Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BUPATI BALANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN
NOMOR 24 TAHUN 2013
TENTANG
BUPATI BALANGAN,
dan
BUPATI BALANGAN
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
14. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
15. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib
tata ruang.
16. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
17. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disebut RTRW
Kabupaten adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang
wilayah Kabupaten Balangan.
18. Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten adalah tujuan yang ditetapkan
Pemerintah Daerah Kabupaten yang merupakan arahan perwujudan visi
dan misi pembangunan jangka panjang kabupaten pada aspek keruangan
yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah Nasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional.
19. Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten adalah arahan
pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah guna
mencapai tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten dalam kurun waktu 20
(dua puluh) tahun.
20. Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten adalah penjabaran kebijakan
penataan ruang kedalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih
nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola
ruang wilayah Kabupaten.
21. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten adalah rencana yang
mencakup sistem perkotaan wilayah Kabupaten yang berkaitan dengan
kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana
wilayah Kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah
Kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala Kabupaten yang meliputi
sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem
jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh
daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai, dan sistem
jaringan prasarana lainnya
22. Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten adalah rencana distribusi
peruntukan ruang wilayah Kabupaten yang meliputi peruntukan ruang
untuk fungsi lindung dan budi daya yang dituju sampai dengan akhir masa
berlakunya RTRW Kabupaten yang memberikan gambaran pemanfaatan
ruang wilayah Kabupaten hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang.
23. Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, sosial budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah
untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
24. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten atau
beberapa Kecamatan.
25. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disingkat PKLp adalah
kawasan yang dipromosikan sebagai kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala Kabupaten atau beberapa Kecamatan.
26. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kecamatan atau
beberapa Desa.
5
27. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar Desa.
28. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap, dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada di permukaan tanah, di atas permukaan tanah,
di bawah permukaan tanah dan/atau air serta diatas permukaan air,
kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
29. Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan pada wilayah
yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.
30. Sistem Jaringan Jalan Primer adalah jaringan jalan yang menghubungkan
secara menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga
dan kota jenjang dibawahnya sampai ke persil dalam satu wilayah
pengembangan. Jaringan jalan primer menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan kota jenjang kesatu antar satuan wilayah pengembangan.
31. Sistem Jaringan Jalan Sekunder adalah jaringan jalan yang
menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer,
sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan
seterusnya sampai ke permukiman.
32. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
33. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
34. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
35. Kawasan Strategis kabupaten adalah kawasan yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, serta
pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi.
36. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman
dan sistem agrobisnis.
37. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
Nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
38. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
39. Ketentuan Perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap
pihak sebelum memanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam
melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana
tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan.
40. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat
BKPRD adalah badan yang bersifat Ad-Hoc yang dibentuk untuk
mendukung dan membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam rangka
melakukan koordinasi penataan ruang di Daerah.
6
41. Ketentuan Insentif dan Disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk
memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan
rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana
tata ruang.
42. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten adalah arahan
pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
wilayah Kabupaten sesuai dengan RTRW Kabupaten melalui penyusunan
dan pelaksanaan program penataan/pengembangan Kabupaten beserta
pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah
lima tahunan Kabupaten yang berisi rencana program utama, sumber
pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan.
43. Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten adalah jaringan prasarana
wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah Kabupaten
dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan
prasarana skala Kabupaten.
44. Jaringan Sumber Daya Air adalah jaringan air, sumber air, dan daya air
yang terkandung di dalamnya.
45. Jaringan Irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang
diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan,
pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya.
46. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang
luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
47. Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung
48. Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alamiyang batas di darat merupakan
pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan.
49. Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten adalah
ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan
pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten agar sesuai dengan RTRW
Kabupaten yang berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan
perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk
wilayah Kabupaten.
50. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Kabupaten adalah ketentuan
umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan Kabupaten dan unsur-
unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap
klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW Kabupaten.
51. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan lain
dalam penyelenggaraan penataan ruang.
7
BAB II
RUANG LINGKUP PENATAAN RUANG WILAYAH DAERAH
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Substansi
Pasal 2
Bagian Kedua
Ruang Lingkup Administrasi
Pasal 3
BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 4
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 5
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 6
(3) Strategi untuk kebijakan peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah secara hirarkhis dan merata sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas:
9
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
Bagian Kedua
Pusat-Pusat Kegiatan
Pasal 8
(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berada di kawasan
Perkotaan Paringin meliputi :
a. perkotaan Paringin di Kecamatan Paringin, dengan fungsi pelayanan :
1. pusat pelayanan perekonomian yaitu sebagai kawasan perdagangan
skala regional Kabupaten dan Provinsi, meliputi pusat perbelanjaan
pasar skala regional Kabupaten;
2. pusat pelayanan jasa yaitu perbankan cabang, lembaga asuransi
cabang, perhotelan dan perusahaan jasa swasta lainnya;
3. pusat pelayanan kesehatan berupa rumah sakit tipe C, dokter
spesialis, apotik;
4. pusat pengembangan fasilitas pendidikan (PAUD, TK, SD, SLTP dan
SLTA / Kejuruan, pesantren dan Perguruan tinggi);
5. pusat olah raga/rekreasi meliputi gedung olah raga (GOR) yang
merupakan kompleks fasilitas olahraga dan gedung hiburan;
6. pengembangan ruang terbuka hijau yang dapat dijadikan tempat
rekreasi bagi masyarakat;
7. pengembangan sarana transportasi terminal tipe C;
8. pengembangan wisata buatan dan budaya atau spiritual;
12
(3) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu Perkotaan
Batumandi di Kecamatan Batumandi, dengan fungsi pelayanan :
a. pusat Pemerintahan Kecamatan;
b. pusat perdagangan dan jasa meliputi perbankan, pasar lokal dan pasar
hewan serta pelayanan kesehatan berupa Puskesmas, bidan;
c. pusat pengembangan fasilitas pendidikan (PAUD, TK, SD, SLTP dan
SLTA dan Kejuruan serta Pesantren);
d. transportasi terminal tipe C dan terminal agribisnis untuk mendukung
agropolitan;
e. pelayanan pemerintah, meliputi kantor Kecamatan dan depo kebersihan;
f. pusat pelayanan lintas Kecamatan;
g. pusat pengembangan perumahan dan fasilitas penunjangnya;
h. pusat kegiatan industri kecil rumah tangga pengolahan hasil pertanian;
i. pusat pengembangan komoditas pertanian dan hortikultura; dan
j. pusat pengembangan kegiatan keagamaan.
