A. LATAR BELAKANG
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan
mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa
nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidak
nyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi
oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri
dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat,
konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan (Engram, 1999). Jumlah penderita mengalami
fraktur di Amerika Serikat sekitar 25 juta orang pertahun.
Femur merupakan kejadian tertinggi. Berdasarkan observasi peneliti sejumlah pasien dengan
keluhan utama nyeri sering ditemui terutama pada pasien fraktur. Informasi yang didapat
peneliti dari perawat ruangan pada saat itu, untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien
diberikan obat analgetik saja dan tidak pernah diberi kompres dingin oleh perawat untuk
mengatasi nyeri yang dirasakan pasien tersebut. Kompres dingin merupakan salah satu
bentuk tindakan mandiri perawat yang perlu dipertimbangkan terutama pada pasien yang
mengalami nyeri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi fraktur?
2. Apa saja pengertian fraktur?
3. Apa saja klasifikasi fraktur?
4. Bagaimana etiologi fraktur?
5. Bagaimana patofisiologi fraktur?
6. Bagaimana manifestasi klinis fraktur?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang fraktur?
8. Bagaimana penatalaksanaan fraktur?
9. Bagaimana komplikasi fraktur?
10. Bagaimana asuhan keperawatan fraktur?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata perkuliahan Sistem Muskuluskeletal
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Bagaimana anatomi dan fisiologi fraktur
b. Untuk mengetahui Apa saja pengertian fraktur
c. Untuk mengetahui Apa saja klasifikasi fraktur
d. Untuk mengetahui Bagaimana etiologi fraktur
e. Untuk mengetahui Bagaimana patofisiologi fraktur
f. Untuk mengetahui Bagaimana manifestasi klinis fraktur
g. Untuk mengetahui Apa saja pemeriksaan penunjang fraktur
h. Untuk mengetahui Bagaimana penatalaksanaan fraktur
i. Untuk mengetahui Bagaimana komplikasi fraktur
j. Untuk mengetahui Bagaimana asuhan keperawatan fraktur
D. Manfaat
Hasil dari pendiskusian makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan tentang fraktur.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR
1. Anatomi dan Fisiologi
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan otot
menyusun kurang lebih 50% kesehatan dan baiknya fungsi sistem muskuloskeletal sangat
tergantung pada sistem tubuh lain. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ
vital, termasuk otak, jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk
menyyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak.
Matriks tulang menyimpan kalsium, fodfor, magnesium, dan fluor. Lebih dari 99% kalsium
tubuh total terdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah yang terletak dalam tulang
menghasilkan sel darah merah dan putih dalam proses yang dinamakan hematopoesis.
Kontraksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun produksi panas
untuk mempertahankan temperature tubuh. (Brunner & Suddarth, 2002). Tulang terbagi
dalam empat kategori: tulang panjang (mis, femur), tulang pendek (mis, tulang tarsial), tulang
pipih (mis, sternum) dan tulang tidak teratur (mis vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan
tulang konselus (trabekular/ spongius) atau kortikel (kompak), tulang panjang (misal femur
berbentuk seperti tungkai/batang panjang dengan ujung yang membalut) ujung tulang
panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya. Tulang panjang disusun untuk
menyangga berat badan dan gerakan.
Tulang pendek (misal metakarpal ) terdiri dari tulang konselus ditutupi selapis tulang
kompak. Tulang pipih (misal, sternum) merupakan tempat penting untuk hematopoesis dan
sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang tak teratur (misal, vertebra )
mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya. Osteoblast berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matrik tulang dan terletak dalam osteon (unit
matrik tulang). Osteoklas adalah sel multi nuklea atau berinti banyak yang berperan dalam
penghancuran dan resorbsi tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang konselus.
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan
terletak medial dan fibula/tulang betis: tibia adalah tulang pipa dengan batang dan dua ujung.
a. Ujung atas memperlihatkan adanya kondil lateral, kondil lateral memperlihatkan posterior
sebuah faset untuk persendian dengan kepala fibula pada sendi fibio-fibular superior, tuberkel
dan fibia ada disebelah depan dengan tepat dibawah kondil-kondil ini, bagian depan member
kaitan kepada tendon dari insersi otot ekstensor kwadrisep.
b. Batang dalam irisan melintang bentuknya segitiga, sisi anteriornya paling menjulang dan
sepertiga sebelah tengah, terletak subkutan bagian ini membentuk krista tibia.
c. Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki, tulangnya sedikit dan kebawah
sebelah medial menjulang menjadi maleoulus medial/meleolus tibia. Fibula/ tulang betis
adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah tulang itu adalah tulang pipa dengan sebuah
batang dan dua ujung.
d. Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang luar dari tibia, tetapi tidak
masuk dalam formasi sendi lutut.
e. Batangnya ramping terbenam dalam otot tungkai dan memberi banyakn kaitan
f. Ujung bawah sebelah bawah lebih memanjang menjadi maleolus lateralis/maleolus fibula
(Evelyn Paecce, 2002)
2. Pengertian
a. Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin taklebih
dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahan lengkap dan
fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur
tertutup ( atau sederhana) kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuhtertembus keadaan ini
disebut fraktur terbuka (atau compound) yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dn
infeksi (A,Graham,A & Louis, S, 2000).
b. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa. (Sjamsuhidajat, 2005).
c. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2005).
d. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menetukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap ( Price, A dan
L.Wilson, 2006).
e. Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. Fraktur dapat
digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur (Tambayong, J, 2000).
f. Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan
oleh kekerasan (Oswardi, 2000).
4. Etiologi
Menurut Oswari E, (2000), penyebab fraktur adalah:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
5. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh gangguan adanya gaya dalam tubuh,
yaitu stres, gangguan fisisik,gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung
tulang turun, baik terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi
jaringan. Hematoma akan mengkudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu.
Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi
infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, bisanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka dan tertutup. Pada umumnya pada
pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya pembuluh darah
sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon dini terhadap kehilangan
darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh vasokontraksi progresif dari kulit, otot dan
sirkulasi vaseral. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut
adalah peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan
katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh perifer hal ini akan
meningkatkan tekanan darah diastolic dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi
hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat
vasoaktif juga dilepaskan di dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,
bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Subtansi ini
berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok
perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah
(venous return) dengan cara kontraksi volume darah di dalam sistem vena sistemik. Cara
yang paling efektif untuk memulihkan kardiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan
oksigen tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk
metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi
dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam
laktat dan berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan
penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak memadai, maka
membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradientnya elektrik normal
hilang.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuah fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodoling untuk membentuk tulang sejati.
6. Pathway
Kecelakaan
Fiksasi eksterna
Trauma jaringan
Anestesi
OREF
HDR
Peristaltik menurun
Trauma jaringan
Luka terbuka
RESIKO INFEKSI
Fraktur
7. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan
warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak tidak
alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas
yang bias di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai Pembengkakan dan
perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cedera
8. Pemeriksaan penunjang
Menurut (doengoes, 2000) pemeriksaan diagnostik fraktur diantaranya :
a. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur
b. Scan tulang, tonogramm, scan CI/MRI: memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun(perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan jumlal SDP adalah respons stress normal setelah trauma.
e. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau
cederah hati.
9. Penatalaksanaan
Prinsip pennganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta
kekuatan normal dengan rehabilitasi( Brunner & Suddarth, 2002). Reduksi fraktur berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk
mencapai reduksifraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode
yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang
ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spesame otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu
memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi
eksterna. Metode fiksasi ekstern meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan
tehnik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan dengan reduksi dan
imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk
berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dengan harga diri (Brunner & suddarth,
2005).
Prinsip penangan fraktur dikenal dengan empat R yaitu:
a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan kemudian dirumah
sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk mempertahankan
reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan dibawah fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2006).
Penatalaksanaan perawat menurut Mansjoer (2003), adalah sebagai berikut:
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan kesadaran, baru periksa
patah tulang
b. Atur posisi tujuannya untuk menimblkan rasa nyaman,mencegah komplikasi.
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan pemantauan
neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah:
1. Merabah lokasi apakah masih ingat
2. Observasi warna
3. Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
4. Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada lokasi cedera
5. Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi nyeri
6. Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakan.
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan kekuatan kulit
f. Meningkatkan gizi, makanan- makanan yang tinggi serat anjurkan intake protein 150-300
gr/hari
g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
10. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L.Wilson, 2006)
a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentu sudut atau miring
b. Delayed Union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan yang berlebihan di dalam suatu
ruangan yang disebabkan oleh pendarahan masif pada suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat embolisme syndrome, tetesan lemak masuk ke dalam pembluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur yang meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70
sampai 80 faktur tahun.
g. Tromboembolik komplication, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang
imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidakmampuan lazimnya
komplikasi pada perbedaan ekstermitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi
pada bedah ortopedi.
h. Infeksi, sistem pertahan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan . Pada trauma orthopedik
infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedah seperti pin dan
plat.
i. Avascular nekrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau nikrosis iskemia.
j. Refleks symphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndrome ini belumbanyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik
dan vasomotor instability.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur merujuk pada teori
menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada berbagai macam meliputi:
a. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris, pertolongan apa
yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan
yang lainya. Adanya trauma lutut berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma
angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma
rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas
darat.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang sebelumnya sering
mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur
patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat
penyembuhan tulang.
c. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
d. Pola kesehatan fungsional
1. Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu
sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
2. Sirkulasi
a. Hipertensi ( kadang kadang terlihat sebagai respon nyeri atau ansietas) atau hipotensi
(kehilangan darah)
b. Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
c. Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,pengisian kapiler lambat, pusat
pada bagian yang terkena.
d. Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
3. Neurosensori
a. Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
b. Kebas/ kesemutan (parestesia)
c. Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit) Spasme
otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
d. Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
4. Nyeri / kenyamanan
a. Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan
tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf .
b. Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
5. Keamanan
a. Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
b. Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba- tiba).
6. Pola hubungan dan peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan kecacatan akibat fraktur
yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara
normal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
8. Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan indra yang
lain dan kognitif tidak mengalami gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
9. Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam
ibadah. Hal ini disebabkan oel nyeri dan keterbatasan gerak yang di alami klien.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000), dan Barbara (1999) adalah
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress, ansietas.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolic,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan, kerusakan
musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan kekuatan / tahanan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tertekan, prosedur
invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi pembedahan.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif): traksi atau gibs pada
ekstrimitas
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan dengan intake nutrisi yang
tidak adekuat.
g. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
3. Intervensi
4. Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat
waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat
respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan
pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk, 2000). Implementasi dilakukan sesuai
denga intervensi yang telah direncanakan.
5. Evaluasi
a. Diagnosa 1 : Nyeri dapat berkurang atau terkontrol, skala nyeri 0-1, ekspresi wajah/postur
tubuh rileks
b. Diagnosa 2 : Kerusakan integritas kulit dapat teratasi, menunjukkan regenerasi jaringan
yang baik
c. Diagnosa 3 : Hambatan mobilitas fisik dapat teratasi, klien mampu melakukan pergerakan
dan perpindahan,mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi
d. Diagnosa 4 : risiko infeksi tidak terjadi, mencapai penyembuhan luka tepat waktu dan
bebas dari eksudat, purulen dan tidak demam
e. Diagnosa 5 : Defisit perawatan diri dapat terayasi dengan klien dapat melakukan
perawatan diri
f. Diagnosa 6 : keseimbangan nutrisi terpenuhi
g. Diagnosa 7 : Harga diri rendah klien meningkat, klien dapat meningkatkan percaya diri
dan optimism tentang masa depan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin taklebih
dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahan lengkap dan
fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur
tertutup ( atau sederhana) kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuhtertembus keadaan ini
disebut fraktur terbuka (atau compound) yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dn
infeksi
B. SARAN
Kita sebagai seorang perawat harus memahami dan mempelajari tentang
penyakit fratur dan garis fraktur supaya kita sebagai seorang perawat mampu memberikan
asuhan keperawatan dengan baik dan profesinal kepada pasien yang mengalami fratur t dan
dapat memberikan edukasi kepada pasien untuk mencegah terjadinya fraktur yang pada
akhirnya mampu melakukan segala bentuk pencegahan demi menekan angka insidensi
penyakit ini. Makalah ini masih jauh dari sempurna dan penulis mengharapkan pembaca
dapat memberikan kritik dan saran kepada penulis untuk kesempurnaan makalah selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Huda Nuratif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta
2. Brunner & Suddarth, 2005. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.
Poskan Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Error: 103.
Animasi Blog
TRANSLATE
MENGENAI SAYA
Rista Ayustri
Hello saya Ni Putu Rista Ayustri mahasiswa Angkatan 7 S1 Keperawatan di STIKes Wira
Medika PPNI Bali "Bachelor Of Nursing Wira Medika" Thank u for visit my blog, have you
enjoy and we could share information here :)
Lihat profil lengkapku
SEARCH
Loading