Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN

SISTEM HEMATOLOGI : ANEMIA

Disusun oleh :
Siti Hayati Dwi Pangestika
SN 161121

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016/2017
2.1. DEFINISI

Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan
kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit,
melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi
tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin
untuk mengangkut oksigen ke jaringan. (Brunner & Suddarth, 2001).
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasar seperti kehilangan komponen
darah, elemen yang tidak adekuat / kurng nutrisi yang dibutuhkan untuk pembetukan sel
darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut O2 darah (Donges, 2000).
Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit atau masa hemoglobin yang
beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.
(Handayani, 2008).
Anemia adalah pengurangan sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume
pada sel darah merah (Hematokrit) per ml darah (Sylvia Aprice, 1995)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa anemia adalah penurunan
jumlah sel darah merah atau kadar hemoglobin didalam sel darah merah kurang
dikarenakan adanya kelainan dalam pembentukkan sel, perdarahan atau gabungan
keduanya.
Untuk memenuhi definisi anemia, maka perlu ditetapkan batas hemoglobin atau
hematokrit yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut sangat dipengaruhi oleh
usia, jenis kelamin, dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut.
Batasan yang umum digunakan adalah kriteria WHO pada tahun 1968. dinyatakan
sebagai anemia bila terdapat nilai dengan kriteria sebagai berikut :
Laki-laki dewasa Hb < 13gr/dl
Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12gr/dl
Perempuan hamil Hb < 11gr/dl
Anak usia 6-14tahun Hb < 12gr/dl
Anak usia 6bln-6tahun Hb < 11gr/dl
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada umumnya
dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut.
Hb < 10gr/dl
Hematokrit < 30%
Eritrosit < 2.8 juta/mm
Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai
adalah sebagai berikut.
Ringan sekali Hb 10gr/dl-13gr/dl
Ringan Hb 8gr/dl-9,9gr/dl
Sedang Hb 6gr/dl-7,9gr/dl
Berat Hb < 6gr/dl

2.2. KLASIFIKASI ANEMIA


1. Anemia Hipoproliferatif
Anemia Aplastik
Merupakan anemia normakromik normister yang disebabkan oleh
disfungsi tulang, sehingga sel darah yang mati tidak diganti.
Anemia Pada Penyakit Ginjal
Anemia ini disebabkan oleh menurunnya ketahanan hidup sel darah merah
maupun defisiensi eritropoetin.
Anemia Pada Penyakit Kronis
Anemia ini terjadi karena adanya penyakit inflamasi kronis berhubungan
dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan
ukuran dan warna yang normal).
Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total
turun di bawah tingkat normal. (Besi diperlukan untuk sintesa
hemoglobin).
Anemia Megaloblastik
Anemia ini disebabkan oleh defisiensi vitamin B12, dan asam folat
menunjuukkan perubahan yang sama antara sum-sum tulang dan darah
tepi karena kedua vitamin tersebut esensial bagi sintesis DNA normal.

Anemia Hemolitika
Anemia hemolitik adalah anemia yang yang disebabkan oleh proses
hemolisis. Yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya. Pada anemia hemolitika, erirosit memiliki rentang usia yang
memendek.
2. Anemia Hemolitika Turunan
Sferositosis turunan
Merupakan suatu anemia hemolitika ditandai dengan sel darah merah
makin mengecil berbentuk sferis dan pembesaran limpa (Spleno megali)
Anemia Sel Sabit
Merupakan anemia hemolitika berat akibat adanya efek pada molekul
hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri.

