sel. Difusi elemen sistem penyangga bikarbonat ini mrnyebabkan pH

cairan intraseluler berubah ketika terjadi perubahan pH cairan ekstraseluler.

Karena alasan ini, sistem penyangga didalam sel membantu mencegah perubahan

pH cairan ekstraseluler tetapi mungkin membutuhkan waktu beberapa jam untuk

menjadi efektif secara maksimal.

Dalam sel darah merah, hemoglobin adalah penyangga penting sebagai berikut :

H+ + Hb HHb

Penelitian eksperimental telah menunjukkan bahwa 60 sampai 70 persen

penyangga kimia total dalam cairan tubuh berada didalam sel-sel, kebanyakan

dihasilkan dari protein intraseluler. Akan tetapi, kecuali untuk sel-sel darah merah,

lambatnya pergerakan ion hidrogen dan ion bikarbonat melalui membran sel

sering memperlambat kemampuan maksimal protein intraseluler sampai beberapa

jam untuk menyangga gangguan asam basa ekstraseluler.

2.5 Pengaturan Pernapasan Terhadap Keseimbangan Asam Basa

Gangguan pada asam basa adalah pengaturan konsentrasi CO 2 cairan

ekstraseluler oleh paru-paru. Peningkatan cairan ekstra seluler akan menurunkan

pH, sedangkan penurunan Pco2 akan meningkatkan pH. Oleh karena itu dengan

menyesuaikan Pco2 meningkat atau menurun, paru-paru secara efektif dapat


mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler. Peningkatan ventilasi CO2

dari cairan ekstraseluler yang melalui kerja massa akan mengurangi konsentrasi

ion hidrogen. Sebaliknya penurunan ventilasi akan meningkatkan CO 2, jadi juga

meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dalam cairan ekstraseluler.

1. Ekspirasi CO2 paru-paru mengimbangi pembentukan CO2 metabolik.

CO2 dibentuk secara teruss menerus dalam suhu tubuh melalui proses

metabolisme intraseluler. Setelah itu CO2 berdifusi dari sel masuk kedalam

cairan interstisial dan darah, dan aliran darah mentranspor CO2 ke paru,

tempat CO2 berdifusi kedalam alveoli dan kemudian ditransfer ke atmosfer

melalui paru-paru. Rata-rata secara normal terdapat sekitar 1,2 mol/liter CO 2

yang terlarut dalam cairan ekstraseluler, yang sama dengan Pco2 40 mmHg.

Bila kecepatan pembentukan CO2 metabolik meningkat, Pco2 cairan

ekstraseluler juga meningkat. Sebaliknya penurunan kecepatan metabolik

menurunkan Pco2. Bila kecepatan ventilasi paru-paru dan Pco2 dalam cairan

ekstraseluler menurun. Oleh karena itu perubahan ventilasi paru atau

kecepatan pembentukan CO2 oleh jaringan dapat mengubah Pco2 cairan

ekstraseluler.

2. Peningkatan ventilasi alveolus menurunkan konsentrasi ion hidrogen

cairan ekstraseluler dan meningkatkan pH

Bila pembentukan CO2 metabolik tetap konstan, satu-satunya faktor lain

yang mempengaruhi Pco2 dalam cairan ekstraseluler adalah kecepatan

ventilasi alveolus, semakin rendah Pco2 dan sebaliknya, semakin rendah

kecepatan ventilasi alveolus, semakin tinggi Pco2 . bila konsentrasi CO2


meningkat, konsentrasi H2CO3 dan konsentrasi ion hidrogen juga meningkat,

sehingga menurunkan pH cairan ekstraseluler.

3. Peningkatan konsentrasi ion hidrogen merangsang ventilasi alveolus

Tidak hanya kecepatan ventilasi alveolus saja yang mempengaruhi

konsentrasi ion hidrogen dengan mengubah Pco2 cairan tubuh, tetapi

konsentrasi ion hidrogen juga mempengaruhi kecepatan ventilasi alveolus.