(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :
a. PPK Muara Pitap berada di Kecamatan Paringin Selatan, dengan fungsi
pelayanan :
13
(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan fungsi pelayanan
sebagai pusat pelayanan sosial dan umum, komersial, pariwisata, industri
kecil, pengembangan pertanian, hortikultura, peternakan, perikanan yang
melayani kegiatan skala antar desa, terdiri atas :
a. PPL Mantimin berada di Kecamatan Batumandi;
b. PPL Pudak berada di Kecamatan Awayan;
c. PPL Bihara berada di Kecamatan Awayan;
d. PPL Tabuan berada di Kecamatan Halong;
e. PPL Mauya berada di Kecamatan Halong;
f. PPL Haur Batu berada di Kecamatan Paringin;
g. PPL Gunung Pandau berada di Kecamatan Paringin Selatan;
h. PPL Layap berada di Kecamatan Paringin; dan
i. PPL Bungin berada di Kecamatan Paringin Selatan.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 9
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 10
(2) Jaringan jalan dan jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas :
a. jaringan jalan kewenangan Nasional yaitu jaringan jalan arteri primer
(A1), terdiri atas ruas jalan :
1) Desa Hamparaya (Batas Kabupaten Hulu Sungai Tengah) - Batumandi
- Mantimin;
2) Mantimin - Paringin; dan
3) Paringin - Dahai/ Desa Padang Panjang (Batas Kabupaten Tabalong).
(3) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. terminal penumpang; dan
b. terminal barang.
(4) Rencana terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
adalah :
a. terminal penumpang tipe C di Kelurahan Paringin Kota, Kecamatan
Paringin;
b. rencana pengembangan terminal penumpang tipe C di Kelurahan Batu
Piring atau Desa Haur Batu; dan
c. rencana pengembangan sub terminal penumpang di Desa Batumandi,
Desa Halong, Desa Simpang Tiga, Desa Mungkur Uyam, Desa Putat
Basiun, Desa Simpang Nadung.
(6) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas :
a. trayek angkutan perkotaan terdiri atas :
1. dilintasi oleh angkutan umum dalam sistem jaringan pelayanan
angkutan umum kota antar Provinsi (AKAP) berupa trayek
Banjarmasin - Paringin Samarinda, Paringin Halong Paser;
2. dilintasi oleh rute angkutan umum kota dalam Provinsi (AKDP) berupa
trayek Pantai Hambawang - Barabai - Batumandi - Paringin dan
Paringin - Lampihong Amuntai dan Paringin Halong Kotabaru;
3. rencana pengembangan angkutan umum dalam sistem jaringan
pelayanan angkutan umum kota dalam Provinsi (AKDP) yang belum
terlayani berupa trayek Batumandi Mantimin Lampihong -
Amuntai;
4. rencana rute angkutan umum dalam sistem jaringan pelayanan
angkutan umum kota dalam Kabupaten (AKDK) meliputi :
1) trayek Paringin - Juai - Halong;
2) trayek Paringin - Awayan Tebing Tinggi;
3) trayek Batumandi Lok Batu Awayan Tebing Tinggi;
4) trayek Batumandi Lok Batu Awayan Juai Halong;
5) trayek yang melintasi jalan lingkar barat dan lingkar timur yang
diintegrasikan dengan pengembangan terminal angkutan umum.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Perkeretaapian
Pasal 11
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 12
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 13
(2) Jaringan prasarana energi yang terkait dengan wilayah Kabupaten Balangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. gardu induk yang melayani kebutuhan listrik di Kabupaten Balangan,
terdiri atas:
1. gardu induk Tanjung di Kabupaten Tabalong yang menyuplai Gardu
Hubung Paringin ; dan
2. rencana pelayanan selanjutnya dari Gardu Induk Amuntai di
Kabupaten Hulu Sungai Utara.
b. jaringan transmisi tenaga listrik Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTT) yang menghubungkan gardu induk Amuntai di Kabupaten Hulu
Sungai Utara dan gardu induk Tanjung di Kabupaten Tabalong.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 14
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
meliputi:
a. sistem jaringan kabel terdapat di Kecamatan Paringin, Kecamatan
Paringin Selatan, Kecamatan Juai, dan Kecamatan Batumandi; dan
b. rencana pengembangan jaringan kabel yang meliputi seluruh Kecamatan.
(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi :
a. menara jaringan telekomunikasi terestrial, meliputi Kelurahan Batu
Piring, Kelurahan Paringin Timur, Desa Batumandi, Desa Putat Basiun,
Desa Simpang Tiga, Desa Mungkur Uyam, Desa Halong, Desa Tabukan,
Desa Mauya, Desa Simpang Nadung, Desa Tebing Tinggi, dan Desa
Dayak Pitap;
b. rencana pengembangan menara jaringan telekomunikasi dalam rangka
peningkatan pelayanan dan atau perluasan jaringan telekomunikasi di
seluruh Kecamatan; dan
c. rencana pengembangan jaringan telekomunikasi satelit yang meliputi
seluruh Kecamatan.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 15
(1) Sistem jaringan sumber daya air Kabupaten yang terkait dengan wilayah
kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c, terdiri
atas:
a. sungai;
b. cekungan air tanah;
c. jaringan irigasi;
19
(2) Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, masuk dalam wilayah
sungai Barito mencakup Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito.
