Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

Seorang Laki-laki 17 Tahun dengan Keluhan Demam


Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
di RSUD Tugurejo Semarang

Pembimbing :
dr. Hersa Donantya, Sp.PD

Disusun oleh :
Rahmah Melati Permatahati Subekti
H2A012016

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD TUGUREJO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Rahmah Melati Permatahati Subekti


NIM : H2A012016
Fakultas : Kedokteran Umum
Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing : dr. Hersa Donantya, Sp.PD

Telah dipresentasikan pada April 2017

Pembimbing

dr. Hersa Donantya, Sp.PD

2
DAFTAR MASALAH

No. Masalah Aktif Tgl No. Masalah Pasif Tgl


1. DHF Grade I 19/03/2017

3
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Dengue Hemorrhagic fever (DHF) merupakan masalah


kesehatan di Indonesia. Seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk
terjangkit penyakit DHF, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya
sudah tersebar luas. Laporan yang ada sampai saat ini penyakit DHF sudah
menjadi masalah yang endemis pada 122 daerah tingkat II, 605 daerah kecamatan
dan 1800 desa/kelurahan di Indonesia. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata
DHF di Indonesia terus meningkat dari 0,05% (1968) menjadi 14,9% (1997),
dengan angka kematian menurun dari 41,3% (1968) menjadi 2,3% (Maret 1998).
Namun demikian angka kematian DHF berat/Dengue Shock Syndrome (DSS)
masih tetap tinggi.
Data yang terkumpul dari tahun 1968-1993 menunjukkan DHF
dilaporkan terbanyak terjadi pada tahun 1973 sebanyak 10.189 pasien dengan usia
pada umumnya di bawah 15 tahun.
Penyakit DHF pertama kali terjadi di Filipina pada tahun 1953, yaitu
pada waktu terdapatnya epidemi demam yang menyerang anak disertai
manifestasi dan renjatan (syok). Pada tahun 1958, meletus epidemi penyakit
serupa di Bangkok. Setelah tahun 1958, penyakit ini dilaporkan berjangkit
kembali di Filipina dan tempat-tempat lain di Asia Tenggara. Di Indonesia, DHF
pertama kali dicurigai terjadi di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi
virologis baru diperoleh pada tahun 1970.
Di tahun 1970 terdapat 9 negara epidemik DHF, dan sekarang jumlah itu
meningkat 4 kali lipat di sejumlah negara-negara. Saat ini DHF telah menjadi
epidemik dibeberapa negara di Afrika, Amerika dan Asia, dimana merupakan
penyebab utama kematian anak-anak.
Sampai saat ini, dari sekian faktor yang mempengaruhi angka kematian
adalah kesukaran menduga penderita DHF mana yang akan mengalami renjatan,
renjatan berulang dan berakhir dengan kematian.

4
Dalam perjalanan penyakit DHF syok merupakan kejadian yang
terpenting, karena menimbulkan akibat yang luas dan fatal. Mekanisme yang
mendasari terjadinya syok tersebut adalah peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga terjadi hipovolemik dengan curah jantung yang turun. Terjadinya
syok merupakan manifestasi mekanisme kompensasi tubuh terhadap
kemungkinan terjadinya gagal sirkulasi.

5
BAB II
STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. AA
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Samdang I RT 04/I, Sambirejo
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Bangsal : Dahlia 3 bed 1
No RM : 526714
Tanggal Masuk RS : 18 Maret 2017
Tanggal pemeriksaan : 19 Maret 2017

II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan di bangsal Dahlia 3 tanggal 19 Maret 2017 pukul
12.00 WIB secara autoanamnesis dan alloanamnesis.
a. Keluhan Utama : Demam
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan demam sejak 4 hari yang lalu. Demam
dirasakan muncul mendadak dan langsung tinggi, demam terus-menerus
sepanjang hari dengan suhu 39C- 40C. Demam tidak mereda dengan
pemberian obat penurun panas. Demam juga disertai nyeri kepala, terasa
berdenyut cekot-cekot, mual dan muntah saat makan dan minum, muntah
sebanyak 1-2 kali dalam sehari sekitar gelas belimbing, berisi cairan
kekuningan dan makan yang dimakan, pasien juga merasakan badan
lemas, badan pegal dan nyeri perut dibagian uluhati, nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk, nyeri tidak menjalar.

