Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Bukan itu saja, yang lebih menggelikan, kotoran manusia ternyata juga
secara rahasia diolah menjadi bagian dari ritual suci gereja-gereja sekitar
Yerusalem, bahkan diperjual belikan dengan harga yang sangat mahal
melebihi emas.
Dalam sastra populer, The Tale of Umar ibn Numan yang dimuat dalam Alf
Laylah wa Laylah, yang mengungkapkan pandangan kaum Muslimin
terhadap orang-orang Salib semasa pendudukan di Yerusalem dan
sekitarnya, diungkapkan:
Saya ceritakan padamu sesuatu tentang pedupaan agung dari kotoran
uskup. Ketika Uskup Agung Kristen di Konstantinopel memberi isyarat, para
pendeta segera mengumpulkannya dalam sehelai sutera dan menjemurnya.
Mereka kemudian mencampurkannya dengan minyak misik, damar, dan
kapur barus, dan, ketika telah cukup kering, mereka membuatnya menjadi
bubuk dan memasukkannya ke dalam kotak-kotak kecil keemasan. Kotak-
kotak ini kemudian dikirimkan kepada semua raja dan gereja Kristen, dan
bubuk tersebut digunakan sebagai pedupaan paling suci untuk semua
penyusian Kristen pada setiap kesempatan yang khidmat, untuk memberkati
mempelai wanita, untuk membuat wangi bayi, dan untuk memberkati para
pendeta saat pentahbisan.
Karena kotoran asli dari uskup itu hampir tidak mencukupi untuk 10 wilayah,
sangat kurang untuk semua wilayah-wilayah Kristen, para pendeta biasanya
memalsukan bubuk tersebut dengan mencampurkan bahan-bahan yang
kurang suci ke dalamnya, kalau bisa dikatakan begitu, yaitu kotoran dari
uskup yang lebih rendah tingkatannya, bahkan kotoran-kotoran para
pendeta itu sendiri.
Diketahui pula jika orang-orang Frank ini jarang sekali mandi dan
membersihkan tubuhnya. Di negeri asalnya, mereka biasa membersihkan
tubuh hanya sekali dua kali selama setahun dan mengenakan baju yang itu-
itu saja tanpa pernah mencucinya hingga baju tersebut koyak karena tua.
[bersambung/rizki]