(5) Cekungan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah
Cekungan Air Tanah Palangkaraya-Banjarmasin.
(6) Jaringan Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. jaringan irigasi yang merupakan kewenangan pemerintah provinsi berupa
Daerah Irigasi (D.I.) Bendung Pitap di Kecamatan Awayan yang
merupakan penggabungan dari beberapa jaringan irigasi, meliputi :
1) daerah irigasi Paringin;
2) daerah irigasi Putat Basiun;
3) daerah irigasi Lok Batu; dan
4) daerah irigasi Sikuntan.
b. rencana pembangunan Bendung Bihara untuk mengatasi permasalahan
air pada daerah hulu agar pembagian aliran ke daerah hilir dapat terbagi
dengan baik;
c. jaringan irigasi yang merupakan kewenangan Pemerintah Daerah, terdiri
atas :
1) daerah irigasi Batumandi;
2) daerah irigasi Lok Batu;
3) daerah irigasi Paran;
4) daerah irigasi Suapin; dan
5) daerah irigasi Tundakan.
d. bendung Pitap yang merupakan bendung Nasional dalam jaringan irigasi
Nasional yang meliputi saluran irigasi primer dan sekunder;
e. rencana pengembangan kapasitas jaringan irigasi Provinsi di Bendungan
Balangan;
f. rencana pengembangan daerah irigasi Provinsi berupa daerah irigasi
Bendung Pitap;
g. rencana pengembangan saluran rawa Provinsi di Kecamatan Batumandi;
dan
h. rencana pengembangan daerah rawa di Kecamatan Batumandi dan
daerah rawa Batumandi yang merupakan kewenangan Provinsi.
20
(7) Jaringan air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d berupa :
a. rencana pengembangan sumber air baku, meliputi :
1. bendung Pitap, Bendung Bihara; dan
2. sungai Balangan.
b. saluran air baku (SAB) Perusahaan Air Minum di Balangan yang
merupakan Saluran Air Bersih (SAB) Nasional dalam jaringan air bersih
nasional.
(8) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
meliputi :
a. pembangunan, rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan bangunan-
bangunan pengendali banjir di seluruh sungai rawan banjir; dan
b. normalisasi sungai-sungai di Kabupaten Balangan.
Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 16
(3) Sistem jaringan air minum yang terkait dalam wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. saluran air bersih Perusahaan Air Minum Balangan yang merupakan
Saluran Air Bersih (SAB) Nasional dalam jaringan air bersih Nasional;
b. rencana jaringan air bersih ke kelompok pengguna berupa rencana
Instalasi Pengolahan Air (IPA) bersih, meliputi :
1) IPA Buntu Pilanduk di Kecamatan Halong;
2) IPA Sungai Batung di Kecamatan Juai;
3) IPA Mantimin di Kecamatan Batumandi;
4) IPA Sungai Balangan di Kecamatan Lampihong;
5) IPA Simpang Nadung di Kecamatan Tebing Tinggi;
6) IPA Awayan di Kecamatan Awayan;
7) IPA Paringin I;
8) IPA Paringin II; dan
9) IPA Paringin III.
c. penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat berupa
penyediaan sarana air bersih meliputi sumur bor, sumur gali dan hidran
umum di seluruh Kecamatan.
(5) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
terdiri atas:
a. pengolahan limbah B3 dengan sistem pengolahan limbah terpadu dengan
menggunakan sistem sanitasi setempat (on site) yang dilengkapi dengan
tangki septik dan sistem pembuangan air limbah terpusat dan
pengorganisasian (off site) bagi pengelola kawasan industri dan pusat
kegiatan perdagangan dengan kapasitas yang besar;
b. pengolahan limbah B3 dari pertambangan cair ditampung dalam kolam
pengendap limbah, pembuangan limbah cair tersebut setelah melalui
proses pengolahan dan telah memenuhi standar mutu yang di tetapkan
harus memperhatikan daya dukung beban pencemar pada media
penerima limbah serta bisa dimanfaatkan kembali; dan
c. kewajiban pengolahan limbah untuk rumah tangga, industri kecil dan
industri sedang dengan menggunakan sistem sanitasi setempat (on site)
yang dilengkapi dengan tangki septik.
22
(6) Rencana jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e terdiri atas :
a. jalur evakuasi bencana banjir yakni pada jalur utama pada kawasan
rawan bencana banjir berada di Kecamatan Paringin, Kecamatan Paringin
Selatan,Kecamatan Halong, Kecamatan Juai, Kecamatan Batumandi, dan
Kecamatan Lampihong menuju ke ruang terbuka hijau dan fasilitas
umum terdekat yang dipergunakan untuk pengungsian sementara; dan
b. jalur evakuasi bencana longsor yakni jalur utama pada kawasan rawan
bencana longsor di Kecamatan Halong, Kecamatan Tebing Tinggi,
Kecamatan Juai, Kecamatan Paringin dan Kecamatan Awayan menuju
fasilitas umum yang bisa dijadikan tempat pengungsian sementara.
(7) Rencana sistem proteksi kabakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f meliputi penyediaan fasilitas proteksi kebakaran meliputi penyediaan
sumber air untuk pemadaman kebakaran, pompa pemadam kebakaran,
sistem perpipaan pemadam kebakaran pada bangunan gedung, fasilitas dan
lingkungan permukiman yang berpotensi terjadi kebakaran.
BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 18
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a terdiri
atas :
a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan rawan bencana alam; dan
d. kawasan lindung geologi.