6
Pasien belum BAB dari 2 hari yang lalu, BAB terakhir konsistensi
lembek dan tidak ada darah dan BAK 4-5 kali sehari, sekitar 2-4 gelas
belimbing, berwarna kuning jernih.
Keluhan lain seperti batuk, mimisan, gusi berdarahmuntah darah,
bintik-bintik merah dikulit, BAB darah, nyeri sendi, nyeri sekitar mata,
sesak napas, nyeri dada, diare, penurunan kesadaran disangkal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat keluhan serupa : disangkal
- Riwayat Kencing Manis : disangkal
- Riwayat Darah Tinggi : disangkal
- Riwayat demam tifoid : disangkal
- Riwayat DBD : disangkal
- Riwayat opname sebelumnya : disangkal
- Riwayat Maag : diakui sejak tahun 2012,
jarang konsumsi obat dan tidak pernah kontrol
- Riwayat Alergi Obat dan makanan : disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat Keluhan serupa : diakui, kakak pasien
- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
- Riwayat DBD : disangkal

e. Riwayat Pribadi
- Riwayat merokok : disangkal
- Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
- Riwayat olahraga : diakui, rutin futsal 3x dalam
seminggu
- Riwayat konsumsi air putih : disangkal

7
- Riwayat pola makan : 3x/hari namun waktu tidak teratur
- Kebiasaan menggantung baju banyak : diakui
- Kebiasaan jarang menguras bak mandi : diakui, hanya 1
bulan sekali
- Riwayat bepergian ke daerah endemis DB : diakui

f. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien seorang pelajar SMA. Pasien tinggal bersama kedua orang
tua dan kakaknya. Kedua orangtua bekerja sebagai pegawai swasta.
Biaya pengobatan selama di RS ditanggung oleh BPJS.

g. Anamnesis Sistem
Keluhan utama Demam
Sakit kepala (-), pusing (+) cekot cekot, jejas (-), tengkuk kaku
Kepala
(-)
Penglihatan kabur (-), mata sembab (-/-),
Mata
pandangan berputar (-), berkunang-kunang (-).
Hidung pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
pendengaran berkurang (-/-), gembrebeg (-), keluar cairan (-),
Telinga
darah (-).
sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah- pecah (-), gusi
Mulut
berdarah (-), mulut kering (-).
Leher Pembesaran kelenjar limfe (-)
Tenggorokan Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
Sesak nafas (-), batuk dahak (-) lendir warna putih (-),
Sistem respirasi
mengi (-) tidur mendengkur(-)
Sistem Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-), berdebar-debar
kardiovaskuler (-) menjalar ke bahu (-), keringat dingin (+)
Mual (+), muntah (+), perut mules (-), diare (-), nyeri ulu hati
Sistem
(+), nafsu makan menurun (+) perut kembung (-) ,BB turun(-),
gastrointestinal
konstipasi (+).
Sistem Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-), badan lemes (+),
musculoskeletal badan pegel (+), lemah (+)
Kencing berkurang dan sedikit sedikit (-), nyeri saat kencing
Sistem (-), keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah (-),sulit memulai
genitourinaria kencing(-), warna kencing kuning jernih, anyang-anyangan (-),
berwarna seperti teh (-).
Luka (-), kesemutan(-), bengkak(-) kedua tangan, sakit sendi (-),
Ekstremitas atas
panas (-), berkeringat (-),warna merah pada telapak tangan (-)
Luka (-), kesemutan(-), bengkak(-), sakit sendi (-), panas (-),
Ekstremitas bawah
berkeringat (-),warna merah pada telapak tangan (-)
Sistem Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-) mengigau (-), emosi tidak
neuropsikiatri stabil (-)

8
Sistem Kulit pucat (-), gatal (-), bercak merah kehitaman di bagian dada,
Integumentum punggung, tangan dan kaki (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 3 April 2017:
A. Keadaan Umum : tampak lemas
B. Kesadaran : Compos mentis , GCS E4M6V5 = 15
C. Vital sign
- TD : 110/85 mmHg
- Nadi : 76 x/menit regular, isi dan tegangan cukup kanan dan kiri
- RR : 22 x/menit
- Suhu : 36,3 C peraxiler
D. IMT : 20,1 kg/m2 (normoweight)
- Tinggi badan :170 cm
- Berat badan : 58 kg
E. Skala Nyeri : 3
F. Risiko Jatuh (skala morse)
Riwayat jatuh : 0
Diagnosa sekunder :
Alat bantu : 0
Terpasang infus : 20
Gaya berjalan : 0
Status mental : 0
Jumlah : 20 kategori risiko ringan
G. Status Internus
1. Kepala :kesan mesocephal
2. Kulit :kering (-), pucat (-) hiperpigmentasi(-)
hipopigmentasi(-)
3. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik(-/-),
reflek pupil direct (+/+), reflek pupil indirect (+/+),
edem palpebral (-/-), pupil isokor (3 mm/ 3 mm).
4. Telinga :serumen (-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri
tekan tragus (-/-), gangguan pendengaran (-/-)
5. Hidung : nafas cuping hidung (-), deformitas
(-), secret (-)

9
6. Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis
(-)
7. Leher : pembesaran limfonodi (-),otot bantu
pernapasan (-), pembesaran tiroid (-).
8. Thoraks :
a. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak, pulsasi epigastrium dan
parasternal tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-), gallop (-)
b. Pulmo

Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada AP < L AP < L
Retraksi ICS (+) (+)
Hemithorak Simetris Simetris
2. Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Ekspansi dada Tidak ada yang tertinggal Tidak ada yang tertinggal
Taktil fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
3. Perkusi
Sonor seluruh lapang paru (+) (+)
9 cm -
Pekak hepar
4. Auskultasi
Vesikuler Vesikuler
Suara dasar (-) (-)
Suara tambahan
Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dada AP < L AP < L
Retraksi ICS (-) (-)
Hemithorak Simetris Simetris
2. Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Ekspansi dada Tidak ada yang tertinggal Tidak ada yang tertinggal
Taktil fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
3. Perkusi
Sonor seluruh lapang paru (+) (+)
Peranjakan diafragma 5 cm 5 cm
4. Auskultasi
Vesikuler Vesikuler
Suara dasar (-) (-)
Suara tambahan

10
Tampak pulmo anterior Tampak pulmo posterior
Suara
dasar
vesikuler

9. Abdomen
Inspeksi : warna sama seperti kulit sekitar, Spider Naevi (-), caput
medusa (-), massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal.
Perkusi :
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani

Pekak sisi (-) normal, pekak alih (-)


Batas paru hepar : ICS VI linea mid clavikula dextra
Palpasi : Supel, distensi (-), nyeri tekan epigastrium (+), hepar
tidak teraba, lien tidak teraba. Nyeri ketok costovertebra
(-/-).

10. Ektremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- +/+
Sianosis -/- -/-
Capillary Refill <2 detik / <2 <2 detik / <2
detik detik
Palmar eritema -/- -/-
Ptekie -/- -/-

11
11. Pemeriksaan Tambahan
a. Rumple leed : Positif

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Darah Rutin Serial ( Tanggal 19 Maret 2017)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 5,28 10^3/ul 3,8 10,6
Eritrosit 5,58 10^3/ul 4,4 5,9
Hemoglobin 17 g/dl 13,2 17,3
Hematokrit 51 % 40 52
MCV L 78,30 Fl 80 100
MCH 26,90 Pg 26 34
MCHC 34,30 g/dl 32 36
Trombosit L 54 10^3/ul 150 440
RDW 12,30 % 11,5 14,5
Eosinofil absolute L 0,20 10^3/ul 0,045 0,44
Basofil absolute 0,01 10^3/ul 0 0,02
Neutrofil absolute 3,85 10^3/ul 1,8 8
Limfosit absolute L 0,74 10^3/ul 0,9 5,2
Monosit absolute 0,76 10^3/ul 0,16 1
Eosinofil L 0,40 % 24
Basofil 0,20 % 01
Neutrofil 69,50 % 50 70
Limfosit L 18,8 % 25 40
Monosit H 12,10 % 2 8

Widal (Serum) Tanggal 19 Maret 2017


Pemeriksaa Hasil Satuan Harga normal
n
S. Typhi O 1/80 NEGATIF
S. Thypi H 1/80 NEGATIF

V. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
1. Demam 4 hari 14. Suhu : 36,3 C peraxiller 17. Hb (17)
2. Demam tinggi mendadak 15. Nyeri tekan epigastrium 18. Ht (51,00)
3. Pusing cekot - cekot 16. Rumple leed (+) 19. Trombosit (54.000) L
4. Nyeri perut uluhati 20. Eosinofil absolute
5. Badan lemas (0,20) L
6. Mual
21. Limfosit absolute
7. Muntah
8. Nafsu makan menurun (0,74) L
9. BAB belum 2 hari 22. Eosinofil (0,40) L
10. Riwayat sakit serupa dikeluarga 23. Limfosit (18,8) L
11. Riwayat sering menggantung 24. Monosit (12,10) H
baju kotor
12. Riwayat jarang menguras bak