2.3. ETIOLOGI
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk
sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan
akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik,
keracunan obat, dan sebagainya. Penyebab umum dari anemia:
Perdarahan hebat
Akut (mendadak)
Kecelakaan
Pembedahan
Persalinan
Pecah pembuluh darah
Penyakit Kronik (menahun)
Perdarahan hidung
Wasir (hemoroid)
Ulkus peptikum
Kanker atau polip di saluran pencernaan
Tumor ginjal atau kandung kemih
Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
Berkurangnya pembentukan sel darah merah
Kekurangan zat besi
Kekurangan vitamin B12
Kekurangan asam folat
Kekurangan vitamin C
Penyakit kronik
Meningkatnya penghancuran sel darah merah
Pembesaran limpa
Kerusakan mekanik pada sel darah merah
Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
Sferositosis herediter
Elliptositosis herediter
Kekurangan G6PD
Penyakit sel sabit
Penyakit hemoglobin C
Penyakit hemoglobin S-C
Penyakit hemoglobin E
Thalasemia (Burton, 1990).
2.4. MANIFESTASI KLINIS
Berbagai faktor mempengaruhi berat dan adanya gejala :
Kecepatan kejadian anemia.
Durasinya (misal kronisitas).
Kebutuhan metabolisme pasien bersangkutan.
Adanya kelainan atau kecacatan.
Komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang mengakibatkan
ranganemia.
Semakin cepat perkembangan anemia, semakin berat gejalanya. Pada orang yang
normal penurunan hemoglobin, hitung darah merah, atau hematokrit tanpa gejala yang
tampak atau ketidakmampuan yang jelas secara bertahap biasanya dapat ditoleransi
sampai 50%, sedangkan kehilangan cepat sebanyak 30% dapat menyebabkan kolaps
vaskuler pada individu yang sama. Individu yang telah mengalami anemia selama waktu
yang cukup lama, dengan kadar hemoglobin antara 9 dan 11mg/dl, hanya mengalami
sedikit gejala atau tidak ada gejala sama sekali selain takikardi ringan selama latihan.
Dispnu latihan biasanya terjadi hanya dibawah 7,5g/dl; kelemahan hanya terjadi dibawah
6g/dl; dispnu istirahat dibawah 3g/dl; dan gagal jantung, hanya pada kadar sangat rendah
2 sampai 2,5g/dl.
Pasien yang biasanya aktif lebih berat mengalami gejala, dibanding orang yang
tenang. Pasien dengan hiperoidisme dengan kebutuhan oksigen yang rendah bisa tidak
bergejala sama sekali, tanpa takikardia atau peningkatan curah jantung, pada kadar
hemoglobin dibawah 10g/dl.
Akhirnya, berbagai kelainan anemia akan berkomplikasi dengan berbagai
abnormalitas lain yang bukan diakibatkan oleh anemia tetapi menyertai penyakit ini.
Abnormalitas tersebut dapat menimbulkan gejala yang secara sempurna menutupi gejala
anemia, seperti pada penderita anemia sel sabit yang mengalami krisis nyeri.
2.5. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum (mis., berkurangnya
eritopoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada kasus yang disebut terakhir, masalahnya
dapat akibat defek sel darah merah tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal
atau akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah
merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses
ini, bilirubin, yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubun
plasma. (Konsentrasi normalnya 1mg/dl atau kurang ; kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sklera.)
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti yang
terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin
plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya (mis.,
apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100mg/dl), hemoglobin akan terdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak adanya
hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi
penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien dengan hemolisis dan dapat
merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses hemolitik tersebut.
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien tertentu disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi,
biasanya dapat diperoleh dengan dasar (1) hitung retikulosist dalam sirkulasi darah; (2)
derajat poliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya,
seperti yang terlihat dengan biopsi ; dan (3) ada atau tidaknya hiperbilirubunemia dan
hemoglobinemia.
Eritropoesis (produksi sel darah merah) dapat ditentukan dengan mengukur
kecepatan dimana injeksi besi radioaktif dimasukkan kesirkulasi eritrosit. Rentang hiup
sel darah merah pasien (kecepatan hemolisis) dapat diukur dengan menandai sebagian
sebagian diantaranya dengan injeksi kromium radioaktif, dan mengikuti sampai bahan
tersebut menghilang dari sirkulasi darah selama beberapa hari sampai minggu.

2.6. PATHWAY
Eritrosit/hemoglobin menurun

Kapasitas angkut oksigen menurun

Anemia organ target mekanisme kompensasi tubuh

Menimbulkan gejala anemia bergantung pd organ yang terkena

System kardiovaskuler system saraf system urogenital epitel

Lesu, cepat lelah, Sakit kepala, pusing, gangguan haid, kulit & mukosa pucat,
sesak napas saat kelemahan otot, lesu libido menurun elastis kulit menurun,
beraktivitas dan rambut tipis & halus
gagal jantung

Perubahan perfusi jaringan


Penurunan afinitas Hb
terhadap O2 dengan
meningkatkan enzim
2,3 DPG

Intoleransi aktivitas Perubahan nutrisi

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium hematologis
Pemeriksaan laboratorium hamatologis dilakukan secara bertahap sebagai
berikut :
Test penyaring : test ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfoligi
anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-
komponen berikut ini.
Kadar hemoglobin .
Indeks eritrosit (MCV.MCH dan mchc)
Asupan darah tepi
Pemeriksaan rutin merupakan pemerikasaan untuk mengetahui kelainan pada
sistem leukosir dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap
darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
Pemeriksaan sum-sum tulang : pemerikasaan harus dikerjakan pada sebagian
besar kasus anemia unntuk mendapatkan diagnosis definitif meskipun ada
beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sum-sum
tulang.
Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini akan dikerjakan jika telah
mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk
mengkonfirmasikan dugaan-dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut
meliputi komponen berikut ini:
Anemia defisiensi besi: serukumron,TIBC,saturasi transferin, dan feritin
serum.
Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit,vitamin B12.
Anemia hemolitik: hitung retikulasi, test coombs, dan elektroforesis Hb.
Anemia paa leukimia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.

Pemeriksaan laboratorium non hematologis


Pemeriksaan laboratorium non hematologis meliputi:
Faal ginjal
Faal endokrin
Asam urat
Faal hati
Biakan kuman
Pemeriksaan penunjang lain
pada beberapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut.
Biopsi kelenjar yang dilanjutkan engan pemeriksaan
histopatologi
Radiologi : torak, bone survey, USG, atau limfangiografi
Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan biologi molekur

2.8. KOMPLIKASI
Komplikasi umum anemia meliputi gagal jantung, parestesia, dan kejang. Pada tiap
tingkat anemia, pasien dengan penyakit jantung cenderung lebih besar kemungkinannya
mengalami angina atau gejala gagal jantung kongestif dari pada seseorang yang tidak
mempunyai penyakit jantung.
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita
anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang
terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus
memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani
dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir
dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ
tubuh, termasuk otak. (Sjaifoellah, 1998).

2.9. PENATALAKSAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Di tujukan untuk mencari penyebab
Mengganti darah yang hilang
Penatalaksanaan tergantung dari jenis anemia

PENATALAKSAAN MEDIS
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang.
1. Transpalasi sel darah merah.
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan
oksigen.
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Mengkaji tanda-tanda vital klien
Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien tentang gambaran
penyakitnya, dan cara menangani masalah yang disebabkan oleh anemia.

2.10. PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan
Keluhan utama : kelemahan, kelelahan, malaise
Riwayat konsumsi obat
Riwayat minum alkhohol
Riayat terjadi kehilangan darah berlebihan
Riwayat keluarga
Riwayat nutrisi : Kekurangan nutrisi esensial seperti besi, vitamin B 12 dan asam
folat.
Pemeriksaan fisik
Status perfusi jaringan : kulit / mukosa pucat
Status respirasi : dipknea
Status cardiovaskuler : takikardi, palpitasi
Status syaraf pusat : parestesia, gangguan koordinasi dan kejang
Status gastrointestinal : mual, muntah, diare, anoreksia, stomatitis.

2.11.DIAGNOSA KEPERAWATAN & INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain :
1) Diagnosa keperawatan : Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan umum
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien akan menunjukkan
peningkatan toleransi.
Kriteria Hasil :
Toleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan,
penghematan energi dan perawatan diri.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji tanda-tanda vital
Rasional : Mengetahui keadaan umum klien dan mengidentifikasi adanya
penyimpangan pada respons tubuh.
2. Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien sehari-hari.
Rasional : Menentukan penyebab dapat membantu menentukan intoleransi
3. Bantu pasien mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk, berdiri, dan
ambulasi yang dapat ditoleransi.
Rasional : Membantu mempertahankan kekuatan otot.
4. Ajarkan kepada klien dan keluarga pengaturan aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
Rasional : Dengan mengajarkan klien dan keluarga dapat mengatur aktivitas
yang dilakukan dengan baik.

2) Diagnosa keperawatan : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d


hilangnya nafsu makan, mual, muntah, penurunan berat badan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien akan menunjukkan
peningkatan berat badan, peningkatan nafsu makan, tidak ada mual dan muntah
Kriteria Hasil :
Klien akan mempertahankan berat badan atau meningkatkan berat badan,
menyatakan keinginan untuk mengikuti diet, toleransi terhadap diet yang di
anjurkan.
Intervensi keperawatan :
1. Kaji makanan kesukaan klien
Rasional : Makanan kesukaan klien dapat meningkatkan nafsu makan klien
2. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan klien.
Rasional : Dengan memantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan
klien dapat diketahui perkembangan klien, meningkatkan asupan nutrisi
klien

3. Timbang BB klien
Rasional : Mengetahui keadekuatan nutrisi.

4. Beri Multivitamin
Rasional : Mengetahui keadekuatan nutrisi.

5. Beri infus Dekstrose 5% 20 tetes/menit.


Rasional : Membantu mencukupi kebutuhan nutrisi klien dengan cepat.
6. Beri obat antiemetik (Pimperan 2x1 ampul)
Rasional : Obat anti muntah dapat membantu mengurangi rasa mual

7. Ajarkan klien atau keluarga tentang makanan bergizi.


Rasional : Dengan mengajarkan klien/ keluarga tentang makanan bergizi

dapat mengatur pola diet yang bergizi.

3) Diagnosa keperawatan : Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan konsentrasi


hemoglobin dalam darah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien akan menunjukkan
peningkatan konsentrasi hemoglobin
Kriteria Hasil :
Klien akan menunjukkan perfusi adekuat : tanda vital stabil, membran
mukosa berwarna merah muda, capillary refill baik, mental baik.
Intervensi keperawatan :
1. Kaji tanda-tanda vital
Rasional : Mengetahui keadaan umum klien dan mengidentifikasi adanya
penyimpangan pada respons tubuh.
2. Pantau hasil lab
Rasional : Mengetahui pekembangan penyakit yang akan muncul
3. Berikan tranfusi WBC 2 kolf
Rasional : Untuk menambah Hb klien
4. Ajarkan klien/ keluarga menghindari suhu yang ekstrem pada ekstremitas.
Rasional : Dapat mengetahui gejala-gajala penyakit yang terjadi.

4) Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder


(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons
inflamasi tertekan).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien akan menunjukkan
infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi
Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan
demam

Intervensi Keperawatan
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik
Rasional : Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial.
2. Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : Menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
3. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : Menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
4. Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas
dalam
Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu
memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
5. Tingkatkan masukkan cairan adekuat
Rasional : Membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk
mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh
misalnya pernapasan dan ginjal.
6. Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan
Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi
dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat
terganggu.

7. Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau
tanpa demam
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan
evaluasi/pengobatan.
8. Amati eritema/cairan luka
Rasional : Indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak
ada bila granulosit tertekan.

DAFTAR PUSTAKA

Burton, J . L. 1990. Segi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa Aksara. Jakarta
Brunner & sudarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah : edisi 8, volume 2. EGC .
Jakarta.
Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Hematologi . Salemba Medika . Jakarta .
Noer, Sjaifoellah. 2008. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester. Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2007 . Buku Saku Diagnosis Keperawatan : edisi 7 . EGC . Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai