Anda di halaman 1dari 5

A.

PELANGGARAN HAM YANG ADA DI KOTA BANGKA


1. KOMNAS HAM DUGA TERJADI PELANGGARAN HAM DI TAMBANG
BANGKA

Sandra Moniaga, komisioner Kommas HAM, kala berdiskusi bersama nelayan Sario
Tumpaan di Daseng, Manado. Foto: Themmy Doaly

Komnas HAM menyatakan, ada indikasi kuat terjadi sejumlah pelanggaran HAM dalam
operasi pertambangan bijih besi di Pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Sebab,
setelah penerbitan izin tambang lewat SK Bupati tertanggal 20 Juli 2010 ini warga menjadi
resah dan terancam.

Kondisi ini disebabkan beberapa faktor, antara lain, penambangan pasir secara masif akan
mengancam keberadaan Pulau Bangka, dan pemindahan masyarakat Desa Kahuku ke desa-
desa lain. Lalu, ada enam perusahaan pariwisata telah menanamkan modal dan beroperasi
sejak 2000. Usaha wisata ini menjadi salah satu mata pencarian warga. Jika tambang masuk,
alam Bangka rusak, warga yang bekerja di sektor ini juga akan kehilangan pencarian.

Bukan itu saja. Pulau Bangka, sebagian besar kawasan konservasi dan perkebunan hingga
harus dipertahankan, terlebih warga di daerah itu menggantungkan hidup dari berkebun dan
mencari ikan.

Komnas HAM pun menilai, perbedaan pandangan yang terjadi sering memicu singgungan
dan berpotensi konflik horizontal antara penduduk yang menerima dengan yang menolak
pertambangan. Termasuk tindakan terhadap anak-anak sekolah dengan orang tua menolak
tambang. Bahkan, kasus kriminalisasi warga penolak tambang masih terus berlangsung
hingga saat ini.

Sandra Moniaga, Komisioner Komnas HAM mengatakan, telah mengeluarkan rekomendasi


kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Minahasa Utara dan kepolisian agar menciptakan
kondisi lebih damai di Pulau Bangka.

Kami menekankan kepada pemkab mengembalikan peran hukum tua (kepala desa) yang
seharusnya bersikap netral. Karena, ada persoalan mendasar ketika hukum tua menjadi
bagian dari konflik, katanya, Jumat (15/11/13), dalam konferensi pers di Manado.

Komnas HAM akan terus memantau respon pemerintah kabupaten terhadap rekomendasi
yang mereka keluarkan. Jika pelanggaran terus terjadi Komnas HAM berani meneruskan
permasalahan ini sampai ke PBB. Kalau masih juga membandel, kami bisa laporkan ke
universal periodic review di PBB. Ini bisa jadi catatan kritik terhadap kebijakan negara.

Sejauh ini, komunikasi Komnas HAM kepada pemerintah kabupaten dan kepolisian,
menunjukkan respon positif. Mereka akan menghormati rekomendasi yang dilayangkan.

Seriusi Reklamasi Sario Tumpaan

Di sela-sela pemantauan tambang di Pulau Bangka, Sandra menyempatkan berkunjung ke


Daseng Panglima, lokasi reklamasi Pantai Sario Tumpaan. Reklamasi ini berkonflik antara
nelayan dengan pengembang, PT Kembang Utara.

Dalam kunjungan ini, Sandra diserbu keluhan nelayan yang khawatir kehilangan lokasi
tambatan perahu mereka. Dany Telleng, nelayan Sario Tumpaan, mengatakan, masalah
reklamasi membuat nelayan tidak bisa melaut beberapa bulan belakangan. Batu yang terus
mendekati tambatan perahu membuat kami cemas.

Padahal, kata Dany, lokasi tambatan perahu nelayan Sario Tumpaan telah dijamin dalam
perjanjian damai para pihak yang dimediasi Komnas HAM. Dia meminta, Komnas HAM
berani mendesak para pihak menaati perjanjian damai yang disepakati pada 2010.

Menyikapi permasalahan ini, Sandra berjanji mengkomunikasikan kepada rekan-rekan di


Komnas HAM. Dia melihat, dugaan pelanggaran perjanjian damai ini harus disikapi cepat.
Sebab, jarak timbunan batu makin mendekati tambatan perahu nelayan dan diduga melewati
batas kesepakatan perjanjian damai.

Dia mengatakan, ketika Komnas HAM terlibat dalam mediasi, pada 2010, telah melihat ada
indikasi pelanggaran HAM akibat reklamasi pantai di Sario Tumpaan. Mediasi para pihak
diharapkan menjadi wadah meminimalisir pelanggaran.Jika pelanggaran perjanjian damai
benar-benar terjadi, pertama yang akan kami lakukan menegur pihak yang terindikasi
melanggar. Kedua, kami akan melaporkan pihak itu pada instansi berwenang.

Sandra merasa prihatin pada sikap walikota yang terkesan membiarkan terjadinya
pelanggaran kesepakatan ini. Menurut dia, pelanggaran ini menimbulkan kerugian bagi
nelayan Sario Tumpaan, dari sisi ekonomi hingga psikologis.Permasalahan ini membatasi
akses melaut nelayan tradisional. Pemerintah kota harusnya bisa menjaga perjanjian damai.
Bukan membuat perjanjian baru yang melanggar hasil mediasi.
2. KOMNAS HAM UNGKAP PELANGGARAN PERTAMBANGAN PULAU
BANGKA

Redaksi | Minggu, 17 November 2013 - 20:26:16 WIB | dibaca: 461 pembaca

Ilustrasi./foto: hukumonline.com

KE - Komnas HAM menyatakan, ada indikasi kuat terjadi sejumlah pelanggaran HAM
dalam operasi pertambangan bijih besi di Pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.
Sebab, setelah penerbitan izin tambang lewat SK Bupati tertanggal 20 Juli 2010 ini warga
menjadi resah dan terancam.

Kondisi ini disebabkan beberapa faktor, antara lain, penambangan pasir secara masif akan
mengancam keberadaan Pulau Bangka, dan pemindahan masyarakat Desa Kahuku ke desa-
desa lain. Lalu, ada enam perusahaan pariwisata telah menanamkan modal dan beroperasi
sejak 2000. Usaha wisata ini menjadi salah satu mata pencarian warga. Jika tambang masuk,
alam Bangka rusak, warga yang bekerja di sektor ini juga akan kehilangan pencarian.

Bukan itu saja. Pulau Bangka, sebagian besar kawasan konservasi dan perkebunan hingga
harus dipertahankan, terlebih warga di daerah itu menggantungkan hidup dari berkebun dan
mencari ikan.

Komnas HAM pun menilai, perbedaan pandangan yang terjadi sering memicu singgungan
dan berpotensi konflik horizontal antara penduduk yang menerima dengan yang menolak
pertambangan. Termasuk tindakan terhadap anak-anak sekolah dengan orang tua menolak
tambang. Bahkan, kasus kriminalisasi warga penolak tambang masih terus berlangsung
hingga saat ini.

Sandra Moniaga, Komisioner Komnas HAM mengatakan, telah mengeluarkan rekomendasi


kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Minahasa Utara dan kepolisian agar menciptakan
kondisi lebih damai di Pulau Bangka.

Kami menekankan kepada pemkab mengembalikan peran hukum tua (kepala desa) yang
seharusnya bersikap netral. Karena, ada persoalan mendasar ketika hukum tua menjadi
bagian dari konflik, katanya, belum lama ini, dalam konferensi pers di Manado.

Komnas HAM akan terus memantau respon pemerintah kabupaten terhadap rekomendasi
yang mereka keluarkan. Jika pelanggaran terus terjadi Komnas HAM berani meneruskan
permasalahan ini sampai ke PBB. Kalau masih juga membandel, kami bisa laporkan ke
universal periodic review di PBB. Ini bisa jadi catatan kritik terhadap kebijakan negara.

Sejauh ini, komunikasi Komnas HAM kepada pemerintah kabupaten dan kepolisian,
menunjukkan respon positif. Mereka akan menghormati rekomendasi yang dilayangkan.

Seriusi Reklamasi Sario Tumpaan

Di sela-sela pemantauan tambang di Pulau Bangka, Sandra menyempatkan berkunjung ke


Daseng Panglima, lokasi reklamasi Pantai Sario Tumpaan. Reklamasi ini berkonflik antara
nelayan dengan pengembang, PT Kembang Utara.

Dalam kunjungan ini, Sandra diserbu keluhan nelayan yang khawatir kehilangan lokasi
tambatan perahu mereka. Dany Telleng, nelayan Sario Tumpaan, mengatakan, masalah
reklamasi membuat nelayan tidak bisa melaut beberapa bulan belakangan. Batu yang terus
mendekati tambatan perahu membuat kami cemas.

Padahal, kata Dany, lokasi tambatan perahu nelayan Sario Tumpaan telah dijamin dalam
perjanjian damai para pihak yang dimediasi Komnas HAM. Dia meminta, Komnas HAM
berani mendesak para pihak menaati perjanjian damai yang disepakati pada 2010.

Menyikapi permasalahan ini, Sandra berjanji mengkomunikasikan kepada rekan-rekan di


Komnas HAM. Dia melihat, dugaan pelanggaran perjanjian damai ini harus disikapi cepat.
Sebab, jarak timbunan batu makin mendekati tambatan perahu nelayan dan diduga melewati
batas kesepakatan perjanjian damai.

Dia mengatakan, ketika Komnas HAM terlibat dalam mediasi, pada 2010, telah melihat ada
indikasi pelanggaran HAM akibat reklamasi pantai di Sario Tumpaan. Mediasi para pihak
diharapkan menjadi wadah meminimalisir pelanggaran.Jika pelanggaran perjanjian damai
benar-benar terjadi, pertama yang akan kami lakukan menegur pihak yang terindikasi
melanggar. Kedua, kami akan melaporkan pihak itu pada instansi berwenang.

Sandra merasa prihatin pada sikap walikota yang terkesan membiarkan terjadinya
pelanggaran kesepakatan ini. Menurut dia, pelanggaran ini menimbulkan kerugian bagi
nelayan Sario Tumpaan, dari sisi ekonomi hingga psikologis.Permasalahan ini membatasi
akses melaut nelayan tradisional. Pemerintah kota harusnya bisa menjaga perjanjian damai.
Bukan membuat perjanjian baru yang melanggar hasil mediasi. pungkasnya.
http://www.kabarenergi.com/berita-komnas-ham-ungkap-pelanggaran-pertambangan-pulau-
bangka.html#ixzz3DZoTPuyL

Anda mungkin juga menyukai