Kecepatan alveolus meningkatkan empat sampai lima kali kecepatan normal

sewaktu pH turun dari nilai normal. Oleh karena itu kompensasi pernapasan

terhadap peningkatan pH tidak seefektif respon penurunan pH yang nyata.

4. Kontrol umpan balik konsentrasi hidrogen oleh sistem pernapasan

Karena peningkatan konsentrasi ion hidrogen meransang pernapasan dan

karena peningkatan ventilasi alveolus sebaliknya menurunkan konsentrasi

ion hidrogen, sistem pernapasan bekerja sebagai kontrol umpan balik negatif

yang khas untuk konsentrasi ion hidrogen :

( H+ ) ventilasi alveolus

( - ) Pco2

Yaitu kapanpun konsentrasi ion hidrogen meningkat di atas normal,

sistem pernapasan dirangsang dan diventilasi alveolus meningkat. Keadaan

ini menurunkan Pco2 cairan ekstraseluler dan mengurangi konsentrasi ion

hidrogen kembali menuju normal. Sebaliknya bila konsentrasi ion turun

dibawah normal, pusat pernapasan menjadi tertekan, ventilasi alveolus

menurun dan konsentrasi ion hidrogen meningkat kembali menuju normal.

5. Efisiensi kontrol pernapasan terhadap konsentrasi ion hidrogen


Kontrol pernapasan tidak mengembalikan konsentrasi ion hidrogen

kembali normal bila beberapa gangguan diluar sistem pernapasan telah

menghambat pH, biasanya mekanisme pernapasan untuk mengontrol

konsentrasi ion hidrogen mempunyai efektifitas antara 50 dan 75 persen. Bila

konsentrasi ion hidrogen tiba-tiba meningkat melalui penambahan asam

kedalam cairan ekstraseluler dan pH turun dari 7,4 menjadi 7,0 , sistem

pernapasan dapat mengembalikan pH ke nilai sekitar 7,2 sampai 7,3. Respon

ini terjadi dalam waktu 3 sampai 12 menit.

6. Kekuatan pernapasan sistem pernapasan

Pengaturan pernapasan terhadap keseimbangan asam basa merupakan

tipe sistem penyangga fisiologis karena pengaturan ini bekerja dengan cepat

dan menjaga konsentrasi ion hidrogen dari perubahan yang terlalu besar

sampai respon ginjal yang kebih lambat dapat menghilangkan ketidak

seimbangan. Pada umumnya seluruh tenaga penyangga sistem pernapasan

adalah satu sampai dua kali lebih besar daripada tenaga penyangga seluruh

penyangga kimia lainnya dalam gabungan cairan ekstrasel.uler. artinya satu

sampai dua kali lebih banyak asam atau basa yang secara normal dapat

disangga oleh mekanisme ini daripada oleh penyangga kimia.

Akan tetapi gangguan pernapasan dapat juga menyebabkan perubahan

konsentrasi ion hidrogen. Sebagai contoh, gangguan fungsi paru untuk

menghilangkan CO2 keadaan ini kemudian menyebabkan pembentukan CO2

dalam cairan ekstraseluler dan kecenderungan ke arah asisdosis respirotarik.

Juga kemampuan untuk memberi respon terhadap oksidasi metabolik menjadi

terganggu karena pengurangan kompensasi Pco2 yang secara normal akan


menjadi tumpul. Pada keadaan ini ginjal menjadi mekanisme fisiologis

tunggal yang masih ada untuk mngembalikan pH ke arah normal setelah

terjadi penyanggaan kimia awal dalam cairan ekstraseluler.

2.6 Kontrol Keseimbangan Asam-Basa Oleh Ginjal

Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan mengeluarkan urin yang

asam atau yang basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam

cairan ekstraseluler, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa

dari cairan ekstraseluler.

Keseluruhan mekanisme urin asam basa oleh ginjal adalah sebagai berikut :

sejumlah besar ion bikarbonat disaring secara terus menerus kedalam tubulus, dan

bila ion bikarbonat diekskresikan kedalam urin, keadaan ini menghilangkan basa

dari darah. Sebaliknya sejumlah besar ion hidrogen juga dieksresikan ke dalam

lumen tubulus oleh sel-sel epitel tubulus, jadi menghilangkan asam dari darah.