12
mandi
13. Riwayat jarang konsumsi air
putih

VI. ANALISIS MASALAH


No. Masalah Aktif
1. DHF (Dengue Hemoragic Fever) 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,
Grade 1 18,19,20,21,22,23,24

VII. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


1. Problem I : Dengue Hemmoragic Fever grade 1
Assesment
Etiologi :
Flavivirus (DEN-1,DEN-2,DEN-3, dan DEN-4)
Faktor resiko :
o Lingkungan dengan banyak genangan air
o Imunitas menurun
o Kepadatan penduduk disuatu daerah
o Musim penghujan
Komplikasi :
Perdarahan hebat
Syok hipovolemik
Sindrom Syok Dengue
Hepatomegali
Efusi pleura
Ensefalopati dengue

Innitial Plan
Diagnosis : Darah rutin, imunoserologi (IgM & IgG), USG abdomen,
X-Foto Thorax PA & RLA, pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP), elektrolit,ureum kreatinin.
Terapi :
Infus RL 20 tpm
Injeksi ranitidin 2x1 amp
Paracetamol 3x500 mg p.o
Monitoring :
- KU
- TTV
- Darah rutin (trombosit,hematokrit,hemoglobin)
- Tanda-tanda perdarahan
Edukasi :
Tirah baring atau istirahat baring

13
Diet makan lunak dan minum banyak (2-2.5 liter/24jam)
Menjelaskan penyakit pasien dan penyebabnya
Menjelaskan perlunya melakukan pemeriksaan penunjang
Menjelaskan terapi yang akan dilakukan
Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi pasien

ALUR PIKIR
Permeabilitas
membran
Laki-laki 17 tahun

Kebocoran Plasma
Infeksi virus dengue -Hemokonsentrasi
-Hipoproteinemia
-Efusi, ascites
-Hiponatremi
Depresi sumsum Pengaktifan Komp.
tulang Imun anti body Hipovolemia
Agregasi Trombosit Virus mengeluarkan Syok
zat (bradikinin,
Trombositopenia serotin,histamin) Hipoksia Jaringan

Resiko Perdarahan Merangsang antihistamin


Asidosis
dihipotalamus
Metabolik
Keletihan, Malaise,
Anamnesis : Termoregulasi Instabil Nyeri Otot, Nyeri
Demam 4 hari tinggi mendadak, Sendi, Nyeri
pusing cekot - cekot, nyeri perut
Kepala
uluhati, badan lemas, mual, muntah.
Riwayat sakit serupa dikeluarga
Riwayat sering menggantung baju Demam, anorexia,
kotor
Riwayat jarang menguras bak mandi
muntah
Riwayat jarang konsumsi air putih
Dehidrasi
Pemeriksaan fisik dan
penunjang: Hipertermia
1. Suhu : 38,5 C peraxiller DHF
2. Nyeri tekan epigastrium
PROGRESS NOTE
3. Rumple leed (+)
4. Hb (17,0)
5. Ht (51,00)
6. Trombosit (54.000) L 14
Problem DHF 20 Maret 2017

S Demam turun, mual (-) muntah (-), pusing (-), nyeri uluhati (-), BAB (+)
konsistensi lunak, warna kekuningan, darah (-), mimisan (-), gusi berdarah (-),
muntah darah (-), sesak nafas (-)

O
Kesadaran : CM
TD 120/80mmHg
HR : 82 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,4 oC
Thorax : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas : dbn
Lab 20/03/2017:
Leukosit : 4.800 (L)
Hb : 14,2
Ht : 42,70 (L)
Trombosit : 71.000 (L)

A DHF Grade I

Monitor KU & TTV


P
Infus RL 30tpm
Inj. Ranitidin 2x50 mg
Paracetamol 3x500 mg

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
DHF adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
tipe I-IV dengan manifestasi klinis demam 2 7 hari disertai gejala

15
perdarahan dan bila timbul renjatan, angka kematiannya cukup tinggi. Pada
keadaan yang lebih parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan penderita
jatuh dalam keadaan syok akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut
Dengue Shock Syndrome (DSS).4