23
Paragraf 1
Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan di Bawahnya
Pasal 19
Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 20
(2) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. sempadan sungai besar dengan luas kurang lebih 2.946 (dua ribu
sembilan ratus empat puluh enam) hektar meliputi Sungai Pitap dan
Sungai Balangan; dan
b. sempadan sungai kecil dengan luas kurang lebih 8.195 (delapan ribu
seratus sembilan puluh lima) hektar meliputi Sungai Mantuyan, Sungai
Tabuan, Sungai Galumbang, Sungai Halong, Sungai Uren, Sungai
Ninian, Sungai Jauk, Sungai Batumandi, Sungai Lokbatu dan Sungai
Juai baik yang mengalir di kawasan perkotaan maupun di luar kawasan
perkotaan.
(3) Kawasan sempadan danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
direncanakan sebesar kurang lebih 59 (lima puluh sembilan) hektar di
Danau Baruh Bahinu Dalam di Kecamatan Paringin Selatan.
(4) Kawasan sempadan bendung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
direncanakan sebesar kurang lebih 6 (enam) hektar di Bendung Pitap di
Kecamatan Awayan.
24
(5) Kawasan ruang terbuka hijau (RTH) kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d direncanakan sebagai RTH seluas 30 % (tiga puluh persen) dari
luas kawasan perkotaan.
Paragraf 3
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 21
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf
c terdiri atas:
a. kawasan rawan tanah longsor; dan
b. kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi kawasan rawan tanah longsor di Kecamatan Halong dengan luas
kurang lebih 347 (tiga ratus empat puluh tujuh) hektar, Kecamatan Tebing
Tinggi dengan luas kurang lebih 176 (seratus tujuh puluh enam) hektar,
Kecamatan Juai dengan luas kurang lebih 1 (satu) hektar, Kecamatan
Paringin Selatan kurang lebih 55 (lima puluh lima) hektar dan Kecamatan
Awayan dengan luas kurang lebih 26 (dua puluh enam) hektar, maka total
luas kawasan rawan longsor kurang lebih 605 (enam ratus lima) hektar.
(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi kawasan rawan banjir di Kecamatan Paringin kurang lebih 572
(lima ratus tujuh puluh dua) hektar, Kecamatan Paringan Selatan kurang
lebih 396 (tiga ratus sembilan puluh enam) hektar, Kecamatan Halong
kurang lebih 177 (seratus tujuh puluh tujuh) hektar, Kecamatan Juai
kurang lebih 705 (tujuh ratus lima) hektar, Kecamatan Batumandi kurang
lebih 1.703 (seribu tujuh ratus tiga) hektar dan Kecamatan Lampihong
kurang lebih 1.323 (seribu tiga ratus dua puluh tiga) hektar, maka luas
total kawasan rawan banjir kurang lebih 4.876 (empat ribu delapan ratus
tujuh puluh enam) hektar.
Paragraf 4
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 22
Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d,
berupa kawasan yang memiliki keunikan batuan dan fosil, serta memiliki
keunikan bentang alam dan memberikan perlindungan terhadap air tanah yang
merupakan pegunungan karst pada lapisan atasnya dan berada di sebagian
Kecamatan Halong dan sebagian Kecamatan Tebing Tinggi.
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 23
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 24
(4) Kawasan peruntukan hutan produksi tetap di Kecamatan Juai adalah seluas
kurang lebih 1.131 (seribu seratus tiga puluh satu) hektar.
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 25
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 26
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 27
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 28
(2) Industri besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di
Kecamatan Paringin, Kecamatan Paringin Selatan, Kecamatan Lampihong,
Kecamatan Batumandi dan Kecamatan Awayan.
(3) Industri sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di
Kecamatan Lampihong, Kecamatan Batumandi dan di Kecamatan Paringin
Selatan.
(4) Industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa industri
rumah tangga hasil pertanian dan kehutanan, meliputi :
a. industri pangan gula merah di Kecamatan Lampihong;
b. industri pangan sirup di Kecamatan Batumandi;
c. industri pangan mandai tiwadak di Kecamatan Batumandi;
d. industri pangan kerupuk dan sejenisnya di Kecamatan Juai;
e. industri bahan bangunan Batu Bata (Tanah Liat) di Kecamatan Paringin;
f. industri bahan bangunan Batako di Kecamatan Batumandi;
g. industri ukiran kayu di Kecamatan Batumandi; dan
h. Industri anyaman bamban di Kecamatan Lampihong.
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 29
(2) Kegiatan Pariwisata Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdapat pada :
a. pusat wisata religius Makam Datuk Kandang Haji di Kecamatan Juai;
b. pusat sejarah Benteng Tundakan di Kecamatan Awayan;
c. pusat budaya Dayak Pitap di Kecamatan Tebing Tinggi; dan
d. pusat budaya Halong di Kecamatan Halong.
29
(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas :
a. kawasan konservasi perairan (danau) Baruh Bahinu;
b. kawasan Desa Wisata Danau Baruh Bahinu seluas kurang lebih 295 (dua
ratus sembilan puluh lima) hektar;
c. kawasan budidaya dan pariwisata alam; dan
d. kawasan peruntukan pariwisata buatan.
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 30
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 31
BAB VI
KAWASAN STRATEGIS
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 32
(3) Untuk operasionalisasi RTRW Kabupaten disusun rencana rinci tata ruang
berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten dan Rencana
Detail Tata Ruang Kabupaten.
(4) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten dan Rencana Detail Tata
Ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan
Peraturan Daerah tersendiri.