Bila lebih banyak ion hidrogen yang diekskresikan daripada ion karbonat yang

disaring, akan terdapat kehilangan asam dari ciran ekstraseluler. Sebaliknya bila

lebih banyak bikarbonat yang disaring daripada hidrogen yang dieksresikan, akan

terdapat kehilangan basa.

Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 miliekuivalen asam yang tidak

menguap, terutama dari metabolisme protein. Asam-asam ini disebut tidak

menguap karena mereka bukan H2CO3 oleh karena itu tidak dapat diekskresikan

oleh paru-paru. Mekanisme primer untuk menghilangkan asam-asam ini dari

tubuh adalah melalui ekskresi ginjal. Ginjal juga mencegah kehilangan bikarbonat

dalam urin, suatu tugas yang seara kuantitatif lebih penting daripada ekskresi

asam yang tiak menguap. Setiap hri ginjal menyaring sekitar 4320 miliekuivalen
bikarbonat ( 180 liter/hari x 24 mEg/liter ) dan dalm kondisi normal, hampir

semuanya direabsorbsi dari tubulus, sehingga mempertahankan sistem penyangga

utama airan ekstraseluler.

Reabsorbsi bikarboanat dan ekskresi ion hidrogen ole tubulus. Karen ion

bikarbonat harus bereaksi dengan ion hidogen yang disekresikan untuk

membentuk H2CO3 sebelum dapat direabsobsi, 4320 miliekuivalen ion hidrogen

harus disekresikan tiap hari hanya untuk mereabsorbsi bikarbonat yang disaring

kemudian penambahan 80 miliekuivalen ion hidrogen harus diekskresikan untuk

menghilangkan asam-asam yang tidak menguap dari tubuh yang diproduksi

setiap hari, sehngga total 4400 miliekuivalen ion hidrogen yang diekskresikan

kedalam cairan tubulus setiap harinya.

Bila terdapat pengurangan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler

( alkaisis ), ginjal gagal mereabsorbsi semua bikarbonat yang disaring, sehingga

meningkatkan ekskresi bikarbonat. Karena ion bikarbonat normalnya menyangga

hidrogen dalam cairan ekstraseluler, kehillangan bikarbonat ini sama dengan

penambahan satu ion hidrogen kedalam cairan ekstraseluler. Oleh karena itu pada

alkalisis pengeluaran ion bikarbonat akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen

cairan ekstraseluler kmbali menuju normal.

Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat kedalam urin tetapi


mereabsobsi semua bikarbonat yang disaring dan menghasilkan bikarbonat baru,
yang ditambahkan kembali kecairan ekstraseluler, hal ini mengurangi konsentrasi
ion hidrogen cairan ekstraseluler kembali menuju normal.
Jadi, ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui
tiga mekanisme dasar :
1. Sekresi ion-ion hydrogen
2. Reabsobsi ion-ion bikarbonat baru
3. Produksi ion-ion bikarbonat baru
Sekresi Ion Hidrogen Dan Reabsorsi Ion Bikarbonat Oleh Tubulus GinjaL

Sekresi ion hidrogen dan reabsorsi bikarbonat sebenarnya terjadi di seluruh

bagian tubulus kecuali cabang tipis desenden dan asenden ansa Henle. Bahwa

untuk setiap bikarbonat yang direabsorsi, harus ada satu ion hydrogen yang

disekresikan. Sekitar 80 sampai 90 % reabsorsi bikarbonat ( dan sekresi ion

hidrogen ) terjadi ditubulus proksimal, sehingga hanya sebagian kecil bikarbonat

yang mengalir ke dalam tubulus distal dan duktus koligentes. Mekanisme

reabsorsi bikarbonat juga meliputi ekresi ion hydrogen oleh tubulus, tetapi terdpat

beberapa perbedaan dalam hal bahwa segmen-segmen tubulus yang

menyelesaikan tugas ini adalah berbeda.

