PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian campak yaitu umur, status
1
campak berhasil menurunkan 15,6 juta (75%) kematian akibat campak di
virus terjadi melalui droplet besar dari saluran nafas, namun ada juga yang
menular melalui droplet kecil lewat udara yang dihirup. Orang yang
pernah kontak dengan penderita lain biasanya tertular setelah 14-15 hari
dari virus tersebut masuk (Setiawan, 2008). Masuknya virus campak pada
dapat mengakibatkan KLB yang berat dengan angka kematian yang tinggi.
kematian pada anak usia dibawah lima tahun disebabkan oleh campak.3
cukup tinggi. Dari profil kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2010
penduduk. Sedangkan CFR pada KLB campak pada tahun 2010 adalah
0,233.3
2
Menurut Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
B. Permasalahan
Bintan pada tahun 2017 sebanyak 26 kasus dan tergolong dalam Kejadian
Luar Biasa.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
3
c. Diketahuinya hubungan riwayat kontak dengan kejadian campak di
2017.
D. Manfaat
1. Bagi Puskesmas
A.
4
d. Sebagai media komunikasi, informasi dan edukasi tentang Penyakit
campak.
E. Sasaran
Kabupaten Bintan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
5
Campak adalah suatu penyakit akut yang sangat menular, disebabkan
oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. ditandai oleh tiga
dengan enantem ( bercak koplik ) pada mukosa bukkal dan faring, demam
semakin berat; dan (3) stadium akhir dengan ruam macular yang muncul
berturut turut pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki yang disertai
oleg virus moblili, 90 % anak yang tidak kebal akan terserang peyakit
campak.2
Di seluruh dunia diperkirakan terjadi penurunan 56% kasus campak
yang dilaporkan yaitu 852.937 kasus pada tahun 2000 menjadi 373.421
kasus pada tahun 2006. Sejak vaksinasi campak diberikan secara luas,
Amerika Serikat telah memiliki 118 kasus campak sejauh tahun ini. Dari
menduduki tempat ke-5 dalam urutan macam penyakit utama pada bayi
(0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak
6
Kejadian luar biasa morbili lebih sering terjadi di daerah pedesaan
terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun
menjadi 174, namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5%
Walaupun kadar antibodi ibu secara umum tidak dapat dideteksi pada bayi
dengan uji yang biasa dilakukan sesudah umur 9 bulan, beberapa proteksi
Walau cakupan imunisasi cukup tinggi, KLB campak mungkin saja masih
7
Virus berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama
masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus
35C, dan beberapa hari pada suhu 0C. Virus tidak aktif pada pH rendah.
D. CARA PENULARAN 7
Campak menyebar melalui respirasi (kontak dengan cairan dari hidung
orang yang terinfeksi dan mulut, baik secara langsung atau melalui
menularkan penyakit dari saat sebelum gejala timbul sampai empat hari
E. PATOGENESIS 7
Hari Manifestasi
multipikasi virus.
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi
8
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk
saluran nafas
9
Gambar 1. Patogenesis campak
F. ANAMNESIS 6
1. Adanya demam tinggi terus menerus 38,5C atau lebih disertai batuk,
pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila terkena cahaya
meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat itu anak mulai
10
3. Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga
G. PEMERIKSAAN FISIK 6
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari terdiri dari 3
stadium:
bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut
ekstremitas.
3. Stadium penyembuhan (konvalesen): setelah 3 hari ruam berangsur-
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 6
11
Pemeriksaan untuk komplikasi :
I. DIAGNOSIS 6
Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodromal, sel
J. DIFERENSIAL DIAGNOSIS 2
Diagnosis banding penyakit campak yang perlu dipertimbangkan
adalah:
1. Rubella (Campak Jerman), terdapat pembesaran kelenjar getah
DHF.
3. Varisella (cacar air), ditemukan vesikula atau gelembung berisi
cairan.
12
4. Alergi obat, kemerahan di tubuh setelah minum obat/ disuntik,
serta gatal-gatal.
5. Miliaria atau keringat buntet : gatal-gatal, bintik kemerahan..
6. Eksantema subitum (campak mini) karena sangat mirip,
adanyabercak koplik.
K. KOMPLIKASI 2,5,6
terjadi pada anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa usia >20 tahun.
imun defisiensi (HIV), campak dapat menjadi lebih berat atau fatal.
2. Enteritis
3. Konjungtivitis
4. Laringitis akut
5. Bronkopneumonia
6. Ensefalitis
7. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
8. Otitis media
L. PENATALAKSANAAN 2,5,6
13
Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat map.
komplikasi.
3. Indikasi rawat : hiperpireksia (suhu > 39C), dehidrasi, kejang,
14
sulfametokzasol (TMP 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis)
d. Ensefalopati,
1) Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena
tappering off).
3) Jumlah cairan dikurangi menjadi kebutuhan serta koreksi
gangguan elektrolit.
M. PENCEGAHAN 1,7
dari darah.
Imunisasi tambahan MMR , vaksin MMR (Mumps Measles
15
disuntikkan untuk imunisasi melawan campak (measles),
atas :
a. Pengobatan pasien campak dengan memberikan vitamin A.
b. Imunisasi campak :
1) PPI : diberikan pada umur 9 bulan, Imunisasi campak dapat
Nasional.
3) Catch up immunization, diberikan pada anak sekolah dasar
kelas 1-6
c. Surveilans
N. PROGNOSIS 5,6
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi
prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita
16
Biasanya sembuh dalam 7-10 hari setelah timbul ruam. Bila ada
17
d. Dinegara berkembang, CFR campak masih tinggi. Apabila vaksin
yang paling
luasnya epidemik
Cara Perhitungan :
2) Case
Attack Fatality
Rate = JumlahRatekasus
(CFR)campak pada kelompok umur x 100 %
Cara perhitungan Case Fatality
Jumlah Populasi Rate(kelompok
at risk yaitu : umur tersebut)
AR Tak Imunisasi
18
BAB III
METODE PENELITIAN
(Sumantri, 2011).
(Carol,2007).
19
penelitian yang akan dilakukan. Dari uraian di atas dapat dibuat skema
sebagai berikut.
Independen
Status GIzi
Riwayat Kontak
Riwayat Imunisasi
20
Lokasi penelitian dilaksanakan di Tirta Madu
3.3.2. Waktu
Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal Maret 2017
3.4. Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Dengan wawancara menggunakan kuesioner untuk mendapatkan
pengetahuan orangtua.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh bedasarkan laporan dari kader posyandu di
daerah Tirta Madu. dan data yang diperoleh dari sumber langsung
dengan mudah dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan dan
dianalisis.
Cleaning ( pembersihan data )
Cleaning adalah membuang data yang sudah tidak terpakai lagi.
21
BAB IV
PROFIL PUSKESMAS
376 KM2 yang secara umum terdiri dari daerah daratan dan sebagian
dan 3 RW.
Adapun batas-batas wilayah adalah sebagai berikut:
a. Di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Sebong
b. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bintan Timur
c. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Toapaya
d. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tambelan
4.2 SARANA KESEHATAN
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas
penting.
22
Adapun jumlah sarana kesehatan menurut kepemilikan (Pemkab
Kijang Tahun 2016 sebanyak 14 orang yang terdiri dari 1 orang dokter
23
5. Jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat dan Sanitasi
Jumlah tenaga kesehatan masyarakat di UPTD Puskesmas Kawal
lulusan SPPH.
hewani
Telp. 0771-7000658
24
BAB V
status gizi, riwayat kontak, sanitasi rumah tinggal, status imunisasi, tingkat
balita yang mengalami campak sebagai kasus dan 76 balita yang tidak
Tabel 1
Gambar 1
25
Dari data diatas tampak bahwa sebagian besar sampel adalah anak dengan
Tabel 2
26
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa sampel dengan gizi baik memiliki
frekuensi lebih banyak sejumlah 84 sampel dan sampel dengan gizi kurang
sejumlah 16 sampel.
confidence interval CI : 0,024 < 0,714 < 0,818 dan nilai P = 0,008
gizi baik.
4.1.3. Pembahasan
27
5.2. Hasil Penelitian Hubungan Riwayat Kontak dengan Kejadian Campak
5.2.1. Riwayat Kontak
Distribusi responden bedasarkan riwayat kontak seperti terlihat pada
Tabel 5.1 berikut: Tabel 5.1 Distribusi riwayat kontak Di Tirta
Madu Kecamatan Gunung Kijang Januari-Maret 2017
No Riwayat kontak Frekuensi Persentase (%)
1 Pernah 18 81,8
2 Tidak pernah 4 18,2
Jumlah 22 100
Berdasarkan data diatas terdapat 81,8% yang sudah pernah kontak dengan
penderita campak lain.
5.2.2. Penyakit Campak
Distribusi anak yang menderita penyakit seperti terlihat pada Tabel 5.4
berikut:
Tabel 5.4 Distribusi Penyakit Campak Pada Anak Di Tirta Madu
Kecamatan Gunung Kijang Januari-Maret 2017
No Penyakit Campak Frekuensi Persentase (%)
1 Sakit 17 77,3
2 Tidak sakit 5 22,7
Jumlah 22 100
28
Dari data diatas didapatkan yang mengalami campak sebanyak 17 balita.
29
Hasil uji Chi Square didapatkan nilai p=0,001 <=0,05 maka Ho ditolak,
dengan ada hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian campak pada
balita di Tirta Madu Tahun 2017. Diperoleh juga nilai odds ratio sebesar
0,056 dengan (CI 95% = 0,008 s.d 0,373) yang berarti balita yang ada
riwayat kontak memiliki kemungkinan 0,056 kali lebih tinggi berisiko
terkena campak dibandingkan dengan balita yang tidak ada riwayat
kontak. Pada penelitian mini project ini peneliti bertujuan membuktikan
adakah hubungan antara salah satu resiko terjadinya campak yaitu riwayat
kontak pada kasus KLB campak di Tirta Madu pada perode bulan januari-
maret tahun 2017. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Mujiati (2015)
yang menunjukkan adanya hubungan antara riwayat kontak dengan
kejadian campak dengan nilai OR sebesar 3,7 ((95% CI=1,199 s.d 11,545).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang terkena campak lebih
banyak pada balita yang ada riwayat kontak (81,8%). Sebagian besar balita
terkena campak disebabkan karena tertular teman bermainnya di
lingkungan rumah. Hal ini disebabkan karena kebanyakan orang tua balita
belum mengetahui gejala awal dari penyakit campak sehingga masih
banyak anak bersekolah diawal gejala campak seperti suhu badan
meningkat, batuk, pilek dikira sakit demam biasa. Sebagian juga ada yang
tertular teman tetangganya bahkan penderita campak yang tinggal serumah
karena ada rumah yang memang dititipkan anak-anak yang dijaga oleh
seorang Ibu. Hal ini menunjukkan bahwa saat berada di rumah anak
mereka tanpa sengaja kontak dengan penderita campak.
Hasil penelitian Mujiati (2015) menunjukkan adanya hubungan antara
kepadatan hunian dengan kejadian campak. Kepadatan hunian merupakan
persemaian subur bagi virus. Virus campak sangat mudah menular,
lingkungan merupakan salah satu faktor penularan penyakit campak.
Kondisi rumah yang ditempati oleh banyak penghuni atau dengan
kepadatan tinggi akan lebih memudahkan terjadinya penularan virus
campak. Penderita campak dapat tertular oleh penderita yang tinggal
serumah. Apalagi yang rumahnya berpenghuni padat, anaknya bisa tertular
campak dengan cepat.
30
Balita pada kelompok kasus yang ada riwayat kontak disebabkan karena
pernah bermain/bergaul dengan penderita campak lain. Ibu balita kurang
memperhatikan anaknya bermain/bergaul dengan penderita campak lain.
Penderita kebanyakan tertular oleh teman tetangganya bahkan ada yang
kontak dengan penderita campak yang tinggal serumahnya. Hal ini
menunjukkan bahwa saat berada di rumah anak mereka tanpa sengaja
kontak dengan penderita campak. Sedangkan pada kelompok balita yang
pernah riwayat kontak namun tidak terkena campak bisa disebabkan
karena sudah mendapatkan imunisasi maupun ASI eksklusif atau sudah
pernah menderita campak sebelumnya atau faktor resiko yang lain..
Menurut Chin (2006) masa inkubasi sekitar 10 hari sampai timbulnya
demam sekitar 14 hari. Penderita tertular campak setelah bermain/bergaul
dengan penderita campak dalam waktu minimal 14 hari. Setelah 14 hari
bermain/bergaul dengan penderita campak lain, penderita akan baru
muncul tanda tanda penyakit campak.
Cara untuk mencegah agar tidak tertular oleh penderita campak lain
dengan cara menggunakan alat pelindung diri seperti masker. Hal ini
disebabkan karena penularan penyakit campak melalui penularan melalui
udara (airborne disease). Penderita campak sebaiknya diisolasi atau tidak
boleh keluar rumah atau bermain/bergaul dengan orang lain sampai
sembuh agar tidak menularkan ke orang lain.
31
6.1.1 Tingkat Pengetahuan
Distribusi responden bedasarkan tingkat pengetahuan seperti
terlihat pada Tabel 6.1 berikut:
80 77.3
60
40
22.7
20
0
baik
kurang
tingkat pengetahuan
Dari data diatas tampak bahwa sebagian besar sampel adalah orangtua
dengan tingkat pengetahuan kurang yaitu sebesar 77,3%.
Distribusi anak yang menderita penyakit seperti terlihat pada Tabel 6.2
berikut:
32
No Penyakit Campak Frekuensi Persentase (%)
1 Sakit 15 68,2
2 Tidak sakit 7 31,8
Jumlah 22 100
Kejadian Campak
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Sakit
Tidak sakit
33
No. Tingkat Kejadian campak Total P-
Pengetahuan Value
Tidak Sakit
sakit
f % F % n %
Total 7 15 22 100
34
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pangalo (2010), tingkat pengetahuan yang tinggi lebih mengetahui,
memahami dan patuh dengan apa yang menjadi tanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan anak yaitu dengan mengimunisasikan anaknya
sesuai jadwal yang ditentukan. Demi tahap tumbuh-kembang anak yang
optimal dan terhindar dari penyakit, dapat dicegah dengan imunisasi.
35
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Status gizi anak di Tirta Madu tergolong baik dengan prevalensi 84%
gizi baik dan 16 % gizi kurang.
6.1.2 Dari 100 sampel anak didapatkan 24 anak dengan riwayat campak
dimana seluruh anak yang terkena campak memiliki status gizi baik.
6.1.3 Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian campak pada anak di
Tirta Madu ( nilai p=0,008)
6.1.4 Riwayat kontak di Tirta Madu pada kasus pernah kontak dengan
penderita campak lain sebanyak (81,2%)
6.1.5 Kejadian campak pada balita di Tirat Madu yang mengalami campak
sebanyak 17 balita.
6.1.6 Ada hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian campak pada
balita di Tirta Madu ( nilai p=0,001).
6.1.7 Tingkat pengetahuan orangtua dengan pengetahuan kurang pada balita
yang mengalami campak di Tirta Madu sebesar (88,2%)
6.1.8 Kejadian campak pada balita di Tirta Madu pada oranngtua dengan
tingkat pengetahuan kurang sebanyak 15 balita.
6.1.9 Ada hubungan antara timgkat pengetahuan orangtua dengan kejadian
campak pada balita di Tirta Madu (nilai p=0,002)
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Puskesmas Kawal
Pada KLB campak ini intervensi yang sudah dilakukan Puskesmas
Kawal sudah berjalan dengan baik dengan secara cepat menanggapi
laporan campak melakukan kegiatan imunisasi, pemberian vitamin
A. Adapun saran lain bisa menjadi bahan masukan yaitu usaha
untuk terus memberikan promosi kesehatan berupa penyuluhan
terutama mengenai diagnosa dini penyakit, cara penularan penyakit
campak dan pencegahannnya untuk menurunkan kejadian campak
pada tahun berikutnya melalui pendekatan dengan bantuan lintas
sektoral misalnya tokoh masyarakat contohnya kepala barak di Tirta
36
Madu yang merupakan sosok kepercayaan masyarakat disana.
Kemudian rajin menyarankan untuk mencuci tangan dan
membagikan masker gratis untuk mencegah penularan penyakit.
Peneliti menyadari sangat banyak kendala yang dihadapi mulai dari
segi komunikasi yang sulit, keterbukaan masyarakat terhadap
petugas dan masalah lainnya yang sudah dialami pada saat
melakukan penelitian ini.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
Mujiati, E. 2015. Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Anak Usia
1-14 Tahun Di Kecamatan Metro Pusat Provinsi Lampung Tahun
2013-2014. [Skripsi]. Sriwijaya: Universitas Sriwijaya.
Momomuat, S, dkk. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Pentingnya Imunisasi Campak dengan Kepatuhan
Melaksanakan Imunisasi di Puskesmas Kawangkoan.
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak vol 2. Jakarta. EGC : 2000
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nugrahaeni, DK. 2012. Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta: EGC.
Pangalo P, (2010). Hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan
pemberian imunisasi bayi di Posyandu wilayah kerja Puskesmas
Kepulauan Talaud.
Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds)
Nelson Textbook of Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-
Shoin/Saunders. p.743
Poorwo, Sumarno S. dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis anak.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia Cetakan kedua.
Jakarta: 2010.
Pudjiadi, Antonius H, dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan
Dokter Anak Indonesia Jilid 1. Jakarta : 2010
Rahmayanti, LM. Hubungan Status Imunisasi Campak Dan Perilaku
Pencegahan Penyakit Campak Dengan Kejadian Campak Pada Bayi
Dan Balita Di Puskesmas Kabupaten Bantul Tahun 2013-2014.
[Skripsi]. Yogyakarta: STIKES Yogyakarta.
Roslaini, 2014. Tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi campak
pada bayi di Puskesmas Padang Bulan Medan
Setiawan, IM. 2008. Penyakit Campak. Jakarta: IKAPI.
Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh,
dkk. (ed) Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal. 105
39
Timmreck. TC. 2003. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi 2.
Jakarta: EGC.
WHO. 2015. Measles Cased Reported By Country 2015 (online).
Dari http// apps.who. Into/gho/diakses 22 maret 2016.
Widagdo. 2012, Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan
Demam. Jakarta: IKAPI
www.health.nsw.gov.au/resources/publichealth/infectious/diseases/m
easles_contact_factsheet_pdf.asp
40
Lampiran
41
42