Pasal 33
(2) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. kawasan pertanian pangan berkelanjutan yang merupakan bagian dari
pertanian tanaman pangan dan hortikultura meliputi Kecamatan
Paringin, Kecamatan Paringin Selatan, Kecamatan Batumandi,
Kecamatan Lampihong, Kecamatan Juai dan Kecamatan Awayan;
b. lahan yang dicadangkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan
tersebar di wilayah kabupaten Balangan yang juga merupakan bagian
dari pertanian tanaman pangan dan hortikultura; dan
c. kawasan agropolitan meliputi :
1. kota tani utama Paringin dengan desa pusat pertumbuhan Kota
Paringin meliputi Kelurahan Paringin Kota, Kelurahan Paringin
Timur, Desa Teluk Keramat, Desa Haur Batu dan Desa Gunung
Pandau; dan
2. kota tani Batumandi dengan desa pertumbuhan Batumandi meliputi
Desa Timbun Tulang, Desa Teluk Mesjid, Desa Batumandi, Desa
Bungur, Desa Riwa, Desa Mantimin, Desa Kasai dan Desa Guha.
(3) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
31
a. kawasan komunitas Adat Dayak Pitap dan Adat Halong yang meliputi
Dayak Balangan dan Dayak Tabalong;
b. kawasan pusat Pemerintahan Kabupaten di Kelurahan Batu Piring;
c. pusat kegiatan keagamaan (Islamic Center) Balangan di Batu Piring
Kecamatan Paringin Selatan, Pondok Pesantren Nurul Muhibbin di Desa
Mantimin Kecamatan Batumandi;
d. pusat kegiatan wisata religius Makam Datuk Kandang Haji di Desa Teluk
Bayur di Kecamatan Juai; dan
e. kawasan Desa Wisata Danau Baruh Bahinu di Desa Murung Abuin, Desa
Baruh Bahinu Dalam, Desa Binjai, dan Desa Telaga Purun.
(4) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan
daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c terdiri atas :
a. kawasan ekowisata hutan lindung pegunungan meratus di Desa Dayak
Pitap, Desa Binuang Santang, Desa Marajai, Desa Uren, Desa
Mamantang, Desa Kapul, Desa Aniungan, Desa Liyu, Desa Gunung Riut,
Desa Sumsum, Desa Auh dan Desa Mayanau; dan
b. kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Balangan.
BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Pasal 34
Pasal 35
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2)
disusun berdasarkan indikasi program pembangunan yang memiliki jangka
waktu pelaksanaan selama 20 (dua puluh) tahun dengan indikasi program
utama lima tahunan yang ditetapkan dalam lampiran VI yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
32
BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 36
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 37
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya;
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem
prasarana Nasional dan wilayah; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan strategis Kabupaten.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem nasional
dan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat-pusat kegiatan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi;
c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana energi;
d. ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana telekomunikasi;
e. ketentuan umum peraturan zonasi sitem jaringan sumberdaya air; dan
f. ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana lingkungan.
Paragraf 1
Ketentuan umum Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Lindung
Pasal 38
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan danau atau waduk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf d, ditetapkan sebagai
berikut :
a. dalam kawasan sempadan waduk/danau tidak diperkenankan dilakukan
kegiatan budidaya yang dapat merusak fungsi danau/waduk;
b. dalam kawasan sempadan waduk/danau diperkenankan dilakukan
kegiatan penunjang pariwisata alam sesuai ketentuan yang berlaku;
c. dalam kawasan waduk/danau masih diperkenankan dibangun prasarana
wilayah dan utilitas lainnya sepanjang :
1) tidak menyebabkan terjadinya perkembangan pemanfaatan ruang
budidaya di sekitar jaringan prasarana tersebut; dan
2) pembangunannya dilakukan sesuai ketentuan peraturan yang
berlaku.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf f, disusun dengan
memperhatikan:
a. kawasan ruang terbuka hijau tidak diperkenankan dialihfungsikan;
36
Paragraf 2
Ketentuan umum Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Budidaya
Pasal 39
sepanjang jalan arteri primer (jalan nasional) dan kolektor primer (jalan
provinsi) paling tinggi 750 (tujuh ratus lima puluh) meter dari as jalan.
Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Kawasan
Sekitar Sistem Nasional Dan Wilayah
Pasal 40
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (5) huruf e, ditetapkan sebagai
berikut :
a. rehabilitasi, pemeliharaaan, dan peningkatan jaringan irigasi yang ada;
b. pengembangan Daerah Irigasi (DI) pada seluruh daerah potensial yang
memiliki lahan pertanian yang ditujukan untuk mendukung ketahanan
pangan dan pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan;
c. rencana pengembangan jaringan sumber air baku mengutamakan air
permukaan dengan prinsip keterpaduan air tanah;
d. sistem penyediaan air minum (SPAM) di Kabupaten dipadukan dengan
sistem jaringan sumber daya air untuk menjamin ketersediaan air baku;
e. prasarana jaringan air minum meliputi intake air baku, jaringan
perpipaan air minum, saluran perpipaan air baku, dan instalasi
pengolahan air minum yang dikembangkan pada lokasi air baku
potensial serta pusat-pusat permukiman di seluruh Kecamatan; dan
f. pembangunan, rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan sarana dan
prasarana pengelolaan air baku untuk air minum.
Paragraf 4
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Strategis Kabupaten
Pasal 41
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan strategis kota tani
agropolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (6) huruf b adalah:
a. penetapan kawasan strategis kota tani agropolitan meliputi kota tani
utama Paringin dengan Desa pusat pertumbuhan Kota Paringin
(Kelurahan Paringin Kota, Kelurahan Paringin Timur, Desa Teluk
Keramat, Desa Haur Batu dan Desa Gunung Pandau) dan kota tani
Batumandi dengan desa pertumbuhan Batumandi (Desa Timbun Tulang,
Desa Teluk Mesjid, Desa Batumandi, Desa Bungur, Desa Riwa, Desa
Mantimin, Desa Kasai dan Desa Guha);
b. dapat ditetapkan daerah-daerah sentra produksi pertanian hortikultura
dan palawija;
44
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan strategis pusat kegiatan
keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (6) huruf e adalah :
a. kawasan strategis pusat keagamaan meliputi Islamic Centre Balangan di
Kelurahan Batu Piring Kecamatan Paringin Selatan dan Kawasan Pondok
Pesantren Nurul Muhibbin Desa Mantimin Kecamatan Batumandi;
b. wajib dikembangkan sarana dan prasarana penunjang kegiatan
keagamaan di kawasan strategis keagamaan terutama prasarana
penunjang aksesibilitas menuju kawasan;
45
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan strategis wisata religius
Makam Datuk Kandang Haji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (6)
huruf f adalah :
a. kawasan strategis wisata religius Makam Datuk Kandang Haji adalah
berada di Desa Teluk Bayur di Kecamatan Juai;
b. kawasan ruang terbuka hijau pada kawasan minimum sebesar 60%
(enam puluh persen) dari luas seluruh kawasan;
c. areal yang boleh dibangun maksimum 40% (empat puluh persen) dari
luas seluruh kawasan dengan dukungan rencana rinci tata ruang
kawasan;
d. pembangunan sarana penunjang pariwisata berupa penginapan, MCK,
fasilitas parkir, dan lain sebagainya;
e. wajib menyediakan sarana dan prasarana lingkungan;
f. pembatasan pembangunan pada wilayah dengan kemiringan >40% (lebih
dari empat puluh persen) atau pada areal perbukitan;
g. wajib menyiapkan jalan-jalan akses umum menuju kawasan pariwisata
sesuai dengan kebutuhan riil; dan
h. dalam pengembangan kawasan ini lebih lanjut diperlukan dukungan
rencana rinci tata ruang kawasan dan peraturan zonasi.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Desa Wisata Danau
Baruh Bahinu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (6) huruf g
adalah:
a. kawasan desa wisata Danau Baruh Bahinu direncanakan berupa desa
wisata yang meliputi Desa Murung Abuin, Desa Baruh Bahinu Dalam,
Desa Binjai dan Desa Telaga Purun;
b. kawasan ruang terbuka hijau pada kawasan minimum sebesar 60% dari
luas seluruh kawasan;
c. areal yang boleh dibangun maksimum 40% (empat puluh persen) dari
luas seluruh kawasan dengan dukungan rencana rinci tata ruang
kawasan;
d. pembangunan sarana penunjang pariwisata berupa penginapan, MCK,
fasilitas parkir, dan lain sebagainya;
e. wajib menyediakan sarana dan prasarana lingkungan;
f. pembatasan pembangunan pada wilayah dengan kemiringan >40% (lebih
dari empat puluh persen) atau pada areal perbukitan;
g. menyediakan jalan akses menuju kawasan pariwisata sesuai dengan
kebutuhan riil; dan
h. dalam pengembangan kawasan ini lebih lanjut diperlukan dukungan
rencana rinci tata ruang kawasan dan peraturan zonasi.
46
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan ekowisata hutan lindung
pegunungan meratus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (6) huruf
h adalah:
a. kawasan ekowisata hutan lindung pegunungan meratus berada di Desa
Dayak Pitap, Desa Binuang Santang, Desa Marajai, Desa Uren, Desa
Mamantang, Desa Kapul, Desa Aniungan, Desa Liyu, Desa Gunung Riut,
Desa Sungsum, Desa Auh dan Desa Mayanau;
b. pembatasan kegiatan budidaya yang dianggap bisa merusak fungsi
keanekaragaman hayati, dan mengganggu kelestarian ekosistem, flora,
fauna; dan
c. pembatasan kegiatan budidaya pada wilayah sekitar sumber dan mata
air.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan Daerah Aliran Sungai
(DAS) Balangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (6) huruf i
adalah:
a. kawasan strategis Daerah Aliran Sungai (DAS) Balangan berada
sepanjang aliran sungai Balangan beserta sempadan sungai;
b. dalam kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Balangan tidak
diperbolehkan kegiatan budidaya yang menyebabkan kerusakan dan
mengganggu fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) Balangan;
c. dalam kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Balangan diperbolehkan
dibangun sarana dan utilitas sesuai dengan ketentuan peraturan yang
berlaku; dan
d. dilakukan kegiatan pemeliharaan dan normalisasi secara berkala dalam
rangka menjaga kelestarian ekosistem sungai.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 42
(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam
pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur ruang
dan pola ruang.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai
dengan kewenangannya sesuai ketentuan Perundang-Undangan.
Pasal 43
(2) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a-e
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44
(1) Izin prinsip pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a adalah izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh Bupati atas
rekomendasi dari Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD).
(2) Izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf b adalah
izin yang diberikan dalam rangka perolehan tanah guna keperluan
penanaman modal.
(3) Izin penggunaan pemanfaatan tanah sebagaimana ayat (1) huruf c adalah
izin yang diberikan berdasarkan izin lokasi, sedangkan untuk tanah yang
penggunaannya tidak memerlukan izin lokasi maka izin penggunaan
pemanfaatan tanah diberikan berdasarkan izin prinsip pemanfaatanruang.
(4) Izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
adalah dasar mendirikan bangunan yang diberikan berdasarkan peraturan
zonasi sebagai dasar bagi pemegang izin untuk mendirikan bangunan
sesuai fungsi yang telah ditetapkan dan rencana teknis bangunan gedung.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 45
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif merupakan acuan bagi pejabat yang
berwenang dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
Paragraf 1
Ketentuan Insentif
Pasal 46
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif lebih lanjut
diatur dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 2
Ketentuan Disinsentif
Pasal 47
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian disinsentif lebih
lanjut diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 48
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf d
merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pengenaan sanksi
administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang.
49
Pasal 49
(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf
a-g dapat dikenakan sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif
lebih lanjut diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 50
Pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang telah ditetapkan dapat dikenakan
sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang
penataan ruang.
BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 51
(3) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) lebih lanjut ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 52
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 53
Pasal 54
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara
turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor
daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur
pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi,
selaras, dan seimbang.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 55
Pasal 56
Pasal 57
h. mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pemerintah atau pihak lain apabila
kegiatan pembangunan yang dilaksanakan merugikan.
Pasal 58
Pasal 59
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan
kepada Bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat
disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 60
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 62
Pasal 63
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten Balangan adalah 20 (dua puluh) tahun dan
dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang
ditetapkan dengan Perundang-Undangan, RTRW Kabupaten Balangan dapat
ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan
apabila terjadi perubahan kebijakan Nasional dan strategi yang
mempengaruhi pemanfaatan ruang Kabupaten dan/atau dinamika internal
wilayah.
(4) RTRW Kabupaten Balangan dilengkapi dengan rencana dan album peta yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(7) Batas wilayah kawasan hutan dalam Peraturan Daerah ini merupakan batas
wilayah kawasan hutan tentatif (sementara) sesuai dengan penunjukkan
kawasan dan batas wilayah administrasi pemerintahan sedangkan batas
wilayah kawasan hutan definitif dilakukan melalui tahapan dan prosedur
pengukuhan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka pelaksanaan Peraturan
Daerah yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah ada
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
54
Pasal 65
(2) Pengembangan sarana dan prasarana wilayah yang bersifat strategis berupa
jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya, baik yang sudah ada maupun
yang direncanakan yang berada di dalam kawasan hutan berdasarkan
Peraturan Daerah ini, dapat dimanfaatkan dan selanjutnya diprioritaskan
perubahan peruntukannya menjadi bukan kawasan hutan.
(3) Pada lokasi Hutan Produksi Tetap (HP) dan/atau Hutan Lindung (HL) di
Kabupaten Balangan terdapat kawasan yang direncanakan untuk kegiatan
kehutanan dan non kehutanan.
(5) Pada lokasi Hutan Produksi Tetap (HP) dan/atau Hutan Lindung (HL) di
Kecamatan Paringin, Kecamatan Halong, Kecamatan Juai dan Kecamatan
Tebing Tinggi terdapat kawasan yang telah dilakukan kegiatan perkebunan.
(6) Untuk lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) akan dilakukan upaya
penyelesaian keterlanjuran perizinan di dalam kawasan hutan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjamin
kepastian usaha.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Ditetapkan di Paringin
pada tanggal 31 Desember 2013
BUPATI BALANGAN,
Ttd
H. SEFEK EFFENDIE
Diundangkan di Paringin
pada tanggal 31 Desember 2013
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN BALANGAN,
Ttd
H. RUSKARIADI
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
I. UMUM
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten merupakan arah
perwujudan ruang wilayah Kabupaten yang ingin dicapai pada
masa yang akan datang(20 tahun).
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten memiliki fungsi:
a. sebagai dasar untuk memformulasikan kebijakan dan
strategi penataan ruang wilayah Kabupaten;
b. memberikan arah bagi penyusunan indikasi program
utama dalam RTRW Kabupaten;
c. sebagai dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.
Pasal 5
Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten merupakan arah
tindakan yang harus ditetapkan untuk mencapai tujuan
penataan ruang wilayah Kabupaten.
Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten berfungsi
sebagai:
a. sebagai dasar untuk memformulasikan strategi penataan
ruang wilayah Kabupaten;
b. sebagai dasar untuk merumuskan struktur dan pola
ruang wilayah Kabupaten;
c. memberikan arah bagi penyusunan indikasi program
utama dalam RTRW Kabupaten;dan
d. sebagai dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.
Pasal 6
Ayat (1)
Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten merupakan
penjabaran kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten ke
dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten berfungsi:
a. sebagai dasar untuk penyusunan rencana struktur
ruang, rencana pola ruang, dan penetapan kawasan
59
strategis Kabupaten;
b. memberikan arah bagi penyusunan indikasi program
utama dalam RTRW Kabupaten; dan
c. sebagai dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan
pada kawasan pedesaan sebagai inti kawasan agropolitan
adalah sebagai kota tani utama Paringin Kota dan sebagai
kawasan sentra produksi Kecamatan Batumandi, Kecamatan
Juai dan Kecamatan Halong.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
60
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
RTRW Kabupaten menetapkan sistem perkotaan dan pusat-
pusat kegiatan di Kabupaten meliputi PKL, PKLp, PPK dan PPL
sesuai dengan konteks kebijakan dan strategi pembangunan
wilayah Kabupaten dan berdasarkan pertimbangan teknis yang
telah dilakukan dalam proses penyusunan RTRW Kabupaten
serta sinkronisasi dengan RTRW Propinsi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Rencana pola ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya
yang diatur dalam peraturan daerah ini adalah kawasan
lindung dan budidaya yang menjadi kewenangan Kabupaten,
bersifat lintas wilayah Kecamatan yang berpotensi
menimbulkan masalah antar wilayah serta bernilai strategis
bagi Kabupaten.
Ayat (2)
Cukup jelas.
61
Pasal 18
Rencana pola ruang kawasan lindung Kabupaten ditujukan
untuk menjaga keberlanjutan pembangunan wilayah dengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan dengan berpegang pada kenyataan bahwa dalam
pembangunan kabupaten telah menimbulkan masalah
lingkungan seperti bencana dan berkurangnya ketersediaan air
baku dan irigasi, serta tingginya alih fungsi lahan berfungsi
lindung untuk kegiatan budidaya.
Pasal 19
Ayat (1)
Kriteria kawasan resapan air adalah :
a. kawasan dengan curah hujan rata-rata lebih dari 1.000
mm per tahun;
b. lapisan tanahnya berupa pasir halus berukuran minimal
1/16 mm;
c. mempunyai kemampuan meluluskan air dengan
kecepatan lebih dari 1 meter per hari;
d. kedalaman muka air tanah lebih dari 10 meter terhadap
muka tanah setempat;
e. kelerengan kurang dari 15 persen;
f. kedudukan muka air tanah dangkal lebih tinggi dari
kedudukan muka air tanah dalam.
Yang dimaksud dengan kawasan resapan air adalah kawasan
yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air
hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer)
yang berguna sebagai sumber air. Perlindungan terhadap
kawasan resapan air, dilakukan untuk memberikan ruang
yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu
untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan
pengendalian banjir, baik untuk kawasan bawahannya
maupun kawasan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Kriteria kawasan hutan lindung, meliputi :
a. kawasan hutan dengan faktor-faktor kelerengan
lapangan, jenis tanah, dan curah hujan dengan nilai
skor lebih dari 125; dan/atau
b. kawasan hutan yang mempunyai kelerengan lapangan
40% atau lebih, dan pada daerah yang keadaan
tanahnya peka terhadap erosi, dengan kelerengan
lapangan lebih dari 25%; dan/atau
c. kawasan hutan yang mempunyai ketinggian 2.000 meter
atau lebih di atas permukaan laut.
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Kriteria sempadan sungai adalah :
a. sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang
kaki tanggul di luar kawasan perkotaan dan 3 meter di
sebelah luar sepanjang kaki tanggul di dalam kawasan
perkotaan;
b. sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri sungai
besar dan 50 meter di kanan kiri sungai kecil yang tidak
bertanggul di luar kawasan perkotaan;
62
Huruf b
Kriteria kawasan sempadan danau adalah daratan sepanjang
tepian danau yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan
kondisi fisik danau, sekurang-kurangnya 50 meter dari titik
pasang tertinggi ke arah darat.
Kawasan sempadan danau adalah kawasan tertentu di
sekeliling danau yang mempunyai manfaat penting
untukmempertahankan kelestarian fungsi danau.
Perlindungan terhadap kawasan sekitar waduk dan danau/situ
dilakukan untuk melindungi danau dari kegiatan budidaya
yang dapat mengganggu kelestarian fungsinya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau privat adalah
Ruang Terbuka Hijau milik institusi tertentu atau orang
perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas
antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan dan besarnya 10
% dari luas perkotaan
Yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau publik, adalah
Ruang Terbuka Hijau yang dimiliki dan dikelola oleh
Pemerintah Daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk
kepentingan masyarakat secara umum dan besarnya 20 % dari
luas perkotaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 21
63
Ayat (1)
Huruf a
Kriteria kawasan rawan tanah longsor adalah kawasan
berbentuk lereng yang rawan terhadap perpindahan material
pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah
atau material campuran.
Huruf b
Kriteria kawasan rawan banjir adalah daerah yang
diidentifikasi sering danberpotensi tinggi mengalami bencana
banjir. Kawasan rawan banjir adalah kawasan yang
diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi terjadi banjir.
Perlindungan terhadap kawasan rawan banjir dilakukan untuk
mengatur kegiatan manusia pada kawasan rawan banjir untuk
menghindari terjadinya bencana akibat perbuatan manusia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Kriteria kawasan hutan produksi adalah:
a. memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan
intensitas hujan dengan jumlah skor paling besar 174;
b. merupakan kawasan yang apabila dikonversi mampu
mempertahankan daya dukungdan daya tampung
lingkungan.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Kegiatan pertambangan di kawasan pertambangan wajib
meninggalkan warisan pasca penutupan tambang berupa
kehidupan sosial yang lebih baik bagi masyarakat sekitar
kawasan pertambangan, melalui penyelenggaraan program-
program pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan
berkelanjutan serta penyelenggaraan program-program
penyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan dan prasarana
lainnya. Selain itu meningkatkan perbaikan kondisi
perekonomian setempat dengan menyediakan kesempatan
kerja bagi penduduk dan menyediakan dana bagi
kesejahteraan masyarakat. Penanggulangan kerusakan lahan
eks pertambangan merupakan upaya yang harus dilakukan
untuk mengembalikan fungsi lingkungan hidup di bekas
64
Pasal 28
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Pengembangan permukiman perkotaan di kawasan rawan
bencana alam dan bencana alam geologi, dilaksanakan dengan
persyaratan teknis yang ditinjau dari tingkat kerentanan,
meliputi :
1). kerentanan tinggi
a. konstruksi bangunan beton tidak bertulang dengan
65
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten
digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah Kabupaten
dalam hal :
a. ketentuan umum peraturan zonasi terkait antara
kepentingan perizinan yang menjadi wewenang
kabupaten dengan pola ruang wilayah kabupaten,
termasuk dalam kategori ini adalah ketentuan umum
peraturan zonasi pada kawasan lindung dan budidaya
strategis Kabupaten; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi terkait antara
kepentingan perizinan yang kewenangan perizinannya
berada pada Pemerintah Kabupaten, sedangkan yang
berkaitan dengan pemanfaatan ruang strategis provinsi
berada pada kewenangan Provinsi.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
66
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
67
Pasal 63
Ayat (1)
Peninjauan kembali dan/atau penyempurnaan RTRW Kabupaten
dapat dipengaruhi oleh perubahan peraturan atau rujukan baru
mengenai sistem penataan ruang, perubahan kebijakan, baik yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten maupun sektor, perubahan-
perubahan dinamis akibat kebijakan maupun pertumbuhan
ekonomi, adanya paradigma baru pembangunan dan/atau
penataan ruang, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan bencana alam yang dapat mengubah struktur dan pola ruang
yang ada.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Album peta terdiri dari peta curah hujan, peta geologi, peta
geomorfologi, peta kemiringan lereng, peta ketinggian, peta
penggunaan lahan, peta kawasan rawan bencanabanjir, peta
kawasan rawan bencana longsor dan peta kawasan
pertambangan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kegiatan non kehutanan antara lain pertambangan,
perkebunan, pertanian, peternakan, perikanan dan lain-lain
Pasal 66
Cukup jelas