Anda di halaman 1dari 28

TUGAS INDIVIDU

MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

DOSEN PEMBIMBING : BPK. JEFRIE WALEAN

NAMA : GAVRILA MAYGIESTA H. MERINGGI


STAMBUK : A251 15 023
KELAS :A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2015
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus, atas beerkat dan
anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul
SOLUSI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA GUNA TERCAPAINYA MASYARAKAT
MADANI
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliaH Pendidikan Agama Kristen dan mengajak orang kristen yang belum
mengenal kasih Allah dan taat kepada firmanNya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak J.Walean selaku Dosen mata
kuliah Pendidikan Agama Kristen yang telah membibing penulis dalam menyelesaikan
makalah ini, serta rekan-rekan yang turut serta membantu dan bekerja sama dalam
menyusun makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulis makalah ini masih terbatas dan
jauh dari sempurna, hal ini disebabkan keterbatsan pengetahuan, pengalaman, dan
waktu yang dimiliki. Namun demikian penulis telah berusaha dan bekerja keras supaya
makalah ini bermanfaat bagi penulis, dan bagi pembaca sekalian untuk menjadi orang
kristen yang taat kepada Allah dan FirmanNya Tuhan . Amin

Palu, 16 Desember 2015

Gavrila Maygiesta H. Meringgi


BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Penugasan

Saya adalah salah satu korban dari konflik antar agama . Sehingga ketika Bpk. Jefry Walean
Memberikan tugas untuk menulis kajian perihal fenomena sosiologis saya memilih Mencari
solusi yang bijaksana dari kerukunan antar umat Beragama serta solusi yang ditawarkan untuk
membangun masyarakat Madani. Seperti yang kita ketahui bersama Poso adalah daerah konflik
yang berawal dari permasalahan agama . Sehingga Muncullah berbagai pertanyaan Apa itu
fanatisme? Dan apa itu kehidupan umat beragama? Apa yang melandasi sebuah kehidupan umat
beragama? Adakah penyimpangan-penyimpangan agama yang merusak sebuah citra
keharmonisan hubungan lintas agama?. Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini sering kita dengar
dan sering pula kita renungkan, namun bukan sesuatu yang sering kita mencari solusi untuk
masalah lintas agama ini, yang telah menjadi fenomena nyata dan biasa.

Kesenjangan pemikiran dalam kehidupan masyarakat masih sering terjadi, terutama dalam
hal kehidupan beragama, pernah berpikir apa yang menjadi panutan kebenaran dalam
kehidupan? Musuh nyata dalam suatu kebebasan adalah fanatisme, faham yang selalu menciderai
kehidupan umat beragama dan merusak keharmonisan interaksi sosial, memberi satu sudut
pandang yang salah dan tidak memiliki sandaran teori yang jelas, mungkin kita sering
mendengar fanatisme dalam masyarakat, seorang penganut agama yang sangat fanatik terhadap
agama dan hukum yang dia dia anut, sehingga dia tidak menyukai atau mencela orang-orang
yang tidak sefaham dengannya, dan menganggap bahwa agama dan hukim yang di anut oleh
orang lain itu salah dan menganggap bahwa faham dia yang paling benar.

Kita mungkin tidak pernah berpikir jika kita menggurui orang lain, maka orang lain pun akan
menggurui kita, dan itu merupakan konsekuensi yang harus di terima. Perbedaan pendapat dalam
suatu masyarakt adalah sesuatu yang biasa, karena indonesia merupakan sebuah negara yang
majemuk masyarakatnya.

Tujuan penulis menjabarkan fenomena ini adalah untuk menjabarkan mengenai pola pikir
dari suatu individu yang berhaluan fanatisme, bahwa sikap individu itu akan merusak interaksi
sosial, tingkat pemahaman yang rendah namun merasa dirinya memiliki semua pengetahuan itu
adalah hal yang paling bodoh, karena orang yang bijaksana adalah orang yang tahu apa yang
tidak ia ketahui ( socrates). Saya ingin mencoba menjabarkan akibat dan solsusi fanatisme
kehidupan beragama, dengan menggunakan analisis dan pandangan penulis.
BAB II

PEMBAHASAN

PENGERTIAN FANATISME

Fanatik adalah suatu istilah yang di gunakan untuk menyebut suatu keyakinan atau suatu
pandangan tentang sesuatu yang positif atau negatif, pandangan mana tidak memiliki sandaran
teori atau pijakan kenyataan, tetapi di anut secara mendalam sehingga susah di luruskan atau di
ubah. Fanatik dalam arti cinta buta kepada yang di sukai dan antipati kepada yang tidak di sukai
serta merupakan perwujudan dari egoisme sempit.Sedangkan fanatisme sendiri merupakan
sebuah faham atau merupakan sebuah konsekuensi logis dari kemajemukkan sosial atau
heterogenitas dunia dan merupakan bentuk solidaritas terhadap orang-orang yang sefaham, dan
tidak menyukai kepada orang-orang yang berbeda.

Suatu kekeliruan bila masyarakat menganggap fanatisme adalah sesuatu yang benar,
seseorang yang terlalu fanatik biasanya di karenakan dia hanya menafsirkan sesuatu hanya dari
satu sudut pandang ilmu saja, bisa di katakan kurangnya pemahaman mengenai ilmu lain dari
masyarakat tersebut.

Dewasa ini kehidupan umat beragama masih belum dapat tercapai titik kedewasaan,
dalam kurun waktu yang singkat banyak terjadi konflik, bahkan menimbulkan peperangan hanya
karena satu alasan perbedaan suatu pandangan dalam peribadatan dan kurangnya toleransi untuk
menjaga keharmonisan hubungan sosial.Konflik umat beragama tidak dimulai baru-baru ini saja,
namun sudah terjadi sejak zaman lampau (1095-1291), pada saat itu terjadinya perang salib yaitu
perang antara umat kristiani dengan umat muslim untuk merebut kembali yerusallem dan tanah
suci, dan dalam konteks sosial perang salib merupakan konflik agam yang terbesar hingga abad
ini walaupun bukan konflik karena fantisme.

Indonesia merupakan negara Bhineka Tunggal Ikka dan merupakan masyarakat majemuk
yang harus di toleransi, yang terdiri dari banyak suku, agama, budaya, yang harusnya dapat
saling memberikan toleransi dan bersikap tempo seliro, wujud ketidak harmonisan hubungan
sosial umat beragama masih sering terjadi hingga saaat ini.

Faktor terbesar yang menciptakan kisruh dalam kehidupan umat beragama adalah
fanatisme, faham ini dapat menciderai kerukunan masyarakat sosial, fanatisme adalah
musuh dari adanya sebuah kebebasan, kebebasan disini di maksudkan pada semua
individu dapat saling menghormati dalam segala aspek proses peribadatan, selama proses
tersebut tidak merugikan kepercayaan dan mengganggu keyakinan yang
lainnya.kehidupan umat beragama sendiri merupakan suatu konsep tatanan perbedaan
keyakinan yang di anut dalam suatu kehidupan sosial masyarakat dalam melakukan
interaksi berdasarkan konsep ketuhannan. yang sebenarnya kehidupan itu harus berjalan
seiring dan tidak saling mengganggu, konsep ini akan sesuai dengan konsep manusia
sebagai makhluk sosial. TOLERANSI BERAGAMA DALAM PANDANGAN KRISTEN

Dan untuk melengkapi pemahaman kita, pada seri yang terkahir ini kita akan membahas
tentang TOLERANSI BERAGAMA DALAM PANDANGAN KRISTEN yang akan lebih
menyorot pada aspek relasi antar agama dalam pandangan Kristen dalam kaitan dengan iman
Kristen yang eksklusif. Atau dengan kata lain pada bagian ini kita akan berbicara tentang
bagaimana seorang Kristen bisa beriman secara eksklusif tapi pada saat yang bersamaan ia tidak
menjadi arogan dan semena-mena terhadap agama lain, sebaliknya dapat mengembangkan
semangat hidup yang penuh bertoleransi. Hal ini penting untuk kita pelajari karena kaum pluralis
maupun inklusiv seringkali menuduh orang Kristen yang berpaham eksklusif sebagai kaum
fundamentalis yang arogan dan tidak tahu bertoleransi dengan agama lain. Benarkah demikian?
Haruskah demikian? Kita akan menemukan jawabannya dalam pembahasan kita ini. Saya akan
membahas topik ini dalam beberapa point :

I. ORANG KRISTEN DAN HIDUP BERTOLERANSI.

Sebagai manusia yang hidup di tengah-tengah dunia yang pluralistik / penuh dengan
keberagaman ini, orang Kristen mau tidak mau harus berjumpa, berinteraksi, berurusan,
berkaitan dengan orang-orang non Kristen / orang-orang yang tidak seiman dengannya, baik
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun bermasyarakat. Di negara kita Indonesia
misalnya, mau tidak mau, suka tidak suka, kita sementara hidup berdampingan dengan orang-
orang dari berbagai agama dan kepercayaan. Dalam kondisi semacam ini adalah penting bagi
orang Kristen untuk memikirkan bagaimana relasinya dengan orang-orang berkepercayan lain.
Jika tidak maka semua itu berpotensi untuk mengakibatkan banyak gesekan, bentrokan,
kekacauan bahkan kerusahan yang akan mengganggu ketentraman dan kedamaian hidup
bersama.Kita bersyukur bahwa para pendiri negara kita telah menetapkan Pancasila sebagai
dasar negara kita yang memberikan nilai-nilai kehidupan dalam berbagai keanekaragaman yang
ada. Demikian juga dengan Undang Undang negara kita yang mengatur perilaku semua warga
supaya tidak terjadinya tindakan yang diskriminatif terhadap kaum beragama yang lebih lemah.
Sebagai warga negara yang baik maka orang Kristen wajib mentaati aturan-aturan yang telah
dibuat di negara kita, termasuk di dalamnya adalah aturan yang berkaitan dengan toleransi antar
umat beragama dan prinsip-prinsip kehidupan bersama. Mengapa kita harus mentaati itu? Karena
itu sama dengan kita mentaati Tuhan sebab Firman Tuhan mengajar kita untuk tunduk pada
pemerintah.Rom 13:1-2 (1) Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di
atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah
yang ada, ditetapkan oleh Allah. (2) Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan
ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.

1 Pet 2:13-14 (13) Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada
raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, (14) maupun kepada wali-wali yang diutusnya
untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat
baik.

Selain itu umat Tuhan juga diperintahkan untuk mengusakan kesejahteraan tempat di mana
mereka berdiam.
Yer 29:7 - Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk
kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.

Dengan 2 hal ini (perintah untuk tunduk dan taat pada aturan pemerintah dan perintah
untuk mengusahakan kesejahteraan kota) maka sudah seharusnya orang Kristen hidup dalam
semangat toleransi dengan orang-orang beragama lain. Dan sebenarnya itu sudah cukup menjadi
dasar bagi orang Kristen untuk hidup bertoleransi dengan agama lain. Meskipun demikian ini
menyisakan tanda tanya dalam benak kita, apakah Alkitab kita berbicara tentang hidup
bertoleransi dengan orang beragama lain atau tidak? Saya harus jujur mengatakan bahwa sangat
minim data Alkitab terkait dengan masalah hidup bertoleransi dengan agama lain ini. Apalagi
dalam Perjanjian Lama. Mengapa bisa begitu? Karena Alkitab PL secara khusus diberikan
kepada bangsa Israel, dan bangsa Israel adalah bangsa yang bersifat teokrasi dan bukan
demokrasi. Teokrasi artinya pemerintahan ada di tangan Allah. Allahlah yang memerintah atas
bangsa Israel (Kel 19:5-6). Raja hanyalah wakil Allah. Aturan Allahlah yang diberlakukan dalam
kehidupan bangsa Israel. Atau dengan kata lain Allahlah yang membuat Undang-Undang negara
Israel. Ini nyata dalam hukum-hukum yang bersifat sipil (Civil Law). Misalnya : Ul 22:13-21
(13) "Apabila seseorang mengambil isteri dan setelah menghampiri perempuan itu, menjadi
benci kepadanya, (14) menuduhkan kepadanya perbuatan yang kurang senonoh dan
membusukkan namanya dengan berkata: Perempuan ini kuambil menjadi isteriku, tetapi ketika
ia kuhampiri, tidak ada kudapati padanya tanda-tanda keperawanan (15) maka haruslah ayah
dan ibu gadis itu memperlihatkan tanda-tanda keperawanan gadis itu kepada para tua-tua kota
di pintu gerbang. (16) Dan ayah si gadis haruslah berkata kepada para tua-tua itu: Aku telah
memberikan anakku kepada laki-laki ini menjadi isterinya, lalu ia menjadi benci kepadanya,
(17) dan ketahuilah, ia menuduhkan perbuatan yang kurang senonoh dengan berkata: Tidak ada
kudapati tanda-tanda keperawanan pada anakmu. Tetapi inilah tanda-tanda keperawanan
anakku itu. Lalu haruslah mereka membentangkan kain itu di depan para tua-tua kota. (18)
Maka haruslah para tua-tua kota itu mengambil laki-laki itu, menghajar dia, (19) mendenda dia
seratus syikal perak dan memberikan perak itu kepada ayah si gadis -- karena laki-laki itu telah
membusukkan nama seorang perawan Israel. Perempuan itu haruslah tetap menjadi isterinya;
selama hidupnya tidak boleh laki-laki itu menyuruh dia pergi. (20) Tetapi jika tuduhan itu benar
dan tidak didapati tanda-tanda keperawanan pada si gadis, (21) maka haruslah si gadis dibawa
ke luar ke depan pintu rumah ayahnya, dan orang-orang sekotanya haruslah melempari dia
dengan batu, sehingga mati -- sebab dia telah menodai orang Israel dengan bersundal di rumah
ayahnya. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.

Catatan : Karena ini seperti Undang Undang negara Israel waktu itu maka ayat-ayat ini
tidak boleh diterapkan saat ini di negara kita karena negara kita mempunyai Undang-Undang
sendiri. Nah, sekarang pikirkan, kalau Allah yang membuat aturan / UU untuk Israel, lalu ada
orang di Israel yang tidak percaya kepada Allah (Yahweh) dan menyembah allah lain, apakah
Allah akan mentolerir hal itu dan menganggapnya sebagai hak kebebasan beragama? Tidak!Kel
22:20 - Siapa yang mempersembahkan korban kepada allah kecuali kepada TUHAN sendiri,
haruslah ia ditumpas."Kalau ada orang Israel yang tidak mau lagi percaya kepada Allah dan
memilih percaya kepada berhala-berhala (berpindah agama), apakah Allah akan bertoleransi
kepadanya dan menganggap itu sebagai hak orang itu untuk memeluk agama apa saja? Ternyata
tidak! Tidak ada toleransi baginya.Ul 17:2-5 (2) "Apabila di tengah-tengahmu di salah satu
tempatmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, ada terdapat seorang laki-laki atau
perempuan yang melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, Allahmu, dengan melangkahi
perjanjian-Nya, (3) dan yang pergi beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah
kepadanya, atau kepada matahari atau bulan atau segenap tentara langit, hal yang telah
Kularang itu; (4) dan apabila hal itu diberitahukan atau terdengar kepadamu, maka engkau
harus memeriksanya baik-baik. Jikalau ternyata benar dan sudah pasti, bahwa kekejian itu
dilakukan di antara orang Israel, (5) maka engkau harus membawa laki-laki atau perempuan
yang telah melakukan perbuatan jahat itu ke luar ke pintu gerbang, kemudian laki-laki atau
perempuan itu harus kaulempari dengan batu sampai mati.

Demikian juga bagi orang yang mengajak orang lain untuk beribadah kepada allah lain
(menyebarkan agamanya), apakah Allah bertoleransi kepadanya dan menganggapnya sebagai
hak untuk menyebarkan agamanya? Tidak! Tidak ada toleransi!Ul 13:6-10 (6) Apabila
saudaramu laki-laki, anak ibumu, atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan atau isterimu
sendiri atau sahabat karibmu membujuk engkau diam-diam, katanya: Mari kita berbakti
kepada allah lain yang tidak dikenal olehmu ataupun oleh nenek moyangmu, (7) salah satu
allah bangsa-bangsa sekelilingmu, baik yang dekat kepadamu maupun yang jauh dari padamu,
dari ujung bumi ke ujung bumi, (8) maka janganlah engkau mengalah kepadanya dan janganlah
mendengarkan dia. Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, janganlah mengasihani dia
dan janganlah menutupi salahnya, (9) tetapi bunuhlah dia! Pertama-tama tanganmu sendirilah
yang bergerak untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. (10) Engkau harus melempari
dia dengan batu, sehingga mati, karena ia telah berikhtiar menyesatkan engkau dari pada
TUHAN, Allahmu, yang telah membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari rumah
perbudakan.Jadi terlihat bahwa Undang-Undang negara Israel saat itu sangat keras dan tidak ada
toleransi bagi orang yang mau memeluk agama lain atau menyebarkan agamanya. Semuanya
dihukum dengan hukuman mati. Mengapa bisa begitu? Karena Israel pada saat itu bersifat
teokrasi. Karena itulah agak sukar bagi kita untuk melihat adanya nilai-nilai toleransi terhadap
orang beragama lain dari Alkitab, terutama dalam Perjanjian Lama. Tetapi jelas prinsip non
toleransi seperti itu tidak bisa kita terapkan sekarang karena selain itu adalah UU Israel saat itu,
negara kita tidak bersifat teokrasi melainkan demokrasi sehingga dalam negara yang bersifat
demokrasi tidak bisa ada hidup tanpa toleransi. Jika tidak demikian maka kehidupan pasti akan
kacau.

Pada saat Yesus hidup di dunia ini, dunia sementara dikuasai oleh imperium Romawi. Itu
jelas suatu negara yang tidak bersifat teokrasi. Dan karena itu Yesus pun tidak melakukan Civil
Law sebagaimana yang diperintahkan hukum Taurat. Misalnya : Yesus tidak menghukum ahli
Taurat yang mengajarkan ajaran sesat, Yesus tidak menghukum mati orang-orang kafir yang Ia
temui, Ia juga tidak memerintahkan hukuman mati bagi perempuan yang kedapatan berzinah
(Yoh 8:5) padahal jelas Taurat memerintahkan itu (Im 20:10). Kalau Ia melakukan semua itu
jelas Ia menyalahi hukum Romawi saat itu yang tidak bersifat teokrasi. Karena itu juga adalah
salah jika kita saat ini hidup dalam negara yang bersifat demokrasi tapi kita menerapkan hukum
non toleransi beragama sebagaimana yang ada dalam negara teokrasi Israel sebagaimana yang
telah kita lihat. Lalu bagaimana? Apakah kita tidak mempunyai dasar Alkitab sama sekali untuk
kehidupan bertoleransi? Tidak juga! Memang ada beberapa ayat / kisah yang dapat dijadikan
dasar kehidupan bertoleransi sekalipun itu bersifat implisit. Mari kita lihat beberapa ayat / kisah
baik dari PL maupun PB.

Ul 10:18-19 : (17) Sebab TUHAN, Allahmulah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah
yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap; (18) yang
membela hak anak yatim dan janda dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing dengan
memberikan kepadanya makanan dan pakaian. (19) Sebab itu haruslah kamu menunjukkan
kasihmu kepada orang asing, sebab kamu pun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir.

Orang asing dalam ayat menggunakan kata Ibrani GER. Tentang kata GER ini,
perhatikan keterangan di bawah ini :

G.E. Wright suatu istilah tekhnis bagi orang asing yang telah meninggalkan bangsanya
sendiri dan diam bersama di Israel (The Book of Deuteronomy : The Interpreter's Bible, hal.
401).Orang-orang asing ini mungkin saja telah memeluk agama Israel (misalnya Rut) tapi bisa
juga beragama lain. Kalau sendainya orang asing itu tidak memeluk agama Israel, memang
mereka tidak diizinkan untuk beribadah kepada allah mereka di tengah-tengah bangsa Israel tapi
jelas Allah memerintahkan agar kepada mereka orang Israel harus menunjukkan kasih.

Bandingkan ini dengan ayat berikutnya : Im 19:33-34 - (33) Apabila seorang asing tinggal
padamu di negerimu, janganlah kamu menindas dia. (34) Orang asing yang tinggal padamu
harus sama bagimu seperti orang Israel asli dari antaramu, kasihilah dia seperti dirimu
sendiri, karena kamu juga orang asing dahulu di tanah Mesir; Akulah TUHAN, Allahmu.

Henry Efferin - Beberapa bagian dari Alkitab tersebut memberikan indikasi yang jelas
mengenai bagaimana perlakuan umat Allah yang semestinya terhadap kelompok orang yang
berbeda dari mereka, yaitu dengan menyatakan kasih persaudaraan kepada mereka. (Perjuangan
Menantang Zaman, hal. 118).

Kisah orang Samaria yang murah hati (Luk 10:29-37).


Saya kira kita semua tahu cerita ini dan karenanya tidak perlu saya ceritakan kembali. Tapi cerita
ini begitu menyolok mengingat konflik berkepanjangan yang telah terjadi antara orang Yahudi
dan orang Samaria ratusan tahun sebelum kelahiran Yesus. Bahkan boleh dikatakan bahwa
konflik itu memisahkan orang Yahudi dan orang Samaria menjadi 2 kelompok agama yang
berbeda dengan Kitab Suci yang berbeda (Orang Samaria hanya menerima 5 kitab Musa dan
menolak semua kitab PL yang lain karena dianggap ditulis oleh nabi-nabi Israel) maupun pusat
penyembahan yang berbeda di mana orang Yahudi di Yerusalem dan orang Samaria di gunung
Gerizim (sekarang Nablus).Sejarah mencatat bahwa terjadi lebih dari satu kali konflik yang
bernuansa SARA antara orang Yahudi dan orang Samaria. Pada tahun 128 SM, orang Yahudi
menyerang Samaria dan menghancurkan Bait Allah mereka. Orang-orang Yahudi juga tidak mau
berhubungan dengan orang-orang Samaria sama sekali, mereka sama sekali anti untuk
menginjakkan kakinya di tanah orang Samaria. Mereka lebih memilih jalan memutar berkilo-kilo
meter daripada menempuh jarak dekat tetapi harus menginjakkan kakinya di tanah orang
Samaria. Bahkan pada kalangan yang lebih fanatik, mereka berusaha sedemikian rupa untuk
tidak mengucapkan kata Samaria kecuali dalam bentuk negatif. (Luk 10:36-37). Bahkan kata
Samaria dipakai juga sebagai bentuk hujatan atau makian (Yoh 8:48). Samaria sendiri
bukanlah bangsa yang penuh kasih. Mereka juga tak ada bedanya dengan Yahudi. Flavius
Josephus (Antiquities 18:30) melaporkan bahwa kira-kira antara tahun 9 dan 6 SM mereka
menajiskan wilayah Bait Allah untuk mencegah orang-orang Yahudi merayakan Paskah. Mereka
melakukan ini dengan menyebarkan tulang-tulang manusia di halaman Bait Allah. Flavius
Josephus melaporkan juga bahwa dalam banyak kesempatan orang-orang Samaria menciderai
pelancong-pelancong / musafir-musafir Yahudi di wilayah mereka. Mereka juga melarang orang-
orang melewati wilayah mereka kalau tujuannya ke Yerusalem. (Bandingkan dengan Luk 9:52-
54). Tetapi menariknya adalah Yesus menceritakan seorang Samaria yang menolong orang yang
dirampok para penjahat yang sangat besar kemungkinan adalah orang Yahudi, seorang yang
adalah musuh bangsanya maupun agamanya. Maka di sini jelas Tuhan Yesus mengajarkan bahwa
di dalam hal menolong atau berbuat baik kepada orang lain, perbedaan agama / kepercayaan
tidak boleh menjadi halangan.

Henry Efferin - Kisah orang Samaria yang baik hati merupakan contoh klasik mengenai
perwujudan dari kasih yang melampaui batasan suku atau kelompok (Luk 10:29-37).
Perumpamaan ini dikemukakan sebagai respons terhadap pertanyaan "siapakah sesamaku
manusia?" Jawabannya sangat mengejutkan, karena sesama di sini ialah typical orang yang
paling tidak disenangi oleh orang Yahudi, yaitu orang Samaria. Dengan kata lain, sesama
manusia dalam kisah ini ialah justru musuh dari kelompok etnis atau agama yang berbeda atau
siapa saja yang kita temui. Penekanan dari Lukas bukan pada mengetahui apa kasih itu, tetapi
lebih kepada tindakan kasih yang kongkret kepada seseorang yang tidak disukai. (Perjuangan
Menantang Zaman, hal. 119).
Esra Alfred Soru - Si Samaria ketika melihat si korban, hatinya tergerak oleh belas kasihan dan
ia mau menolongnya tanpa mempersoalkan bahwa korbannya adalah seorang Yahudi. Matthew
Henry mengatakan : Ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan dan
sama sekali tidak mempermasalahkan kebangsaannya. Walaupun korbannya seorang Yahudi,
dia tetap saja seorang manusia, manusia yang berada dalam penderitaan, dan orang Samaria
itu telah diajar untuk menghormati semua orang. Sikap ini harus menjadi teladan bagi kita
bahwa kita tidak boleh memandang bulu di dalam menolong. Di dalam menolong orang lain kita
tidak perlu mempersoalkan suku bangsa apa dia, agama apa, status sosial, tingkat ekonomi (kaya
atau miskin), dsb. (Siapakah Sesamaku Manusia; hal. 15).Mat 5:43-44 (43) Kamu telah
mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. (44) Tetapi Aku
berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya
kamu.Dalam ayat ini Yesus mengajarkan para murid-Nya untuk dapat mengasihi musuh-musuh
mereka. Alasan untuk tindakan ini dijelaskan dalam ayat selanjutnya :Mat 5:45 - Karena dengan
demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi
orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang
yang tidak benar.

Henry Efferin - Satu-satunya alasan untuk mengasihi orang di luar lingkaran yang kita sukai
dalam konteks tersebut ialah karena Allah juga memelihara setiap orang melalui providensi-Nya
dalam anugerah umum. (Perjuangan Menantang Zaman, hal. 119).

Henry Efferin - Jadi dalam pengajaran Yesus tentang kasih terdapat unsur pengakuan terhadap
keterikatan manusia secara keseluruhan sebagai anak-anak Bapa. Kasih memikirkan yang baik
bagi orang lain bukan hanya mementingkan diri sendiri. Ini adalah pernyataan yang fundamental
mengenai kasih dalam Alkitab yang didasari pada pengorbanan Yesus Kristus. "Kristus telah
mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah .... Akan tetapi
Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita
masih berdosa" (Rom 5:6-10). Melalui ayat-ayat ini kita juga melihat betapa manusia itu
berharga di mata Allah. (Perjuangan Menantang Zaman, hal. 119).Gal 6:10 - Karena itu,
selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi
terutama kepada kawan-kawan kita seiman.Ayat ini mengatakan bahwa kita harus berbuat baik
kepada semua orang. Dan adanya kata-kata terutama kepada kawan-kawan seiman
menunjukkan bahwa kata-kata semua orang itu termasuk di dalamnya adalah orang-orang
yang tidak seiman. Jadi orang yang tidak seiman pun layak untuk mendapatkan perbuatan baik
kita sekalipun mereka bukanlah yang terutama.Demikianlah dasar-dasar Alkitab bagi kehidupan
yang bertoleransi dengan orang-orang beragama lain. Dengan demikian seorang Kristen haruslah
orang yang bisa hidup bertoleransi dan rukun dengan kelompok-kelompok lain yang berbeda
keyakinan / agama dengannya bahkan harus berbuat baik kepada mereka. Dan karena itu juga
kita tidak boleh memusuhi orang beragama lain apalagi berniat untuk membasmi mereka, kita
tidak boleh memperlakukan mereka secara tidak adil, bersikap diskriminasi pada mereka, kita
juga tidak boleh membakar tempat ibadah mereka, dll.
Henry Efferin - Alkitab memberikan dasar yang kuat tentang ide toleransi. Pengajaran Yesus
mengenai kasih mempunyai implikasi terhadap kesamaan derajat semua manusia, termasuk hak
dan penghormatan yang seharusnya dimiliki. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pemahaman Kristen tentang toleransi seharusnya tidak hanya terbatas pada kesediaan untuk
bersabar terhadap praktik iman kepercayaan orang lain, bahkan seharusnya menjadi suatu
perhatian yang aktif dan penghormatan yang tulus kepada mereka yang berbeda dari kita.
(Perjuangan Menantang Zaman, hal. 120).

II. KELOMPOK-KELOMPOK EKSTRIM.

Kita juga harus menyadari keunikan agama kita sekaligus kelebihannya daripada agama lain.
Tapi kita juga sudah melihat di atas bahwa seorang Kristen juga seharusnya hidup dalam
toleransi dan kerukunan dengan agama lain. Karena itu seorang Kristen tidak boleh bersikap
arogan dan anarkis atau melakukan kekerasan baik bersifat fisik maupun verbal (penghinaan)
terhadap pemeluk agama lain atas nama / demi agamanya. Apabila kedua hal ini bisa berjalan
bersamaan maka pasti akan tercipta suatu kondisi hidup yang sangat baik di mana masing-
masing orang tetap menjadi pemeluk agamanya yang sejati tetapi juga semua pihak akan hidup
dalam rasa aman dan tentram dan tidak merasa terancam oleh pihak / agama yang lain.
Sayangnya adalah kondisi semacam ini sukar didapat. Apabila seseorang menekankan suatu
aspek saja, maka ia gagal pada aspek yang lain. Dalam hal ini ada 2 kelompok ekstrim yang
perlu mendapatkan perhatian :

Ada orang / kelompok yang berpegang teguh pada ajarannya dan menjadi tidak
toleran dan arogan agama lain.

Kelompok seperti ini menilai bahwa dengan ajaran / aqidahnya yang eksklusif maka tidak ada
tempat bagi pemeluk agama lain bahkan yang seagama tetapi tidak sepaham dengannya dalam
berbagai bidang kehidupan. Singkatnya adalah perbedaan atau pertentangan ajaran menjadikan
pihak lain / agama lain tidak bisa mendapatkan tempat dalam semua segi kehidupan dari orang /
kelompok tersebut dan yang lebih ekstrim adalah harus dimusuhi, dibasmi atau dimusnahkan.
Orang-orang atau kelompok seperti ini akan berusaha untuk melemahkan, membatasi atau
menghancurkan agama lain / kelompok lain yang tidak sepaham atau seiman dengannya.

Hal seperti ini terjadi dalam sejarah. Ketika Yudaisme menganggap kekristenan sebagai
bidat, maka kekristenan berusaha dimusnahkan bahkan orang-orang Kristen disiksa, dianiaya dan
dibunuh. Contoh pelakunya adalah Saulus sebagaimana yang disaksikannya sendiri dalam
beberapa bagian Kitab Suci :
Kis 22:3-5 - (3) Aku adalah orang Yahudi, lahir di Tarsus di tanah Kilikia, tetapi dibesarkan di
kota ini; dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel dalam hukum nenek moyang kita,
sehingga aku menjadi seorang yang giat bekerja bagi Allah sama seperti kamu semua pada
waktu ini. (4) Dan aku telah menganiaya pengikut-pengikut Jalan Tuhan sampai mereka
mati; laki-laki dan perempuan kutangkap dan kuserahkan ke dalam penjara. (5) Tentang hal
itu baik Imam Besar maupun Majelis Tua-tua dapat memberi kesaksian. Dari mereka aku telah
membawa surat-surat untuk saudara-saudara di Damsyik dan aku telah pergi ke sana untuk
menangkap penganut-penganut Jalan Tuhan, yang terdapat juga di situ dan membawa
mereka ke Yerusalem untuk dihukum.Kis 26:4-12 - (4) Semua orang Yahudi mengetahui jalan
hidupku sejak masa mudaku, sebab dari semula aku hidup di tengah-tengah bangsaku di
Yerusalem. (5) Sudah lama mereka mengenal aku dan sekiranya mereka mau, mereka dapat
memberi kesaksian, bahwa aku telah hidup sebagai seorang Farisi menurut mazhab yang paling
keras dalam agama kita. (6) Dan sekarang aku harus menghadap pengadilan oleh sebab aku
mengharapkan kegenapan janji, yang diberikan Allah kepada nenek moyang kita, (7) dan yang
dinantikan oleh kedua belas suku kita, sementara mereka siang malam melakukan ibadahnya
dengan tekun. Dan karena pengharapan itulah, ya raja Agripa, aku dituduh orang-orang
Yahudi. (8) Mengapa kamu menganggap mustahil, bahwa Allah membangkitkan orang mati? (9)
Bagaimanapun juga, aku sendiri pernah menyangka, bahwa aku harus keras bertindak
menentang nama Yesus dari Nazaret. (10) Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan
saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa
dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju, jika mereka dihukum mati. (11) Dalam
rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka dan memaksanya untuk menyangkal
imannya dan dalam amarah yang meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke
kota-kota asing." (12) "Dan dalam keadaan demikian, ketika aku dengan kuasa penuh dan
tugas dari imam-imam kepala sedang dalam perjalanan ke DamsyikFil 3:6 - tentang kegiatan
aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.

Kesaksian Paulus menunjukkan bahwa dia melakukan semua itu atas nama / demi agama
Yahudinya. Ini sejalan dengan kata-kata Yesus.

Yoh 16:2 : Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang
membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah.

Hal ini terus berlanjut pada permusuhan dan penganiayaan atas orang Kristen oleh penguasa-
penguasa Romawi.Sayangnya adalah bahwa ketika kekristenan menjadi agama negara pada masa
Konstantin dengan dikeluarkannya Edict of Milan, kekristenan sendiri menjadi kejam dan
sangat tidak toleran terhadap orang-orang yang tidak seiman dengan mereka seperti bidat-bidat
dan juga agama-agama lain.Henry Efferin - Kekristenan menjadi penganiaya dari kepercayaan
yang berbeda dalam kekaisaran Romawi. Kuil-kuil penyembah non Kristen dihancurkan, bahkan
ancaman hukuman mati dikenakan pada mereka yang beribadah kepada ilah lain. (Perjuangan
Menantang Zaman, hal. 120).Henry Efferin - Pada abad pertengahan, konsep tentang kejayaan
negara Kristen berkembang dengan kentalnya konsep "Kekaisaran Roma yang Kudus." Untuk
menjadi warga negara kekaisaran tersebut seseorang haruslah anggota gereja. Musuh gereja yaitu
pengikut bidat atau orang yang murtad juga dianggap sebagai musuh negara. Orang-orang non-
Kristen seperti Yahudi diperlakukan seperti orang asing tanpa kewarganegaraan dan tidak
mempunyai hak sipil. Pada zaman Reformasi, banyak orang Protestan dianiaya oleh orang
Katolik, namun segera setelah Protestantisme diterima di banyak negara, mereka yang tidak
menerima otoritas gereja negara tersebut dikucilkan. Katolik tidak diperlakukan dengan toleran
di negara-negara Protestan dan sebaliknya. Banyak contoh-contoh lain dapat ditambahkan dalam
daftar kita, penganiayaan para pengikut Anabaptis oleh Lutheran, penganiayaan kelompok
Huegenot di Perancis, pengikut Quaker yang dianiaya oleh pemeluk Puritanisme pada awal
negara bagian Massachusetts, dsb. (Perjuangan Menantang Zaman, hal. 120).

STUDI KASUS

Saya mengambil contoh peristiwa Bom di Pasar central Tentena, Kab.Poso yang terjadi
beberapa tahun lalu . Kronologis peristiwa :

Bom meledak di Pasar central Tentena, Kab.Poso, Masyarakat yang tak bersalah menjadi
sasaran utama, Saat aktifitas pasar telah berjalan bom meledak dan memakan korban jiwa .

Korban juga ada dari seorang lurah dan para warga sekitar, modus pelaku pemboman

ANALISIS DATA

Dari ciri-ciri karakter peristiwa, peristiwa ini tergolong dalam kelas teori penyadaaran, yang
mana dalam teori penyadaaran terdapat 3 bentuk kesadaran yaitu : kesadarn magis, kesadarn
Naif, kesadaran kritis.

Kesadaran Magis.

Dalam hal ini masyarakat tidak dapat menghubungkan antara kehidupan agama dengan
kehidupan masyarakat sosial dan politik, dalam kehidupan masyarakat sosial peran agama
adalah sesuatu yang sakral dan sangat penting, namun para pelaku pemboman atau terorisme,
mereka tidak dapat mengerti hubungan antara agama dan proses sosial. Agama merupakan
sesuatu yang telah di bawa sejak mereka lahir, dan keyakinan mereka tidak dapat di rubah sesuai
dengan apa yang mereka dapatkan dari pendidikkan agama sebelumnya, jika salah pendidikkan
itu salah pula ideologi yang di anutnya.

Kesadaran Naif

Pelaku pemboman berpikir bahwa semua kesalahan yang di lakukan oleh masyarakat harus di
musnahkan, dan kesalahan itu karena tindakan mereka sendiri dan mereka mengikuti faham yang
salah karena dokrinan-dokrinan yang di berikan oleh penganut ideologi itu, walupun sebenarnya
tidak semua kalangan ikut bersalah. Mereka berpikir untuk mengurangi kesalahan umat manusia,
maka umat yang salah itu harus di musnahkan. Walaupun di sekitarnya tidak semua individu
bersalah, namun tetap menjadi korban.

Kesadaran Kritis

Pertentangan bukan saja dalam lintas agama, namun tidak jarang masih dalam satu agama.
Dalam sejarah Islam klasik, pembunuhan cucu nabi Muhammad, Imam Husain as di Padang
Karbala, 10 Muharram tahun 61 Hijriah, mungkin bisa menjadi contoh. Dalam sejarah kristen,
pembantaian pengikut protestan oleh Katolik tidak ada yang bisa melupakanya. Sebabnya adalah
fanatisme dan fundamnetalisme.

Fanatik Agama sebenarnya bukan bersumber dari agama itu sendiri, tetapi biasanya merupakan
kepanjangan dari fanatik etnik atau kelas sosial. Pada hakikatnya, fanatisme merupakan usaha
perlawanan kepada kelompok dominan dari kelompok-kelompok minoritas yang pada umumnya
tertindas. Minoritas bisa dalam arti jumlah manusia (kuantitas), bisa juga dalam arti minoritas
peran (Kualitas).

Akar permasalahan peristiwa ini adalah fanatik nya sikap umat beragama, dan rendahnya tingkat
pemahaman mengenai agama, karena mereka hanya melihat suatu kejadian dari satu sudut
pandang yang sempit tanpa melihat akibat apa yang di timbulkan. Lemahnya kepercayaan diri
penganut agama terhadap ajaran agama yang telah di anut sejak dia berada dalam lingkungan
keluarga, sehingga mudah terpengaruh oleh dokrinisasi agama baru yang sesat. Sebagai seorang
pemeluk agama individu harus memiliki keyakinann yang teguh terhadap agama yang telah di
anutnya dan telah di anggap benar menurut UU pemerintahan.
Dalam kasus ini, banyak kejanggalan-kejanggalan akan kebenaran tindakan pelaku bom ini,
tindakan dia tetap tidak bisa di anggap benar, di lihat dari sudut pandang agama islam, tindakan
ini salah, karena dalam islam tidak di benarkan untuk menggunakan kekerasan karena islam
merupakan agama yang cinta akan kedamaian, selain itu akibat yang di timbukan dari tindakkan
ini, yang menjadi korban bukan hanya target sasaran mereka saja namun warga sekitar dan ulama
pun menjadi korban, sama seperti halnya peristiwa bom bali, tujuan si pelaku adalah untuk
menghancurkan kemaksiatan yang terjadi di bali namun apakah yang menjadi korban sesuai
dengan sasaran?

Dari peristiwa ini pelaku selalu mengatasnamakan jihad, sebaiknya kata jihad ini masih perlu
di definisikan dan di fahami secara benar, mungkin perlu di ajarkan dalam sebuah mata kuliah
mengenai pemahaman jihad yang sebenarnya, agar tidak terjadi kesalah pengertian dan
menjadikan jihad sebagai pembenaran alasan yang jelas-jelas salah sehingga memicu terjadinya
konflik agama.

PENYELASAIAN :

Munculnya kelompok radikal dalam suatu masyarakat biasanya berawal dari


terpinggirkannya peran sekelompok orang dalam sistem sosial (ekonomi dan politik) masyarakat
dimana orang-orang itu tinggal. Kita bisa menelaah fenomena gerakan radikal pada masa orde
baru dimana kelompok yang ekstrim selalu berasal dari kelompok yang terpinggirkan atau
merasa terancam, dan kelompok-krlompok itu sering bertukar peran.Begitu juga fanatisme,
mereka yang menganut faham ini akan merasa terpinggirkan oleh golongan yang tidak sefaham
dengan mereka, kuantitas mereka tidak sebanyak orang yang ada di luar anggotanay, karena
dalam psikologi dimana dalam suatu masyarakat akan ada kelompok in group dan kelompok out
group, dengan adanhya perasaan ini mereka melakukan tindak terorisme yang jelas-jelas
bertentangan dengan syariat islam.Solusi dari pertentangan faham ini adalah dengan memperkuat
adanya toleransi, toleransi adalah kesiapan menerima realitas adanya perbedaan. Karena
perbedaan itu merupakan realitas maka orang yang toleran tidak merasa terganggu oleh adanya
perbedaan, sebaliknya perbedaan itu dihormati. Etika agamapun mengajarkan bahwa seseorang
boleh bekerja-sama dengan orang yang berbeda dalam menegakkan keadilan, dalam membangun
kesejahteraan sosial, dalam membela si lemah dan hal-hal yang yang bernilai kebaikan. Di mata
orang-orang yang toleran, keragaman adalah keindahan dan potensi. Tetapi toleransi juga
dibatasi, tidak pada pada hal-hal yang destruktip.

Orang tidak boleh toleran terhadap pengedar narkoba, terhadap kemaksiatan terbuka,
terhadap korupsi dan hal-hal lain yang berdampak merusak masyarakat. Toleransi beragama
wujudnya ialah setiap orang beragama bisa menerima kenyataan adanya orang lain yang berbeda
keyakinannya, dan berbeda pula ritual agamanya. Mengajarkan mengenai makna jihad yang
sebenarnya dalam pendidikkan agama, bukan sekedar bertindak, dan mereka mengartikan bahwa
itu adalah jihad dan mati dalam keadaan syahid, yang dalam makna sebenarnya mereka mati
dalam keadaan kafir, karena mereka malah menghilangkan nyawa orang-orang yang tidak
bersalah.Maka dari itu sesuatu yang perlu di ubah adalah pola pikir masyarakat, dan cara
pendidikkan agama, agar masyarakat tidak hanya melihat suatu persoalan dari satu sudut
pandang dan satu bidang keilmuan, yang mungkin masih ada kebenaran dari ilmu itu yang belum
kita ketahui, berpikir secara multi perspektif, bukan mono perspektif. Dan mulai menggunakan
kebijaksanaan dalam berpikir.

Nah, Bagaimana dengan Membangun masyarakat Madani ? Apa solusi yang


terbaik ?

Berbagai upaya perlu dilakukan dalam mewujudkan masyarakat madani, baik yang
berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Untuk yang berjangka pendek dilaksanakan
dengan memilih dan menempatkan pemimpin-pemimpin yang dapat dipercaya, dapat diterima,
dan dapat memimpin. Untuk jangka panjang antara lain adalah dengan menyiapkan sumber daya
manusia yang berwawasan dan berperilaku madani melalui perspektif pendidikan. Perspektif
pendidikan penting untuk dikaji mengingat konsep masyarakat madani sebenarnya merupakan
bagian dari tujuan pendidikan nasional.
Kecenderungan sakralisasi berpotensi untuk menambah derajat kefrustasian yang lebih
mendalam dalam masyarakat bila terjadi kesenjangan antara realisasi dengan harapan. Padahal
kemungkinan untuk itu sangat terbuka, antara lain, kesalahan mengkonsepsi dan juga pada saat
manarik parameter-parameter ketercapaian. Saat ini gejala itu sudah ada, sehingga kebutuhan
membuat wacana ini lebih terbuka menjadi sangat penting dalam kerangka pendidikan politik
bagi masyarakat luas.
Saya mencoba mengungkapkan sejarah pemikiran, karakterstik, serta perkembangan
masyarakat madani di Indonesia yang mungkin dapat dijadikan masukan dalam mewujudkan
masyarakat madani melalui perspektif pendidikan. Tentu saja pemikiran konseptual ini akan
dapat dioperasionalisasikan di lapangan secara kontekstual setelah melalui pengujian empiris
yang profesional.
Melihat kenyataan di atas, maka kelompok kami mengambil inisiatif untuk mengambil
judul makalah ini dengan Mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia dan oleh karena itu
kami tertarik untuk membahas dan mengkaji perkembangan masyarakat madani di Indonesia.

a. Pengertian Masyarakat Madani


Masyarakat madani merupakan kata lain dari masyarakat sipil (civil society), kata ini
sangat sering disebut sejak kekuatan otoriter orde baru. Masyarakat madani ialah kondisi suatu
komunitas yang jauh dari monopoli kebenaran dan kekuasaan. Kebenaran dan kekuasaan adalah
milik bersama. Setiap anggota masyarakat madani tidak bisa ditekan, ditakut-takuti, dicecal,
diganggu kebebasannya, semakin dijauhkan dari demokrasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu,
perjuangan menuju masyarakat madani pada hakikatnya merupakan proses panjang dan produk
sejarah yang abadi dan perjuangan melawan kezaliman dan dominasi para penguasa menjadi ciri
utama masyarakat madani.
b. Manfaat Masyarakat Madani
Manfaat yang diperoleh dengan terwujudnya masyarakat madani ialah terciptanya
masyarakat Indonesia yang demokratis sebagai salah satu tuntutan reformasi di dalam negeri dan
tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luar negeri. Di samping itu, melalui masyarakat
madani akan mendorong munculnya inovasi-inovasi baru di bidang pendidikan. Selanjutnya,
dengan terwujudnya masyarakat madani, maka persoalan-persoalan besar bangsa Indonesia
seperti: konflik-konflik suku, agama, ras, etnik, golongan, kesenjangan sosial, kemiskinan,
kebodohan, ketidakadilan pembagian "kue bangsa" antara pusat dan daerah, saling curiga serta
ketidakharmonisan pergaulan antarwarga dan lain-lain yang selama Orde Baru lebih banyak
ditutup-tutupi, direkayasa dan dicarikan kambing hitamnya itu diharapkan dapat diselesaikan
secara arif, terbuka, tuntas, dan melegakan semua pihak, suatu prakondisi untuk dapat
mewujudkan kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat. Dengan demikian, kekhawatiran akan
terjadinya disintegrasi bangsa dapat dicegah.
Guna mewujudkan masyarakat madani dibutuhkan motivasi yang tinggi dan partisipasi
nyata dari individu sebagai anggota masyarakat. Hal ini intinya menyatakan bahwa untuk
mewujudkan masyarakat madani diperlukan proses dan waktu serta dituntut komitmen masing-
masing warganya untuk mereformasi diri secara total dan selalu konsisten dan penuh kearifan
dalam menyikapi konflik yang tak terelakan. Tuntutan terhadap aspek ini sama pentingnya
dengan kebutuhan akan toleransi sebagai instrumen dasar lahirnya sebuah konsensus atau
kompromi.
Masyarakat Madani di Indonesia
Indonesia memiliki tradisi kuat civil society (masyarakat madani) bahkan jauh sebelum negara
bangsa berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam
organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam dalam perjuangan merebut
kemerdekaan, selain berperan sebagai organisasi perjuangan penegakan HAM dan perlawanan
terhadap kekuasaan kolonial, organisasi berbasis islam, seperti Serikat Islam (SI), Hahdlatul
Ulama (NU) dan Muhammadiyah, telah menunjukan kiprahnya sebagai komponen civil society
yang penting dalam sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia.

Terdapat beberapa strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya
bangunan masyarakat madani bisa terwujud di Indonesia :
1. Pandangan integrasi nasional dan politik. Pandangan ini menyatakan bahwa sistem demokrasi
tidak munkin berlangsung dalam kenyataan hidup sehari-hari dalam masyarakat yang belum
memiliki kesadaran dalam hidup berbangsa dan bernegara.
2. Pandangan reformasi sistem politk demokrasi, yakni pandangan yang menekankan bahwa
untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada pembangunan ekonomi, dalam
tataran ini, pembangunan institusi politik yang demokratis lebih diutamakan oleh negara
dibanding pembangunan ekonomi.
3. Paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan demokrasi,
pandangan ini merupakan paradigma alternatif di antara dua pandangan yang pertama yang
dianggap gagal dalam pengembangan demokrasi, berbeda dengan dua pandangan pertama,
pandangan ini lebih menekankan proses pendidikan dan penyadaran politik warga negara,
khususnya kalangan kelas menengah.
Bersandar pada tiga paradigma diatas, pengembangan demokrasi dan masyarakat madani
selayaknya tidak hanya bergantung pada salah satu pandangan tersebut, sebaliknya untuk
mewujudkan masyarakat madani yang seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan gabungan
strategi dan paradigma, setidaknya tiga paradigma ini dapat dijadikan acuan dalam
pengembangan demokrasi di masa transisi sekarang melalui cara :
1. Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas menengah untuk
berkembang menjadi kelompok masyarakat madani yang mandiri secara politik dan ekonomi,
dengan pandangan ini, negara harus menempatkan diri sebagai regulator dan fasilitator bagi
pengembangan ekonomi nasional, tantangan pasar bebas dan demokrasi global mengharuskan
negara mengurangi perannya sebagai aktor dominan dalam proses pengembangan masyarakat
madani yang tangguh.
2. Mereformasi sistem politik demokratis melalui pemberdayaan lembaga-lembaga demokrasi
yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi, sikap pemerintah untuk tidak mencampuri
atau mempengaruhi putusan hukum yang dilakukan oleh lembaga yudikatif merupakan salah
satu komponen penting dari pembangunan kemandirian lembaga demokrasi.
3. Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga negara secara
keseluruhan. Pendidikan politik yang dimaksud adalah pendidikan demokrasi yang dilakukan
secara terus-menerus melalui keterlibatan semua unsur masyarakat melalu prinsip pendidikan
demokratis, yakni pendidikan dari, oleh dan untuk warga negara.
Kondisi Indonesia yang dilanda euforia demokrasi, semangat otonomi daerah dan derasnya
globalisasi membutuhkan masyarakat yang mempunyai kemauan dan kemampuan hidup
bersama dalam sikap saling menghargai, toleransi, dalam kemajemukan yang tidak saling
mengeksklusifkan terhadap berbagai suku, agama, bahasa, dan adat yang berbeda. Kepedulian,
kesantunan, dan setiakawan merupakan sikap yang sekaligus menjadi prasarana yang diperlukan
bangsa Indonesia.
Pengembangan masyarakat madani di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari pengalaman sejarah
bangsa Indonesia sendiri. Kebudayaan, adat istiadat, pandangan hidup, kebisaan, rasa
sepenanggungan, cita-cita dan hasrat bersama sebagai warga dan sebagai bangsa, tidak mungkin
lepas dari lingkungan serta sejarahnya. Keunggulan bangsa Indonesia, adalah berhasilnya proses
akulturasi dan inkulturasi yang kritis dan konstruktif. Pada saat ini, ada pertimbangan lain
mengapa pengembangan masyarakat madani secara khusus kita beri perhatian.
Untuk membangun masyarakat madani di Indonesia, ada enam faktor harus diperhatikan, yaitu:
1. Adanya perbaikan di sektor ekonomi, dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat, dan
dapat mendukung kegiatan pemerintahan.
2. Tumbuhnya intelektualitas dalam rangka membangun manusia yang memiliki komitmen untuk
independen.
3. Terjadinya pergeseran budaya dari masyarakat yang berbudaya paternalistik menjadi budaya
yang lebih modern dan lebih independen.
4. Berkembangnya pluralisme dalam kehidupan yang beragam.
5. Adanya partisipasi aktif dalam menciptakan tata pamong yang baik.
6. Adanya keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang melandasi moral kehidupan.

Contoh Kasus:
Bila masyarakat Indonesia tidak demokratis, maka Indonesia akan mendapat tekanan-tekanan
politik dari kaum reformis di dalam negeri. Di lain pihak, dari luar negeri, Indonesia akan
mendapat tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari PBB, Bank Dunia, IMF, dan negara-negara
penganut faham demokratis. Sementara ini, ekonomi kita masih sangat bergantung pada
pinjaman Bank Dunia dan IMF. Jika Bank Dunia dan IMF tidak memberikan bantuannya, maka
ekonomi kita akan semakin terpuruk di mata internasional. Jika ekonomi kita semakin terpuruk,
maka kerusuhan sosial akan semakin meningkat yang pada gilirannya membahayakan stabilitas
nasional dan dikhawatirkan akan terjadi disintegrasi bangsa. Di samping itu, mengingat kondisi
masyarakat Indonesia yang khas sebagai unity dan diversity, maka karakteristik masyarakat
madani cocok diterapkan di Indonesia sehingga persatuan dan kesatuan, toleransi umat
beragama, persaudaraan, saling mengasihi sesama umat, dan persamaan hak akan menjadi lebih
terjamin. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa ciri utama masyarakat madani Indonesia adalah
demokrasi yang menjunjung tingi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat yang mempunyai faham
keagamaan yang berbeda-beda, penuh toleransi, menegakkan hukum dan peraturan yang berlaku
secara konsisten dan berbudaya.
E. Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Madani
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi masyarakat madani, yaitu faktor pendorong dan faktor
penghambat.
1. Beberapa faktor pendorong timbulnya masyarakat madani:
a. Adanya penguasa politik yang cenderung mendominasi (menguasai) masyarakat agar patuh
dan taat pada penguasa.
b. Masayarakat diasumsikan sebagai orang yang tidak memilkik kemampuan yang baik (bodoh)
dibandingkan dengan penguasa ( pemerintah).
c. Adanya usaha untuk membatasi ruang gerak dari masyarakat dalam kehidupan poitik. Keadaan
ini sangat menyulitkan bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapat, karena ruang publik
yang bebaslah individu berada dalam posisi setara, dan melakukan transaksi.

2. Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia
diantaranya :
a. Kualitas Sumber Daya Manusia yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
b. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
c. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
d. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas.
e. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
f. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.

F. Solusi Mengatasi Masalah


Salah satu cara untuk mewujudkan masyarakat madani adalah dengan melakukan
demokratisasi pendidikan. Masyarakat madani perlu segera diwujudkan karena bermanfaat untuk
meredam berbagai tuntutan reformasi dari dalam negeri maupun tekanan-tekanan politik dan
ekonomi dari luar negeri. Di samping itu, melalui masyarakat madani akan muncul inovasi-
inovasi pendidikan dan menghindari terjadinya disintegrasi bangsa.
Untuk mewujudkan masyarakat madani dalam jangka panjang adalah dengan cara melakukan
demokratisasi pendidikan. Demokratisasi pendidikan ialah pendidikan hati nurani yang lebih
humanistis dan beradab sesuai dengan cita-cita masyarakat madani. Melalui demokratisasi
pendidikan akan terjadi proses kesetaraan antara pendidik dan peserta didik di dalam proses
belajar mengajarnya. Inovasi pendidikan yang berkonteks demokratisasi pendidikan perlu
memperhatikan masalah-masalah pragmatik. Pengajaran yang kurang menekankan pada konteks
pragmatik pada gilirannya akan menyebabkan peserta didik akan terlepas dari akar budaya dan
masyarakatnya. Demokrasi sendiri adalah suatu bentuk pemerintahan dengan kekuasaan di
tangan rakyat. Dalam perkembangannya, demokrasi bermakna semakin spesifik lagi yaitu
fungsi-fungsi kekuasaan politik merupakan sarana dan prasarana untuk memenuhi kepentingan
rakyat.
Dengan demokrasi, rakyat boleh berharap bahwa masa depannya ditentukan oleh dan
untuk rakyat, sedangkan demokratisasi ialah proses menuju demokrasi. Tujuan demokratisasi
pendidikan ialah menghasilkan lulusan yang merdeka, berpikir kritis dan sangat toleran dengan
pandangan dan praktik-praktik demokrasi.
Generasi penerus sebagai anggota masyarakat harus benar-benar disiapkan untuk membangun
masyarakat madani yang dicita-citakan. Masyarakat dan generasi muda yang mampu
membangun masyarakat madani dapat dipersiapkan melalui pendidikan. Salah satu cara untuk
mewujudkan masyarakat madani adalah melalui jalur pendidikan, baik di sekolah maupun di luar
sekolah.
Generasi penerus merupakan anggota masyarakat madani di masa mendatang. Oleh karena itu,
mereka perlu dibekali cara-cara berdemokrasi melalui demokratisasi pendidikan. Dengan
demikian, demokratisasi pendidikan berguna untuk menyiapkan peserta didik agar terbiasa bebas
berbicara dan mengeluarkan pendapat secara bertanggung jawab, turut bertanggung jawab,
terbiasa mendengar dengan baik dan menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan keberanian
moral yang tinggi, terbiasa bergaul dengan rakyat, ikut merasa memiliki, sama-sama merasakan
suka dan duka dengan masyarakatnya, dan mempelajari kehidupan masyarakat. Kelak jika
generasi penerus ini menjadi pemimpin bangsa, maka demokratisasi pendidikan yang telah
dialaminya akan mengajarkan kepadanya bahwa seseorang penguasa tidak boleh terserabut dari
budaya dan rakyatnya, pemimpin harus senantiasa mengadakan kontak dengan rakyatnya,
mengenal dan peka terhadap tuntutan hati nurani rakyatnya, suka dan duka bersama,
menghilangkan kesedihan dan penderitaan-penderitaan atas kerugian-kerugian yang dialami
rakyatnya. Upaya ke arah ini dapat ditempuh melalui demokratisasi pendidikan. Dengan
komunikasi struktural dan kultural antara pendidik dan peserta didik, maka akan terjadi interaksi
yang sehat, wajar, dan bertanggung jawab.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

a.Kesimpulan

Fanatisme adalah bentuk solidaritasa terhadap orang-orang yang sefaham dengan


kelompoknya, dan membenci adanya perbedaan pandangan dalam suatu kehidupan
bermasyarakat, baik dalam kehidupan agama, sosial, politik, ekonomi.

Karena perilaku fanatik mempunyai akar yang berbeda-beda, maka cara penyembuhannya juga
berbeda-beda. Perilaku fanatik yang disebabkan oleh masalah ketimpangan agama,
pengobatannya harus menyentuh masalah agama, dan perilaku fanatik yang disebabkan oleh
perasaan tertekan, terpojok dan terancam, maka pengobatannya juga dengan menghilangkan
sebab-sebab timbulnya perasaan itu. Pada akhirnya, pelaksanaan hukum dan kebijaksanaan lintas
agama yang memenuhi tuntutan rasa keadilan masyarakat secara alamiah akan melunturkan
sikap fanatik pada mereka yang selama ini merasa teraniaya dan terancam. .

Oleh karena itu jika dalam suatu negara keadilan dapat ditegakkan, dan rasa keadilan dapat
dinikmati oleh semua aspiran, maka aspirasi garis keras akan mencair dengan sendirinya.
Sebaliknya jika ditekan dengan kekerasan, maka pandangan itu semakin keras, dan semakin
tidak mengenal kompromi.

Belajar untuk memahami toleransi dalam kehidupan bermasyarakat terutama dalam


menghormati RAS dan agama. Serta belajar untuk memahami banyak wawasan tentang ilmu
yang bersangkutan dan mencari titik pembenaran yang umum. Masyarakat madani bermakna
ganda yaitu suatu tatanan masyarakat yang menekankan pada nilai-nilai: demokrasi, transparansi,
toleransi, potensi, aspirasi, motivasi, partisipasi, konsistensi, komparasi, koordinasi, simplifikasi,
sinkronisasi, integrasi, emansipasi, dan hak asasi. Namun, yang paling dominan adalah
masyarakat yang demokratis. Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur
berdasarkan prinsip-prinsip moral yang menjamin kesimbangan antara kebebasan individu
dengan kestabila masyarakat, inisiatif ari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni,
pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan
individu.
Masyarakat madani memiliki karakteristik Free public sphere (ruang publik yang bebas),
Demokratisasi, Toleransi, Pluralisme, Keadilan sosial (social justice), Partisipasi sosial,
Supremasi hukum.
Perwujudan masyarakat madani ditandai dengan karakteristik masyarakat madani, diantaranya
wilayah publik yang bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan dan keadilan sosial. Strategi
membangun masyarakat madani di indonesia dapat dilakukan dengan integrasi nasional dan
politik, reformasi sistem politik demokrasi, pendidikan demokratisasi dan penyadaran politik.

B. Saran
Sebaiknya penerapan masyarakat madani di Indonesia dapat lebih dikembangkan dalam
aspek pendidikan, politik, sosial, dan budaya dan masyarakat madani perlu segera diwujudkan
karena bermanfaat untuk meredam berbagai tuntutan reformasi dari dalam negeri maupun
tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luar negeri sehingga dapat tecapainya cita-cita sesuai
dengan harapan masyarakat madani.
Masyarakat Madani yang diidamkan bukan semata-mata milik suatu komunitas tertentu, tetapi
itu merupakan pemaknaan dari sebuah pemahaman tentang civil society. Terbangunnya daya
serta pola pikir dengan nilai-nilai interensiknya akan merupakan jalan lapang menuju masyarakat
madani yaitu masyarakat berperadaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
masyarakat yang demokratis dan masyarakat sejahtera yang cinta damai.
Dengan demikian, di Indonesia diharapkan dapat menegakkan hukum yang sehat dan demokrasi.
Masyarakat juga harus mengontrol kinerja pemerintah dan para wakilnya, agar tidak
bertentangan dengan kehendak masyarakat madani. Baik menjadi anggota masyarakat madani
maupun perangkat negara hendaknya dapat mewujudkan demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Airin, Weinata. 2002. Kerukunan umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa: butir-butir
pemikiran
http://www.tugasku4u.com/2013/02/makalah-kerukunan-antar-umat-beragama.html

Dr. Ali Masrur, M.Ag.,2004,Problem dan Prospek Dialog Antaragama. Artikel. cfm
Koran bali post cetak 29/12/2003.

Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the West: Encounter and
Dialogue, Islamabad & Washington DC., Islamic Research Institute, International Islamic
University & Center for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University

Koran bali post cetak 29/12/2003/. Hlm 3

Dr. Ali Masrur, M.Ag.Problem dan Prospek Dialog Antaragama. Artikel.


Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the West: Encounter and
Dialogue, Islamabad & Washington DC., Islamic Research Institute, International Islamic
University & Center for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University. Hlm 57-58

Dr. Ali Masrur, M.Ag. Op. Cit.

Ash-Shiddiqieqy, Hasbi TM, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum kristen, Jakarta:
Bulan Bintang, 1997.

Al-Faruqi, Ismail. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilan, Cet. III,
Mizan : Bandung, 2001.

Cuolson, N.J. A. History Of Islamic Law. Edinburg : Edinburg University, Press. 1964.

Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah Dan syirkah (Bandung : al-Maarif,
1987.
http://koswara .wordpress.com
http://www.hidayatulah.com

Anda mungkin juga menyukai