Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH :
KELOMPOK 1 KELAS B
LIES RATNA JUITA G1B013010
LULU SYARIFAH G1B013025
GENDHIS PUTRIZKA F A G1B013049
AULIA RATNA SARI G1B013050
KARINA PRATIWI W G1B013083
DEKA NATUL KASANAH G1B013094
WIWIN GHANI G1B013103
II. PEMBAHASAN
2. Analisis
Pada pasien harga diri rendah kronik di komunitas, penulis memberikan satu
paket tindakan keperawatan (CBT, FPE dan terapi supportif) menunjukkan hasil yang
efektif dalam meningkatkan kemampuan positif pasien. Untuk itu diperlukan
pemberian tindakan keperawatan yang berkesinambungan agar kemampuan pasien
terus meningkat maka diperlukan tindakan pencegahan tersier atau rehabilitatif.
Tindakan pencegahan tersier atau rehabilitatif dapat dilakukan di masyarakat tidak
hanya oleh tenaga kesehatan tetapi juga dengan pemberdayaan masyarakat melalui
kegiatan memberikan pemahaman, menumbuhkan kesadaran dan kepedulian
masyarakat terhadap masalah kesehatan jiwa warga.
Dalam pelaksanaan metode ini menggunakan model Precede (Predisposing,
Reinforcing, Enabling causes, Educational Diagnosis and Evaluation) merupakan
terjadinya diagnosis atau masalah kesehatan, sedangkan Proceed (Policy, Regulatory,
Organizational, Constructs in Educational and Environment Development) yaitu
menjamin program yang akan dilaksanakan akan tersedianya sumber daya, mudah
diakses, dapat diterima sesuai peraturan yang ada serta dapat dievaluasi oleh tenaga
kesehatan maupun tenaga yang berkontribusi dengan individu yang mengalami
masalah kesehatan (Green & Kreuter, 2005).
Metode dan model ini efektif karena program ini didukung oleh masyarakat,
tenaga kesehatan yang terdiri dari KKJ (Kader Kesehatan Jiwa) selain itu program ini
juga terkesan tidak mengucilkan pasien. Melainkan masyarakat dan tenaga kesehatan
di tempat tersebut menciptakan lingkungan yang nyaman demi mendukung proses
penyembuhan pasien skizokrenia tersebut. Program ini perlu dikembangkan di
wilayah lain karena di Indonesia sendiri penanggulangan penyakit skizokrenia belum
tertangani dengan baik sedangkan penderitanya terus meningkat dari tahun ke tahun.
CBT telah berhasil digunakan untuk menolong orang dengan masalah non-
klinis sampai klinis , menggunakan berbagai macam modalitas indikasi CBT
meliputi :
Depresi
Gangguan cemas meliputi, meliputi gangguan obsesif kompulsif,
agorafobia, fobia spesifik, gangguan cemes menyeluruh, gangguan stress
pasca trauma, dll
Skizofernia
Gangguan makan
Kecanduan
Hipokondriasis
Disfungsi seksual
Pengendalian kemarahan.
Saat ini, total telah dilakukan secara lengkap 21 penelitian acak terkontrol
tentang CBT untuk skizofrenia atau gangguan dalam lingkup skizofrenia (sebagai
contoh : gangguan wahana, gangguan skisoafektif).
1. Evaluasi Proses
Program terapi CBT (Cognitive Behaviour Therapy) sudah banyak
dilakukan sebagai terapi pada skizokrenia dan terapi tambahan pada
skizofren iakronik.
Program tersebut memiliki kualitas pelaksanaan yang baik karena
terapi berfokus pada perkembangan kemampuan control diri yang yang
diperlukan untuk mengubah pola pikir untuk pengolahan realitas yang
lebih efektif.Program terapi CBT (Cognitive Behaviour Therapy) dapat
mencegah kekambuhan, mengurangi gejala, memperbaiki tilikan, dan
kepatuhan pengobatan yang rendah.
Pada penelitian yang dilakukan di Bogor tepatnya di wilayah Tanah
Baru khususnya RW 06, 07 dan 10 terdapat 16 pasien menderita KKJ
menunjukan bahwa ketidakmampuan pasien dalam mengidentifikasi aspek
positif yang dimiliki dan menilai kemampuan yang dapat digunakan dari
16 pasien menjadi 3 pasien artinya 13 (81%) pasien harga diri rendah
kronik sudah mampu mengidentifikasi aspek positif dan sudah mampu
menilai kemampuan positif yang dapat digunakan. Hasil peningkatan
kemampuan pada 12 pasien (75%) sudah mampu melakukan kemampuan
yang dilatih oleh penulis maupun perawat CMHN. Pada 11 pasien (69%)
sudah mampu merubah pikiran dan perilaku negatif menjadi pikiran dan
perilaku yang positif. Berdasarkan hasil di atas menunjukkan bahwa
dengan pemberian kombinasi tindakan keperawatan spesialis dan
pemberdayaan keluarga dan kader kesehatan jiwa kemampuan positif
pasien harga diri rendah kronik menjadi meningkat.
2. Evaluasi Outcome
Program terapi CBT (Cognitive Behaviour Therapy) sesuai dalam
pelaksanaanya dan sebagian berhasil pada beberapa pasien.Program terapi
CBT (Cognitive Behaviour Therap) telah berhasil digunakan untuk
menolong orang dengan masalah klinis dan non klinis. Hasil dari evaluasi
outcome :
Terdapat penurunan tanda dan gejala kekambuhan skizokrenia
Mampu mengendalikan gejala gejala dari gangguan yang dialami.
Mampu melakukan perubahan cara berpikirnya
Peningkatan kemampuan positif yang dimiliki
3. Evaluasi Impact
Akibat dari terselenggaranya program terapi CBT (Cognitive
Behaviour Therapy) terjadi penurunan angka kesakitan (morbiditas) akibat
skizokrenia. Hasil evaluasi impact:
Meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat pasien harga
diri rendah kronik
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Skizokrenia adalah penyakit otak yang berkembang akibat ketidakseimbangan
pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia otak (Health). Gejala utama yang terjadi
pada penyakit tersebut yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau
disharmoni antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan, selain itu gejala tersebut
disertai dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada
rangsangan dari panca indera.
Proses penanganan Orang Dengan Skizokrenia (ODS) membutuhkan waktu
yang panjang dan berlangsung tahunan oleh sebab itu membutuhkan ketekunan dan
kesabaran dari keluarga. Selain itu cara atau metode yang digunakan untuk
penanganan penyakit skizokrenia ini yaitu dengan memberikan perawatan obat-obatan
antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis untuk
mencegah gejala yang timbul. Selanjutnya pengenalan dan intervensi dini berupa obat
dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan
kambuhnya penyakit semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin
kuat.
Metode pendidikan kesehatan masyarakat yang dipakai pada program
penanggulangan atau pemulihan pasien skizokrenia yaitu Cognitive Behavior Therapy
(CBT), Family Psicho Education (FPE) dan Terapisuportif. Metode tersebut pada
umumnya mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mengatasi suatu masalah
kesehatan terutama masalah skizokrenia baik secara individu, keluarga maupun
masyarakat agar terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik pada individu,
keluarga maupun masyarakat tersebut.
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu pendekatan
psikoterapi yang paling banyak diterapkan dan telah terbukti efektif dalam mengtatasi
berbagai gangguan, termasuk kecemasan dan depresi. Tujuan dari CBT ini yaitu
Membangkitkan pikiran pikiran negative/ berbahaya, Dialog internal atau bicara
sendiri (swelf-talk), interpretasi terhadap kejadian kejadian yang dialami.
Menurunnya jumlah penderita skizokrenia, terdapat penurunan tanda dan gejala
kekambuhan skizokrenia, mampu mengendalikan gejala gejala dari gangguan yang
dialami, mampu melakukan perubahan cara berpikirnya serta ada peningkatan
kemampuan positif yang dimiliki itu merupaka indicator keberhasilah program dari
metode CBT.
Terjadinya penurunan angka kesakitan (morbiditas) akibat penyakit
skizokrenia setelah terselenggaranya program terapi CBT (Cognitive Behaviour
Therapy. Program terapi CBT (Cognitive BehaviourTherap) juga telah berhasil
digunakan untuk menolong orang dengan masalah klinis dan non klinis karena
program tersebut memiliki kualitas pelaksanaan yang baik karena terapi berfokus
pada perkembangan kemampuan kontrol diri yang yang diperlukan untuk mengubah
pola piker untuk pengolahan realitas yang lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.berita.yahoo.com/di-indonesia-ada-18-ribu-penderita-gangguan-jiwa
224011109.html
Keliat, B.A., , A.P. Wiyono, dan , H. Susanti. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN
(Intermediate Course). EGC. Jakarta.2012.
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 5. Jakarta EGC