Asia Tenggara
Asia Tenggara
Majelis Nasional Vietnam (National Assembly of Vietnam) adalah badan pembuat undang-undang
pemerintah yang memegang hak legislatif, terdiri atas 498 anggota. Majelis ini memiliki posisi yang
lebih tinggi daripada lembaga eksekutif dan judikatif. Seluruh anggota kabinet berasal dari Majelis
Nasional. Mahkamah Agung Rakyat (Supreme People's Court of Vietnam) memiliki kewenangan
hukum tertinggi di Vietnam, juga bertanggung jawab kepada Majelis Nasional. Di bawah Mahkamah
Agung Rakyat adalah Pengadilan Kotamadya Provinsi dan Pengadilan Daerah Vietnam. Pengadilan
Militer Vietnam juga cabang adjudikatif yang kuat dengan kewenangan khusus dalam hal keamanan
nasional. Semua organ-organ pemerintah Vietnam secara besar dikontrol oleh Partai Komunis.
Mayoritas orang-orang yang ditunjuk pemerintah adalah anggota-anggota partai. Sekretaris
Jenderal Partai Komunis mungkin adalah salah satu pemimpin politik terpenting di Vietnam,
mengontrol organisasi nasional partai dan perjanjian-perjanjian negara, juga mengatur undang-
undang.
Tentara Rakyat Vietnam (TRV) adalah tentara nasional Vietnam, yang diorganisasikan mencontoh
pada organisasi Tentara Pembebasan Rakyat. TRV lebih jauh lagi dibagi menjadi Angkatan Darat
Rakyat Vietnam (termasuk Pasukan Pendukung Strategis dan Pasukan Pertahanan
Perbatasan), Angkatan Laut Rakyat Vietnam, Angkatan Udara Rakyat Vietnam serta Penjaga
Pantai. Dalam sejarahnya, TRV secara aktif dilibatkan dalam pembangunan Vietnam untuk
mengembangkan ekonomi Vietnam. Ini dilakukan dalam upaya untuk mengkoordinasikan
pertahanan nasional dan ekonomi. TRV diterjunkan di bidang seperti industri, pertanian, perhutanan,
perikanan dan telekomunikasi. Saat ini, kekuatan TRV mendekati 500.000 tentara. Pemerintah juga
mengontrol pasukan cadangan sipil dan kepolisian. Peran militer dalam sektor kehidupan rakyat
pelan-pelan dikurangi sejak tahun 1980an.
Vietnam merupakan negara yang menganut paham komunisme. Sistem pemerintahan di negara ini
menggunakan sistem partai tunggal seperti China. Pada awal pengambilalihan kekuatan paska Perang
Vietnam, pemerintah Vietnam menciptakan sebuah ekonomi terencana, seperti yang dilakukan Indonesia di
zaman Orde Baru lewat Rencana Pembangunan Lima Tahun. Namun, hal ini tidak berjalan dengan baik, dan
justru membuat kondisi ekonomi dan politik Vietnam menjadi semakin terpuruk. Disisi lain, Vietnam melihat
bahwa negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar bebas memiliki tingkat kemajuan ekonomi yang
tinggi dan rakyatnya lebih makmur. Sedangkan, Vietnam yang telah berpuluh-puluh tahun
mengimplemantasikan komunisme total (komunisme ortodoks dan konservatif) tidak kunjung memperoleh
kemakmuran. Karena itu tahun 1986, Kongres Partai Komunis ke 6 Vietnam melakukan sebuah kompromi
dengan menerapkan reformasi pada sistem ekonominya menjadi pasar bebas (free market) yang terkenal
dengan sebutan Doi Moi (renovasi) dengan harapan dapat membuat perekonomian Vietnam membaik.
Sejak diimplementasikannya strategi Doi Moi ini, Vietnam kemudian bangkit menjadi salah satu negara
dengan pertumbuhan ekonomi tercepat kedua di dunia sekaligus menjadi negara dengan kekuatan ekonomi
yang signifikan di Asia.[7] Vietnam menerapkan prinsip-prinsip liberal untuk memudahkannya melebur dalam
sistem perdagangan bebas dunia. (Huminca/PR/dari berbagai sumber)[8] Tetapi secara politik, ideologi
negara tersebut tetap komunis. Sebab kekuasaan pemerintah negara tetap dikontrol oleh partai Komunis
Vietnam sehingga kepemilikan pribadi atas pertanian dan perusahaan, deregulasi serta investasi asing
masih diatur oleh pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa secara politis, reformasi di Vietnam belum terjadi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa reformasi sistem ekonomi Vietnam tidak akan berpengaruh pada sistem
politik Vietnam sebab reformasi ekonomi tersebut merupakan sebuah langkah kompromi yang diambil
pemerintah Vietnam untuk menjaga Vietnam tetap exist ditengah arus globalisasi ini. Reformasi ekonomi
(Doi Moi) tersebut sekaligus sebagai bentuk usaha pemerintah Vietnam untuk menyelamatkan ekonomi
negaranya dan memperoleh kemakmuran bagi rakyatnya.
Bentuk negara: Kesatuan ---- [Administrasi pemerintahan dibagi ke dalam 58 propinsi dan 5
munisipal. Ke-58 propinsi Vietnam adalah: An Giang, Bac Giang, Bac Kan, Bac Lieu, Bac Ninh, Ba Ria-
Vung Tau, Ben Tre, Binh Dinh, Binh Duong, Binh Phuoc, Binh Thuan, Ca Mau, Cao Bang, Dak Lak, Dak
Nong, Dien Bien, Dong Nai, Dong Thap, Gia Lai, Ha Giang, Ha Nam, Ha Tinh, Hai Duong, Hau Giang,
Hoa Binh, Hung Yen, Khanh Hoa, Kien Giang, Kon Tum, Lai Chau, Lam Dong, Lang Son, Lao Cai, Long
An, Nam Dinh, Nghe An, Ninh Binh, Ninh Thuan, Phu Tho, Phu Yen, Quang Binh, Quang Nam, Quang
Ngai, Quang Ninh, Quang Tri, Soc Trang, Son La, Tay Ninh, Thai Binh, Thai Nguyen, Thanh Hoa, Thua
Thien-Hue, Tien Giang, Tra Vinh, Tuyen Quang, Vinh Long, Vinh Phuc, dan Yen Bai. Sementara itu, ke-
5 munisipal Vietnam tersebut adalah: Can Tho, Da Nang, Ha Noi, Hai Phong, dan Ho Chi Minh City.]
Masih menurut Patric, di negara-negara Asia tenggara seperti Thailand, Vietnam dan
Laos kekuatan civil society masih selalu kalah oleh kekuasan negara, beberapa LSM
yang mencoba beroposisi juga disingkirkan. Sementara itu, kekuatan pers sebagai
pengontrol kebijakan pemerintah semuanya diawasi secara ketat oleh pemerintah
sehingga tidak tercipta iklim kebebasan pers yang dibutuhkan sebagai prasyarat
negara demokratis.
Patric melihat bahwa peran civil society di Indonesia saat ini sudah kuat dan
berpengaruh penting sehingga mampu mempengaruhi kebijakan yang hendak dibuat
pemerintah. Misalnya dalam kasus rencana revisi undang-undang KPK dan rencana
pengeboran yang akan dilakukan oleh PT. Lapindo. Kedua rencana tersebut berhasil
ditunda akibat munculnya kesadaran masyarakat bahwa kebijakan-kebijakan
tersebut dapat merugikan masyarakat. Bentuk perlawanan yang dilakukan oleh
masyarakat saat ini telah menggunakan kekuatan media sosial sehingga hasilnya
bisa lebih efektif dan memiliki jagkauan yang lebih luas.