Bagan 1. Dengue virus infection.14

B. Etiologi
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (DEN). Virus ini terdiri
atas 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus ini ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang
berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. 5
Virus Dengue merupakan virus RNA untai tunggal. Struktur antigen
ke-4 serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap
masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang.
Variasi genetik yang berbeda pada ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut
antar serotipe, tetapi juga didalam serotipe itu sendiri, tergantung waktu dan
daerah penyebarannya. Pada masing-masing segmen codon, variasi diantara
serotipe dapat mencapai 2,6 11,0 % pada tingkat nukleotida dan 1,3 7,7 %

16
untuk tingkat protein. Perbedaan urutan nukleotida ini ternyata menyebabkan
variasi dalam sifat biologis dan antigenitasnya. 5
Virus Dengue yang genomnya mempunyai berat molekul 11 Kb
tersusun dari protein struktural dan non-struktural. Protein struktural yang
terdiri dari protein envelope (E), protein pre-membran (prM) dan protein core
(C) merupakan 25% dari total protein, sedangkan protein non-struktural
merupakan bagian yang terbesar (75%) terdiri dari NS-1 NS-5. Dalam
merangsang pembentukan antibodi diantara protein struktural, urutan
imunogenitas tertinggi adalah protein E, kemudian diikuti protein prM dan C.
Sedangkan pada protein non-struktural yang paling berperan adalah protein
NS-1. 6
Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada
manusia (makhluk vertebrata) yang pada saat itu sedang mengandung virus
dengue didalam darahnya (viraemia). Virus yang sampai kedalam lambung
nyamuk akan mengalami replikasi (memecah diri/kembang biak), kemudian
akan migrasi yang akhirnya akan sampai di kelenjar ludah. Virus yang berada
di lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan ke dalam kulit tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk. 7, 8
Virus memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang
menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang lebih
4 hari, dimana virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia.
Apabila jumlah virus sudah cukup, maka virus akan memasuki sirkulasi darah
(viraemia), dan pada saat ini manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala
panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh manusia, maka tubuh akan
memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antara manusia yang
satu dengan manusia yang lain dapat berbeda, dimana perbedaan reaksi ini
akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan
penyakit. 7, 8
C. Epidemiologi
Sejak Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DHF di
seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah
kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53%). Kasus tertinggi terdapat di
Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di

17
Propinsi NTT (3,96%)1. KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan
Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada
tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun
berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun
2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003)1. Tidak tertutup
kemungkinan peningkatan jumlah kasus dan angka kematian yang cepat
disebabkan oleh virus dengue jenis baru karena dengue adalah virus RNA
(virus yang menggunakan RNA sebagai genomnya). Virus RNA bermutasi
jauh lebih cepat dibanding dengan virus DNA. 9
D. Mortalitas / Morbiditas
Morbiditas penyakit DHF menyebar di negara-negara Tropis dan
Subtropis. Disetiap negara penyakit DHF mempunyai manifestasi klinik yang
berbeda. Demam berdarah dengue termasuk self-limiting disease dengan
angka mortalitas yang sangat rendah. Dengan penanganan yang benar, angka
mortalitas DBD sebesar 5%, dan bila tidak dilakukan penangan maka angka
mortalitas DHF meningkat sampai dengan 50%. 10, 11
E.
Patogenesa Dengue Hemorrhagic Fever
Menurut sejarah perkembangan patogenesis DHF kurun waktu hampir
seratus tahun ini dapat dibagi menjadi dua teori patogenesis, yaitu: pertama,
Infeksi virus dengue
virus dengue mempunyai sifat tertentu, dan yang ke dua, pada manusia yang
terinfeksi mengalami suatu proses imunologi yang berakibat kebocoran
plasma,
Demam, anoreksia, muntah perdarahan, dan pelbagai manifestasi klinik. Dapat pula kemungkinan
hepatomegali trombositopenia
patogenesis campuran dari kedua mekanisme tersebut. 13
Manifestasi perdarahan
Patogenesis DHF belum sepenuhnya dapat dipahami, namun terdapat
Permeabilitas vaskular naik
dua perubahan patofisiologis yang mencolok, yaitu : 12, 13
Dehidrasi

1 Meningkatnya permeabilitas
Kebocoran kapiler yang mengakibatkan
plasma: hemokonsentrasi, bocornya
hipoproteinemia, efusi pleura, dan asites.
plasma, hipovolemia, dan terjadinya syok. Pada DHF terdapat kejadian
unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan
rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadihipovolemia
singkat (24-48 jam).

2 Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni,


dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi
syokperdarahan.

Perdarahan saluran cerna anoksia


18

meninggal
Bagan 2. Patogenesa infeksi virus dengue.

Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan the secondary


heterologous infection hypothesis dapat dilihat pada bagan 3. Hipotesis ini
menyatakan bahwa DHF dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi
dengue pertama kali mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue
yang berlainan. Akibat infeksi ke-2 oleh tipe virus dengue yang berlainan
pada seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah,
respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limf osit imun dengan
15
menghasilkan titer tinggi antibodi Ig G anti dengue.

19
Secondary Heterologous Dengue infection

Virus replication Annamnestic antibody res

Virus antibody complex

Complement activation Complement

Anaphylatoxin (C3a C5a


histamin level in 24 hou

vascular permeability

> 30% in shock cases 24 48 hours Leakage of plasma Ht


Na+
Fluid in the serous cavit
Hypovolemia

SHOCK

Anoxia Acidosis

Bagan 3. Patogenesis syok pada Dengue Hemorrhagic Fever.


Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DHF berat.
Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor
dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini,
akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.9,10

20
F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik
atau dapat berupa demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami
demam dengan suhu tubuh 39-40 oC, bersifat bifasik (menyurupai Pelana
kuda), fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis pada hari ke-
3 selama 2-3 hari.Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi
mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan
tidak adekuat.(1,3)

Sesudah masa tunas / inkubasi selama 3-15 hari orang yang tertular
dapat mengalami / menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk
berikut ini, yaitu :

1. Bentuk abortif , penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.

2. Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4-7 hari, nyeri-
nyeri pada tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-
bercak perdarahan dibawah kulit.

21
3. Dengue Haemorrhagic fever (DHF), gejalanya sama dengan dengue klasik
ditambah dengan perdarahan dari hidung, mulut, dubur, dsb.

4. Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DHF ditambah dengan


syok / presyok pada bentuk ini sering terjadi kematian.

G. Diagnosis
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. 7
1. Kriteria klinis :
a. Demam tinggi mendadak,tanpa sebab yang jelas, atau riwayat
demam akut, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, biasanya
bifasik (plana kuda).

b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :


1) Uji torniquet positif.

2) Ptekie, ekimosis, purpura.

3) Perdarahan mukosa ( epitaksis atatu perdarahan gusi )

4) Hematemesis atau melena.


c. Pembesaran hati

d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi,kaki dan tangan dingin,kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.

2. Kriteria Laboratoris :
a. Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/ul ).

b. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran


plasma) sebagai berikut :

22
1) Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.

2) Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,


dibandingkan dengan sebelumnya.

3) Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau


hipoproteinemia.

Menurut manifestasi kliniknya DHF sangat bervariasi, WHO (1997)


membagi menjadi 4 derajat : 7,8,9

Derajat I : Demam disertai uji tourniquet positif.

Derajat II : Demam + uji tourniquet positif disertai manifestasi perdarahan

(seperti : Epistaksis, perdarahan gusi )

Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menyempit (<20 mmhg), hipotensi, sianosis,

disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.

Derajat IV : Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan tekanan

darah tidak terukur.

23
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi
untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit
plasma biru.5
Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :
1) Uji serologi:deteksi antibodi IgG dan IgM, uji HI

2) Isolasi virus

3) Deteksi RNA/DNA dengan tehnik Polymerase Chain Reaction


(PCR).

4) Deteksi antigen (pemeriksaan NS-I) Lebih Spesifisitas 100% dan


sensitivitas 92.3%

24
Pemeriksaan Dengue NSl Antigen adalah pemeriksaan baru
terhadap antigen non struktural-I dengue (NSl) yang dapat mendeteksi
infeksi virus dengue dengan lebih awal bahkan pada hari pertama
onset demam. 5
Pemeriksaan NS-I perlu dilakukan pada pasien yang
megalami gejala Demam/klinis lain < 3 hari, dikarenakanEarly
detection sangatlah penting untuk menentukan pengobatan
(terapisupportif) yang tepat (cegah Resistensi antibiotik), serta
pemantauanpasien dengan segera.
Tanpa meninggalkan pemeriksaan Dengue serologi karena
pemeriksaaan NS1 bersifat komplementer (saling menunjang),
terkhususapabila didapatkan hasil Ns1 (-) dan gejala infeksi tetap
muncul.
Penggunaan Dengue IgG / IgM juga diperlukan bagi dokter
penganut paham "infeksi sekunder dapat menyebabkan infeksi yang
lebih berat dan memerlukan penanganan yang berbeda dengan infeksi
primer"
Dengan adanya Spesifisitas 100% dan sensitivitas 92.3%.
Dengan demikian pomakaian pemeriksaan ini akan dapat
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis infeksi
dengue.(5)
b. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorak didapati efusi pleura, terutama pada
hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan ( pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan ).(1)

H. Diagnosis Banding
Perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tipoid, influenza, idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP),
chikungunya dan leptospirosis.1
1 Belum / tanpa renjatan :

25
a Campak

b Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok


pnyakit exanthem, hepatitis, chikungunya)

2 Dengan renjatan
a. Demam tipoid

b. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain

3 Dengan perdarahan
a. Leukemia

b. ITP

c. Anemia Aplastik

4 Dengan kejang
a. Ensefalitis

b. meningitis

I. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan
simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan
akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapicairan, hal terpenting yang
perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya
terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7
proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang
interstitial ke intravaskular.3

26
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama
penatalaksanaan DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol
WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut: 3,8,11
1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka DHF dewasa tanpa syok.


Seorang yang tersangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan
haemoglobin, hematokrit, dan trombosit, bila :
1. Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,
pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke
poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya ( dilakukan pemeriksaan Hb,
Ht, lekosit dan trombosit tiap 24 jam ) atau bila keadaan penderita
memburuk segera kembali ke instalansi gawat darurat.

2. Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.

3. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan


dirawat.

27
Gambar 4. Penanganan tersangka DHF tanpa syok

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat.

Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :

1500 + (20 x( BB-20) ml

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24 jam :


1. Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah
pemberian cairan tetap, tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap
12 jam.

2. Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka Pemberian


cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DHF dengan peningkatan
Ht>20%.

28
Gambar 5. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat

Protokol 3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%.

Gambar 6. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%5

29
Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DHF dewasa.

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah :


perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali, perdarahan saluran cerna
(henatemesis dan melena atau hematokesia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.1,3

Perdarahan Spontan dan Masif


- Epistaksis tidak terkendali
- Hematemesis / melena
- Perdarahan otak
- Hematuria

TRANSFUSI
TROMBOSIT

Hb < 10 gr% TRAN

30
Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.

Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue pada dewasa


(SSD) maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus
segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang
hilang harus segera dilakukan. Angka kematian pada sindrom syok dengue
sepilih kali lipat dibandingkan dengan penderita DHF tanpa renjatan, dan
renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DHF mendapatkan
pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan tidak tepat termasuk kurangnya
kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan
renjatan yang tidak adekuat. 1,3

31
Gambar 7. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

32
Kriteria memulangkan pasien, apabila memenuhi semua keadaan
dibawah ini : 1
1 Tampak perbaikan secara klinis

2 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

3 Tidak dijumpai distress pernafasan (efusi pleura atau asidosis)

4 Hematokrit stabil

5 Jumlah trombosit cendrung naik > 50.000/nl

6 Tiga hari setelah syok teratasi

7 Nafsu makan membaik

J. Komplikasi

1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan


maupun tanpa syok

2. Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok


berkepanjangan

3. Edema paru, akibat over loading cairan 3

K. Prognosis
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada
DHF/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di
Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perja-
lanan penyakit umumnya lebih ringan dari pada anak-anak.2

