Anda di halaman 1dari 12

Dikerjain ya kak refrat Rubella nya.

Nanti malem dibaca sekilas, diedit trus


tidur nyenyak. Kalo perlu bikin slide besok aja. Jangan lupa besok pacarnya diajak
jalan-jalan. BTK

Pro : Nn. ATIKA AMALIA DEWI


21 Tahun
Latar Belakang

Rubella atau Campak Jerman merupakan penyakit anak menular yang lazim
biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan
campak ringan atau demam skarlet, dan pembesaran serta nveri limfonodi
pascaoksipital, retroaurikuler, dan servikalis posterior. Campak Jerman atau
rubella ini biasanya hanya menyerang anak-anak sampai usia belasan tahun.1,3
Apabila penyakit ini menyerang anak yang lebih tua dan dewasa, terutama
wanita dewasa, infeksi kadang-kadang dapat berat, dengan manifestasi
keterlibatan sendi dan purpura. Dan bila bila penyakit ini menyerang ibu yang
sedang mengandung dalam tiga bulan pertama, bisa menyebabkan cacat bayi
waktu dilahirkan. Rubella pada awal kehamilan dapat menyebabkan anomali
kongenital berat. Sindrom rubella kongenital adalah penyakit menular aktif
dengan keterlibatan multisistem, spektrum ekspresi klinis luas, dan periode
infeksi aktif pascalahir dengan pelepasan virus yang lama.3,4
Anak laki-laki dan wanita sama-sama terkena. Pada populasi yang rapat
seperti institusi dan Asrama tentara, hampir 100% dari individu yang rentan dapat
terinfeksi. Pada kelompok keluarga penyebaran virus kurang: 50-60% anggota
keluarga yang rentan mendapat penyakit. Rubella biasanya terjadi selama musim
semi.1
Rubella menjadi penting karena penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan
pada janin. Sindroma rubella congenital (Congenital Rubella Syndrome, CRS)
terjadi pada 90% bayi yang dilahirkan oleh wanita yang terinfeksi rubella selama
trimester pertama kehamilan; risiko kecacatan congenital ini menurun hingga
kira-kira 10-20% pada minggu ke-16 dan lebih jarang terjadi bila ibu terkena
infeksi pada usia kehamilan 20 minggu. Infeksi janin pada usia lebih muda
mempunyai risiko kematian di dalam rahim, abortus spontan dan kecacatan
congenital dari sistem organ tubuh utama. Cacat yang terjadi bisa satu atau
kombinasi dari jenis kecacatan berikut seperti tuli, katarak, mikroftalmia,
glaucoma congenital, mikrosefali, meningoensefalitis, keterbelakangan mental,
patent ductus arteriosus, defek septum atrium atau ventrikel jantung, purpura,
hepatosplenomegali, icterus dan penyakit tulang radiolusen.
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Rubella atau Campak Jerman merupakan penyakit anak menular yang lazim
biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan
campak ringan atau demam skarlet, dan pembesaran serta nyeri limfonodi
pascaoksipital, retroaurikuler, dan servikalis posterior. Campak Jerman atau
rubella ini biasanya hanya menyerang anak-anak sampai usia belasan tahun.1,2,3

2. Epidemiologi
Manusia adalah satu-satunya hospes alamiah rubella, yang disebarkan oleh
droplet oral atau secara transplasenta melalui infeksi congenital. Rubella
terdistribusi secara luas di seluruh dunia. Sebelum pembentukan program vaksin
rubella pada tahun 1969, puncak insiden penyakit adalah pada anak umur 5-14
tahun. Sekarang kebanyakan kasus terjadi pada remaja dan dewasa muda yang
rentan.
Epidemi rumah sakit diantara pegawai, dengan penularan pada penderita
yang rentan, telah membantu rumah sakit mensyaratkan bahwa pegawai yang
mempunyai kontak dengan penderita harus imun terhadap rubella. Anak laki-laki
dan wanita sama-sama terkena. Pada populasi yang rapat seperti institusi dan
Asrama tentara, hampir 100% dari individu yang rentan dapat terinfeksi. Pada
kelompok keluarga penyebaran virus kurang: 50-60% anggota keluarga yang
rentan mendapat penyakit. Rubella biasanya terjadi selama musim semi.
Pada tahun 1989 1990 sejumlah kasus rubella menyerang lebih banyak
pada anak remaja di atas umur 15 tahun dan dewasa diperkirakan karena
kegagalan vaksinasi pada setiap individu. Resiko terserang rubella kembali
menurun untuk semua umur dan dilaporkan kasus di Amerka Serikat pada tahun
1999 sebanyak 267. Penyakit ini dapat sukar didiagnosis secara klinis karena
ruam enterovirus dan ruam yang lain dapat menampilkan penampakan yang
serupa. Satu serangan biasanya memberikan imunitas permanen. Epidemi terjadi
setiap 6-9 tahun sebelum vaksin tersedia.1
3. Etiologi
Rubella disebabkan oleh virus yang mengandung-RNA pleomorfik, yang
sekarang didaftar pada famili Togaviridae, genus Rubivirus. Virus ini sferis,
berdiameter 50-60 nm, dan berisi asam ribonukleat helai-tunggal. Virus biasanya
diisolasi pada biakan jaringan, dan keberadanya diperagakan oleh kemampuan sel
ginjal kera hijau Afrika (African green monkey kidney) [AGMK] terinfeksi
rubella menahan tantangan dengan enterovirus. Selama penyakit klinis virus
berada dalam sekresi nasofaring, darah, tinja, dan urin. Virus telah ditemukan dari
nasofaring 7 hari sebelum eksantem, dan 7-8 hari sesudah menghilangnya.
Penderita dengan penyakit subklinis juga infeksius.2.3,5

4. Patofisiologi
Virus rubella adalah positive single-stranded RNA virus berkapsul dari genus
Rubivirus, keluarga Togaviridae6. Virus Rubella(VR) terdiri atas dua subunit
struktur besar, satu berkaitan dengan envelope virus dan yang lainnya berkaitan
dengan nucleoprotein core6,7. Meskipun Virus rubella dapat dibiakkan dalam
berbagai biakan (kultur) sel, infeksi virus ini secara rutin didiagnosis melalui
metode serologis yang cepat dan praktis. Berbagai jenis jaringan, khususnya
ginjal kera paling baik digunakan untuk mengasingkan virus, karena dapat
menghasilkan paras (level) virus yang lebih tinggi dan secara umum lebih baik
untukmenghasilkan antigen. Pertumbuhan virus tidak dapat dilakukan pada telur,
tikus dan kelinci dewasa7,8,9.

Virus rubella memiliki sebuah hemaglutinin yang berkaitan dengan


pembungkus virus dan dapat bereaksi dengan sel darah merah anak ayam yang
baru lahir, kambing, dan burung merpati pada suhu 4 oC dan 25 oC dan bukan
pada suhu 37 oC. Baik sel darah merah maupun serum penderita yang terinfeksi
virus rubella memiliki sebuah non-spesifik b-lipoprotein inhibitor terhadap
hemaglutinasi. Aktivitas komplemen berhubungan secara primer dengan
envelope, meskipun beberapa aktivitas juga berhubungan dengan nukleoprotein
core. Baik hemaglutinasi maupun antigen complement-fixing dapat ditemukan
(deteksi) melalui pemeriksaan serologis10.
Virus rubella mengalami replikasi di dalam sel inang. Siklus replikasi yang
umum terjadi dalam proses yang bertingkat terdiri dari tahapan: 1 perlekatan, 2
pengasukan (penetrasi), 3 diawasalut (uncoating), 4 biosintesis, 5 pematangan
dan pelepasan. Meskipun ini merupakan siklus yang umum, tetapi akan terjadi
beberapa ragam siklus dan bergantung pada jenis asam nukleat virus.Tahap
perlekatan terjadi ketika permukaan virion, atau partikel virus terikat di penerima
(reseptor) sel inang. Perlekatan reversible virion dalam beberapa hal, agar harus
terjadi infeksi, dan pengasukan virus ke dalam sel inang. Proses ini melibatkan
beberapa mekanisme, yaitu: 1 penggabungan envelope virus dengan membrane
sel inang (host), 2 pengasukan langsung ke dalam membrane, 3 interaksi dengan
tempat penerima membrane sel, 4 viropexis atau fagositosis11,12.

Setelah memasuki sel inang, asam nukleat virus harus sudah terlepas dari
pembungkusnya, (uncoating) atau terlepas dari kapsulnya. Proses mengawasalut
(uncoating) ini terjadi di permukaan sel dalam virus. Secara umum, ini
merupakan proses enzimatis yang menggunakan prakeberadaan (pre-existing)
ensim lisosomal atau melibatkan pembentukan ensim yang baru. Setelah proses
pengawasalutan (uncoating), maka biosintesis asam nukleat dan beberapa protein
virus merupakan hal yang sangat penting. Sintesis virus terjadi baik di dalam inti
maupun di dalam sitoplasma sel inang, bergantung dari jenis asam nukleat virus
dan kelompok virus. Pada virus RNA, seperti Virus Rubella, sintesis ini terjadi di
dalam sitoplasma, sedangkan pada kebanyakan virus DNA, asam nukleat virus
bereplikasi di inti sel inang sedangkan protein virus mengalami replikasi pada
sitoplasma. Tahap terakhir replikasi virus yaitu proses pematangan partikel virus.
Partikel yang telah matang ini kemudian dilepaskan dengan bertunas melalui
membrane sel atau melalui lisis sel12.

Rubella adalah penyakit virus menular akut, jika seorang wanita terkena
virus tersebut pada awal kehamilan, virus dapat menyebar dari ibu ke bayinya
dan mempengaruhi perkembangan bayi sehingga dapat menimbulkan keguguran,
lahir mati atau kelainan lain yang berat seperti tuli, kebutaan, katarak, kelainan
jantung dan retardasi mental (rubella kongenital) 12. Hal ini berakibat fatal pada
hampir sepertiga kasus selama tahun pertama kehidupan. Infeksi dari virus
rubella yang parah ini yang diperoleh dari dalam rahim di awal kehamilan disebut
sebagai Sindrom Rubella Kongenital. Risiko malformasi janin bervariasi sesuai
dengan waktu onset infeksi dari ibu dan diperkirakan 90% untuk bayi yang lahir
dari ibu yang terinfeksi dalam 10 minggu pertama kehamilan 12,13.

Virus rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami replikasi


di nasofaring dan di daerah kelenjar getah bening.Masa inkubasi virus rubella
berkisar antara 1421 hari.Penularan terjadi melalui droplet, dari nasofaring atau
rute pernafasan. Selanjutnya virus rubela memasuki aliran darah.Viremia terjadi
antara hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah terpajan virus rubella. Viremia mencapai
puncaknya tepat sebelum timbul erupsi di kulit.Namun terjadinya erupsi di kulit
belum diketahui patogenesisnya. Di nasofaring virus tetap ada sampai 6 hari
setelah timbulnya erupsi dan kadang-kadang lebih lama.Masa penularan 1
minggu sebelum dan empat (4) hari setelah permulaan (onset) ruam (rash). Pada
episode ini, Virus rubella sangat menular.Dalam ruangan tertutup, virus rubella
dapat menular ke setiap orang yang berada di ruangan yang sama dengan
penderita14.

Selain dari darah dan sekret nasofaring, virus rubela telah diisolasi dari
kelenjar getah bening, urin, cairan serebrospinal, ASI, cairan sinovial dan paru.
Penularan dapat terjadi biasanya dari 7 hari sebelum hingga 5 hari sesudah
timbulnya erupsi. Daya tular tertinggi terjadi pada akhir masa inkubasi, kemudian
menurun dengan cepat, dan berlangsung hingga menghilangnya erupsi. Penularan
virus rubella adalah melalui udara dengan tempat masuk awal melalui nasofaring
dan orofaring. Setelah masuk akan mengalami masa inkubasi antara 11 sampai 14
hari sampai timbulnya gejala. Hampir 60 % pasien akan timbul ruam. Penyebaran
virus rubella pada hasil konsepsi terutama secarahematogen. Infeksi kongenital
biasanya terdiri dari 2 bagian : viremia maternal dan viremia fetal. Viremia
maternal terjadi saat replikasi virus dalam sel trofoblas.Kemudian tergantung
kemampuan virus untuk masuk dalam barier plasenta.Untuk dapat terjadi viremia
fetal, replikasi virus harus terjadi dalam sel endotel janin. Viremia fetal dapat
menyebabkan kelainan organ secara luas. Bayi- bayi yang dilahirkan dengan
rubella kongenital 90 % dapat menularkan virus yang infeksius melalui cairan
tubuh selama berbulan-bulan. Dalam 6 bulan sebanyak 30 50 %, dan dalam 1
tahun sebanyak kurang dari 10 %. Dengan demikian bayi - bayi tersebut
merupakan ancaman bagi bayi-bayi lain, disamping bagi orang dewasa yang
rentan dan berhubungan dengan bayi12,13,14.
Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia berlangsung.
Infeksi rubella menyebabkan kerusakan janin karena proses pembelahan
terhambat. Dalam rembihan (secret) tekak (faring) dan air kemih (urin) bayi
dengan CRS, terdapat virus rubella dalam jumlah banyak yang dapat menginfeksi
bila bersentuhan langsung. Virus dalam tubuh bayi dengan CRS dapat bertahan
hingga beberapa bulan atau kurang dari 1 tahun setelah kelahiran8,9.

Kerusakan janin disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh kerusakan sel
akibat virus rubella dan akibat pembelahan sel oleh virus. Infeksi plasenta terjadi
selama viremia ibu, menyebabkan daerah (area) nekrosis yang tersebar secara
fokal di epitel vili korealis dan sel endotel kapiler. Sel ini mengalami deskuamasi
ke dalam lumen pembuluh darah, menunjukkan (indikasikan) bahwa virus rubella
dialihkan (transfer) ke dalam peredaran (sirkulasi) janin sebagai emboli sel
endotel yang terinfeksi. Hal ini selanjutnya mengakibatkan infeksi dan kerusakan
organ janin. Selama kehamilan muda mekanisme pertahanan janin belum matang
dan gambaran khas embriopati pada awal kehamilan adalah terjadinya nekrosis
seluler tanpa disertai tanda peradangan12,13.

Sel yang terinfeksi virus rubella memiliki umur yang pendek. Organ janin dan
bayi yang terinfeksi memiliki jumlah sel yang lebih rendah daripada bayi yang
sehat. Virus rubella juga dapat memacu terjadinya kerusakan dengan cara
apoptosis. Jika infeksi maternal terjadi setelah trimester pertama kehamilan,
kekerapan (frekuensi) dan beratnya derajat kerusakan janin menurun secara tiba-
tiba (drastis). Perbedaan ini terjadi karena janin terlindung oleh perkembangan
melaju (progresif) tanggap (respon) imun janin, baik yang bersifat humoral
maupun seluler, dan adanya antibodi maternal yang dialihkan (transfer) secara
pasif15.

Pada infeksi rubella maternal, yang biasanya terjadi lima sampai tujuh hari
setelah inokulasi pada ibu, virus menyebar ke seluruh plasenta secara hematogen,
yang mengarah kepada infeksi bawaan yang potensial pada janin yang sedang
berkembang. Pada infeksi rubella maternal dengan ruam, frekuensi infeksi
kongenital adalah lebih dari 80% selama 12 minggu pertama kehamilan, sekitar
54% di 13-14 minggu, dan sekitar 25% pada akhir trimester kedua. Setiap infeksi
rubella maternal yang terjadi setelah 16 minggu kehamilan, tidak ada risiko
terjadi sindrom rubella kongenital pada bayi yang baru lahir13.

Dari beberapa studi menunjukkan bahwa rute infeksi virus rubella adalah
melalui organ sistemik pada janin manusia. Fakta ini telah dikonfirmasi oleh tes
imunohistokimia dan deteksi langsung dari RNA virus di beberapa organ.
Perubahan histopatologi yang utama diamati dalam hepar. Hepar embrio memiliki
peran yang sangat penting dalam proses hematopoiesis selain sumsum tulang.
Temuan antigen virus di sel epitel glomerulus dan tubulus proksimal pada ginjal
juga menunjukkan ekskresi virus dalam urin12.

5. Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan biasanya lebih ringan dari penyakit campak. Bercak-
bercak mungkin juga akan timbul tapi warnanya lebih muda dari campak biasa.
Biasanya bercak timbul pertama kali di muka dan leher, berupa titik-titik kecil
berwarna merah muda. Dalam waktu 24 jam, bercak tersebut menyebar ke badan,
lengan, tungkai, dan warnanya menjadi lebih gelap. Bercak-bercak ini biasanya
hilang dalam waktu 1 sampai 4 hari.
Masa inkubasi adalah 14-21 hari. Tanda yang paling khas adalah adenopati
retroaurikuler, servikal posterior, dan di belakang oksipital. Tidak ada penyakit
lain yang menyebabkan pembesaran nyeri limfonodi ini yang sampai sebesar
limfonodi rubella. Ruam ini terdiri dari bintik-bintik merah tersendiri pada
palatum molle yang dapat menyatu menjadi warna kemerahan dan meluas pada
rongga belakang mulut yang dikenal sebagai Forscheimer spot. Limfadenopati
jelas pada sekitar 4 jam sebelum ruam muncul dan dapat tetap selama 1 minggu
atau lebih.
Eksantemnya lebih bervariasi daripada eksantem rubeola. Eksantem mulai
pada muka dan menyebar dengan cepat. Evolusinya begitu cepat sehingga dapat
menghilang pada muka pada saat ruam lanjutannya muncul pada badan.
Makulopapula tersendiri ada pada sejumlah kasus; ada juga daerah kemerahan
yang luas yang menyebar dengan cepat ke seluruh badan, biasanya dalam 24 jam.
Ruam dapat menyatu, terutama pada muka. Selama hari kedua ruam dapat
mempunyai gambaran sebesar ujung jarum, terutama di seluruh tubuh,
menyerupai ruam demam skarlet. Dapat terjadi gatal ringan. Erupsi biasanya jelas
pada hari ke 3. Deskuamasi minimal.
Mukosa faring dan konjungtiva sedikit meradang. Berbeda dengan rubeola,
tidak ada fotofobia. Demam ringan atau tidak selama ruam dan menetap selama

1, 2, atau kadang-kadang 3 hari. Suhu jarang melebihi 38oC (101oF). Anoreksia,


nyeri kepala, dan malaise tidak biasa.1,2,3

6. Diagnosa
Untuk mendiagnosa pasti suatu rubella, dapat dilakukan dengan isolasi virus,
hanya saja ini sulit dilakukan dan biayanya juga mahal atau dapat pula dengan
titer antibodi. Tes yang biasa dilakukan adalah tes ELISA untuk antibodi IgG dan
IgM. Antibodi hemaglutinasi-inhibisi (HI) merupakan metode penentuan imunitas
biasa terhadap rubella. Beberapa uji yang lebih baru termasuk aglutinasi lateks,
immunoassay enzim, dan immunoassay fluoresen sensitivitasnya tampak sama
atau lebih baik dari pada uji HI. Immunoglobulin (Ig) M spesifik-rubella dapat
ada dalam darah bayi baru lahir yang terkena.1,3

7. Diagnosa Banding
Karena gejala serupa dan ruam dapat terjadi pada banyak infeksi virus yang
lain, rubella merupakaan penyakit yang sukar untuk didiagnosis secara klinis
kecuali bila penderita ditemukan selama epidemi. Riwayat telah mendapat rubella
atau vaksin rubella tidak dapat dipercaya; imunitas harus ditentukan dengan uji
untuk antibodi. Terutama pada bentuk lebih berat, rubella dapat terancukan
dengan tipe demam skarlet dan rubeola ringan. Roseola infantum (eksantema
subitum) dibedakan dari rubella oleh keparahan demamnya dan oleh munculnya
ruam pada akhir episode demam bukannya pada saat gejala-gejala dan tanda-
tandanya sedang naik.
Ruam karena obat mungkin sangat sukar dibedakan dari rubella. Pembesaran
khas limfonodi sangat mendukung diagnosis rubella. Pada mononukleosis
infeksiosa ruam dapat terjadi menverupai ruam rubella, dan pembesaran
limfonodi pada setiap penyakit dapat menimbulkan kerancuan. Tanda-tanda
hematologik mononukleosis infeksiosa akan cukup membedakan dua penyakit
tersebut. Infeksi enterovirus yang disertai dengan ruam dapat dibedakan dari
beberapa keadaan pada manifestasi pernafasan atau saluran cerna dan tidak
adanya adenopati retroaurikuler.1,4,5

8. Penatalaksanaan
Jika tidak terjadi komplikasi bakteri, pengobatan pada rubella adalah
simptomatis. Adamantanamin hidroklorida (amantadin) telah dilaporkan efektif in
vitro dalam menghambat stadium awal infeksi rubella pada sel yang
dibiakkan.1,2,3

9. Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi rubella jarang dijumpai pada anak-anak. Neuritis dan arthritis
kadang-kadang terjadi, ensefalitis serupa dengan ensefalitis yang ditemukan pada
rubeola yang terjadi pada sekitar 1/6000 kasus. Prognosis rubella anak adalah
baik.1,2

10. Pencegahan
Pada orang yang rentan, proteksi pasif dari atau pelemahan penyakit dapat
diberikan secara bervariasi dengan injeksi intramuskuler globulin imun serum
(GIS) yang diberikan dengan dosis besar (0,25-0,50 mL/kg atau 0,12-0,20 mL/lb)
dalam 7-8 hari pasca pemajanan. Efektivitas globulin imun tidak dapat
diramalkan. Tampaknya tergantung pada kadar antibodi produk yang digunakan
dan pada faktor yang belum diketahui. Manfaat GIS telah dipertanyakan karena
pada beberapa keadaan ruam dicegah dan manifestasi klinis tidak ada atau
minimal walaupun virus hidup dapat diperagakan dalam darah. Bentuk
pencegahan ini tidak terindikasi, kecuali pada wanita hamil nonimun.
Program vaksinasi atau imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan
terhadap rubella. Di Amerika Serikat mengharuskan untuk imunisasi semua laki-
laki dan wanita umur 12 dan 15 bulan serta pubertas dan wanita pasca pubertas
tidak hamil. Imunisasi adalah efektif pada umur 12 bulan tetapi mungkin tertunda
sampai 15 bulan dan diberikan sebagai vaksin campak-parotitis-rubella (measles-
mumps-rubella [MMR]).1,2
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE., Kliegman RM., Arvin AM. 2016. Nelson Ilmu Kesehatan Anak:
Infeksi Virus-Rubella (Edisi ke-20). Terjemahan Oleh: Maldonado, Y., EGC,
Jakarta, Indonesia.
2. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak, bagian IKA RSMH, 2012.
3. James, C. 2000. Rubella. Dalam: Kandun, I.N (Editor). Manual
Pemberantasan Penyakit Menular. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
4. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2.
Jakarta.2005.
5. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis. Erlangga, Semarang, Indonesia, hal. 71
6. Calles JM, Perea NL, Mier MVT. Epidemiological surveillance on measles,
rubella and congenital rubella syndrome. Spain. Rev Esp Salud Pblica, 89
(4). 2015
7. Garcia M, Defaux AB, Lvque N. Localization of viral antigens improves
understanding of congenital rubella syndrome pathophysiology. EbioMedicine,
3: 89. 2016
8. Giambi C, Filia A, Rota MC, Manso MD, Declich S, Nacca1 G, Rizzuto E,
Bella A. Congenital rubella still a public health problem in Italy: analysis of
national surveillance data from 2005 to 2013. Surveillance and Outbreak
Reports. 2014
9. Lazar M, Perelygina L, Martines R, Greer P, Paddock CD, Peltecu G,
Lupulescu E, Icenogle J, Zaki SR. Immunolocalization and distribution of
rubella antigen in fatal congenital rubella syndrome. EbioMedicine, 3: 8692.
2015
10. Makoni AC, Chemhuru M, Bangure D, Gombe1 NT, Tshimanga M. Rubella
outbreak investigation, Gokwe North District, Midlands province, Zimbabwe,
2014 - a case control study. Pan African Medical Journal, 22 (60). 2014
11. Mirambo MM, Aboud S, Mushi MF, Seugendo M, Majigo M, Gro U,
Mshana SE. Serological evidence of acute rubella infection among under-fives
in Mwanza: a threat to increasing rates of congenital rubella syndrome in
Tanzania. Italian Journal of Pediatrics, 42 (54). 2016
12. Nguyen TV, Pham VH, Abe K. Pathogenesis of congenital rubella virus
infection in human fetuses: viral infection in the ciliary body could play an
important role in cataractogenesis. EbioMedicine, 2: 5963. 2015
13. Quintana EM, Solrzano CC, Torner N, Gonzlez FR. Congenital rubella
syndrome: a matter of concern. Pan American Journal of Public Health, 37
(3): 179-186. 2015
14. Sugishita Y, Akiba T, Sumitomo M, Hayata N, Hasegawa M, Tsunoda T,
Okazaki T, Murauchi K, Hayashi Y, Kai A, Seki N, Kayebeta A, Iwashita Y,
Kurita M, Tahara N. Shedding of rubella virus in congenital rubella syndrome:
study of affected infants born in Tokyo, Japan, 20132014. Japanese Journal
of Infectious Diseases. 2015
15. Lin C, Shih S, Tsai P, Liang A. Is birth cohort 1985/9-1990/8 a suspceptibility
window for congenital rubella syndrome in Taiwan?. Taiwanese journal of
Obstetrics & Gynecology. 2015

Anda mungkin juga menyukai