Ion Ion hydrogen Disekresikan Oleh Transpor Aktif Sekunder di segmen

Tubulus Awal

Sel sel tobulus proksimal,segmen tebal tobulus ansa Henle, dan

tobulus distal semuanya semuanya menyekresi ion hidrogen kedalam

cairan tobulusmelalui transport imbangan natrium hydrogen. Sekresi

aktif sekunder dari ion hydrogen ini berpasangan dengan transport natrium

ke dalam sel pada membrane luminal, dan energy untuk sekresi ion

hydrogen melawan gradient konsentrasi berasal dari gradient natrium yang

membantu pergerakan natrium ke dalam sel. Gradien ini dihasilakan

pompa natrium kalium adenosine trifosfat ( ATPase ) di membrane

basolateral. Lebih dari 90 % bikarbonat dreabsorsi dengan cara ini,

mambutuhkan sekitar 3900 miliekuivalen hydrogen untuk dieksresikan

setiap hari oleh tobulus. Akan tetapi melanisme ini tidak mencapai
konsentrasi ion hidrogenyang sangat tinggi dalam cairan tobulus, cairan

tobular menjadi sangat asam di bagian berikutnya dari system tobulus.

Proses sekresi dimulai ketika CO2 berdifusi ke dalam sel tubulusatau

dibentuk melelui metabolisme di sel epitel tobulus, CO 2 dibawah pengaruh

enzim karbunik anhidrase , bergabung dengan H2O untuk membentuk

H2CO3 yang brdisosiasi HCO3- dan H+. Ion ion hydrogen disekresikan

dari sel masuk kedalam lumen tubulus melalui transport - imbangan

natrium hydrogen. Artinya ketika natrium bergerak dari lumen tubulus ke

bagian dalam sel, natrium mula mula bergabung dengan protein

pembawa di batas luminal membran sel ; pada waktu yang bersamaan, ion

hydrogen di bagian dalam sel bergabung dengan protein pembawa.

Natrium bergerak kedalam melalui gradient konsentrasi yang telah dicapai

oleh natrium kalium ATPase di membrane basolateral. Gradien untuk

pergerakan natrium kedlam sel kemudian menyediakan energy untuk

menggerakkan ion hidrigen dalam arah yang belawanan dari dalam sel ke

lumen tubulus.

Ion bikarbonat yang dihasilakan dlam sel ( bila ion hydrogen

berdisosiasi dari H2CO3 ) kemudian bergerak turun melintasi membrane

basolateral ke dalam cairan intertisial ginjal dan darah kapiler peri

tubular. Hasil akhirnya adalah bahawa untuk setiap ion hydrogen yang

disekresikan kedalam lumen tubulus, satu ion bikarbonat masuk kedalam

darah.

Ion Ion Bikarbonat yang Disaring Direabsorsi melalui Interaksi dengan

Ion Hidrogen dalam Tubulus


Ion ion bikarbonat tidak mudah menembus membrane luminal sel

sel tbulus ginjal; oleh karena itu, ion ion bikarbonat yang di disring oleh

glomerulus tidak dapat direabsorsi secara lagsung. Sebaliknya, bikarbonat

direabsorsi melalui proses khusus dimana bikarbonat pertama kali

brgabung dengan ion hydrogen untuk membentuk H2CO3, yang akhirnya

menjadi CO2 dan H2O.

Reabsorsi ion ion bikarbonat ini diawlai oleh reksi diantara tubulus

antara ion ion bikarbonat yang disaring pada glomerulus dan ion ion

hydrogen yang disekresi oleh sel sel tubulus. H2CO3 yang terbentuk

kemudian berdisosiasi menjadi CO2 dan H2O. CO2 dapat bergerak dengan

mudah melewati membran tubulus; oleh karena itu, CO 2 bergabung

kembali dengan H2O, dibaeah pengaruh karbonik anhidrase, untuk

menghasilakan molekul H2CO3 yang baru. H2CO3 ini kemudian

berdisosiasi membentuk ion bikarboanat dan ion hydrogen; ion bikarbonat

kemudian berdifusi melalui membrane basolateral kedalam cairan

intertisial dan dibawa naik ke darah kapilere peritubular. Jadi setiap kali

ion hydrogen dibentuk di dalam sel sel epitel tubular, ion bikarbonat

juga dibentuk dan dilepaskan kembali ke dalam darah. Efek bersih dari

reaksi ini adalah reabsorsi ion bikarbonat dari tubulus, walaupun ion

ion bikarbonat yang sebenarnya memasuki cairan ekstraseluler tidak sama

dengan yang disaring ke dalam tubulus.

Ion ion Bikarbonat Dititrasi Terhadap Ion ion Hidrogen Dalam

Tubulus.
Dalam kondisi normal, kecepatan sekresi ion hydrogen tubular

adalah sekitar 4400mEq/hari. Jadi, jumalah kedua ion yang memasuki

tubulus ini hampir sama, dan mereka bergabung untuk membentuk CO2

dan H2O. Oleh karena itu peningkatan bahwa ion ion bikarbonat dan ion

ion hydrogen normalnya bertitrasi satu sama lain dengan tubulus.

Proses titrasi ini tidak begitu tepat karena biasanya sedikit kelebiahn

ion hydrogen dalm tubulus akan dieksresikan dalm urin. Kelebihan ion ini

sekitar ( 80mEq/hari ) membersihkan tubuh dari asam asam yang tidak

menguap yang dihasilakan oleh metabolisme. Kebanyakan ion hydrogen

tidak diekskresikan sebagai ion hydrogen bebas tetepi lebih dalam bentuk

kombinasi dengan penyangga urin lainya, terutama fosfat dan ammonia

Bila terdapat kelebiahan ion bikarbonat melebihi ion hydrogen

dalam urin, eperti yang terjadi alkalosis metabolic, kelebihan ion

bikarbonat tidak dapat direabsorsi; oleh karena itu, kelebiahan ion

bikarbonat ditinggalkan di dalam tubulus dan akhirnya diekskresiakn ke

dalam urin, yang membantu mengoreksi alkalosis metabolic.

Pada asidosis, teradapat kelebihan jumlah ion hydrogen

dibandingkan dengan ion bikarboanat, menyebabkan reabsorsi menyeluruh

bikarbonat,dan kelebiahan ion hydrogen dikeluarkan kedalam urin.

Kelebihan ion hydrogen ini disangga didalam tubulus olen fosfata dan

ammonia dan akhirnya dieksresikan sebagai garam. Jadi, mekanisme dasar

dimana ginjal mengoreksi asidosis atau alkalosis merupakan titrasi tidak

lengkap dari ion hydrogen terhadap ion bikarbonat, meninggalakan salah


satu dari kedua ion ini untuk dikeluarkan ke dalam urin, oleh karena itu

dihilangkan dari cairan ekstraseluler.

Sekresi Aktif Primer dari Ion Hidrogen dalam Sel Sel Intercalated pada

Tubulus Distal Bagian Akhir dan Duktus Koligentes.

Dimulai dari bagian akhir tubulus distal dan berlanjut melelui sisa

system tubular, epitel tubulus menyekresikan ion ion hydrogen melalui

transport aktif primer. Ciri ciri transport ini berbeda dengan transport

yang didiskusikan untuk tubulus proksimal dan ansa henle.

Mekanisme sekresi aktif primer ion hydrogen terjadi pada

membrane luminal sel tubulus, tempat ion ion hydrogen ditranspor

secara langsung oleh suatu protein khusus, yaitu pentranspor-hidrogen

ATPase. Energi yang dibutuhkan untuk memompa ion hydrogen

dihasilakn dari pemecahan ATP menjadi adenin difosfat.

Sekresi primer ion hydrogen terjadi di suatu sel jenis khusus yang

disebut sel intercalated pada tubulus distal bagian akhir dan duktus

koligentes. Sekresi hydrogen dalam sel sel ini dicapai melalui dua

langkah:

1. CO2 terlarut dalam sel ini bergabung dengan H 2O membentuk H2O

dan H2CO3

2. H2CO3 kemudian berdisosiasi menjadi ion bikarbonat yang

direabsorsi menjadi ion bikarbonat yang direabsorsi ke dalam darah

ditambah ion hydrogen yang disekresikan kedalam tubulusmelelui

mekanisme hydrogen-ATPase
Untuk setiap ion hydrogen yang disekresikan, satu bikarbonat

direabsorsi, mirip dengan proses didalam tubulusproksimal. Perbedaan

utama adalah bahwa hydrogen bergerak melewati membrane luminal

melalui pompa aktif H+ dan bukan melalui transport-imbangan, seperti

yang terjadi pad bagian awl nefron.

Walaupun sekresi ion hydrogen di tubulus distal bagian akhir dan

duktus koligentes hanya merupakan sekitar 5 % dari ion hydrogen total

yang disekresikan, mekanisme ini penting dalam pembentukan urin asam

yang maksimal. Ditubulus proksimal, konsentrasi ion hydrogen dapat

ditingkatkan hanya sekitar 3 4 kali lipat, walaupun sejumlah besra ion

hydrogen disekresikan melalui segmen nefron ini. Sebaliknya,

konsentrasi ion hydrogen dapat ditingkatkan sebanyak 900 kali lipat di

dalam duktus koligentes. Penurunan pH cairan tubulus ini sampai sekitar

4,5, yang merupakan batas bawah pH yang dapat dicapai oleh ginjal

normal.

2.7 Penatalaksanaan

1. Untuk Asidosis terapi intravena dengan natrium bikarbonat

(150mmol/1;1,26 persen w/v) atau natrium laktat (165

mmol/1),penyediaan oksigen
2. Untuk Alkalosis terapi intravena dengan ammonium klorida (165

mmol/1),penyediaan oksigen

Penilaian Sistematik dalam Penilaian gangguan asam basa

a. Teliti riwayat klinis dari perjalanan penyakit yang dapat mengakibatkan

ketidakseimbangan asam basa.


- Ini membutuhkan pengetahuan tentang patogensis dari berbagai

gangguan asam basa.


- Contohnya, asidosis respiratorik mungkin dapat diperkirakan timbul pada

penderita penyakit paru obstruksi menahun.


b. Perhatikan tanda dan gejala klinis yang mengarah kepada gangguan asam

basa.
- Sayang sekali, banyak tanda dan gejala dari gangguan asam basa tidak

jelas dan non spesifik.


- Contoh, pernafasan kussmaul pada pasien diabetes dapat merupakan

tanda kompensasi pernafasan terhadap asidosis metabolik.


c. Periksa hasil pemeriksaan laboratorium untuk elektrolit dan data lainnya

yang mengarah kepada proses penyakit yang berkaitan dengan gangguan

asam basa.
- Contoh, hipokalemia sering berkaitan dengan alkalosis metabolik.
- Contoh, peningkatan kadar kreatinin serum menunjukkan insufesiensi

ginjal dan insufesiensi serta gagal ginjal sering disertai asidosis

metabolik.

Menilai variabel-variabel asam basa untuk mengetahui tipe gangguan.

a. Pertama, periksa PH darah arteri untuk menentukan arah dan besarnya

gangguan asam basa.


- Jika menurun, pasien mengalami asidemia dengan dua sebab yang

mungkin : asidosis metabolik atau asidosis respiratorik.


- Jika meningkat, pasien mengalami alkalemia dengan dua sebab yang

mungkin : alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik.


- Ingatlah bahwa kampensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan

PH kembali normal sehingga jika ditemukan PH yang normal

meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 ,mungkin ada

gangguan campuran ; contohnya seorang pasien dengan asidosis


respiratorik yang bercampur dengan alkalosis metabolik mungkin

akan mempunyai PH yang normal.


b. Perhatikan variabel pernafasan (PaCO2) dan metabolik HCO3 , yang

berhubungan dengan PH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan

primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran.


