1 Paper Ergonomi
1 Paper Ergonomi
MUSKULOSKELETAL DISORDER
Oleh:
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
MUSKULOSKELETAL DISORDER
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila
pembebanan dihentikan, dan
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun
pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena konstraksi otot yang berlebihan
akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang.
Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar
antara 15 - 20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20 %,
maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh
besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme
karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang
menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Sumamur, 1982; Grandjean, 1993).
Strategi utama untuk mengatasi keluhan MSDs adalah dengan tindakan pencegahan
yang dapat dilakukan dengan exercise, postur tubuh yang baik, dan diet (Wulandari, 2012).
Exercise atau latihan fisik yang dilakukan dapat berupa latihan peregangan, seperti gerakan
pada senam ergonomis. Peregangan (stretching) adalah suatu bentuk latihan fisik pada
sekelompok otot atau tendon untuk melenturkan otot, meningkatkan elastisitas, dan
memperoleh kenyamanan pada otot (Weerapong et al., 2004). Peregangan juga digunakan
sebagai terapi untuk mengurangi atau meringankan kram dengan hasil berupa peningkatan
fleksibilitas, peningkatan kontrol otot, dan rentang gerak sendi (Weerapong et al., 2004).
Pemberian latihan peregangan senam ergonomis pada penelitian ini bertujuan untuk
mengurangi nyeri muskuloskeletal yang dirasakan oleh pekerja.
Tubuh manusia dirancang untuk bisa melakukan segala aktivitas dalam pekerjaan
sehari-hari. Massa otot dalam tubuh bobotnya hampir lebih dari separuh dari berat tubuh,
yang memungkinkan manusia bisa melakukan suatu pekerjaan. Namun apabila otot
menerima beban statis secara terus menerus dengan posisi yang keliru dan dalam waktu yang
lama bisa menyebabkan suatu keluhan pada bagian-bagian otot skeletal. Keluhan-keluhan
yang dirasakan pada bagian otot skeletal baik keluhan sangat ringan maupun keluhan parah
disebut sebagai Musculoskeletal disorders (MSDs). Studi tentang MSDs pada berbagai
industri menunjukkan bahwa keluhan otot yang sering dirasakan pekerja antara lain otot otot
leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah (Tarwaka,
2015).
Menurut International Labour Organization (ILO) (2013), setiap tahun kurang lebih
ada 250 juta kecelakaan di tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja mengalami sakit
akibat bahaya yang ada di tempat kerja. Selain itu ada 1,2 juta pekerja meninggal akibat
kecelakaan dan sakit di tempat kerja.
Masalah kesehatan yang paling umum di Uni Eropa adalah gangguan musculoskeletal
yaitu 25-27% pekerja menderita sakit punggung dan 23% menderita nyeri otot. Kemudian
62% pekerja, 27 terekspos seperemat waktu atau lebih menggerakan tangan secara repetitive
dan gerakan lengan, 46% megalami posisi yang melelahkan, 35% gerakan membawa atau
memindahkan beban berat. Data lainnnya dari The Labour Force Survey pada tahun
2007/2008, diperkirakan 539.000 pekerja di Britania Raya menderita musculoskeletal
disorders (Maijunidah, 2010).
Data dari Biro Statistik Departemen Tenaga Kerja Amerika (2001), pada tahun 1996
1998 terdapat 2.811.000 kasus yang diantaranya adalah gangguan yang berhubungan dengan
faktor risiko ergonomi. Kemudian data lainnya menyebutkan terjadi sekitar 6 juta kasus per
tahun atau rata-rata 300 400 kasus per 100 ribu pekerja. Masalah ini berdampak pada
produktivitas pekerja dan perusahaan atau instansi (Maijunidah, 2010).
Hasil studi Departemen Kesehatan tentang profil masalah kesehatan di Indonesia pada
tahun 2006 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang dialami pekerja berhubungan
dengan pekerjaannya. Hasil dari studi yang dilakukan terhadap 9.482 pekerja di 12
kabupaten/kota di Indonesia, pada umumnya berupa penyakit muskuloskeletal 16%,
kardiovaskuler 8%, gangguan saraf 6%, gangguan pernafasan 3% dan gangguan THT 1,5%
(Nurdiati dkk, 2015).
Berdasarkan data di atas penulis mengumpulkan beberapa jurnal yang terkait dengan
kejadian Muskoloskeletal disorder di Indonesia yang terkait dengan pekerja dan yang
berhubungan dengan pekerjaannya, yaitu:
Dalam Penelitian Krisdianto, et al, (2015) menyatakan bahwa faktor individu dan
faktor pekerjaan adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keluhan terhadap
munculnya muskuloskeletal. Nelayan tradisional dalam proses bekerja menangkap ikan di
laut masih mengandalkan tenaga manusia dan kekuatan yang dapat menyebabkan keluhan
muskuloskeletal akibat kerja. Kondisi ini karena pada saat nelayan bekerja posisi kerja
nelayan dalam posisi tidak alami. Para pekerja pada umumnya kurang memperhatikan
posisi tubuh dalam bekerja. Metode yang digunakan untuk menganalisis posisi tubuh
adalah Rapid Entire Body Assesment (REBA). Jenis penelitian ini merupakan penelitian
observasional dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan pada nelayan di
Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember pada tahun 2015. Penelitian ini
menunjukkan adanya hubungan antara usia ((p =0,049) dengan keluhan muskuloskeletal
akibat kerja. Semakin bertambahnya usia seorang pekerja maka semakin meningkatkan
kemungkinan pekerja tersebut mengalami keluhan muskuloskeletal akibat kerja. Semakin
bertambahnya usia seseorang, kepadatan tulang semakin menurun sehingga mudah
mengalami keluhan-keluhan otot skeletal. Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil
penelitian Asni,dkk (2013) yang menunjukan hasil uji statistik menggunakan Fisher
Exact memperoleh nilai p = 0,044 < 0,05 sehingga dinyatakan terdapat hubungan yang
bermakna antara umur dengan keluhan MSDs pemanen kelapa sawit PT. Sinergi
Perkebunan Nusantara.
Pulau Bali merupakan pulau yang dikenal sebagai pulau seribu pura. Pekerja
pembuat pura harus memotong batu yang keras dan merakitnya. Keluhan muskuloskeletal
sering dialami oleh pekerja. Penelitian Putu Sukadena (2016) ini adalah penelitian cross
sectional dan hasilnya dianalisis secara deskriptif. Jumlah responden 32 orang yang
terdiri dari perakit dan pemotong batu pura batu padas di Desa Tamblang. Responden
diminta untuk mengisi kuesioner Nordic Body Map. Prevalensi keluhan muskuloskeletal
dan keluhan kesehatan lainnya pada pekerja dalam penelitian Putu Sukedana, et al (2016)
menemukan bahwa Keluhan responden dominan pada siku (45,8%), pergelangan tangan
(37,5%), dan pinggang (75%) untuk bagian tubuh di atas bokong. Sedangkan untuk
keluhan otot di bawah bokong dominan sering dirasakan pada lutut (62,5%), dan
pergelangan kaki (50%). Sedangkan pada penelitian Gusti Ngurah Nugraha Agung , et al
(2016) pada pekerja pengisian LPG menemukan bahwa keluhan muskuloskeletal yang
dirasakan terbanyak pada bagian pinggang (78%), lutut kiri (48%), punggung (48%),
leher atas (47%) dan leher bawah (47%). Keluhan tersebut disebabkan oleh postur dan
sikap kerja saat mengisi tabung LPG. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pekerja pengisian LPG di PT. SMI dan PT. SDK sebanyak 45 orang.
Penelitian Nusa (2014) ini bertujuan mengetahui hubungan antara lama kerja dan
posisi kerja duduk dengan keluhan muskuloskeletal pada supir bus jurusan Mando-Bitung
di Terminal Paal Dua Manado. Menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan
desain cross sectional study. Dilaksanakan di terminal Paal Dua Manado pada bulan
September-Oktober 2015. Dengan jumlah sampel 88 orang. Menggunakan uji statistik
korelasi Spearman. Variabel yang diteliti adalah lama kerja, posisi kerja duduk dan
keluhan muskuloskeletal. Pengambilan data lama kerja dan posisi kerja duduk
menggunakan kuesioner, dan keluhan muskuloskeletal menggunakan metode Nordic
Body Map (NBM). Uji hubungan menggunakan uji korelasi spearman dengan = 0,05
dan confidence interval 95%. Hasil penelitian didapatkan lama kerja terbanyak adalah 3
jam per hari sebanyak 63 orang (71,6%), posisi kerja duduk terbanyak adalah tidak
ergonomi sebanyak 55 orang (62,5), dan tingkat keluhan muskuloskeletal rendah
sebanyak 59 orang (67,0%). Hasil uji statistik menunjukan tidak adanya hubungan antara
lama kerja dengan keluhan muskuloskeletal (p = 0,496), Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Nusa (2013) tentang hubungan antara umur, lama kerja dan getaran
dengan keluhan system musculoskeletal pada sopir bus trayek Manado-Langowan di
Terminal Karombasan dengan hasil p = 0,763 (p < 0,05) da rata-rata lama kerja hanya 4
jam per hari yang berarti tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan
muskuloskeletal. Dari hasil penelitian dari Cindyastira, dkk (2014) tentang Hubungan
Intensitas Getaran Dengan Keluhan Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Pada Tenaga
Kerja Unit Produksi Paving Block CV. Sumber Galian Makassar dengan hasil (p = 0,079).
Alasan mengapa lama kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan
muskuloskeletal mungkin disebabkan oleh aspek lain misalnya frekuensi kerja yang
berbeda dan dari segi waktu istirahat tiap pekerja.
Posisi kerja duduk adalah bagaimana posisi duduk responden selama bekerja atau
selama membawa bus untuk mengantarkan penumpang. Posisi kerja diambil dengan cara
mengisi kuesioner yang semua pertanyaannya menyangkut posisi duduk. Posisi kerja
duduk dibagi dalam 2 kategori yaitu ergonomi dan tidak ergonomi Berdasarkan hasil
statistik dengan menggunakan uji korelasi Spearman didapatkan hasil ada hubungan
antara posisi kerja duduk dengan keluhan musculoskeletal (p = 0,005). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sang dkk (2014) tentang hubungan risiko
postur kerja dengan keluhan Muskuloskeletal Disorders (MSDs) pada pemanen kelapa
sawit di PT. Sinergi Perkebunan Nusantara dengan hasil p = 0,022 (p < 0,05) yang berarti
ada hubungan antara postur tubuh (posisi kerja) dengan keluhan muskuloskeletal. Begitu
juga dengan penelitian dari Santoso dan Widajati (2015) tentang posisi kerja dan keluhan
subyektif muskuloskeletal pada tenaga kerja bagian packing di PT. Y Gresik, didapatkan
bahwa postur kerja dapat menyebabkan keluhan muskuloskeletal ataupun juga bisa
memperparah keluhan muskulokeletal. Hasil penelitian dari Arfiasari (2014) juga
menunjukkan bahwa ada hubungan yang cukup kuat r = 0,439 dan signifikan dengan nilai
p 0,019 antara postur kerja dengan keluhan muskuloskeletal. Posisi kerja yang tidak
ergonomi dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya cedera otot
(Tarwaka, 2015).
Banyak aktivitas rutin di rumah tangga yang dilakukan berulang setiap hari
sepanjang tahun sehingga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan jika tidak
diterapkan prinsip-prinsip ergonomi. Diantara aktivitas rutin tersebut yang paling
dikeluhkan adalah proses kerja menyetrika sehingga mendapatkan prioritas untuk
segera dicarikan solusinya di antara proses kerja yang lain. Keluhan yang timbul pada
proses menyetrika disebabkan antara lain karena proses menyetrika yang statis dan
monotoni. Dalam mengatasi masalah ini, diperlukan suatu perubahan sikap kerja
sehingga sikap kerja yang statis dapat dihindari. Penggunaan kursi yang didesain
khusus dapat membuat pekerja bekerja dengan sikap kerja yang dinamis yaitu sikap
kerja duduk dan berdiri secara bergantian.
Dalam penilaian beban kerja didapatkan hasil berupa penurunan nadi kerja
sebesar 19,72% dan penurunan rerata %CVL sebesar 19,80%. Keluhan
muskuloskeletal turun sebesar 13,15%. Nyeri pada bagian pinggang dan pantat paling
banyak dikeluhkan pada sikap kerja duduk (pinggang 37,04%; pantat 33,33%). Untuk
penilaian kelelahan dengan menggunakan kuesioner Bourdon Wiersma didapatkan
peningkatan kecepatan sebesar 11,79%, ketelitian sebesar 42,68%, dan konstansi
sebesar 13,21%. Terjadi peningkatan produktivitas sebesar 38,46% yang sangat
berkaitan dengan menurunnya beban kerja dan durasi kerja. Setelah dilakukan uji
statistik, didapatkan semua perbaikan yang terjadi berbeda secara bermakna (p<0,05).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Widana dimana aplikasi ergonomi
mampu menurunkan kelelahan sebesar 9% pada subjek yang diteliti (Widana, 2012).
