Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Pengikatan
Gluten pada Tepung Mocaf dalam Upaya Perbaikan Kualitas Adonan Tepung
Mocaf adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
ABSTRACT
FARICHA HELFI FEBRIANTI. The Bound of Mocaf Flour with Gluten in Order
to Improve The Mocaf Flour Dough Quality. Supervised by SAPTA RAHARJA.
The effort of binding between mocaf flour and gluten is to get mocaf flour
with better dough quality. This study aimed to produce a bound mocaf flour with
gluten and evaluated the influence of heating temperature factor (X1) and the
addition of gluten concentration (X2) using completely randomized design factorial
(RAFL). The binding is carried out in alkaline solution with 10%, 20%, and 30%
gluten added and heating reaction at 50, 55, and 60 oC. The result show that mocaf
gluten flour which made by binding process at 55 oC and 30% gluten added has
the biggest protein content and baking expansion i.e 19.77% dan 2.78 mL/g.
Swelling power of the flour is increasing along with the increasing of mocaf
gluten flours water absorbing capacity. Birefringence properties of mocaf gluten
flour increasingly dissapeared when the heating temperature is higher. FTIR
analysis of mocaf gluten flour show there is peak strengthening of the infrared
spectrum of the C N bond at 11671159 cm-1 which could come from gluten
added and the bound of mocaf flour with gluten
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus: ( )
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subbhanahu wa taala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Pengikatan
Gluten pada Tepung Mocaf dalam Upaya Perbaikan Kualitas Adonan Tepung
Mocaf dapat diselesaikan. Terselesaikannya penelitian yang berlangsung sejak
Januari Juni 2015 ini tidak terlepas dari dukungan keluarga dan orang orang
yang turut membantu selama penelitian hingga proses penulisan. Kesempatan ini
penulis gunakan untuk menucapkan terima kasih kepada:
1. Beasiswa Bidik Misi yang telah memberikan dana pendidikan serta bantuan
dana penelitian ini.
2. Bapak Dr Ir Sapta Raharja, DEA selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas arahan,
nasihat, bantuan dan bimbingan yang diberikan.
3. Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si selaku dosen penguji atas bimbingan dan
arahan yang diberikan
4. Ibu Dr. Ir. Dwi Setyaningsih selaku dosen penguji atas bimbingan dan arahan
yang diberikan.
5. Bapakku Bapak Abidin dan khususnya Ibuku, Ibu Nunung atas segala doa,
dukungan, dan kasih sayang yang diberikan pada anak sulungnya.
6. Para Laboran dan pegawai di laboratorium di TIN yang tidak dapat disebutkan
satu per satu, atas segala bantuan, arahan, dan saran yang diberikan selama
melakukan penelitian.
7. Teman teman sebimbingan, Shinta dan Bella serta teman teman satu
laboratorium, Dara, Irsan, Bella Illona, Grace, Sasongko, Novi, Erin, Ersyad,
Aji, Astrid, Salim, Kak Reli, Kak Belladini, dan Kelompok Biofiltrasi. Semoga
ilmu yang diperoleh berkah dan bermanfaat.
8. Teman teman TINFORMERS, khususnya kelas P1, atas segala dukungan,
semangat, bantuan, nasihat, arahan, serta ilmu yang dibagikan. Semoga Allah
membalas segala kebaikan kalian berlipat ganda senantiasa memberikan
keberkahan atas ilmu dan rezeki yang diperoleh.
Penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan 2
METODE 3
Bahan dan Alat 3
Tahapan Penelitian 3
Rancangan Percobaan dan Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Karakteristik Bahan Baku 6
Pembuatan Tepung Mocaf - Gluten 8
Karakteristik Tepung Mocaf - Gluten 9
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 24
RIWAYAT HIDUP 35
DAFTAR TABEL
1 Kombinasi perlakuan suhu pemanasan dan konsentrasi gluten 5
2 Karakteristik fisikomia tepung mocaf 6
3 Karakteristik tepung gluten gandum 7
4 Interpretasi puncak spektrum infra merah pada sampel tepung mocaf,
MG3050A, MG3055A, dan MG3055B 16
DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan penelitian 3
2 Proses pengikatan tepung mocaf gluten 4
3 Kadar protein tepung mocaf, tepung terigu, dan tepung mocaf gluten 10
4 Kadar protein air dekantasi tepung mocaf gluten 11
5 Suhu gelatinisasi tepung mocaf, tepung terigu, dan tepung mocaf gluten
12
6 Swelling power tepung terigu, tepung mocaf, dan tepung mocaf gluten 13
7 Daya serap air tepung mocaf, tepung terigu, dan tepung mocaf gluten 14
8 Hasil polarisasi pati (a) tepung mocaf, (b) MG3050A, (c) MG3055B 14
9 Baking expansion tepung mocaf, tepung terigu, MG3050A, MG3055A,
dan MG3055B 15
10 Spektrum infra merah sampel tepung mocaf, MG3050A, MG3055A, dan
MG3055B 16
11 Spektrum infra merah sampel tepung mocaf, MG3050A, MG3055A, dan
MG3055B pada daerah ikatan C=O 18
12 Spektrum infra merah sampel tepung mocaf, MG3050A, MG3055A, dan
MG3055B pada daerah ikatan C N 19
DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur karakterisasi tepung mocaf 24
2 Prosedur pengujian produk tepung mocaf gluten 26
3 Hasil analisa sidik ragam faktor suhu pemanasan dan penambahan gluten
terhadap karakteristik tepung mocaf - gluten 27
4 Hasil analisa sidik ragam faktor suhu pemanasan dan penambahan gluten
terhadap kadar protein air dekantasi slurry tepung mocaf - gluten 31
5 Spektrum infra merah sampel tepung mocaf, MG3050A, MG3055A, dan
MG3055B 32
6 Data kadar air sampel 33
7 Data kadar abu sampel 34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ubi kayu atau singkong (Manihot utilisima) merupakan salah satu umbi
mayor yang banyak dihasilkan di Indonesia. Lahan produksi ubi kayu di Indonesia
mencapai 1,4 juta hektar dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan rata
rata produksi ubi kayu sebesar 16 juta ton per tahun (Darmawan et al. 2013).
Tingginya angka produksi menunjukkan besarnya potensi pemanfaatan ubi kayu di
Indonesia. Salah satu bentuk pemanfaatan ubi kayu di Indonesia adalah pembuatan
tepung modified cassava atau yang dikenal dengan tepung mocaf atau mocal.
Tepung mocaf merupakan produk tepung dari ubi kayu yang diproses
menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi oleh Bakteri
Asam Laktat (BAL) (Yuwono et al. 2013).
Tepung mocaf yang diproduksi memiliki karakteristik yang mirip dengan
tepung terigu, oleh karena itu sangat memungkinkan untuk melakukan subtitusi
penggunaan tepung terigu dengan tepung mocaf (Hal Lala et al. 2013, Kurniati et
al. 2012, Yuswiyanto 2013). Tepung terigu merupakan jenis tepung konsumsi
utama yang menjadi kebutuhan masyarakat di Indonesia, hal ini terlihat dari jumlah
konsumsi masyarakat terhadap tepung terigu. Pada tahun 2011 konsumsi terigu
nasional mencapai 4.76 juta MT, tumbuh 7.12% dibanding 2010 dan pada tahun
2012 mencapai 5.05 Juta MT, tumbuh 7.06% dibanding 2011 (Aptindo 2013).
Namun, tepung terigu berasal dari gandum yang hingga saat ini tidak dapat
diproduksi di Indonesia (Sutianto 2014), akibatnya untuk memenuhi kebutuhan
terigu masyarakat setiap tahunnya dilakukan impor gandum maupun terigu dari luar
negeri.
Meski kedua jenis tepung ini memiliki karakteristik yang mirip, terdapat
perbedaan kandungan tepung yang membuat tepung mocaf belum dapat
menggantikan penggunaan tepung terigu pada beberapa jenis olahan pangan. Salah
satu kandungan dalam tepung terigu yang tidak dimiliki oleh tepung mocaf adalah
gluten. Kandungan gluten pada tepung terigu menjadikan adonan yang dihasilkan
dari tepung terigu memiliki daya mengembang dan elastisitas yang baik, sehingga
dapat digunakan pada produk olahan pangan seperti mie dan rerotian yang
membutuhkan daya mengembang dan elastisitas yang baik (Jatmiko dan Estiasih
2014). Pada pembuatan roti, kerja sama gluten dengan ragi dan air akan membentuk
jaringan yang cukup elastis untuk membuat roti mengembang selama proses
pembuatan dan mampu menahan gas yang terbentuk oleh ragi sehingga adonan roti
tidak mengempis kembali (Yahyono 2006).
Tepung mocaf yang berasal dari ubi kayu memiliki kandungan protein yang
sangat rendah dan tidak terdapat kandungan gluten di dalamnya. Kandungan yang
cukup tinggi dalam tepung mocaf adalah kandungan karbohidrat (Subagio 2006),
dengan kandungan amilosa yang cukup tinggi yaitu >25% (Fitriani 2013, Yuwono
et al. 2013). Kandungan amilosa yang tinggi menyebabkan sifat adonan yang
dihasilkan dari tepung mocaf kaku, kurang elastis, mudah putus, dan cenderung
keras (Yuwono et al. 2013). Sementara kandungan protein yang rendah dan tidak
adanya kandungan gluten membuat adonan tepung mocaf sulit mengembang
2
sehingga menghasilkan produk yang kurang baik jika diaplikasikan pada produk
yang membutuhkan volume pengembangan (Choirunisa dan Trisnawati 2015).
Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas dari adonan tepung mocaf, maka
dilakukan pengikatan gluten pada tepung mocaf. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Glavas (2011) dijelaskan bahwa dapat dilakukan pengikatan antara pati dan
protein. Penelitian sebelumnya yaitu penelitian Chowdary (2009) juga
menerangkan bahwa pati yang ada pada umbi kentang dapat diikatkan dengan urea.
Kentang dan ubi kayu merupakan dua umbi yang sama-sama memiliki kandungan
karbohidrat yang tinggi (Wulan et al. 2006), sedangkan urea merupakan salah satu
sumber protein yang memiliki karakteristik yang mirip dengan gluten (Castro-
Enriquez et al. 2012). Penelitian Patriadi (2015) tentang ikat silang antara pati
sagu dengan gluten juga menjadi acuan dalam menentukan metode dalam penelitian
ini. Pengikatan silang pati sagu dengan gluten tersebut menunjukkan adanya ikatan
antara pati sagu dengan gluten dapat memperbaiki kualitas adonan dari pati sagu.
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa gugus amina pada gluten juga dapat diikat
dengan tepung mocaf. Pengikatan antara gluten dengan tepung mocaf inilah yang
diharapkan dapat menghasilkan tepung mocaf dengan sifat adonan yang lebih baik
dan menyerupai terigu.
Perumusan Masalah
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan tepung mocaf terikat gluten dan
mengevaluasi pengaruh penambahan gluten serta suhu pemanasan yang digunakan
dalam proses pengikatan tepung mocaf dengan gluten.
3
METODE
Bahan utama dalam penelitian ini adalah tepung mocaf yang diproduksi
oleh PT. Patra Jaya dan tepung gluten gandum pro analis dari Sigma Aldrich.
Bahan lain yang digunakan dalam proses pengikatan adalah pelarut CaCl2 dan
akuades. Alat utama yang digunakan dalam proses pengikatan tepung mocaf
dengan gluten antara lain water bath, seperangkat agitator, pengering blower,
termometer, dan gelas piala. Alat lain yang digunakan antara lain oven, centrifuge,
neraca analitik, crusher, loyang alumunium, plastik HDPE, dan instrumen FTIR.
Tahapan Penelitian
Mulai
Selesai
SFFSD
Gambar 1 Tahapan
DSsEL penelitian
ESAIS
Karakterisasi Tepung Mocaf Selesai
Pengujian karakterisasi tepung mocaf meliputi kadar air dengan metode
oven (AOAC 2005), kadar abu dengan metode tanur(AOAC 2005), kadar protein
dengan metode kjedahl(AOAC 1995), kadar lemak dengan metode soxhlet(AOAC
1995), kadar serat kasar (AOAC 1995), suhu gelatinisasi (Radley 1976 dalam
Jading et.al 2011), dan kadar karbohidrat dengan metode by difference. Prosedur
karakterisasi tepung mocaf dapat dilihat pada Lampiran 1.
larutan basa. Tepung mocaf dicampurkan dengan gluten sesuai dengan konsentrasi
yang telah ditentukan (10%, 20%, dan 30% dari bobot tepung mocaf) hingga merata.
Campuran tersebut selanjutnya ditambahkan akuades dengan volume 1.2 kali dari
bobot campuran tepung mocaf dan gluten. Suspensi selanjutnya diaduk dengan
kecepatan 50 rpm sambil dipanaskan di dalam water bath dengan suhu pemanasan
yang telah ditentukan (500C, 550C, dan 600C). Larutan CaCl2 konsentrasi 2%
kemudian ditambahkan ke dalam suspensi dengan volume yang sebanding dengan
bobot campuran tepung mocaf dengan gluten. Pengadukan dan pemanasan
dilanjutkan hingga 10 menit setelah suhu dalam suspensi mencapai kestabilan.
Kemudian suspensi diendapkan dan didinginkan pada suhu ruang. Air dan endapan
yang dihasilkan kemudian dipisahkan. Endapan selanjutnya dikeringkan dalam
pengering blower dengan suhu 450C selama 16 18 jam. Selanjutnya endapan yang
telah kering ditepungkan hingga halus. Proses pembuatan tepung mocaf gluten
selengkapnya dapat dilihat dalam diagram alir pada Gambar 2.
Mulai
Pengeringan (450C)
Penepungan
Tepung mocaf
gluten
Selesai
= + + + () +
6
di mana:
: nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B
taraf
ke-j, dan ulangan ke-k
: nilai tengah
: pengaruh utama faktor suhu
: pengaruh utama faktor konsentrasi
() : komponen interaksi dari faktor suhu dan faktor
Konsentrasi
: kesalahan (galat) percobaan yang menyebar normal
Kadar air tepung mocaf yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar
air yang lebih kecil dari pada tepung mocaf yang diuji oleh Sulistyo dan Nakahara
(2013) serta Asbar (2014). Kadar air tepung mocaf hasil pengujian juga
menunjukkan bahwa tepung mocaf yang diuji telah memenuhi standar kadar air
untuk tepung mocaf bedasarkan SNI 7622:2011. Kadar abu tepung mocaf hasil
pengujian menunjukkan bahwa kadar abu yang dimiliki oleh tepung mocaf yang
digunakan dalam penelitian ini cukup besar jika dibandingkan dengan kadar abu
tepung mocaf yang diuji oleh Sulistyo dan Nakahara (2013) serta Asbar (2014).
Namun kadar abu tepung mocaf hasil pengujian juga masih memenuhi standar
tepung mocaf dalam SNI 7622:2011.
7
Kadar serat kasar hasil pengujian menunjukkan bahwa tepung mocaf yang
diuji memiliki kadar serat yang cukup tinggi, melebihi standar maksimal kadar serat
untuk tepung mocaf pada SNI 7622:2011. Kandungan serat yang tinggi dalam
tepung mocaf yang diujikan dipengaruhi oleh varietas ubi kayu yang digunakan
sebagai bahan baku utama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pangestuti
Dyah (2010), perbedaan varietas ubi kayu yang digunakan dalam pembuatan tepung
ubi kayu berpengaruh nyata terhadap kadar serat tepung yang dihasilkan. Selain itu
menurut Meyer (1973), kandungan serat dalam suatu bahan dapat bervariasi
tergantung pada iklim, kondisi tanah dan tingkat kemasakan dari bahan. Jika umur
panen ubi kayu melewati umur panen optimal, maka pati cenderung akan berubah
menjadi serat. Kadar protein tepung mocaf kurang dari 1% dan kadar lemak sebesar
4.67%. Kadar karbohidrat diperoleh melalui by difference sebesar 86.58%.
Kadar pati pada tepung mocaf hasil pengujian lebih rendah dibandingkan
dengan kadar pati tepung mocaf yang diujikan oleh Sulistyo dan Nakahara (2013)
serta Asbar (2014). Kadar pati dapat dipengaruhi oleh jenis bahan baku ubi kayu
yang digunakan dalam proses pembuatan tepung mocaf serta proses pembuatan
tepung mocaf tersebut. Ubi kayu jika dipanen melewati masa panen optimalnya,
kandungan pati yang ada di dalamnya akan cenderung berubah menjadi serat
(Meyer 1973). Selain itu pada proses fermentasi ubi kayu dalam pembuatan tepung
mocaf, pati cenderung akan terlarut dalam air fermentasi atau mengendap di bagian
bawah bak fermentasi sehingga sebagian pati akan terbuang bersama air sisa proses
fermentasi tersebut.
Suhu gelatinisasi hasil uji memiliki suhu gelatinisasi yang paling rendah
dibandingkan Sulistyo dan Nakahara (2013) serta Asbar (2014). Gelatinisasi
merupakan fenomena kompleks yang bergantung dari ukuran granula, persentase
amilosa, bobot molekul, dan derajat kristalisasi dari molekul pati di dalam granula
(Moorthy 2004). Tidak semua pati tergelatinisasi pada satu titik suhu yang sama,
gelatinisasi terjadi pada suatu kisaran suhu tertentu, pati singkong atau tapioka
memiliki suhu gelatinisasi pada kisaran 52C - 64C (Pomeranz 1991 dan Winarno
2002).
Kadar air dan kadar protein merupakan dua komponen utama dalam tepung
gluten gandum. Kedua komponen ini dapat dijadikan indikator kualitas dari suatu
tepung gluten gandum. Tepung gluten gandum pro analis dari Sigma Aldrich
memiliki kadar air yang paling rendah dibandingkan tepung gluten gandum teknis
8
(Patriadi 2015) dan tepung gandum gluten yang dikeringkan dengan metode flash
dried (Clodualdo, et al. 1994). Semakin rendah kadar air suatu tepung menunjukkan
semakin baik kualitas dari tepung tersebut karena tingginya kadar air pada tepung
akan menyebabkan tepung lembab dan mudah rusak (Putri 2010).
Gluten merupakan jenis protein yang terdapat pada gandum dan barley
(Kusumayanti 2011). Tepung gluten gandum pro analis dari Sigma Aldrich yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar protein tertinggi dibandingkan
tepung gluten gandum teknis (Patriadi 2015) dan tepung gandum gluten yang
dikeringkan dengan metode flash dried (Clodualdo, et al. 1994), maka dapat
disimpulkan bahwa tepung gluten pro analis dari Sigma Aldrich memiliki tingkat
kemurnian tertinggi yang dibutuhkan dalam proses pengikatan gluten dengan
tepung mocaf pada penelitian ini.
20
Kadar protein (%)
15
10
0
tepung terigu SNI Tepung tepung Suhu 50 C Suhu 55 C Suhu 60 C
terigu mocaf
(Kusumayanti 2011). Tepung mocaf guten sudah memiliki kadar protein yang
cukup baik dan memenuhi standar kadar protein yang dipersyaratkan untuk tepung
terigu dalam SNI 01-3751-2009 yaitu sebesar 7%. Kadar protein tertinggi dari
tepung mocaf gluten juga telah mencapai standar kadar protein yang
dipersyaratkan untuk tepung terigu kategori hard flour (high protein) yaitu minimal
14% (Bandilangoe 2012).
Kadar protein dari hasil pengujian tepung mocaf gluten diketahui lebih
rendah dibandingkan dengan jumlah penambahan tepung gluten gandum dalam
proses pengikatan yang dilakukan. Penambahan tepung gluten gandum sebanyak
30% diketahui menyebabkan peningkatan kadar protein hingga 19.77% pada suhu
pemanasan 550C. Terdapat protein yang hilang selama proses pengikatan. Hasil
analisis sidik ragam menunjukkan konsentrasi penambahan gluten berpengaruh
signifikan (p<0.05) terhadap kadar protein dari air dekantasi. Menurut Patriadi
(2015) kehilangan protein semakin besar seiring dengan peningkatan penambahan
gluten yang berakibat pada penambahan larutan CaCl2. Banyaknya volume pelarut
yang digunakan mengakibatkan lebih banyak protein yang terlarut.
Air dekantasi yang merupakan residu dari proses pengikatan tepung mocaf
gluten kemudian diuji kadar proteinnya untuk mengetahui jumlah protein yang
terlarut. Hasil pengujian dari air dekantasi tersebut menunjukkan bahwa kadar
protein yang terlarut jumlahnya semakin besar seiring dengan penambahan
konsentrasi gluten. Kadar protein air dekantasi hasil pengujian jumlahnya <2%
(Gambar 4), hal ini mengindikasikan ada faktor lain yang menyebabkan hilangnya
protein dalam proses pengikatan. Selain faktor konsentrasi penambahan gluten,
pada hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa faktor suhu pemanasan pada proses
pengikatan berpengaruh sangat signifikan (p<0.01) terhadap kadar protein air
dekantasi. Suhu pemanasan selama proses pengikatan diduga merusak kandungan
protein dalam tepung gluten gandum sehingga terjadi kehilangan protein selama
proses pengikatan.
1.60
1.40
Kadar protein (%)
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
Konsentrasi 10% Konsentrasi 20% Konsentrasi 30%
serta analisa spektrum infra merah (FTIR) untuk melihat ikatan yang terbentuk
dalam tepung mocaf gluten.
Suhu Gelatinisasi
Hasil pengujian suhu gelatinisasi tepung mocaf gluten menunjukkan
bahwa tepung mocaf guten yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki suhu
gelatinisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung mocaf maupun tepung
terigu (Gambar 5). Suhu gelatinisasi mocaf dari hasil pengujian diketahui sebesar
600C sementara suhu gelatinisasi tepung terigu menurut Zaidul et al. (2003) 720C.
Tepung mocaf gluten yang dihasilkan memiliki suhu gelatinisasi pada rentang
70.50C 790C. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa suhu gelatinisasi
tepung mocaf gluten dipengaruhi secara sangat signifikan (p<0.01) oleh faktor
suhu pemanasan serta konsentrasi penambahan gluten. Menurut Pangesti et al.
(2014) perlakuan pemanasan akan menyebabkan denaturasi dan merubah sifat pati.
Lamanya proses pemanasan selama proses pengikatan dapat menyebabkan
terjadinya swelling pada pati dan proses pregelatinasasi sehingga suhu gelatinisasi
dari tepung mocaf gluten menjadi meningkat.
Konsentrasi penambahan gluten yang semakin tinggi menyebabkan
semakin banyak pengikatan yang terjadi antara gluten dengan tepung mocaf. Pati
yang dimodifikasi dengan ikat silang akan lebih sulit mengalami gelatinisasi
(Kusnandar 2010). Selain membentuk suatu ikatan silang baru pada pati, proses
ikat juga juga memperkuat ikatan hidrogen pada pati sehingga menghasilkan pati
dengan ikatan yang lebih kuat dan rapat. Oleh karena itu suhu gelatinisasi dari
tepung mocaf gluten semakin tinggi seiring dengan semakin tingginya konsentrasi
gluten yang diberikan (Gambar 5).
90
Suhu gelatinisasi (oC)
80
70
60
50
40
30
20
10
0
tepung terigu tepung mocaf Suhu 50 C Suhu 55 C Suhu 60 C
Gambar 5 Suhu gelatinisasi tepung mocaf, tepung terigu dan tepung mocaf
gluten
Swelling power
Pengujian swelling power tepung mocaf gluten pada suhu 700C
menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan swelling power tepung mocaf
sebelum diikat silang. Hasil pengujian menunjukkan terjadinya penurunan swelling
power pada tepung mocaf setelah diikat dengan gluten, namun terlihat swelling
power pada suhu pemanasan yang semakin tinggi menunjukkan angka yang lebih
13
baik dibandingkan dengan swelling power pada suhu pemanasan yang lebih rendah
(Gambar 6).
12
0
tepung terigu tepung mocaf Suhu 50 C Suhu 55 C Suhu 60 C
Gambar 6 Swelling power tepung terigu, tepung mocaf, dan tepung mocaf
gluten
(p<0.05) terhadap daya serap air tepung mocaf gluten. Gluten merupakan jenis
protein yang dapat mengikat air, oleh karena itu tepung mocaf gluten memiliki
kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung mocaf. Namun peningkatan
kadar air tersebut juga mengakibatkan menurunnya daya serap tepung mocaf
terhadap air. Penurunan daya serap tepung terhadap air ini juga mempengaruhi
penurunan swelling power dari tepung mocaf gluten.
0.8
0.7
Daya serap air (mL/g)
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
tepung terigu tepung mocaf Suhu 50 C Suhu 55 C Suhu 60 C
Gambar 7 Daya serap air tepung mocaf, tepung terigu, dan tepung mocaf
gluten
Sifat birefringence
Sifat birefringence ialah sifat granula pati yang dapat merefleksi cahaya
terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop polarisasi membentuk bidang berwarna
biru dan kuning. Pengujian sifat birefringence dilakukan pada tiga sampel, yaitu
tepung mocaf dan sampel tepung mocaf gluten yang memiliki kadar protein
tertinggi sebagai sampel terbaik. Sifat birefringence sudah mulai terlihat
menghilang pada tepung mocaf sebelum diikat dengan gluten (Gambar 8a).
Menurut Widyasaputra dan Yuwono (2013) semakin lama proses fermentasi
dilakukan pada ubi kayu maka sifat birefringence akan semakin menghilang. Hal
ini disebabkan karena proses fermentasi dalam pembuatan tepung mocaf diduga
menyebabkan pecahnya rantai amilopektin menjadi strutur rantai pendek amilosa
yang berbentuk heliks dan dapat menyerap sebagian cahaya yang melewati granula
pati.
Baking expansion
4
Baking expansion (mL/g)
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Mocaf Terigu 3050A 3055A 3055B
tepung mocaf gluten belum dapat menyaingi baking expansion yang dimiliki oleh
tepung terigu.
Tabel 4 Interpretasi puncak spektrum infra merah pada sampel tepung mocaf
Bilangan gelombang (1/cm)
3650 2940 2362 1659 1470 1167 1085
Sampel
3100 2920 2360 1650 1460 1159 1080
Transmitan
Tepung
(%) 4.5 15 30 20 4.1 3.1
mocaf
MG3050A 3.0 11.2 92.5 6.5 13.5 3.8 2.8
MG3055A 3.0 12 5.0 15.8 3.9 2.8
MG3055B 3.2 11.5 12.5 15 3.9 2.9
Keterangan OH C H NH C=O C H C N C O
cm-1, C=O pada 16591650 cm-1 serta C-N pada 11671159 cm-1 kecuali gugus
fungsi ikatan NH pada 23622360 cm-1 yang hanya terdapat sampel MG3050A
(Tabel 4).
Penurunan persentase transmitan pada gugus fungsi OH menunjukkan
adanya peningkatan ikatan OH pada tepung mocaf gluten dibandingkan dengan
tepung mocaf. Peningkatan ikatan OH berdasarkan spektrum infra merah
mengindikasikan adanya peningkatan kadar air di dalam tepung mocaf gluten.
Peningkatan kadar air tertinggi pada tepung mocaf gluten sebanyak 6.43%. Gugus
fungsi C O pada tepung mocaf gluten juga menunjukkan adanya penurunan nilai
persentase transmitan yang menandakan terjadinya penguatan ikatan C O pada
sampel. Ikatan tersebut menunjukkan terjadinya penyerapan air oleh pati sehingga
terbentuk gugus C OH dan menyebabkan pati menjadi lebih amorf (Patriadi 2015).
Menurut Fitasari (2009) pemberian perlakuan panas selama proses pencampuran
menyebabkan penyerapan air terjadi ke dalam tepung secara bertahap. Selain itu
menurut Buckle et al. (1978) dan Oduro et al. (2008), protein memiliki kekuatan
mengikat air melalui ikatan hidrogennya.
Ikatan C H pada puncak spektrum terlihat pada panjang gelombang 2940
2920 cm-1 dan 14701460 cm-1 . Ikatan C H pada sampel terlihat mengalami
penurunan nilai presentase transmitan yang mengindikasikan adanya penguatan
ikatan hidrogen pada sampel MG3050A, MG3055A, dan MG3055B dibandingkan
dengan tepung mocaf. Penguatan ikatan C H mengindikasikan peningkatan
kuantitas ikatan C H pada sampel tepung mocaf gluten (MG3050A, MG3055A,
dan MG3055B). Ikatan C H pada tepung mocaf gluten yang terbaca pada analisa
FTIR dapat berasal dari ikatan C H yang terdapat pada tepung mocaf dan
tambahan ikatan C H dari gugus amina dalam protein yang ada pada gluten.
Puncak spektrum pada panjang gelombang 23622360 cm-1 menunjukkan
adanya ikatan NH yang hanya terlihat pada sampel MG3050A. Menurut Amir et al.
(2013) ikatan NH yang kuat mengindikasikan tingginya kadar protein yang terdapat
pada tepung. Terlihatnya ikatan N H pada sampel MG3050A menunjukkan
adanya kandungan protein pada sampel tersebut. Namun pada sampel MG3055A
dan MG3055B yang memiliki kadar protein lebih tinggi dari sampel MG3050A
pada panjang gelombang 23622360 cm-1 tidak terlihat adanya puncak spektrum
yang mengindikasikan adanya ikatan NH. Setiani et al. (2013) melaporkan adanya
perlakuan pemanasan mengakibatkan penurunan intensitas serapan gugus NH.
Sampel MG3055A dan MG3055B merupakan sampel yang berasal dari suhu
pemanasan 55 oC, lebih tinggi 5 oC dibandingkan dengan suhu pemanasan untuk
sampel MG3050A. Perbedaan suhu pemanasan yang lebih tinggi diduga menjadi
faktor penyebab tidak terlihatnya puncak spektrum untuk ikatan NH pada panjang
gelombang 23622360 cm-1 .
Penguatan puncak spektrum infra merah (penurunan presentase transmitan)
selanjutnya terlihat pada panjang gelombang 16591650 cm-1 yang
mengindikasikan penguatan ikatan C=O (Gambar 11). Penguatan ikatan C=O
terjadi pada sampel tepung mocaf gluten (MG3050A, MG3055A, dan
MG3055B) . Menurut Patriadi (2015) peningkatan gugus karbonil (C=O) yang
terbentuk berperan dalam kapasitas hidrasi pati dan proses ikat silang yang terjadi
akibat reaksi Maillard. Hal serupa diperkuat oleh Wang Wang (2003) yang
menyebutkan bahwa gugus karbonil berkontribusi terhadap kapasitas hidrasi pati,
begitu pula gugus karboksil (-COOH) yang terbentuk dari gugus OH, C-O, dan
18
C=O. Reaksi Maillard menurut Yokotsuka et al. (1986) dalam Rosida et al. (2011)
terjadi akibat gugus karbonil yang bereaksi dengan asam amino,sedangkan menurut
Palupi et al. (2007) reaksi Maillard terjadi karena karbonil atau dikarbonil yang
terdapat pada gula pereduksi berikatan silang dengan protein. Peningkatan kuantitas
gugus karbonil (C=O) pada sampel tepung mocaf gluten yang terbaca pada analisa
FTIR menunjukkan gugus karbonil tidak berikat silang dengan protein (reaksi
Maillard). Kuantitas ikatan C=O yang meningkat pada sampel tepung mocaf
gluten dapat berasal dari gugus karbonil yang ada pada gugus amina dalam protein
yang ada pada gluten.
Simpulan
Saran
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk dapat membuktikan adanya ikatan
antara tepung mocaf dengan gluten serta aplikasi produk yang dihasilkan dari
tepung mocaf gluten. Selain itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut pada metode
pengikatan untuk memperkecil jumlah kehilangan protein selama proses
pengikatan berlangsung
DAFTAR PUSTAKA
()
Kadar air (% b/b) = () x 100%
Keterangan:
x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)
y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)
a = berat cawan kosong (g)
Keterangan:
W1 = berat sampel (g)
W2 = berat abu (g)
()
Kadar lemak (%) = ()x100%
25
Kadar karbohidrat (%) = 100% (%k. air + %k. abu + %k. protein
+ %k. lemak)
()
Kadar serat kasar (%) = x 100%
()
26
2. Daya serap terhadap air (Muchtadi dan Sugiyono 1992 dengan sedikit
modifikasi)
Sampel sebanyak 25 g diletakkan dalam wadah dan ditambahkan air
sebanyak 1020 mL menggunakan buret. Campuran tersebut diuleni
menggunakan tangan hingga kalis dan tidak lengket di tangan. Daya serap
terhadap air dihitung menggunakan rumus:
()
Daya serap terhadap air = ()
5. Baking expansion ( metode basic bread dan Richana et al. 2010 dengan
sedikit modifikasi)
Sampel sebanyak 50 g ditambahkan ragi sebanyak 1% dan air dingin
sebanyak 35 mL lalu diuleni hingga kalis. Sampel kemudian dibagi menjadi
lima bagian dan difermentasi selama 1 jam. Setelah satu jam sampel
kembali diuleni dan difermentasi kembali selama 1 jam. Sampel selanjutnya
dioven selama 25 menit pada suhu 200 0C. Pengujian dilakukan dengan
replacement test. Roti yang telah dibuat dan diketahui bobotnya
ditempatkan pada wadah yang telah diketahui bobotnya lalu ditutupi oleh
wijen yang telah diketahui berat jenisnya hingga tepat memenuhi wadah.
Wijen yang tumpah ditimbang bobotnya dan dihitung volumenya sebagai
volume roti. Baking expansion dihitung dengan menggunakan rumus
berikut:
()
Baking expansion = ()
27
Lampiran 3 Hasil analisa sidik ragam faktor suhu pemanasan dan penambahan
gluten terhadap karakteristik tepung mocaf gluten
b. Hasil uji lanjut Duncan kadar air tepung mocaf gluten terhadap suhu
pemanasan
Grup Duncan Rata rata N X1
A 11.3995 6 60
A 10.9515 6 50
B 9.5963 6 55
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
dengan = 0.05
c. Hasil uji lanjut Duncan kadar air tepung mocaf terhadap penambahan
gluten
Grup Duncan Rata rata N X2
A
11.8859 6 30
A
A 10.8193 6 20
B 9.2420 6 10
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
dengan = 0.05
b. Hasil uji lanjut Duncan kadar abu tepung mocaf gluten terhadap suhu
pemanasan
Grup Duncan Rata rata N X1
A
1.47167 6 50
A
A
1.43000 6 55
A
A 1.42333 6 60
28
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
dengan = 0.05
c. Hasil uji lanjut Duncan kadar abu tepung mocaf gluten terhadap
penambahan gluten
Grup Duncan Rata rata N X2
A
1.46000 6 20
A
A
1.44167 6 10
A
A 1.42333 6 30
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
dengan = 0.05
b. Hasil uji lanjut Duncan kadar protein tepung mocaf gluten terhadap
suhu pemanasan
Grup Duncan Rata rata N X1
A
12.3633 6 55
A
A
11.8300 6 60
A
A 11.2983 6 50
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
dengan = 0.05
c. Hasil uji lanjut Duncan kadar protein tepung mocaf gluten terhadap
penambahan gluten
Grup Duncan Rata rata N X2
A 16.2300 6 30
B 12.1150 6 20
C 7.1467 6 10
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
dengan = 0.05
b. Hasil uji lanjut Duncan swelling power tepung mocaf gluten terhadap
suhu pemanasan
Grup Duncan Rata rata N X1
A
4.6550 6 60
A
B A 4.3317 6 55
B
3.9567 6 50
B
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
dengan = 0.05
c. Hasil uji lanjut Duncan swelling power tepung mocaf gluten terhadap
penambahan gluten
Grup Duncan Rata rata N X2
A
4.5433 6 20
A
A 4.5167 6 30
B 3.8833 6 10
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
dengan = 0.05
5. a. Hasil analisa keragaman daya serap air pada tepung mocaf gluten
Sumber Jumlah Kuadrat
db F hitung Pr > F
keragaman kuadrat rata rata
X1 2 0.1906333 0.0953167 0.03 0.9686
X2 2 165.9906333 82.9953167 27.92 0.0001
X1*X2 4 16.3604333 4.0901083 1.38 0.3163
*berpengaruh signifikan pada = 0.05
b. Hasil uji lanjut Duncan daya serap air tepung mocaf gluten terhadap
suhu pemanasan
Grup Duncan Rata rata N X1
A
57.4783 6 50
A
A
57.4567 6 60
A
A 57.2500 6 55
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
dengan = 0.05
c. Hasil uji lanjut Duncan daya serap air tepung mocaf gluten terhadap
penambahan gluten
Grup
Rata rata N X2
Duncan
A 60.6983 6 10
30
58.1200 6 20
B
C 53.3667 6 30
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
dengan = 0.05
b. Hasil uji lanjut Duncan suhu gelatinisasi tepung mocaf gluten terhadap
suhu pemanasan
Grup Duncan Rata rata N X1
A 75.8333 6 60
B
74.0000 6 50
B
B 73.8333 6 55
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
dengan = 0.05
c. Hasil uji lanjut Duncan suhu gelatinisasi tepung mocaf gluten terhadap
penambahan gluten
Grup Duncan Rata rata N X2
A 77.5833 6 30
B 74.5000 6 20
C 71.5833 6 10
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
dengan = 0.05
31
Lampiran 4 Hasil analisa sidik ragam faktor suhu pemanasan dan penambahan
gluten terhadap kadar protein air dekantasi slurry tepung mocaf
gluten
a. Hasil analisa keragaman kadar protein air dekantasi slurry tepung mocaf
gluten
Sumber Jumlah Kuadrat
db F hitung Pr > F
keragaman kuadrat rata rata
X1 2 0.79474444 0.39737222 13.53 0.0019
X2 2 0.30087778 0.15043889 5.12 0.0327
X1*X2 4 0.15335556 0.03833889 1.31 0.3385
*berpengaruh signifikan pada = 0.05
b. Hasil uji lanjut Duncan kadar protein air dekantasi terhadap suhu
pemanasan
Grup Duncan Rata rata N X1
A
1.44833 6 60
A
A 1.34500 6 55
B 0.96000 6 50
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan
=0.05
c. Hasil uji lanjut Duncan kadar protein air dekantasi terhadap penambahan
gluten
Grup Duncan Rata rata N X2
A
1.40833 6 30
A
B A 1.25333 6 20
B
1.09167 6 10
B
*rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan
=0.05
32
RIWAYAT HIDUP
Saat kuliah penulis aktif sebagai staff Departemen Project di IAAS LC IPB
pada tahun 2011 2013. Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan
kepanitiaan seperti Fun Learning Project di SDN 1 Pasarean pada tahun 2011,
Agroindustrial Fair tahun 2011, the 3rd IAAS Olympic tahun 2011, 4th IAAS
Olympic tahun 2012, dan Hari Warga Industri (HAGATRI) 2013. Penulis juga aktif
mengajar di Adi Indonesia pada bulan Januari Juni 2014. Penulis melaksanakan
Praktik Lapangan di PT. Multi Usaha Wisesa pada bulan Juni Agustus 2014
dengan topik Studi Proses Pembuatan Tepung Modified Cassava (Mocaf) di PT.
Multi Usaha Wisesa. Selanjutnya penulis pada tahun 2015 melaksanakan
penelitian dengan judul Ikat Silang Gluten pada Tepung Mocaf dalam Upaya
Perbaikan Kualitas Adonan Tepung Mocaf di bawah bimbingan Dr. Ir.