33
BAB IV
ANALISIS MASALAH

Pasien mengeluhkan demam sejak 4 hari yang lalu. Demam dirasakan


muncul mendadak dan langsung tinggi, demam terus-menerus sepanjang hari
dengan suhu 39C- 40C. Demam tidak mereda dengan pemberian obat penurun
panas. Demam juga disertai nyeri kepala, terasa berdenyut cekot-cekot, mual dan
muntah saat makan dan minum, muntah sebnayak 1-2 kali dalam sehari sekitar
gelas belimbing, berisi cairan kekuningan dan makan yang dimakan, pasien juga
merasakan badan lemas, badan pegal dan nyeri perut dibagian uluhati, nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri tidak menjalar. Pasien belum BAB dari 2
hari yang lalu, BAB terakhir konsistensi lembek dan tidak ada darah dan BAK 4-5
kali sehari, sekitar 2-4 gelas belimbing, berwarna kuning jernih.
Keluhan lain seperti batuk, mimisan, gusi berdarah, bintik-bintik merah
dikulit, BAB darah, nyeri sendi, nyeri sekitar mata, sesak napas, nyeri dada, diare,
penurunan kesadaran disangkal.
Riwayat sakit serupa dikeluarga(+), Riwayat sering menggantung baju
kotor(+), Riwayat jarang menguras bak mandi(+), Riwayat jarang konsumsi air
putih (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium (+), dan
Rumple leed (+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pada pemeriksaan
laboratorium leukosit 5.280 gr/dl, hemoglobin 17,0 gr/dl, hematokrit 51,00 gr/dl,
trombosit 54.000 , serum widal S. Typhi H dan O 1/80. Dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, didapatkan beberapa diagnosis.
Diagnosis Demam Berdarah Dengue pada kasus ini didasarkan pada terpenuhinya
kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi :
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
Uji bendung positif

34
Ptekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi),
atau perdarahan dari tempat lain.
Hematemesis atau melena.
1. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
2. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
Peningkatan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.

Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan


DBD adalah pada DBD ditemukan kebocoran plasma. Terdapat 4 derajat
spektrum klinis DBD yaitu :
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan
lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut
kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Pada kasus ini terdapat 3 kriteria yaitu Demam atau riwayat demam akut,
antara 2-7 hari, biasanya bifasik, Trombositopenia dan Plasma Leakage. Pasien ini
diklasifikasikan sebagai Demam Berdarah Dengue Derajat I, karena pasien
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah
uji torniquet. Oleh karena itu pada pasien ini diagnosis fungsionalnya adalah DHF
grade I.1
Demam berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak selama 2-
7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien
sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika
tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Pasien juga mengeluh sakit kepala
hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya napsu makan, mual-

35
mual dan ruam. Demam berdarah yang lebih parah ditandai dengan demam tinggi
yang bisa mencapai suhu 40-41C selama dua sampai tujuh hari, wajah
kemerahan, dan gelaja lainnya yang menyertai demam berdarah ringan.
Berikutnya dapat muncul kecenderungan pendarahan, seperti memar, hidung dan
gusi berdarah, dan juga pendarahan dalam tubuh. Pada kasus yang sangat parah,
mungkin berlanjut pada kegagalan saluran pernapasan, shock dan kematian.2,3
Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa
kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan
penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam hematokrit yang
8
menunjukkan adanya kehilangan cairan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD
ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat
mencegah syok.2
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam
ketiga hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah
dari saat demam turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar
hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu
dilakukan.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi
hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15%
memerlukan transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO
untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%.
Ringer memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan sebagai base
corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada
DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping
pemberian cairan Ringer akibat adanya asidosis berat. 2
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk
rumatan bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan
jumlah cairan harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti
karena tidak ada perembesan plasma.2
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan
resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan,

36
gelatin dan hydroxy ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan
koloid lebih besar sehingga dapat bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8
jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas mempertahankan tekanan
onkotik vaskular lebih baik.5,6

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati
N, penyunting. Current Management of Pediatrics Problems. Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6
September 2004.h. 63-
2. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam :
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics.
Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders.2004.h.1092-4
3. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press
1988
4. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody
dependent enhancement, a brief history and personal memoir . Rev Cubana
Med Trop 2002; 54(3):h.171-79
5. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada
Penderita Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-
13 September 1998.h.
6. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era
2003. Surabaya : Airlangga University Press 2004.h.1-9
7. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive
Guidelines. New Delhi : WHO.1999
8. Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku ajar Ilmu
penyakit dalam, Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-UI,
jakarta, 2006, ed.4, (III) 1709-1713
9. Sumarno S, Soedarmo P,Garna H,Rezeki S,Satari H. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri tropis, IDAI, jakarta 2008,ed.2, 155-179
10. Rejeki S, Adinegoro S (DHF) Demam Berdarah Dengue, Tatalaksana Demam
Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta.2004
11. Mansjoer A,Triyanti K, Savitri R,Wardhani W,Setiowulan W, Kapita selekta
FKUI, Jakarta,(I),428-433

38
39

Anda mungkin juga menyukai