Serta Santosa & Bawa (2011) dan Sudarma et al (2012). Dari hasil-hasil penelitian
yang dilakukan oleh para peneliti tersebut, dilaporkan temuan yang hampir sama. Di
mana melalui perbaikan stasiun kerja termasuk alat kerja dan sikap kerja yang lebih
ergonomis produktivitas kerja dapat ditingkatkan secara signifikan. Hal ini sangat
berkaitan Dari grafik waktu kerja didapatkan bahwa pekerja boleh bekerja selama
delapan jam terus menerus. Dapat disimpulkan bahwa sikap kerja duduk-berdiri
bergantian dapat menurunkan beban kerja, kelelahan, dan keluhan muskuloskeletal,
serta meningkatkan produktivitas penyetrika wanita di rumah tangga. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup pekerjaan
rumah tangga.
Sejalan dengan apa yang dinyatakan Ruccer dan Sunnel (2002) terhadap para
dokter gigi, mereka menyatakan bahwa posisi praktek yang salah dalam bekerja
terlebih lagi dalam menggunakan perlatan pompa akan menyebabkan gangguan
muskuloskeletal. Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan melakukan perubahan sikap
kerja yang tidak alamiah menjadi alamiah. Sutajaya dan Citrawathi (2000), Petrus dan
Rina (2012) juga menyatakan bahwa keluhan subjektif berupa gangguan
muskuloskeletal dan kelelahan dapat diturunkan secara signifikan (p < 0,05) pada
subjek dengan melakukan perbaikan pada stasiun kerja dan sikap kerja yang lebih
ergonomis
Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa (a) Perbaikan sikap kerja dan
penambahan penerangan lokal pada proses pembubutan dapat menurunkan keluhan
muskuloskeletal mahasiswa di bengkel mekanik Politeknik Negeri Bali, (b) Perbaikan
sikap kerja dan penambahan penerangan lokal pada proses pembubutan dapat
menurunkan kelelahan mata mahasiswa di bengkel mekanik Politeknik Negeri Bali,
(c) Perbaikan sikap kerja dan penambahan penerangan lokal pada proses pembubutan
dapat meningkatkan ketelitian hasil kerja mahasiswa di bengkel mekanik Politeknik
Negeri Bali.
Dari penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa dengan perbaikan cara
angkat-angkut bahan bangunan dapat menurunkan aktivitas listrik otot erector spinae
sebesar 88,90% dan keluhan muskuloskeletal sebesar 22,92%.
E. Ditinjau dari Faktor Pelatihan Peregangan Dan Istirahat Aktif serta Pengaruh
Peregangan Senam Ergonomis Menurunkan Keluhan Muskuloskeletal
1. Pelatihan Peregangan dan Istirahat Aktif Menurunkan Keluhan
Muskuloskeletal
Eko Putu, et al. (201_) menemukan bahwa bagian rekam medis (BRM) Rumah
Sakit Sanglah saat ini telah menggunakan sistem komputerisasi, sehingga sebagian besar
pekerjaan pengelolaan rekam medis pasien dilakukan dengan komputer. Berbagai keluhan
fisik dijumpai pada pemakai komputer antara lain leher, bahu, lengan, pergelangan,
tangan, dan kelelahan mata, yang dapat mengganggu kualitas dan produktivitas kerja
karyawan. Perlu dilakukan intervensi terhadap karyawan BRM Rumah Sakit Sanglah.
Tujuan pelatihan peregangan dan istirahat aktif untuk menurunkan keluhan tersebut serta
meningkatkan konsentrasi kerjanya. Telah dilakukan penelitian dengan rancangan sama
subjek pada karyawan BRM, sampel berjumlah 20 orang yang diberikan perlakuan daiam
bentuk pelatihan peregangan dan istirahat aktif, Variabel yang diukur adalah keluhan
musculoskeletal, kelelahan mata dan konsentrasi kerja. Hasil perlakuan antara sebelum
bekerja dan sesudah bekerja pada Periode I dan Periode II dibandingkan dan dianalisis
secara statistik.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Dewi (2012), bahwa pemberian peregangan
otot peserta didik kelas X SMK Pariwisata Triatma Jaya di sela pembelajarannya
dapat menurunkan keluhan muskuloskeletal secara bermakna yaitu sebesar 64,28%.