TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai
atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus,
seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh.
arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ragi tempe. Kapang
yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat
pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam
tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan
antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum, tempe berwarna putih
karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga
terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada
fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu,
yang memiliki rasa yang sedikit agak masam di bandingkan dengan tempe.
2.1.1. Kandungan Gizi Tempe
Tempe, sebagai makan dengan nilai kandungan gizi yang tinggi, sudah
lama diakui. Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia berhasil terhindar dari
disentri dan busung lapar karena tempe. Indonesia merupakan negara produsen
tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50%
dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan
10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi
tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg.
2.2.2. Manfaat Tempe
Tempe memiliki segudang manfaat yang dapat diberikan untuk tubuh. Hal
ini dikarenakan banyaknya kandungan gizi dan nutrisi esensial yang dibutuhkan
tubuh. Salah satu manfaat tempe yang paling utama adalah sebagai sumber
karbohidrat yang dapat memberikan banyak tenaga jika dikonsumsi dalam jumlah
cukup. Selain sebagai sumber karbohidrat, tempe juga memiliki beberapa manfaat
lain bagi tubuh, diantaranya adalah:
1. Protein yang terdapat dalam tempe sangat tinggi, mudah dicerna sehingga
baik untuk mengatasi diare.
2. Mengandung zat besi, flafoid yang bersifat antioksidan sehingga
menurunkan tekanan darah.
3. Mengandung superoksida desmutase yang dapat mengendalikan radikal
bebas, baik bagi penderita jantung.
4. Penanggulangan penyakit darah atau anemia. Anemia ditandai dengan
rendahnya kadar hemoglobin karena kurang tersedianya zat besi (Fe),
tembaga (Cu), Seng (Zn), protein, asam folat dan vitamin B12, di mana
unsur-unsur tersebut terkandung dalam tempe.
5. Anti infeksi. Hasil survey menunjukkan bahwa tempe mengandung
senyawa anti bakteri yang diproduksi oleh karang tempe (R. Oligosporus)
merupakan antibiotika yang bermanfaat meminimalkan kejadian infeksi.
6. Daya hipokolesterol. Kandungan asam lemak jenuh ganda pada tempe
bersifat dapat menurunkan kadar kolesterol.
7. Memiliki sifat anti oksidan, menolak kanker.
8. Mencegah masalah gizi ganda (akibat kekurangan dan kelebihan gizi)
beserta berbagai penyakit yang menyertainya, baik infeksi maupun
degeneratif.
9. Mencegah timbulnya hipertensi.
10. Kandungan kalsiumnya yang tinggi, tempe dapat mencegah osteoporosis.
2.1.3. Bahan Baku Pembuatan Tempe
Selain dari kedelai, tempe dapat dibuat menggunakan jenis kacang-
kacangan atau umbi-umbian yang mengandung karbohidrat. Kacang-kacangan
dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan
lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat
penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam
proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti
wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam
amino tersebut. Selain kacang-kacangan, bahan baku pembuatan tempe adalah
ragi tempe yang mengandung inokulum Rhizopus oryzae atau Rhizopus
oligosporus. Inokulum tempe juga dapat didapatkan dari laru tempe.
Dalam pembuatan tempe dikenal beberapa macam ragi atau laru tempe
yang digunakan dalam proses fermentasi agar dihasilkan tempe dengan kualitas
tinggi. Secara tradisional para pengrajin membuat laru tempe dengan
menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe tersebut di iris-iris tipis,
dikeringkan, digiling menjadi bubuk halus dan hasilnya digunakan sebagai bahan
inokulum dalam proses fermentasi. Dalam prakteknya terjadi kesulitan
memperoleh laru daun karena laru daun tidak dapat disimpan lama dan jumlah
pemakaian sulit dipastikan. Oleh karena itu banyak pengrajin tempe membeli laru
buatan berbentuk tepung yang biasa dijual di pasaran .
