Pneumonia
Disusun oleh:
Pembimbing :
DAFTAR ISI.........................................................................................2
1. PENDAHULUAN............................................................................3
2.1. DEFINISI......................................................................................4
2.2. INSIDENSI.....................................................................................4
2.3 EPIDEMIOLOGI.............................................................................5
2.4 ETIOLOGI.....................................................................................6
2.7 PATOFISIOLOGI..........................................................................14
2.8 KLASIFIKASI...............................................................................16
2.9 DIAGNOSIS.................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................36
2
1. PENDAHULUAN
3
2.1. DEFINISI
Pneunomia adalah infeksi dari parenkim paru, mencakup bronkiolus respiratorius dan
alveolus yang disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus, jamur, protozoa. Pneumonia
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
2.2. INSIDENSI
Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi
saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah
sakit (pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas
bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.
Di AS pneumonia mencapai 13% dari semua penyakit infeksi pada anak dibawah 2
tahun. Berdasarkan hasil penelitian insiden pada pneumonia didapat 4 kasus dari 100 anak
prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9 tahun, dan 1 kasus ditemukan dari 100 anak umur
9-15 tahun.
Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak
ditemukan pada anak-anak. Pada berbagai usia penyebabnya cendrung berbeda-beda, dan
dapat menjadi pedoman dalam memberikan terapi.
4
2.3 EPIDEMIOLOGI
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di
dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Lebih dari 5 juta
kasus CAP terjadi setiap tahun di Amerika Serikat; biasanya, 80% dari pasien yang terkena
diperlakukan sebagai pasien rawat jalan dan 20% sebagai pasien rawat inap. Tingkat
kematian di antara pasien rawat jalan biasanya 1%, sedangkan di antara pasien rawat inap
tingkat dapat berkisar dari 12% sampai 40%, tergantung pada apakah pengobatan diberikan
dalam atau di luar unit perawatan intensif (ICU). Pneumonia menghasilkan lebih dari 1,2 juta
dirawat di rumah sakit dan lebih dari 55.000 kematian setiap tahunnya. Angka insiden
tertinggi pada usia tua. Tingkat tahunan keseluruhan di Amerika Serikat adalah 12 kasus /
1000 orang, namun angka itu meningkat menjadi 12-18 / 1000 antara anak-anak <4 tahun dan
20/1000 antara orang> 60 tahun.
Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun
pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relative terhadap
mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat.
Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor
iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.
Faktor risiko untuk CAP secara umum dan pneumonia pneumokokus secara khusus
memiliki implikasi untuk rejimen pengobatan. Faktor risiko untuk CAP meliputi alkoholisme,
asma, imunosupresi, pelembagaan (institusionalisasi), dan usia 70 tahun. Pada orang tua,
faktor-faktor seperti menurunnya reflek batuk dan muntah, menurunnya antibodi dan respon
reseptor Toll-like meningkatkan kemungkinan pneumonia. Faktor risiko untuk pneumonia
pneumokokus meliputi demensia, riwayat kejang, gagal jantung, penyakit serebrovaskular,
alkoholisme, merokok, penyakit paru obstruktif kronik, dan infeksi HIV. CA-MRSA
pneumonia lebih mungkin pada pasien dengan kolonisasi kulit atau infeksi CA-MRSA.
5
Enterobacteriaceae cenderung menginfeksi pasien yang baru dirawat di rumah sakit
dan / atau mendapatkan terapi antibiotik atau yang memiliki komorbid seperti alkoholisme,
gagal jantung, atau gagal ginjal. P. aeruginosa adalah masalah tertentu pada pasien dengan
penyakit struktural paru-paru yang parah, seperti bronkiektasis, cystic fibrosis, atau penyakit
paru obstruktif kronis. Faktor risiko untuk infeksi Legionella termasuk diabetes, keganasan
hematologi, kanker, penyakit ginjal berat, infeksi HIV, merokok, jenis kelamin laki-laki, dan
riwayat tinggal ini tinggal hotel atau kapal pesiar. (Banyak faktor risiko ini tidak akan
mengklasifikasikan sebagai HCAP beberapa kasus yang sebelumnya ditunjuk CAP.)
2.4 ETIOLOGI
Dari kepustakaan, CAP yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan
bakteri Gram positif, sedangkan HAP banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari
beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan
dahak penderita CAP adalah bakteri Gram negatif.
6
Haemphillus influenza Coxiella burnetii Candida
Klebsiella pneumoniae Chlamydia psittaci Nocardia
Pseudomonas aeruginosa
Gram negatif (E. Coli)
Infeksi Virus Infeksi Protozoa Penyebab lain
Influenza Pneumocytis carinii Aspirasi
Coxsackie Toksoplasmosis Pneumonia lipoid
Adenovirus Amebiasis Bronkiektasis
Sinsitial respiratori Fibrosis kistik
Hospitalized Patients
Outpatients Non-ICU ICU
Streptococcus pneumoniae S. pneumoniae S. pneumoniae
Respiratory virusesa
a
Influenza A and B viruses, human metapneumovirus, adenoviruses, respiratory syncytial
viruses, parainfluenza viruses.
Note: Pathogens are listed in descending order of frequency. ICU, intensive care unit.
Pathogen
Pseudomonas
Condition MRSA Acinetobacterspp. MDR Enterobacteriaceae
aeruginosa
Hospitalization for 48 h
7
Pathogen
Pseudomonas
Condition MRSA Acinetobacterspp. MDR Enterobacteriaceae
aeruginosa
Chronic dialysis
8
2.5 FAKTOR RESIKO
Pleura
Paru-paru merupakan organ yang berfungsi untuk pertukaran oksigen dan karbon
dioksida dan organ fungsional dari sistem pernapasan. Untuk dapat melaksanakan fungsi
vital, paru-paru yang terletak berdekatan dengan jantung dalam kantung pleura. Pleura adalah
selaput serosa yang melapisi permukaan internal rongga toraks dan permukaan luar dari paru-
paru. Pleura mensekresi cairan berguna untuk mengurangi gaya gesek terhadap gerakan paru-
paru saat bernafas.
Setiap paru (kanan dan kiri) berada di dalam sebuah membran serosa yang disebut
kantung pleura. Pleura kanan dan kiri menempati sebagian besar rongga dada dan mengapit
kedua sisi jantung. Setiap kantung pleura terdiri dari dua lapisan membran serosa
(sekretorik), pleura parietal dan pleura visceral.
a) Pleura parietal: Membran serosa eksternal yang melapisi permukaan dalam (dinding)
dari rongga dada.
9
b) Pleura visceral: Membran serosa internal yang melekat erat pada permukaan masing-
masing paru-paru.
c) Cairan pleura: Sebuah lapisan cairan yang terletak diantara pleura parietal dan pleura
visceral yang didalamnya disebut rongga pleura.
A. Pleura sacs in situ. B. Step dissection of lateral thoracic wall from skin to the lungs. Pleura
in coronal (C) and axial (D) sections.
Pleura Parietal
Pleura parietal dipisahkan dari dinding thoraks oleh fascia endothoracic, jaringan ikat
tipis yang terletak diantara pleura parietal dan otot dan membran intercosta yang terdalam.
Regio pleura parietal:
10
Mediastinal parietal pleura. Melapisi permukaan lateral dari mediastinum.
Saraf interkosta memasok persarafan pleura parietal costae dan bagian tepi dari pleura
parietal diafragma. Nervus frenikus memasok bagian tengah pleura diafragma parietal dan
pleura mediastinal parietal. Pleura parietal dipersarafi oleh neuron sensorik umum, dan oleh
karena itu, peka terhadap rasa sakit.
Pleura parietal menerima pasokan vaskular yang melalui cabang arteri thoracica interna,
a. phrenica superior, a. intercostales posterior, dan a. intercostales superior.
Pleura Visceral
Pleura visceral erat melekat pada setiap paru-paru dan mengikuti kontur lobus paru-
paru. Pleura visceral ini berdekatan dengan pleura parietal di tempat dimana mana bronkus,
pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe melewati mediastinum ke paru-paru (akar atau
hilus dari paru-paru). Berbeda dengan pleura parietal, pleura visceral tidak sensitif terhadap
rasa sakit karena neuron sensorik visceral berasal dari saraf otonom vagus (CN X). Pleura
visceral menerima pasokan darah melalui arteri bronkial, sedangkan drainase vena adalah
melalui vena pulmoner.
Setiap rongga pleura memiliki ruang pleura. Rongga pleura terletak diantara pleura
parietal dan pleura visceral dan tertutup. Rongga pleura berisi lapisan cairan pleur yang tipis
yang melumasi permukaan pleura dan memudahkan pergerakan paru-paru di dinding dada
dan diafragma saat inspirasi dan ekspirasi.
11
Jika udara masuk ke dalam rongga pleura karena trauma (misal, tusukan benda tajam),
membuat penempelan pleura paietal dan visceral rusak sehingga paru-paru kolaps. Hal ini
disebut pneumotoraks. Ketika darah mengisi rongga pleura, disebut hemothoraks.
Reses costodiafragma merupakan reses dimana pleura kosta parietal berjumpa dengan
pleura diafragma parietal. Reses ini terletak pada batas inferior kantung pleura. Reses
costomediastinal merupakan reses dimana pleura kosta parietal berjumpa dengan pleura
diafragma parietal pada bagian anterior, dekat dengan garis tengah (midline). Reses ini
merupakan tempat dimana cairan pleura terakumulasi selama bernafas tenang. Ketika
menarik nafas dalam, paru-paru mengembang dan mendorong kedalam reses, memungkinkan
volume paru-paru meingkat dan cairan pleura berpindah disekiar paru.
Paru-Paru
Paru-paru merupakan organ yang elastic, berbentuk kerucut, dan letaknya berada di
dalam rongga dada atau thorax. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral
yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks
(bagian atas paru-paru) dan basis.
Paru-paru kanan lebih besar dari pada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi
3 lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Paru-paru kanan terbagi lagi
atas 10 segmen yaitu pada lobus superior terdiri atas 3 segmen yakni segmen pertama adalah
segmen apical, segmen kedua adalah segmen posterior, dan segmen ketiga adalah segmen
anterior.
Pada lobus medius terdiri atas 2 segmen yakni segmen keempat adalah segmen
lateral, dan segmen kelima adalah segmen medial. Pada lobus inferior terdiri atas 5 segmen
yakni segmen keenam adalam segmen apical, segmen ketujuh adalah segmen mediobasal,
segmen kedelapan adalah segmen anteriobasal, segmen kesembilan adalah segmen
laterobasal, dan segmen kesepuluh adalah segmen posteriobasal.
12
Paru-paru kiri terbagi atas dua lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru
kiri terdiri dari 8 segmen yaitu pada lobus superior terdiri dari segmen pertama adalah
segmen apikoposterior, segmen kedua adalah segmen anterior, segmen ketiga adalah segmen
superior, segmen keempat adalah segmen inferior.
Pada lobus inferior terdiri dari segmen kelima segmen apical atau segmen superior,
segmen keenam adalah segmen mediobasal atau kardiak, segmen ketujuh adalah segmen
anterobasal dan segmen kedelapan adalah segmen posterobasal.
13
2.7 PATOFISIOLOGI
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling
berisiko. Patogenesis pneumonia mencakup interaksi antara mikroorganisme penyebab yang
masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien,
1. Inokulasi langsung
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada
saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan
terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar
infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu
tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat
(drug abuse).
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi.
14
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-
paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling
umum sebagai penyebab pneumonia.
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada
atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
15
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis
sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
2.8 KLASIFIKASI
4. Pneumonia aspirasi
16
B. Berdasarkan lokasi infeksi
1. Pneumonia lobaris
Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus),
jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda
asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan
konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang mengikutsertakan
alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat pada percabangan
bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat adanya
bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris/
3. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding
bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara
pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata
17
2.9 DIAGNOSIS
4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-
kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan
sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas ,
pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara
napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai
ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.
18
2.9.2 Pemeriksaan Laboratorium
Infeksi paru (Pneumonia) dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan beberapa
protozoa. Gambaran pneumonia akan terjadi peningkatan densitas dalam bagian paru yang
terkena. Paru yang memberi gambaran lusen, akan tampak lebih opak karena adanya proses
peradangan yang menggantikan udara. Gambaran opak yang diberikan pun berbeda-beda,
tergantung bentuk infeksi dan distribusinya. Salah satu gambaran khas pneumonia adanya air
bronkogram, yakni terperangkapnya udara dalan bronkus karena tiadanya pertukaran udara
pada alveolus. Namun, gambaran ini tidak muncul di semua pneumonia.
19
Gambaran Air Bronchogram
Pada foto konvensional, secara umum tidak mngkin mendiagnosis suatu agen
penyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan keterangan klinis,
laboratoris seperti jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena itu pada dasarnya semua
pemeriksaan saling melengkapi dan saling membantu dalam menegakkan suatu diagnosis.
20
Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum antara lain:
c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada atelektasis.
e. Si
l lh
o ut
e
sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yang berada
dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat untuk
menentukan letak lesi paru ; jika batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi
tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. Maka akan
disebut sebagai sillhoute sign (+)
I. Pneumonia Lobaris
21
Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris :
22
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus lobus kanan bawah PA maupun lateral atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
pada pneumonia jenis ini.
23
II. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)
24
Gambaran Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)
25
Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada gambar
diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.
Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi dari virus
berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan kelenjar mukus
bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematous. Juga terjadi edema di jaringan
interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus terisi cairan edema. Pneumonia interstisial
dapat juga dikatakan sebagai pneumonia fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-
sel radang terhadap jaringan interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit,
histiosit, sel plasma dan neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila peradangan mengenai pleura
viseral.
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan
yang tidak merata.
26
27
IV. Pneumonia Cystis Carinii
Di negara berkembang, pola penyakit pneumonia ini sering dipersulit dengan adanya
imunosupresi akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Pola ini sulit dikenali,
namun petunjuknya adalah pembuluh darah paru tampak tidak berbatas tegas atau kabur
dan paru tampak sedikit opaq. Tidak ditemukan adanya air brochogram sign. Pola ini sering
ditemukan pada infeksi pneumonia Pneumocystis carinii yang diderita oleh pasien dengan
imunosupresi terutama akibat AIDS, infeksi mikoplasma dan infeksi virus.
V. Pneumonia Aspirasi
28
Pneumonia aspirasi adalah masuknya benda atau zat asing, padat atau cair ke dalam
saluran pernafasan, inhalasi uap atau asap. Pneumonia ini biasanya juga disebabkan oleh
adanya flora orofaring normal yang teraspirasi ke dalam saluran napas.
29
2.7.3.2 Pemeriksaan Lain (CT Scan)
Dalam beberapa kasus CT scan dapat mendeteksi pneumonia yang tidak terlihat pada
foto toraks. Terkadang pada foto thoraks bisa terjadi kesalahpahaman apakah ini jaringan
parut pada paru atau gagal jantung kongesti. Kedua kelainan di atas dapat memberikan
gambaran menyerupai pneumonia di foto thoraks.
Dalam beberapa kasus ct-scan dapat mendeteksi pneumonia yang tidak terlihat pada foto
thorak.
lndikasi Pemeriksaan:
Tumor, massa
Aneurisma
Abses
30
1. Pnemonia Lobaris
Gambar
diatas,
31
High resolution CT-scan sangat baik digunakan untuk melihat gambaran pola dan
distribusi pneumonia dibandingkan dengan foto konvensional seperti X-ray. Namun jarang
digunakan untuk mengevaluasi pasien yang curiga atau dipastikan pneumonia. Akan tetapi,
CT-scan merupakan pilihan yang direkomendasikan untuk menilai adanya kelainan non
spesifik yang tidak di temukan pada foto konvensional.
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke
perifer.
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai
perifer.
32
3. Pnemonia Intertisial
Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT Scan
pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler tersebut
berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)
33
2.7.4 Diagnosis Banding Secara Radiologis
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.
tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3
minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala
sistemik meliputi demam, menggigil, keringat
malam, lemas, hilang nafsu makan dan
penurunan berat badan.
2. Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara
dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram.
Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena
adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari
seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.
34
Foto thorax Atelektasis PA dan Lateral
3. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat
penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah
yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus
sign, tanda khas pada efusi pleura.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II.
Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;2007.
2. Corr, Peter. Fot Thorax normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian., Dwijayanthi,
Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik (terjemahan dari
Patterm Recognation in Diagnostic Imaging). Jakarta: Penerbit EGC. 2010; hal 28, 33-5
3. Dahlan, Zul. Pneumonia. In: Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009; hal 2196-200, 2203-05
4. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta. Penerbit EGC.
2007; hal 136-142
5. Kasper, Dennis L., and Tinsley Randolph Harrison. Harrison's Principles of Internal
Medicine. New York: McGraw-Hill, Medical Pub. Division, 2005.
6. Lee, Jaw. Aspiration of Imaging. In: Lin, Eugene C. Pneumonia. Available from
www.medscape.com updated May 25, 2011
7. Paul and Juhl. Essential of Radiologic Imaging, 5th edition. J.B. Lippincott Company.
Philadelpia
8. P. E. S. Palmer, W. P. Cockshott, V. Hegedus, E. Samuel. Petunjuk Membaca Foto Untuk
Dokter Umum. ECG. Jakarta.
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-6
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-5
11. Sutarto, Ade Satriyani., Budyatmoko, Bambang., Darmiati, Sawitri. Radiologi Anak. In:
Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009:
hal 400-1
12. Wilson, M Lorraine. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price, Sylvia A., Wilson,
Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC. 2003; hal 804-806
36