- Apakah PaCO2 normal (40 mmHg), meningkat atau menurun ?
- Apakah HCO3 normal (24 mEq/L), meningkat atau menurun ?
- Tambahan : apakah ada kelebihan atau kekurangan basa ?
- Pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu

berubah dalam arah yang sama.


- Penyimpangan dari PaCO2 dan HCO3 dalam darah yang berlawanan

menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran.


- Cobalah untuk menduga campuran primer dengan menghubungkan

hasil pemeriksaan yang ditemukan dengan keadaan klinis.


c. Perkirakan respon kompensatorik yang bakal terjadi pada gangguan asam

basa primer.
- Jika respon kompensatorik lebih berat atau ringan dari pada yang

diperkirakan, mungkin ada gangguan asam basa campuran

(normogram asam basa juga dapat digunakan untuk mengetahui

gangguan asan basa campuran)


- Hitung selisih (gap) anion plasma.
- Jika meningkat ( >16 mEq/l ), mungkin sekali terjadi acidosis

metabolik.
- Bandingkan besarnya penurunan HCO3 plasma dengan peningkatan

selisih anion : seharusnya sama besar.


Jika peningkatan < dari selisih anion penurunan HCO3 , mungkin

komponen dari acidosis metabolik disebabkan oleh kehilangan HCO3.


Jika peningkatan selisih dari anion jauh lebih besar dari penurunan

HCO3 berarti ada alkalosis metabolik yang menyertainya.

d. Buat penafsiran tahap akhir.


Gangguan asam-basa sederhana
1. Akut (tidak terkompensasi) atau
2. Kronik (sebagian atau sepenuhnya terkompensasi )
- Gangguan asam-basa campuran
- Asidosis metabolik dengan selisih anion normal atau lebar.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Patofisiologi
3.1.1 Asidosis Metabolik
Metabolisme sel menghasilkan karbon dioksida (CO2). Oleh suatu

proses intraseluler yang reversible, CO2 bergabung dengan air

membentuk asam arang (H2CO3-). Asam karbon dapat terurai menjadi

ion ion hydrogen dan ion ion HCO 3- secara reversible. Acidemia

merupakan tahap dimana terjadi peningkatan konsentrasi H + dan diukur

dalam unit pH. Sel memiliki rentang perubahan pH yang sempit untuk

berfungsi secara optimal.5

Terdapat dua mekanisme utama bagi sel untuk mempertahankan

konsentrasi H+ yang konstan. Sistem penyangga dari CO2 HCO3-

berperan penting. Respon utama terhadap asidosis metabolik adalah

peningkatan ventilasi, hasilnya berupa peningkatan ekskresi CO 2

melalui proses difusi di paru. Namun hal ini mengakibatkan pH darah

menurun. Selain itu kelebihan H+ dapat dikeluarkan melalui konversi ke

CO2. Formula untuk sistem penyangga yaitu H+ + HCO3- H2CO3-

CO2 + H2O. Mekanisme kedua untuk mempertahankan pH adalah

dua respon bertahap dari ginjal. Pertama, ion H+ diekskresikan dalam

tubulus proksimal, dimana ion H+ tersebut bergabung dengan HCO3-

untuk membentuk asam arang (H2CO3-). Pada perbatasan tubular sel,

asam arang diubah menjadi CO2 dan Air, lalu diabsorsi kembali. Kedua,

Bikarbonat dapat dibentuk kembali melalui proses reverse dari sistem

penyangga di paru (CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-). Oleh

karena itu asidosis metabilok dapat terjadi ketika kedua respon

kompensasi ini gagal atau tidak berjalan.