2.1.4. Standar SNI Tempe
Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menerbitkan standar tempe,
yakni SNI 3144:2009, tentang Tempe Kedelai. SNI ini merupakan revisi dari SNI
01 31441998, Tempe kedele. SNI 3144:2009 dirumuskan oleh Panitia Teknis
6704 Makanan dan minuman. Standar ini telah dibahas melalui rapat teknis dan
disepakati dalam rapat konsensus pada tanggal 27 November 2008 di Jakarta.
Hadir dalam rapat tersebut wakil dari konsumen, produsen, lembaga pengujian,
Lembaga IPTEK, dan instansi terkait lainnya. SNI 3144:2009 menetapkan
mengenai syarat mutu tempe kedelai. Sesuai dengan standar tersebut, syarat mutu
tempe kedelai, dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 2.1. Syarat Mutu Tempe Menurut SNI 3144:2009
NO KRITERIA UJI SATUAN PERSYARATAN
1. Keadaan
1.1. Bau - Normal,khas
1.2. Warna - Normal
1.3. Rasa - Normal
2. Kadar Air (b/b) % Maks. 65
3. Kadar Abu (b/b) % Maks. 1,5
4. Kadar Lemak (/b) % Min. 10
5. Kadar Protein % Min. 16
(Nx6,25) (b/b)
6. Kadar Serat Kasar % Maks. 2,5
(b/b)
7. Cemaran Logam
7.1. Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2
7.2. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,25
7.3. Timah (Sn) mg/kg Maks. 40
7.4. Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,003
8. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,25
9. Cemaran Mikroba
9.1. Bakteri Coliform APM/KG Maks. 10
9.2. Salmonella Sp. - Negatif/25g
2.3. Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi
produk tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba.
Produk-produk tersebut biasanya dimanfatkan sebagai minuman atau makanan.
Fermentasi suatu cara telah dikenal dan digunakan sejak lama sejak jaman kuno.
Sebagai suatu proses fermentasi memerlukan ikroba sebagai inokulum, tempat
(wadah) untuk menjamin proses fermentasi berlangsung dengan optimal, dan
substrat sebagai tempat tumbuh (medium) dan sumber nutrisi bagi mikroba.
Bahan baku energi yang paling banyak digunakan oleh mikroorganisme
adalah glukosa. Atau adanya oksigen beberapa mikroorganisme mencerna glukosa
dan menghasilkan air, karbondioksida, dan sejumlah besar energi (ATP) yang
digunakan untuk tumbuh. Ini adalah metabolisme tipe aerobik. Akan tetapi
beberapa mikroorganisme dapat mencerna bahan baku energinya tanpa adanya
oksigen dan sebagai hasilnya bahan baku energi ini hanya sebagian yang dipecah.
Bukan air, karbondioksida, dan sejumlah besar energi yang dihasilkan, tetapi
hanya sejumlah kecil energi, karbondioksida, air, dan produk akhir metabolik
organik lain yang dihasilkan. Zat-zat produk akhir ini termasuk sejumlah besar
asam laktat, asam asetat, dan etanol, serta sejumlah kecil asam organik volatil
lainnya, alkohol dan ester dari alkohol tersebut.
2.3.1. Tahapan Pembuatan Tempe Fermentasi Tempe
Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan
ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak
mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya
nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman. Kulit biji kedelai dikupas
pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama
proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak
dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.
Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah
untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat
secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi.
Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada
air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri
asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis, asam perlu
ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini
ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-
bakteri beracun.
1. Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran
yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak
terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan
fungi. Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe
atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan
pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional),
spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka;
banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum
digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu: Penebaran inokulum pada permukaan
kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata
sebelum pembungkusan; atau
2. Inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan
beberapa lama, lalu dikeringkan.
Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam
wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat
digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan
baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe
membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik
biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk.
Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami
proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan
menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat
dilakukan pada suhu 20C37C selama 1836 jam. Waktu fermentasi yang lebih
singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu
yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun
biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.
Tempe sendiri memiliki mekanisme pembentukannya yang terdiri dari dua
tahap, yaitu tahap perkecambahan spora dan proses miselia menembus jaringan
biji kedelai. Pada perkecambahan spora, Rhizopus oligosporus berlangsung
melalui dua tahapan yang amat jelas, yaitu pembengkakan dan penonjolan keluar
tabung kecambah. Kondisi optimal perkecambahan adalah suhu 42 oC dan pH 4,0.
Beberapa senyawa karbohidrat tertentu diperlukan agar awal pembengkakan spora
ini dapat terjadi secara cepat dan tidak terlalu memakan waktu lama.
Pembengkakan tersebut diikuti dengan penonjolan keluar tabung kecambahnya,
bila tersedia sumber-sumber karbon dan nitrogen dari luar. Senyawa-senyawa
yang dapat menjadi pendorong terbaik agar terjadi proses perkecambahan adalah
asam amino prolin dan alanin, dan senyawa gula glukosa annosa dan xylose.
Sedangkan pada proses miselia menembus jaringan biji kedelai, Proses
fermentasi hifa jamur tempe dengan menembus biji kedelai yang keras itu dan
tumbuh dengan mengambil makanan dari biji kedelai. Karena penetrasi dinding
sel biji tidak rusak meskipun sisi selnya dirombak dan diambil.
Rentang kedalaman penetrasi miselia kedalam biji melalui sisi luar
kepiting biji yang cembung, dan hanya pada permukaan saja dengan sedikit
penetrasi miselia, menerobos kedalam lapisan sel melalui sela-sela dibawahnya.
Konsep tersebut didukung adanya gambar foto mikrograf dari beberapa tahapan
terganggunya sel biji kedelai oleh miselia tidak lebih dari 2 lapisan sel. Sedangkan
perubahan kimiawi seterusnya dalam biji terjadi oleh aktifitas enzim ekstraseluler
yang diproduksi/dilepas ujung miselia. Adapun faktor-faktor yang harus
diperhatikan agar fermentasi tempe berjalan dengan baik adalah:
1. Kedelai harus dipilih yang baik (tidak busuk) dan tidak kotor
2. Air harus jernih, tidak berbau dan tidak mengandung kuman penyakit
3. Cara pengerjaannya harus bersih
4. Bibit tempe (ragi tempe) harus dipilih yang masih aktif (bila diremas
membentuk butiran halus atau tidak menggumpal)
Tahapan fermentasi tempe dapat dijelaskan melalui tiga fase, yaitu:
1. Fase pertumbuhan cepat
Fase pertumbuhan cepat terjadi pada rentang waktu 0-30 jam fermentasi.
Pada fase ini, akan terjadi kenaikan kadar asam lemak bebas serta
peningkatan suhu. Jamur akan mengalami pertumbuhan dengan cepat
ditandai dengan adanya miselia pada permukaan biji-biji kacang yang
semakin banyak dan kompak.
2. Fase transisi
Fase transisi adalah fase yang paling optimal dari tahapan fermentasi
tempe. Fase ini terjadi pada rentang waktu 30-50 jam. Pada kondisi ini,
tempe yang dihasilkan sudah dapat dikonsumsi/dipasarkan. Penurunan
suhu akan terjadi, penurunan kadar asam lemak bebas, dan pertumbuhan
jamur yang mulai konstan. Aroma dan tekstur yang dihasilkan sangat baik
dan optimal, begitu pula dengan rasa khas tempenya.
3. Fase pembusukan
Fase pembusukan adalah fase dimana fermentasi berlanjut pada rentang
waktu 50-90 jam. Pada fase ini pertumbuhan bakteri pembusuk akan
meningkat, kadar asam lemak bebas meningkat, pertumbuhan jamur
menurun, dan terjadi perubahan rasa dan aroma karena degradasi protein
yang menghasilkan ammonia.
2.6. Bekatul
Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari
berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk
sebagian kecil endosperm berpati. Perolehan bekatul melalui beberapa tingkatan
dalam proses pengolahan gabah, yang mula-mula diperoleh dari beras pecah kulit
dengan hasil ikutan sekam dan dedak kasar, namun karena alat penggilingan padi
tidak memisahkan antara dedak dan bekatul maka umumnya dedak dan bekatul
bercampur menjadi satu dan disebut dedak atau bekatul saja.
Kandungan lemak bekatul yang relatif tinggi menyebabkan bekatul kurang
tahan lama, cepat berbau dan menjadi tengik. Kandungan asam lemak bebas akan
meningkat 1% setiap jam pada penyimpanan di suhu kamar 6. Reaksi ketengikan
diakibatkan oleh hidrolisis enzimatik lipase dan ketengikan oksidatif. Pada
bekatul, ketengikan terjadi akibat lipase yang menghidrolisis lemak menjadi asam
lemak dan gliserol. Asam lemak bebas dioksidasi oleh enzim lipoksigenase
menjadi bentuk peroksida, keton dan aldehid, sehingga bekatul menjadi tengik.
Ketengikan yang tinggi berpengaruh terhadap penerimaan sensoris bekatul
sebagai bahan pangan. Bekatul mempunyai sifat yang tidak menguntungkan yaitu
mudah tengik. Untuk memperoleh bekatul yang tidak tengik dan sekaligus
memperpanjang masa simpan, maka bekatul harus langsung diolah dan diberi
perlakuan yang mampu menginaktifkan enzim lipase yang menyebabkan
ketengikan. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah dengan merubah
bentuk bekatul menjadi tepung dan segera melakukan pengovenan dengan suhu
100C selama 15 menit. Bekatul (rice bran) adalah hasil samping dari pengolahan
padi yang umumnya digunakan untuk makanan ternak. Penggilingan padi
menghasilkan rendemen berupa sekam 20 %, 8% bekatul, lembaga 2%, dan beras
sosoh 70 %. Pada umumnya bekatul di Bali dimanfaatkan sebagai pakan ternak
dan jarang digunakan sebagai produk makanan, padahal nilai gizi dan potensinya
layak untuk digunakan sebagai pangan fungsional. Kabupaten Tabanan yang di
kenal sebagai lumbung beras di Bali, memiliki luas sawah 22.435 hektar dari
total 81.744 hektar sawah di Bali. Produksi padi di Kabupaten Tabanan pada
tahun 2011 adalah 210.762 ton (BPS, 2011). Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa bekatul memiliki kualitas atau nutrisi yang baik seperti
lemak, protein, serat, vitamin, mineral dan komponen bioaktif (antioksidan).
Komponen kimia bekatul terdiri dari protein 11,8-13,0%, lemak 10,1-12,4%, abu
5,2-7.3%, karbohidrat 51,1-55,0%, serat kasar 2,3-3,2% dan lain-lain. Selain itu,
fraksi minyak bekatul (rice bran oil) mempunyai manfaat yang sangat baik bagi
kesehatan, diantaranya: antioksidan, penurunan kolesterol dalam darah,
hiperlipidaemia, penurunan LDL (low density lipoprotein) tanpa penurunan HDL
(high density lipoprotein), pencegahan penyakit kardiovaskular, kanker, serta
menghambat waktu menopause. Selain mampu menurunkan lipida darah dan
meningkatkan HDL, bekatul juga dapat menurunkan tingkat glukosa darah pada
pasien diabetes tipe II. Oleh karena itu, baik bekatul maupun minyak bekatul
dapat dimanfaatkan sebagai suplemen pangan untuk meningkatkan kualitas
kesehatan manusia. Menemukan adanya kandungan senyawa fenolik pada fraksi
non lemak bekatul (defatted rice bran) yang diekstrak dengan metanol. pada
serealia, senyawa fenolik terutama terdapat pada bagian perikarp. Senyawa
fenolik memiliki sifat-sifat biologis seperti : antioksidan, antiapoptosis, anti
penuaan, antikarsinogen, antiinflamasi, antiatheroskerosis, proteksi
kardiovaskuler, perbaikan fungsi endotelium, menghambat angiogenesis dan
aktivitas proliferasi sel. Kandungan lemak yang relatif tinggi menyebabkan
bekatul mudah rusak, kurang tahan lama, cepat berbau dan menjadi tengik.
Bekatul yang kaya akan zat gizi mudah mengalami kerusakan, karena semakin
tinggi kandungan zat gizi suatu bahan pangan, maka akan semakin mudah
mengalami kerusakan akibat mikroba maupun enzimatis. Ketidakstabilan pada
bekatul terjadi akibat lipase yang menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan
gliserol. Asam lemak bebas dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menjadi bentuk
peroksida, keton dan aldehid, sehingga bekatul menjadi tengik. Stabilisasi bekatul
dilakukan untuk menginaktifkan aktivitas lipase dan lipoksigenase karena bekatul
mengandung enzim yang masih aktif, meningkatkan efisiensi ekstraksi minyak,
dan mensterilkan bekatul. Lembaga dan lapisan terluar dari kariopsis memiliki
aktivitas enzim yang tinggi. Beberapa enzim yang ada meliputi - amilase, -
amilase, asam askorbat oksidase, katalase, sitokrom oksidase, dehidrogenase, 3
deoksiribonuklease, esterase, flavin oksidase, - dan -glikosidase, invertase,
lecitinase, lipase, lipoksigenase, pektinase, peroksidase, fosfatase, phytase,
proteinase, dan suksinat dehydrogenase. Selama ini dalam menstabilisasikan
bekatul dan menginaktifkan enzim lipase yang terdapat didalamnya dilakukan
dengan perlakuan panas. Bekatul dipanaskan 3-5 menit untuk meyakinkan
inaktivasi lipase. Lipase diinaktifkan selama 3 menit pada suhu 100C. Penelitian
tentang stabilisasi bekatul telah dilakukan dengan berbagai cara yakni, drum drier,
ekstruder, penyanggraian, pengukusan dan autoclave. Metode stabilisasi lainnya
yang dapat dilakukan adalah dengan pengovenan bekatul pada suhu 100-140oC
selama 5-15 menit dalam menstabilisasikan bekatul beras merah dari kabupaten
Tabanan Bali. Bekatul terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan
sejumlah lembaga biji. Dalam proses penggilingan gabah terdapat beberapa
tingkatan yang mula-mula diperoleh beras pecah kulit dengan hasil ikutan sekam
dan dedak kasar. Bekatul terdiri atas lapisan pericarp, testa, dan lapisan aleurone.
Persentasi ini bervariasi, tergantung varietas dan umur padi dan derajat sosoh.
Rendemen bekatul dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya derajat penyosohan,
tingkat masak padi, kadar air gabah, jenis alat penyosoh, dan lubang alat pemisah.
Dedak terdiri atas lapisan dedak sebelah luar dari butiran-butiran padi dengan
sejumlah lembaga biji, sedangkan bekatul adalah lapisan dedak sebelah dalam
dari butiran padi termasuk sebagian kecil endosperm berpati
Komponen Jumlah
Protein (%) 12,0-15,6
Lemak (%) 23,3 -24,9
Serat kasar (%) 7,0-11,4
Karbohidrat (%) 34,1-52,3
Abu (%) 6,6-9,9
Kalsium (mg/g) 0,3-1,2
Magnesium (mg/g) 5,0-13,0
Fosfor (mg/g) 11,0-25,0
Silika (mg/g) 5,0-11,0
Thiamin/ B1 (g/g) 12,0-24,0
Riboflavin/B2 (g/g) 1,8-4,0