Anda di halaman 1dari 11

Tinjauan Pustaka

Apendisitis Akut et causa Statis Feses


Cindy Feliciana
102013127 | A7

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat korespondensi:
cindy.feli@yahoo.com

Pendahuluan
Setiap hari manusia pasti membutuhkan makanan, bahkan tidak ada makhluk hidup yang
dapat bertahan tanpa makanan. Namun, ada kalanya dikarenakan faktor eksogen maupun endogen
dapat menyebabkan gangguan pada proses digesti kita misalnya konsumsi makanan yang kurang serat
/ kurang mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. Hal inilah merupakan salah satu penyebab
yang membuat nyeri di abdomen. Nyeri di bagian kanan abdomen biasanya disebabkan oleh
apendisitis atau yang dikenal sebagai usus buntu. Appendicitis ialah peradangan appendix
vermiformis. Apendisitis dengan mula gejala akut yang memerlukan pembedahan cepat dan biasanya
ditandai dengan nyeri pada kuadran abdomen kanan bawah, nyeri lepas alih, spasme otot yang ada
diatasnya dan hiperestesi kulit. Bentuk apendisitis umum yang disertai dengan obstruksi lumen,
biasanya oleh fekalit.1
Skenario
Seorang perempuan berusia 35 tahun diantar oleh keluarganya ke UGD RS dengan keluhan
nyeri hebat pada perut kanan bawahnya sejak 6 jam yang lalu. Pasien mengeluh sejak 3 hari yang
lalu, ulu hati nya terasa hati disertai mual, akan tetapi keluhan tersebut tidak berkurang setelah pasien
mengkonsumsi obat maag.

Anamnesis
Anamnesis merupakan sebuah proses wawancara antara dokter terhadap pasien yang disertai
dengan empati agar dapat terjalin hubungan yang terbuka dan rasa percaya dari pasien terhadap
dokter.2 Setelah melakukan anamnesis didapatkan hasil anamnesis sebagai berikut:

1
Usia : 35 tahun
Keluhan Utama : Nyeri hebat pada perut kanan bawahnya sejak 6 jam yang lalu
Keluhan penyerta : Sakit pada ulu hati disertai mual sejak 3 hari yang lalu
Riwayat penyakit dahulu :Apakah ibu pernah mengalami seperti ini sebelumnya?
Apakah ibu pernah dilakukan tindakan bedah sebelumnya?
Riwayat penyakit sekarang : Kapan nyerinya mulai muncul? Sudah berapa lama?
Nyerinya kolik/ hilang timbul atau persisten/ terus menerus?
Lokasi nyerinya dimana? Apakah terlokalisasi/tajam atau
tumpul? Apakah ada faktor pemberat?
Riwayat penyakit keluarga : Adakah keluarga bapak yang mengalami hal yang serupa
seperti bapak?
Pengobatan lain yang dilakukan : Obat maag, akan tetapi keluhan tersebut tidak berkurang

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang telah dilakukan tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada
demam, sakit sedang, pada palpasi nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, pada perkusi terdapat
nyeri ketuk.

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis berdasarkan klinis, namun sel darah putih (hampir selalu leukositosis) dan CRP (biasanya
meningkat) sangat membantu. Ultrasonografi / USG untuk massa apendiks dan jika masih ada
keraguan untuk menyingkirkan kelainan pelvis lainnya (misalnya kista ovarium). Laparoskopi
biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan apendisektomi pada
wanita muda. CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau di mana penyebab lain masih mungkin. 3
Pada skenario yang saya dapat diketahui pasien dengan:
Leukosit :13.000
Ht : 40%
Trombosit : 200.000
LED : 30 mm/jam

Diferential Diagnosis
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

2
Kehamilan ektopik ialah setiap kehamilan yang terjadi di luar rongga rahim. Sembilan puluh
lima persen dari semua kehamilan ektopik terjadi di tuba uterinae dengan 5% berupa kehamilan
abdomen atau kehamilan di ovarium. Kehamilan heterotopik, yang digambarkan sebagai kehamilan
ektopik yang disertai kehamilan intrauterus secara bersamaan, dapat juga terjadi.
Gejala klinis yang dijumpai pada lima puluh persen pasien yaitu nyeri pelvik atau abdomen,
perode haid yang terlewatkan yang disertai dengan perdarahan abnormal pervaginam. Pada
pemeriksaan panggul terlihat massa adneksa yang nyeri bila ditekan. Bila timbul nyeri panggul
biasanya bersifat unilateral, hebat dan timbul mendadak, meskipun mungkin terdapat variabilitas
yang bermakna dalam hal kualitas,intensitas, durasi, dan lokasi. Hingga sepuluh persen pasien yang
dijumpai dengan kehamilan ektopik datang tanpa keluhan nyeri. Nyeri tekan adneksa ditemukan pada
Sembilan puluh enam kasus, dan mungkin juga dapat disertai nyeri goyang serviks. Uterus berukuran
normal pada tujuh puluh satu persen kasus. Keberadaan massa adneksa yang dapat teraba atau rasa
penuh yang disertai dengan nyeri tekan ditemukan pada dua pertiga pasien, tetapi tidak adanya kedua
hal tersebut tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.
Temuan ultrasonografi (USG) pada kehamilan ektopik ( terdapat satu atau lebih temuan) yaitu
rahim yang kosong, reaksi desidua atau kantong pseudogestasi, cairan bebas dalam rongga buntu,
massa kistik atau adneksa di kompleks, embrio hidup yang terlihat di adneks.4

Divertikulitis
Divertikulitis adalah radang akut dalam divertikel tanpa atau dengan perforasi. Biasanya
radang disebabkan oleh retensi feses di dalamnya. Tekanan tinggi di dalam sigmoid yang berperan
pada terjadinya divertikel juga berperan pada retensi isi usus di dalam divertikel. Perforasi akibat
divertikulitis menyebabkan perdivertikulitis terbatas, abses, atau peritonitis umum. Abses mungkin
mengalami resorpsi atau meluas menjadi besar. Kadang abses menembus ke rongga peritoneum yang
menyebabkan peritonitis umum dalam lumen usus atau lumen kandung kemih. Mungkin juga abses
menembus ke dalam lumen menyebabkan fistel intern ke usus atau kandung kemih. Obstruksi kronik
dapat timbul karena fibrosis.
Gejala klinis peritonitis local pada divertikulitis mirip apendisitis akut, tetapi tempatnya
berbeda. Serangan akut berupa nyeri local kiri bawah atau suprapubik. Sering terjadi konstipasi atau
diare. Gejala mual atau muntah bergantung pada lokasi dan hebatnya serangan. Selain itu, ditemukan

3
demam sedang, distensi perut sedang, massa di daerah pelvis atau kiri bawah, mungkin disertai
rangsangan peritoneal, dan leukositosis sedang.5

Adnexitis
Adnexitis ialah inflamasi dari ovarium dan tuba falopi, biasanya disebabkan oleh infeksi. Hal
ini dapat terjadi karena bacteria masuk ke dalam tubuh melalui vagina dan uterus (sering setelah
operasi atau alat kontrasepsi lainnya). Meskipun jarang ditemui, adnexitis bisa juga timbul karena
invasi bacteria melalui aliran darah atau sistem limfatik.
Pada adnexitis atau salpingo-ooforitis biasanya terdapat demam, nyeri bilateral, dan nyeri
tekan di bagian bawah abdomen. Adnexitis ditandai dengan nyeri, pembengkakan, dan peradangan
pada ovarium dan tuba falopi. ligamen dari uterus juga mungkin terlibat. Jika tidak diobati, adnexitis
bisa menyebabkan kemandulan. Kondisi ini bahkan dapat menyebabkan pembentukan tumor dan
kanker, sehingga perawatan yang cepat sangat penting.6

Working Diagnosis
Apendisitis Akut
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15 cm),
dn berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun
demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya
berperan pada patogenesis apendisitis.5
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa.8
Etiologi

4
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus di
samping hiperplasia jaringan limf, fekalit (faex = tinja, lithos = batu), tumor apendiks, dan cacing
askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica.5

Epidemiologi
Peneiltian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal,
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.
Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Namun,
dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makan berserat dalam menu sehari-hari.5

Patofisiologi
Apendiks vermifornis merupakan sisa apeks sekum yang belum diketahui fungsinya pada
manusia. Struktur ini berupa tabung yang panjang, sempit (sekitar 6 sampai 9 cm), dan mengandung
arteria apendikularis yang merupakan suatu arteria terminalis (end-artery).
Pada posisi yang lazim, apendiks terletak pada dinding abdomen di bawah titik McBurney.
Titik McBurney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke umbilicus. Titik
tengah garis ini merupakan tempat pangkal apendiks.
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut.
Patogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi lumen, yang biasanya disebabkan oleh fekalit
(feses keras yang terutama disebabkan oleh serat). Penyumbatan pengeluaran sekret mukus
mengakibatkan terjadinya pembengkakan, infeksi, dan ulserasi. Peningkatan tekanan intraluminal
dapat menyebabkan terjadinya oklusi arteria terminalis (end-artery) apendikularis.7 Bila sekresi
mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena,
edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.

5
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu
pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan
apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah.8

Gejala Klinis
Gejala klinis yang umumnya dialami oleh penderita ialah nyeri tumpul di daerah
periumbilikal, epigastrik atau difus yang dalam beberapa jam menyebar ke titik McBurney pada
kuadran kanan bawah, dan sifat nyeri tersebut berubah dari tumpul menjadi tajam begitu lapisan
peritoneum disekitarnya meradang. Tanda-tanda peritoneal, yang mencangkup perubahan posisi yang
dilakukan secara tidak sadar untuk menjaga kuadran kanan bawah perut dari rangsangan, rigiditas dan
nyeri tekan yang difus pada perkusi dapat mengindikasikan perforasi.
Bila nyeri lebih dari tujuh puluh dua jam, maka kecil kemungkinan nyeri itu disebabkan oleh
apendisitis. Gejala penyerta yang meningkatkan kemungkinan apendisitis adalah anorexia atau mual
dan muntah yang mengikuti serangan nyeri abdomen. Gejala penyerta yang jarang dan kurang
spesifik seperti demam, menggigil, diare, dysuria, dan peningkatan frekuensi miksi, serta konstipasi.
Konstipasi merupakan gejala yang sering dialami oleh lansia.4
Keluhan ini sering disertai mual dan muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan itu berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan
peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

6
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak
mau makan. Beberapa jam kemudian timbul mual muntah, anak menjadi lemah dan letargik. Karena
gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit di diagnosis sehingga tidak ditangani pada
waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang usia lanjut yang gejalanya sering samar-
samar saja sehingga lebih dari separuh penderita dapat didiagnosis setelah perforasi.
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu
diperhatikan pada trimester ketiga sering terjadi mual muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan
apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke
region lumbal kanan.5

Terapi
Non Medikamentosa
Setelah diagnosis apendisitis ditegakkan, maka pasien dipersiapkan untuk menjalani
pembedahan/ apendektomi, dan apendiks segera dibuang setiap saat, siang maupun malam. Bila
pembedahan dilakukan sebelum terjadi ruptur dan tanda peritonitis, perjalanan pascabedah umumnya
tanpa disertai penyulit. Pemberian antibiotic biasanya diindikasikan. Waktu pemulangan pasien
bergantung pada seberapa dini penegakkan diagnosis apendisitis, derajat inflamasi, dan penggunaan
metode bedah terbuka atau laparoskopi.
Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendektomi dikerjakan setelah enam
sampai delapan minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan
pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat
dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.5,7
Salah satu terapi non medikamentosa pada apendisitis ialah pembedahan/operasi/apendektomi
1. Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam delapan sampai dua belas jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien
diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif (obat untuk sembelit) tidak boleh
diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan
abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara
periodik. Foto abdomen dan thoraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya

7
penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah
kanan bawah dalam dua belas jam setelah timbulnya keluhan.
b. Intubasi bila perlu
c. Antibiotik
2. Operasi apendiktomi
3. Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam,
syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar,
sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi Fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam dua belas jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan.
Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan
sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum 15 ml/jam selama empat sampai lima jam lalu naikkan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak.
Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30
menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat
diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
4. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam peritonitis akut. Dengan
demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi akan
berkurang.8

Teknik Apendiktomi Mc Burney:


1. Pasien berbaring telentang dalam anestesi umum atau regional. Kemudian dilakukan tindakan asepsis
dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah.
2. Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm dan otot-otot dinding perut dibelah
secara tumpul menurut arah serabutnya, berturut-turut m.oblikus abdominis eksternus,
m.abdominis internus, m.transversus abdominis, sampai akhirnya tampak peritoneum.
3. Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi.
4. Sekum beserta apendiks diluksasi keluar.
5. Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa, dari puncak ke arah basis.
6. Semua pendarahan dirawat.
7. Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks kemudian dijahit
dengan catgut.
8. Dilakukan pemotongan apendiks apical dari jahitan tersebut
9. Punting apendiks diolesi betadin

8
10. Jahitan tabac sac disimpulkan dan punting dikuburkan dalam simpul tersebut. Mesoapendiks diikat
dengan sutera.
11. Dilakukan pemeriksaan terhdapa rongga peritoneum dan alat-alat di dalamnya, semua perdarahan
dirawat.
12. Sekum dikembalikan ke dalam abdomen
13. Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal empat kklem dan didekatkan untuk
memudahkan penutupannya. Peritoneum ini dijahit jelujur dengan chromic catgut dan otot-otot
dikembalikan.
14. Dinding perut ditutup/dijahit lapis demi lapis, fasia dengan sutera, subkutis dengan cat gut dan
akhirnya kulit dengan sutera.
15. Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.8

Medikamentosa
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman Gram negatif dan
positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastric perlu dilakukan sebelum pembedahan.5

Komplikasi
Secara garis besar komplikasi yang paling sering ditimbulkan dari apendisitis ialah perforasi,
baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan
sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.5
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup
asal perforasi. Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang
cenderung menggelembung ke arah rectum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi
antibiotic (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazole, atau klindamisin). Dengan sediaan ini
abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan enam sampai dua belas minggu
kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang
menonjol ke arah rectum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.
Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal
lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.8

Pencegahan
Makan makanan yang sehat atau makanan berserat contohnya buah-buahan dan sayur-sayuran,
hindari stress atau tidur terlalu malam sehingga mengganggu irama sirkadian.

9
Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini
sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi
komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.

Kesimpulan
Hipotesis diterima bahwa pasien perempuan 35 tahun tersebut mengalami apendisitis akut.

Daftar Pustaka
1. Hartanto YB, Nirmala WK, Ardy, dkk. Kamus saku kedokteran dorland ed.28.Jakarta:
EGC;2014.p.80-1
2. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
5th ed. Jakarta: Internal publishing; 2009.
3. Grace PA, Borley NR.At a glance ilmu bedah.Jakarta: Erlangga medical series.2007
4. Henderson SO. Kedokteran emergensi.Jakarta:EGC;2013.p.150,189,190-1
5. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah ed.2.Jakarta:EGC;2005.p.639,640-
1,644,650-1
6. Cichoke AJ. The complete book of enzyme therapy.US:Library of Congress Cataloging in
Publication Data;1999.p.98

10
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi; konsep klinis proses-proses penyakit ed.6
vol.1.Jakarta:EGC;2006.p.448
8. Masjoer A, Suprohaita, Wardani WI, dkk.Kapita selekta kedokteran ed.3.Jakarta:Media
Aesculapius;2000.p.307-9,311-3

11

Anda mungkin juga menyukai