Buffer
Penurunan bikarbonat yang memicu terjadinya asidosis metabolik

terjadi melalui dua proses terpisah: buffer (dari air dan karbon

dioksida) dan proses di ginjal. Reaksi buffer yaitu :

Persamaan Henderson-Hasselbalch secara matematika

menjelaskan hubungan antara pH darah dan komponen sistem

penyangga bikarbonat:

Dengan menggunakan hukum Henry, dapat diartikan

[CO2]=0.03xPaCO2

(PaCO2 adalah tekanan CO2dalam darah arteri)

Sehingga diperoleh :
= 6.1 + 1.3
= 7.4
Metabolic Acidosis

Ketosis (+) Ketosis (-)

Elevated Lactic Acid Normal Lactic Acid Normal lactic acid Elevated Lactic Acid

Elevated NH3 Normal NH3 Elevated NH3 Normal NH3 Normoglycemia Hypoglycemi

Organic GSD III Ketolytic MSUD RTA PDHC Fatty Acid


Acidemias FBP Defects Organic Pyroglutamic deficiency Oxidation
Mutiple (crises) Acidemias Acidura GSDI FBP
carboxylase Adrenal Insuff Lactate/Pyru HMG CoA
deficiency Glucose vate Lyase def
urine analysis
Amino acids Plasma amino Amino acids Mitochondri
Urine Organic acids urine Organic acids al evaluation
Acids organic acids Nephrology
biotinidase carntine Organic
Acylcarnitine acyclcarnitine Acids
cortisol Acylcarniti
ne Amino
Acids Uric
acid, Lipids
3.1.2 Asidosis Respiratorik

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot

bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi

bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologi saluran napas

menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara di tempat

terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Kemudian terjadi

peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien

akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas total paru

(KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka

dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini

diperlukan otot-otot bantu napas (Sundaru, 2001).

Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif

dengan FEV1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus

Puncak Ekspirasi), sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa)

menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat

terjadi baik pada saluran napas besar, sedang, maupun kecil. Gejala mengi

menunjukan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada

saluran napas kecil gejala batuk dan sesak napas lebih dominan dibanding

mengi. Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian

paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi sehingga

mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin dapat terjadi pada asma

yang subklinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan

hiperventilasi agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya

pengeluaran CO2 menjadi berlebih sehingga PaCO2 menurun yang


kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang

lebih berat, banyak saluran napas dan alveolus yang tertutup mukus

sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini

menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat

seata terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang

disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2

(hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia

yang berlangsung lama menyebabkan asidosisi metabolik dan konstriksi

pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu

peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang

akibatnya memperburuk hiperkapni (Sundaru, 2001).


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pada dasarnya keseimbangan asam basa mengacu kepada pengaturan

ketat konsentrasi ion hydrogen (H+) bebas di dalam cairan tubuh. Baik asidosis

maupun alkalosis keduanya dipengaruhi oleh fungsi pernafasan dan

metabolisme.Karena itu dikenal istilah asidosis respiratorik dan asidosis

metabolik serta alkalosis respiratorik dan alkalosis metabolik. Asidosis

respiratorik adalah gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh

retensi CO2 akibat kondisi hiperkapnia.karena jumlah CO2 yang keluar melalui

paru berkurang,terjadi peningkatan H2CO3 yang kemudian menyebabkan

peningkatan (H+).Kondisi ini bisa disebabkan olleh banyak hal,diantaranya

adalah penyakit paru,depresi pusat pernafasan,kerusakan saraf atau otot yang

menghambat kemampuan bernafas. Asidosis metabolik,dikenal juga dengan

istilah asidosis non respiratorik,mancakup semua jenis asidosis yang bukan

disebabkan oleh kelebihan CO2 dalam cairan tubuh. Asidosis metabolik

biasanya disebabkan oleh pengeluaran cairan kaya HCO 3- secara berlebihan

atau oleh penimbunan asam non karbonat.Kondisi tersebut merangsang pusat

pernafasan untuk meningktkan frekuensi dan kedalaman nafas .


4.2 Saran
Dalam keterbatasan pengetahuan yang kami miliki, tentu dalam

penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kejanggalan dalam

penulisan makalah ini, maka untuk itu kami sangat mengharapkan motivasi

dan bimbingan dari Bapak/Ibu Dosen pengajar serta teman-teman, sehingga

dapat kami gunakan sebagai acuan dalam penulisan makalah berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai