Anda di halaman 1dari 36

REFERAT RADIOLOGI

Pneumonia

Disusun oleh:

Muhammad Alif Novaldi


0712011079

Pembimbing :

dr. Jeanne Leman, SpRad dr. Koesbandono, SpRad


dr. Prijo S, SpRad dr. Subagia, SpRad
dr. Rusli Muljadi, SpRad dr. Widya M, SpRad
dr. Mira Yuniarti, SpRad dr. Brian, SpRad
dr. Ratna Sutanto, SpRad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Periode 8 - 27 Februari 2016


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................2

1. PENDAHULUAN............................................................................3

2.1. DEFINISI......................................................................................4

2.2. INSIDENSI.....................................................................................4

2.3 EPIDEMIOLOGI.............................................................................5

2.4 ETIOLOGI.....................................................................................6

2.5 FAKTOR RESIKO............................................................................9

2.6 ANATOMI PARU-PARU..................................................................9

2.7 PATOFISIOLOGI..........................................................................14

2.8 KLASIFIKASI...............................................................................16

2.9 DIAGNOSIS.................................................................................18

2.9.1 Gambaran Klinis......................................................................18

2.9.2 Pemeriksaan Laboratorium........................................................19

2.9.3 Gambaran Radiologis.................................................................19

2.9.3.1 Pnemonia dan Klasifikasinya Secara Radiologis.........................19

2.7.3.2 Pemeriksaan Lain (CT Scan)..................................................30

2.7.4 Diagnosis Banding Secara Radiologis............................................34

DAFTAR PUSTAKA............................................................................36

2
1. PENDAHULUAN

Pneunomia merupakan infeksi dari parenkim paru, mencakup bronkiolus respiratorius


dan alveolus yang disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus, jamur, protozoa.
Klasifikasi pneumonia dapat dibagi berdasarkan : klinis dan epidemiologinya, etiologinya,
dan predileksi infeksi. Secara klinis dan epidemiologinya pneumonia dapat diklasifikasikan
sebagai pneumonia komuniti, pneumonia nosokomial, pneumonia aspirasi, dan pneumonia
pada penderita immunocompromised. Secara etiologi dapat dibedakan atas pneumonia tipikal
(bakteri), pneumonia atipikal, pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Sedangkan menurut
predileksi infeksinya diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia lobularis
(bronkopneumonia), dan pneumonia interstisial. Pembagian dibuat untuk memudahkan dalam
menentukan kemungkinan jenis mikroorganisme penyebabnya.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di
dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Lebih dari 5 juta
kasus CAP terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta
anak di dunia meninggal karena penyakit pneumonia setiap tahun. Meskipun penyakit ini
lebih banyak ditemukan pada daerah berkembang akan tetapi di negara majupun ditemukan
kasus yang cukup signifikan.

Peyebab tersering CAP adalah Streptococcus pneumonia yang menyebabkan


pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa.
Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza.

Identifikasi pneumonia dengan modalitas radiologi akan memberikan gambaran yang


sangat bervariasi mengingat pneumonia memiliki banyak penyebab. Modalitas yang dapat
digunakan saat ini berupa foto konvensional X-Ray Thorax, High Resolution CT-Scan
Thorax. Selain itu pemeriksaan lain seperti laboratorium, dan diagnostik intervensional
lainnya juga dapat digunakan untuk menunjang diagnosis pneumonia.

3
2.1. DEFINISI

Pneunomia adalah infeksi dari parenkim paru, mencakup bronkiolus respiratorius dan
alveolus yang disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus, jamur, protozoa. Pneumonia
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.

Pneumonia biasanya diklasifikasikan sebagai pneumonia komuniti (Community


Acquired Pneumonia / CAP), pneumonia nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia / HAP),
pneumonia aspirasi, dan pneumonia pada penderita immunocompromised.

2.2. INSIDENSI

Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi
saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah
sakit (pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas
bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.

Di AS pneumonia mencapai 13% dari semua penyakit infeksi pada anak dibawah 2
tahun. Berdasarkan hasil penelitian insiden pada pneumonia didapat 4 kasus dari 100 anak
prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9 tahun, dan 1 kasus ditemukan dari 100 anak umur
9-15 tahun.

UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena penyakit


pneumonia setiap tahun. Meskipun penyakit ini lebih banyak ditemukan pada daerah
berkembang akan tetapi di Negara majupun ditemukan kasus yang cukup signifikan.

Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak
ditemukan pada anak-anak. Pada berbagai usia penyebabnya cendrung berbeda-beda, dan
dapat menjadi pedoman dalam memberikan terapi.

4
2.3 EPIDEMIOLOGI

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di
dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Lebih dari 5 juta
kasus CAP terjadi setiap tahun di Amerika Serikat; biasanya, 80% dari pasien yang terkena
diperlakukan sebagai pasien rawat jalan dan 20% sebagai pasien rawat inap. Tingkat
kematian di antara pasien rawat jalan biasanya 1%, sedangkan di antara pasien rawat inap
tingkat dapat berkisar dari 12% sampai 40%, tergantung pada apakah pengobatan diberikan
dalam atau di luar unit perawatan intensif (ICU). Pneumonia menghasilkan lebih dari 1,2 juta
dirawat di rumah sakit dan lebih dari 55.000 kematian setiap tahunnya. Angka insiden
tertinggi pada usia tua. Tingkat tahunan keseluruhan di Amerika Serikat adalah 12 kasus /
1000 orang, namun angka itu meningkat menjadi 12-18 / 1000 antara anak-anak <4 tahun dan
20/1000 antara orang> 60 tahun.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,


menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka
kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas)
pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.

Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun
pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relative terhadap
mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat.
Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor
iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.

Faktor risiko untuk CAP secara umum dan pneumonia pneumokokus secara khusus
memiliki implikasi untuk rejimen pengobatan. Faktor risiko untuk CAP meliputi alkoholisme,
asma, imunosupresi, pelembagaan (institusionalisasi), dan usia 70 tahun. Pada orang tua,
faktor-faktor seperti menurunnya reflek batuk dan muntah, menurunnya antibodi dan respon
reseptor Toll-like meningkatkan kemungkinan pneumonia. Faktor risiko untuk pneumonia
pneumokokus meliputi demensia, riwayat kejang, gagal jantung, penyakit serebrovaskular,
alkoholisme, merokok, penyakit paru obstruktif kronik, dan infeksi HIV. CA-MRSA
pneumonia lebih mungkin pada pasien dengan kolonisasi kulit atau infeksi CA-MRSA.

5
Enterobacteriaceae cenderung menginfeksi pasien yang baru dirawat di rumah sakit
dan / atau mendapatkan terapi antibiotik atau yang memiliki komorbid seperti alkoholisme,
gagal jantung, atau gagal ginjal. P. aeruginosa adalah masalah tertentu pada pasien dengan
penyakit struktural paru-paru yang parah, seperti bronkiektasis, cystic fibrosis, atau penyakit
paru obstruktif kronis. Faktor risiko untuk infeksi Legionella termasuk diabetes, keganasan
hematologi, kanker, penyakit ginjal berat, infeksi HIV, merokok, jenis kelamin laki-laki, dan
riwayat tinggal ini tinggal hotel atau kapal pesiar. (Banyak faktor risiko ini tidak akan
mengklasifikasikan sebagai HCAP beberapa kasus yang sebelumnya ditunjuk CAP.)

2.4 ETIOLOGI

Secara luas community-acquired pneumonia (CAP) disebabkan oleh bakteri, jamur,


virus dan protozoa. Patogen yang baru-baru ini diidentivikasi dapat menyebabkan pneumonia
adalah metapneumoviruses, yaitu coronaviruses yang menyebabkan severe acute respiratory
syndrome (SARS) and Middle East respiratory syndrome, and rantai kuman of methicillin-
resistant Staphylococcus aureus yang berada di komunitas(MRSA).

Peyebab tersering CAP adalah Streptococcus pneumonia yang menyebabkan


pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa.
Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza.

Dari kepustakaan, CAP yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan
bakteri Gram positif, sedangkan HAP banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari
beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan
dahak penderita CAP adalah bakteri Gram negatif.

Daftar mikroorganisme yang menyebabkan pneumonia

Infeksi Bakteri Infeksi Atipikal Infeksi Jamur


Streptococcus Mycoplasma pneumoniae Aspergillus
pneumoniae Legionella pneumophillia Histoplasmosis

6
Haemphillus influenza Coxiella burnetii Candida
Klebsiella pneumoniae Chlamydia psittaci Nocardia
Pseudomonas aeruginosa
Gram negatif (E. Coli)
Infeksi Virus Infeksi Protozoa Penyebab lain
Influenza Pneumocytis carinii Aspirasi
Coxsackie Toksoplasmosis Pneumonia lipoid
Adenovirus Amebiasis Bronkiektasis
Sinsitial respiratori Fibrosis kistik

Microbial Causes of Community-Acquired Pneumonia, by Site of Care

Hospitalized Patients
Outpatients Non-ICU ICU
Streptococcus pneumoniae S. pneumoniae S. pneumoniae

Mycoplasma pneumoniae M. pneumoniae Staphylococcus aureus

Haemophilus influenzae Chlamydia pneumoniae Legionella spp.

C. pneumoniae H. influenzae Gram-negative bacilli

Respiratory virusesa Legionella spp. H. influenzae

Respiratory virusesa
a
Influenza A and B viruses, human metapneumovirus, adenoviruses, respiratory syncytial
viruses, parainfluenza viruses.

Note: Pathogens are listed in descending order of frequency. ICU, intensive care unit.

Pathogen

Pseudomonas
Condition MRSA Acinetobacterspp. MDR Enterobacteriaceae
aeruginosa

Hospitalization for 48 h

Hospitalization for 2 days in



prior 3 months

Nursing home or extended-care-



facility residence

7
Pathogen

Pseudomonas
Condition MRSA Acinetobacterspp. MDR Enterobacteriaceae
aeruginosa

Antibiotic therapy in preceding 3



months

Chronic dialysis

Home infusion therapy

Home wound care

Family member with MDR


infection

Clinical Conditions Associated with and Likely Pathogens in Health CareAssociated


Pneumonia

Abbreviations: MDR, multidrug-resistant; MRSA, methicillin-resistant Staphylococcus


aureus.

8
2.5 FAKTOR RESIKO

Adapun faktor-faktor resiko pneumonia yaitu:

a. Usia diatas 65 tahun atau dibawah 5 tahun


b.Aspirasi sekret orofaringeal
c. Infeksi pernapasan oleh virus
d.Sakit yang parah yang menyebabkan imunodefisiensi seperti
e. Penyakit pernapasan kronik (COPD, asma kistik fibrosis)
f. Kanker (terutama kanker paru)
g.Trakeostomi atau pemakaian endotrakeal atau ventilator
h.Bedah abdominal atau toraks (pasca operasi)
i. Fraktur tulang iga
j. Pengobatan dengan imunosupresif
k.AIDS
l. Riwayat merokok
m. Alkoholisme
n.Malnutrisi
o.Pekerjaan
p.Lingkungan kerja

2.6 ANATOMI PARU-PARU

Pleura

Paru-paru merupakan organ yang berfungsi untuk pertukaran oksigen dan karbon
dioksida dan organ fungsional dari sistem pernapasan. Untuk dapat melaksanakan fungsi
vital, paru-paru yang terletak berdekatan dengan jantung dalam kantung pleura. Pleura adalah
selaput serosa yang melapisi permukaan internal rongga toraks dan permukaan luar dari paru-
paru. Pleura mensekresi cairan berguna untuk mengurangi gaya gesek terhadap gerakan paru-
paru saat bernafas.

Setiap paru (kanan dan kiri) berada di dalam sebuah membran serosa yang disebut
kantung pleura. Pleura kanan dan kiri menempati sebagian besar rongga dada dan mengapit
kedua sisi jantung. Setiap kantung pleura terdiri dari dua lapisan membran serosa
(sekretorik), pleura parietal dan pleura visceral.

a) Pleura parietal: Membran serosa eksternal yang melapisi permukaan dalam (dinding)
dari rongga dada.

9
b) Pleura visceral: Membran serosa internal yang melekat erat pada permukaan masing-
masing paru-paru.
c) Cairan pleura: Sebuah lapisan cairan yang terletak diantara pleura parietal dan pleura
visceral yang didalamnya disebut rongga pleura.

A. Pleura sacs in situ. B. Step dissection of lateral thoracic wall from skin to the lungs. Pleura
in coronal (C) and axial (D) sections.

Pleura Parietal

Pleura parietal dipisahkan dari dinding thoraks oleh fascia endothoracic, jaringan ikat
tipis yang terletak diantara pleura parietal dan otot dan membran intercosta yang terdalam.
Regio pleura parietal:

10
Mediastinal parietal pleura. Melapisi permukaan lateral dari mediastinum.

Costal parietal pleura. Melapisi permukaan internal dari costae.

Diaphragmatic parietal pleura. Melapisi permukaan superior dari diafragma.

Cervical parietal pleura (cupula). Membentang di atas tulang costae 1 ke pangkal


leher.

Saraf interkosta memasok persarafan pleura parietal costae dan bagian tepi dari pleura
parietal diafragma. Nervus frenikus memasok bagian tengah pleura diafragma parietal dan
pleura mediastinal parietal. Pleura parietal dipersarafi oleh neuron sensorik umum, dan oleh
karena itu, peka terhadap rasa sakit.

Pleura parietal menerima pasokan vaskular yang melalui cabang arteri thoracica interna,
a. phrenica superior, a. intercostales posterior, dan a. intercostales superior.

Pleura Visceral

Pleura visceral erat melekat pada setiap paru-paru dan mengikuti kontur lobus paru-
paru. Pleura visceral ini berdekatan dengan pleura parietal di tempat dimana mana bronkus,
pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe melewati mediastinum ke paru-paru (akar atau
hilus dari paru-paru). Berbeda dengan pleura parietal, pleura visceral tidak sensitif terhadap
rasa sakit karena neuron sensorik visceral berasal dari saraf otonom vagus (CN X). Pleura
visceral menerima pasokan darah melalui arteri bronkial, sedangkan drainase vena adalah
melalui vena pulmoner.

Ruang Pleura (Pleural Space)

Setiap rongga pleura memiliki ruang pleura. Rongga pleura terletak diantara pleura
parietal dan pleura visceral dan tertutup. Rongga pleura berisi lapisan cairan pleur yang tipis
yang melumasi permukaan pleura dan memudahkan pergerakan paru-paru di dinding dada
dan diafragma saat inspirasi dan ekspirasi.

Selama ekspirasi, udara mengalir keluar dari paru-paru, menyebabkan tekanan


internal paru-paru menurun dan jaringan paru-paru berpotensi runtuh (kolaps). Namun,
lapisan cairan pleura tipis ini bersama dengan surfaktan dalam alveoli, menjaga paru-paru
dari kolaps dengan menjaga pleura visceral melekat ke pleura parietal dan membuka alveoli
sehingga paru-paru tetap mengembang, bahkan pada saat akhir dari ekspirasi dalam.

11
Jika udara masuk ke dalam rongga pleura karena trauma (misal, tusukan benda tajam),
membuat penempelan pleura paietal dan visceral rusak sehingga paru-paru kolaps. Hal ini
disebut pneumotoraks. Ketika darah mengisi rongga pleura, disebut hemothoraks.

Reses costodiafragma merupakan reses dimana pleura kosta parietal berjumpa dengan
pleura diafragma parietal. Reses ini terletak pada batas inferior kantung pleura. Reses
costomediastinal merupakan reses dimana pleura kosta parietal berjumpa dengan pleura
diafragma parietal pada bagian anterior, dekat dengan garis tengah (midline). Reses ini
merupakan tempat dimana cairan pleura terakumulasi selama bernafas tenang. Ketika
menarik nafas dalam, paru-paru mengembang dan mendorong kedalam reses, memungkinkan
volume paru-paru meingkat dan cairan pleura berpindah disekiar paru.

Paru-Paru

Paru-paru merupakan organ yang elastic, berbentuk kerucut, dan letaknya berada di
dalam rongga dada atau thorax. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral
yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks
(bagian atas paru-paru) dan basis.

Paru-paru kanan lebih besar dari pada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi
3 lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Paru-paru kanan terbagi lagi
atas 10 segmen yaitu pada lobus superior terdiri atas 3 segmen yakni segmen pertama adalah
segmen apical, segmen kedua adalah segmen posterior, dan segmen ketiga adalah segmen
anterior.

Pada lobus medius terdiri atas 2 segmen yakni segmen keempat adalah segmen
lateral, dan segmen kelima adalah segmen medial. Pada lobus inferior terdiri atas 5 segmen
yakni segmen keenam adalam segmen apical, segmen ketujuh adalah segmen mediobasal,
segmen kedelapan adalah segmen anteriobasal, segmen kesembilan adalah segmen
laterobasal, dan segmen kesepuluh adalah segmen posteriobasal.

12
Paru-paru kiri terbagi atas dua lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru
kiri terdiri dari 8 segmen yaitu pada lobus superior terdiri dari segmen pertama adalah
segmen apikoposterior, segmen kedua adalah segmen anterior, segmen ketiga adalah segmen
superior, segmen keempat adalah segmen inferior.

Pada lobus inferior terdiri dari segmen kelima segmen apical atau segmen superior,
segmen keenam adalah segmen mediobasal atau kardiak, segmen ketujuh adalah segmen
anterobasal dan segmen kedelapan adalah segmen posterobasal.

13
2.7 PATOFISIOLOGI

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling
berisiko. Patogenesis pneumonia mencakup interaksi antara mikroorganisme penyebab yang
masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien,

Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak


disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-
toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung
merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan:

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada
saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan
terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar
infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu
tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat
(drug abuse).

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi.

14
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-
paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling
umum sebagai penyebab pneumonia.

Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:

1. Stadium kongesti (4 12 jam pertama)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung


pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)

Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada
atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)

15
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis
sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.

4. Stadium akhir (resolusi)

Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara


enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali
menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.

2.8 KLASIFIKASI

A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi

1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia / CAP)

2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia / HAP)

3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host

4. Pneumonia aspirasi

16
B. Berdasarkan lokasi infeksi

1. Pneumonia lobaris

Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus),
jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda
asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan
konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang mengikutsertakan
alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat pada percabangan
bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat adanya
bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris/

2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis


menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di
lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari
saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem
pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai
infeksi primer.

3. Pneumonia interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding
bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara
pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata

17
2.9 DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:

2.9.1 Gambaran Klinis

Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala


meliputi:

1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan

2. Batuk yang sering produktif dan purulen

3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas

4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-
kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan
sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas ,
pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara
napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai
ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.

18
2.9.2 Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium


terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
>10.000/ul kadang-kadang mencapai
30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan
dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah
dapat positif pada 20-25% penderita yang
tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

2.9.3 Gambaran Radiologis


2.9.3.1 Pnemonia dan Klasifikasinya Secara Radiologis

Infeksi paru (Pneumonia) dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan beberapa
protozoa. Gambaran pneumonia akan terjadi peningkatan densitas dalam bagian paru yang
terkena. Paru yang memberi gambaran lusen, akan tampak lebih opak karena adanya proses
peradangan yang menggantikan udara. Gambaran opak yang diberikan pun berbeda-beda,
tergantung bentuk infeksi dan distribusinya. Salah satu gambaran khas pneumonia adanya air
bronkogram, yakni terperangkapnya udara dalan bronkus karena tiadanya pertukaran udara
pada alveolus. Namun, gambaran ini tidak muncul di semua pneumonia.

19
Gambaran Air Bronchogram

Pada foto konvensional, secara umum tidak mngkin mendiagnosis suatu agen
penyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan keterangan klinis,
laboratoris seperti jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena itu pada dasarnya semua
pemeriksaan saling melengkapi dan saling membantu dalam menegakkan suatu diagnosis.

American Thoracic Society merekomendasikan posisi PA (posteroanterior) dan lateral


(jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang di gunakan untuk melihat adanya
pneumonia. Gambaran pneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti gambaran
konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleh eksudat radang, maka
bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto Roentgen. Jika kelainan ini
melibatkan sebagian atau seluruh lobus disebut lobaris pneumoniae, sedangkan jika berupa
bercak yang mengikutsertakan alveoli secara tersebar maka disebut bronchopneumoniae.

20
Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum antara lain:

a. Perselubungan padat homogen atau inhomogen

b. Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus

c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada atelektasis.

d. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam


percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara yang
akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat akibat
proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan air
bronchogram sign positif (+)

e. Si
l lh
o ut
e
sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yang berada
dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat untuk
menentukan letak lesi paru ; jika batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi
tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. Maka akan
disebut sebagai sillhoute sign (+)

Berdasarkan letak anatomis dibagi menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris, pneumonia


lobularis (bronchopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronkiolitis).

I. Pneumonia Lobaris

21
Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris :

Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung terjadi di


daerah paru dekat dengan pleura visceral dan lama kelamaan akan menyebar secara
sentripetal menuju ke pori-pori kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan membentuk
konsolidasi pada satu segmen (B), lalu daerah yang mengalami konsolidasi tersebut sampai
mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah bronkus yang terkena akan tampak
dengan jelas air bronchogram sign (+).

Gambaran Pneumonia Lobaris


Pada posisi PA dan lateral tersebut tampak perselubungan homogen pada lobus
paru kanan tengah dengan tepi yang tegas. Lapangan paru lainnya masih
tampak normal. Cor, sinus,diafragma tidak tampak kelainan. Pnemonia lobaris
ini paling sering disebabkan oleh Strep. Pneumonia.

22
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus lobus kanan bawah PA maupun lateral atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
pada pneumonia jenis ini.

23
II. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)

Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas, konsolidasi


dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya menyerang beberapa
lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris. Lokasi predileksi
bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru tengah dan bawah.

Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme awalnya


menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul sentrilobuler dan
gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-bud pattern). Lalu proses
konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial dan akan berkembang menjadi
lobular, subsegmental, atau segmental (B). Selanjutnya proses konsolidasi tersebut bisa
terjadi multifocal, tepi tidak rata, corakan bronkovaskular kasar akibat dinding cabang
bronkus menjadi lebih tebal, namun perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas
segmen (C) .

Bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumonia

24
Gambaran Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)

Pada foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen pada


lobus medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini
seringdisebabkan oleh Staphylococcus aureus Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa.

Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai


pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan
meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.Pada bronkopneumonia terjadi
konsolidasi area berbercak. Bronkopneumonia adalah proses multi fokal yang dimulai pada
bronkiolus terminalis dan respiratorius dan cenderung menyebar secara segmental. dapat juga
disebut pneumonia lobularis dan menghasilkan konsolidasi yang tidak homogen. Pada foto
thoraks tampak infiltrat peribronkhial yang semiopak dan tidak homogen didaerah hillus yang
menyebabkan batas jantung menghilang, penyebab paling sering oleh S.aureus dan organisme
gram negatif.

25
Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada gambar
diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.

III. Pneumonia Interstisial

Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi dari virus
berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan kelenjar mukus
bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematous. Juga terjadi edema di jaringan
interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus terisi cairan edema. Pneumonia interstisial
dapat juga dikatakan sebagai pneumonia fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-
sel radang terhadap jaringan interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit,
histiosit, sel plasma dan neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila peradangan mengenai pleura
viseral.

Gambaran Pneumonia Intersisial

Pada fase akut tampak gambaran


bronchial cuffing, yaitu penebalan dan
edema dinding bronkiolus. Corakan
bronkovaskular meningkat, hiperaerasi,
bercak-bercak inifiltrat dan efusi pleura
juga dapat ditemukan.

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan
yang tidak merata.

26
27
IV. Pneumonia Cystis Carinii

Di negara berkembang, pola penyakit pneumonia ini sering dipersulit dengan adanya
imunosupresi akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Pola ini sulit dikenali,
namun petunjuknya adalah pembuluh darah paru tampak tidak berbatas tegas atau kabur
dan paru tampak sedikit opaq. Tidak ditemukan adanya air brochogram sign. Pola ini sering
ditemukan pada infeksi pneumonia Pneumocystis carinii yang diderita oleh pasien dengan
imunosupresi terutama akibat AIDS, infeksi mikoplasma dan infeksi virus.

Gambaran radiologi x-ray :

- Bayangan ground-glass opak yang bilateral


simetris atau pola reticulonodular

- Utamanya cenderung mengisi daerah


perihiler

- Namun dapat juga meluas ke daerah ata dan


bawah paru.

V. Pneumonia Aspirasi

28
Pneumonia aspirasi adalah masuknya benda atau zat asing, padat atau cair ke dalam
saluran pernafasan, inhalasi uap atau asap. Pneumonia ini biasanya juga disebabkan oleh
adanya flora orofaring normal yang teraspirasi ke dalam saluran napas.

Gambaran Pneumonia Aspirasi

Pada foto thorax menunjukkan tampak perselubungan homogen bilateral di


kedua lapangan paru yang disertai dengan adanya endotracheal di atas carina.
Kasus tersebut adalah seorang pria usia 29 tahun, dengan riwayat cerebral
palsy dan gangguan neurologis, di bawa ke rumah sakit dengan kesadaran
menurun.

29
2.7.3.2 Pemeriksaan Lain (CT Scan)

Dalam beberapa kasus CT scan dapat mendeteksi pneumonia yang tidak terlihat pada
foto toraks. Terkadang pada foto thoraks bisa terjadi kesalahpahaman apakah ini jaringan
parut pada paru atau gagal jantung kongesti. Kedua kelainan di atas dapat memberikan
gambaran menyerupai pneumonia di foto thoraks.

Dalam beberapa kasus ct-scan dapat mendeteksi pneumonia yang tidak terlihat pada foto
thorak.

lndikasi Pemeriksaan:

Tumor, massa

Aneurisma

Abses

Lesi pada hilus atau mediastinal

30
1. Pnemonia Lobaris

Gambar
diatas,

menunjukkan foto CT-scan thorax resolusi tinggi dengan memperlihatkan adanya


perselubungan di lobus atas paru kanan. Tampak air brochogram sign sepanjang bronkus
lobus atas paru kanan dan gambaran ground glass di tepi perselubungan dan paru normal.

31
High resolution CT-scan sangat baik digunakan untuk melihat gambaran pola dan
distribusi pneumonia dibandingkan dengan foto konvensional seperti X-ray. Namun jarang
digunakan untuk mengevaluasi pasien yang curiga atau dipastikan pneumonia. Akan tetapi,
CT-scan merupakan pilihan yang direkomendasikan untuk menilai adanya kelainan non
spesifik yang tidak di temukan pada foto konvensional.

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke
perifer.

2. Pnemonia Lobularis (Bronkhopneonia)

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai
perifer.

32
3. Pnemonia Intertisial

Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT Scan
pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler tersebut
berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)

4. Pneumonia Cystis Carinii

Gambaran radiologi CT-scan Thorax :

- Bayangan ground-glass opak yang


bilateral simetris

- Terkadang tidak rata dan


menyebar. (20)

33
2.7.4 Diagnosis Banding Secara Radiologis

Differential Diagnosis dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:

1. Tuberculosis Paru (TB)

Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.
tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3
minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala
sistemik meliputi demam, menggigil, keringat
malam, lemas, hilang nafsu makan dan
penurunan berat badan.

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas


kanan pada foto thorax proyeksi PA

2. Atelektasis

Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara
dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram.
Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena
adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari
seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.

34
Foto thorax Atelektasis PA dan Lateral

3. Efusi Pleura

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat
penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah
yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus
sign, tanda khas pada efusi pleura.

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II.
Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;2007.
2. Corr, Peter. Fot Thorax normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian., Dwijayanthi,
Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik (terjemahan dari
Patterm Recognation in Diagnostic Imaging). Jakarta: Penerbit EGC. 2010; hal 28, 33-5
3. Dahlan, Zul. Pneumonia. In: Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009; hal 2196-200, 2203-05
4. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta. Penerbit EGC.
2007; hal 136-142
5. Kasper, Dennis L., and Tinsley Randolph Harrison. Harrison's Principles of Internal
Medicine. New York: McGraw-Hill, Medical Pub. Division, 2005.

6. Lee, Jaw. Aspiration of Imaging. In: Lin, Eugene C. Pneumonia. Available from
www.medscape.com updated May 25, 2011
7. Paul and Juhl. Essential of Radiologic Imaging, 5th edition. J.B. Lippincott Company.
Philadelpia
8. P. E. S. Palmer, W. P. Cockshott, V. Hegedus, E. Samuel. Petunjuk Membaca Foto Untuk
Dokter Umum. ECG. Jakarta.
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-6
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-5
11. Sutarto, Ade Satriyani., Budyatmoko, Bambang., Darmiati, Sawitri. Radiologi Anak. In:
Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009:
hal 400-1
12. Wilson, M Lorraine. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price, Sylvia A., Wilson,
Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC. 2003; hal 804-806

36

Anda mungkin juga menyukai