Pembangunan Daerah
Paper ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan
Perekonomian Indonesia (EKU307 A6)
Pengampu : Drs. I Ketut Sutrisna, M.Si.
Disusun oleh :
KELOMPOK 10
PROGRAM REGULER
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2017
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.2.1 Apa itu pembangunan daerah, otonomi, serta bagaimana hubungan keduanya?
1.2.2. Apa perbedaan otonomi pada tingkat provinsi dan kabupaten?
1.2.3. Apa saja prinsip-prinsip pembiayaan pemerintah daerah?
1.2.4. Apa saja sumber-sumber potensial pendapatan suatu daerah?
1.2.5. Apa saja sumber pendapatan daerah yang berasal dari pinjaman?
1.3. Tujuan
Pembangunan Daerah
Pemerintah daerah memiliki kesempatan lebih luas untuk memperbaiki kondisi
pelayanan publik, perkembangan perekonomian daerah, serta dalam mengembangkan
berbagai terobosan baru dalam pengelolaan pemerintahan daerah. Daerah-daerah semakin
memiliki kebebasan untuk mengembangkan wilayahnya sesuai kebutuhan masyarakat lokal.
Kewenangan pemerintah daerah melalui otonomi daerah akan memberikan pelayanan
maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik lokal, nasional, regional maupun
global. Otonomi daerah juga akan mendorong munculnya aktivitas perekonomian dan
akselerasi pertumbuhan ekonomi di daerah perbatasan dan tertinggal. Melalui kewenangan
yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, pemerintah daerah
akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan, dan
kemampuannya. Jadi kebijakan otonomi daerah yang bertujuan untuk pemberdayaan
kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengembangkan dan
meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian daerah akan
membawa pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.
Dana Cadangan
Dana Cadangan adalah dana yang dibentuk guna membiayai kebutuhan dana yang tidak
dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran. Dana Cadangan dibentuk untuk suatu tujuan
tertentu secara spesifik. Pembentukan Dana Cadangan menggunakan rekening terpisah dari
rekening kas daerah (Pembiayaan Transfer ke Dana Cadangan).
Penggunaan Dana Cadangan harus sesuai tujuan yang telah ditetapan Pemerintah
daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan yang penyediaan dananya
tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam satu tahun anggaran.
Pembentukan dana cadangan ditetapkan dengan peraturan daerah. Peraturan daerah
mencakup penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang akan
dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus
dianggarkan dan ditransfer ke rekening dana cadangan, sumber dana cadangan dan tahun
anggaran pelaksanaan dana cadangan.
Rancangan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan dibahas bersamaan
dengan pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD. Penetapan rancangan
peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan ditetapkan oleh kepala daerah
bersamaan dengan penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Dana cadangan dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah, kecuali dari
dana alokasi khusus, pinjaman daerah dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi
untuk pengeluaran tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dana cadangan
ditempatkan pada rekening tersendiri.
Penerimaan hasil bunga/deviden rekening dana cadangan dan penempatan dalam
portofolio dicantumkan sebagai penambah dana cadangan berkenaan dalam daftar dana
cadangan pada lampiran rancangan peraturan daerah tentang APBD. Pembentukan dana
cadangan dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran yang berkenaan.
Pencairan dana cadangan digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan
dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah dalam tahun anggaran berkenaan.
Jumlah yang dianggarkan yaitu sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dalam peraturan
daerah tentang pembentukan dana cadangan berkenaan.
Penggunaan atas dana cadangan yang dicairkan dari rekening dana cadangan ke
rekening kas umum daerah dianggarkan dalam belanja langsung SKPD pengguna dana
cadangan berkenaan, kecuali diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan.
Tabel 2: Pembagian Dana Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam antar Pemerintahan
Keterangan Pusat Provinsi* Kab/Kota*
Dana Bagi Hasil dari Kehutanan - - -
-Iuran Hak Pengusahaan Hutaan (IHPH) 20% 16% 64%
-Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) 20% 16% 32%
-Dana Reboisasi 60%2) - 32%rata1)
40%3)
Dana Bagi Hasil dari Pertamb. Umum - - -
- Penerimaan iuran tetap 20% 16% 64%
- Royalti 20% 16% 32%
32%lain4)
Dana Bagi Hasil Perikanan:
-Penerimaan Pungutan Pengusahaan 20% - 80%5
-Penerimaan Pungutan Hasil
Dana Bagi Hasil Pertamb. Minyak Bumi 0,5%6)
(setelah dikurangi pajak) 7) 84,5% 3% 6% penghasil
6% lainnya 4)
7)
Dana Bagi Hasil Pertamb. Gas Bumi (setelah 0,5% 6)
dikurangi pajak) 69,5% 6% 12% penghasil
12% lainnya 4)
Dana Bagi Hasil Pertambangan Panas Bumi 20% 16% 32% penghasil
32% lainnya
*Provinsi, Kab/Kota berarti provinsi atau kabupaten/kota penghasil
1)
Rata untuk semua kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan
2)
Untuk rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional
3)
Untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di kabupaten/kota penghasil
4)
Untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan, dibagi rata
5)
Dibagikan dengan porsi yang sama besar kepda kabupaten/kota di seluruh Indonesia
6)
Dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar (0,1% di provinsi, 0,2% di
kabupaten/kota penghasil, dan o,2% di kabupaten/kota lain di provinsi bersangkutan).
7)
Tidak lebih dari 130% dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi dalam APBN
tahun berjalan, sedangkan kalau melebihi 130% penyalurannya dilakukan melalui mekanisme
APBN Perubahan. Pelanggaran akan dikenakan sanksi administrasi berupa pemotongan atas
penyaluran dana bagi hasil sektor minyak bumi dan gas bumi.
Sumber: UU No. 33 Tahun 2004, Pasal 14-Pasal 26
Tabel 3 menunjukkan jumlah dana bagi hasil untuk seluruh kabupaten/kota dan
seluruh provinsi di Indonesia. Dana bagi hasil dari pajak baik di tingkat
kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi selalu mengalami kenaikan dan lebih besar
dari dana bagi hasil dari sumber daya alam. Secara keseluruhan dana dari sumber ini
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun sekitar 1 sampai 6 persen.
Tabel 3: Dana Bagi Hasil di Indonesia, 2006-2008 (miliar Rp)
Keterangan 2006 2007 2008
1. Seluruh Kabupaten/Kota (2+3) 41.149 41.807 43.628
2. Dana Bagi Hasil dari Pajak 22.441 21.908 25.628
3. Dana Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam 18.708 19.899 18.171
4. Seluruh Provinsi (5+6) 19.063 19.259 21.067
5. Dana Bagi Hasil dari Pajak 10.281 12.613 13.567
6. Dana Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam 8.782 6.646 7.500
7. Dana Bagi Hasil Indonesia (1+4) 60.212 61.066 64.695
8. Kenaikan per tahun untuk Indonesia - 1,42% 5,94%
(ii) Dana Alokasi Umum. Jumlah DAU keseluruhan ditentukan sekurang-kurangnya 26
persen dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jumlah ini adalah untuk seluruh provinsi
dan seluruh kabupaten/kota. Dasar untuk menentukan berapa jumlah DAU yang
diterima oleh satu daerah (provinsi, kabupaten/kota) adalah apa yang disebut celah
fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal, sedangkan alokasi dasar dihitung
berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk
melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara
berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi,
produk domestik regional bruto per kapita, dan indeks pembangunan manusia.
Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD
dan dana bagi hasil.
Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan
rasio kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. DAU atas dasar celah fiskal
untuk satu daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah provinsi yang
bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi. Bobot daerah provinsi
merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang bersangkutan dan
total celah fiskal seluruh daerah provinsi. Perhitungan yang sama berlaku juga untuk
daerah kabupaten/kota.
Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol (kebutuhan fiskalnya =
kapasitas fiskalnya) menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki
nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar
menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah fiskal. Daerah yang
memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari
alokasi dasar tidak menerima DAU.
Kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal dihitung dengan memakai data yang diperoleh
dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang
menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Pemerintah merumuskan
formula dan penghitungan DAU dengan memperhatikan pertimbangan dewan yang
bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah.
Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengn
Keputusan Presiden dan disalurkan setiap bulan sebelum bulan bersangkutan, masing-
masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU daerah yang bersangkutan. Data
DAU untuk seluruh provinsi dan seluruh kabupaten/kota disajikan pada tabel berikut:
Sumber Pinjaman.
Pinjaman daerah dapat bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lain,
lembaga keuangan bank dan non bank, serta masyarakat.
Pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah pusat dananya bisa dari dalam
negeri atau dari luar negeri. Pinjaman pemerintah pusat yang dananya berasal dari luar negeri
dapat dinyatakan dalam mata uang rupiah atau mata uang asing melalui perjanjian penerusan
pinjaman kepada pemerintah daerah antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah yang
bersangkutan. Pinjaman daerah yang berasal dari pemerintah daerah lainnya, lembaga
keuangan bank dan bukan bank dapat dilaksanakan berdasarkan kesepakatan ke dua belah
pihak, sedangkan yang bersumber dari masyarakat berupa obligasi daerah diterbitkan melalui
pasar modal.
Persyaratan Pinjaman.
Pemerintah daerah yang ingin mendapatkan pinjaman harus memperhatikan beberapa
ketentuan dan persyaratan, yakni:
1. Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah, serta pinjaman dari pihak lain tidak boleh
dipakai sebagai jaminan;
2. Pemerintah daerah yang bersangkutan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian
pinjaman yang berasal dari pemerintah pusat.
3. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi
75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
4. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh
pemerintah pusat; dan Obligasi Daerah. Pemerintah daerah dapat menerbitkan obligasi
daerah dalam mata uang rupiah di pasar modal domestik yang nilai nominalnya pada saat
jatuh tempo sama dengan nilai nominalnya pada saat diterbitkan. Proyek yang dibiayai dari
obligasi daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat
dijadikan jaminan untuk obligasi daerah yang akan dikeluarkan. Pemerintah pusat tidak
menjamin obligasi daerah.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik oleh penulis berdasarkan pembahasan di atas adalah
sebagai berikut:
3.1.1. Kebijakan otonomi daerah yang bertujuan untuk pemberdayaan kapasitas
daerah akan memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengembangkan dan
meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian
daerah akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan
rakyat di daerah.
3.1.2. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan
subsistem keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas di antara kedua
tingkat pemerintahan. Pemberian sumber keuangan Negara kepada pemerintahan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas
oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan memperlihatkan stabilitas
dan keseimbangan fiskal.
3.1.3. Pembiayaan daerah adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah daerah, baik
penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali,
yang dalam penganggaran pemerintah daerah terutama dimaksudkan untuk menutup
defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain
dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan
antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian
pinjaman kepada entitas lain dan penyertaan modal oleh pemerintah daerah.
3.1.4. Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan
daerah dan pembiayaan. Pendapatan suatu daerah terdiri dari pendapatan asli daerah,
dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan, sedangkan pembiayaannya bisa
bersumber dari: sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah,
dana cadangan daerah, dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
3.1.5. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan pemerintah
daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak
lain sehingga pemerintah daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar
kembali. Pinjaman daerah dapat bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah
lain, lembaga keuangan bank dan non bank, serta masyarakat. Pinjaman daerah dapat
berupa pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA