Anda di halaman 1dari 5

ASPEK PEMBAGIAN TUGAS

Berikut uraian perbedaan kontrak konstuksi berdasarkan aspek pembagian tugas para pihak yang
berkontrak:

1. Bentuk Kontrak Konvensional


a. Kontrak paling tua yang dikenal di Indonesia dan masih dipakai hingga saat.
Pembagian tugasnya yaitu pengguna jasa menugaskan penyedia jasa untuk
melaksanakan suatu pekerjaan sesuai kontrak. Pekerjaan penyedia jasa diawasi
pimpinan proyek (pimpro). Jadi dalam bentuk kontrak konvensional diperlukan 3
(tiga) kontrak terpisah yaitu:
i. Kontrak pengguna jasa dan konsultan perencana sebagai penyedia jasa
ii. Kontrak pengguna jasa dan konsultan pengawas sebagai penyedia jasa
iii. Kontrak pengguna jasa dan penyedia jasa
b. Robert D. Gilbreath menyebut jenis kontrak ini sebagai General Contractor, bentuk
kontrak tradisional dalam proyek konstruksi bangunan kecil, dimana pengguna jasa
membuat kontrak dengan biro-arsitek yang akan merencanakan fasilitisas dan
membuat kontrak terpisah dengan penyedia jasa konstruksi untuk membangun
fasilitasnya. Berikut tantangan utama pengguna jasa:
1. Mengenali dan melimpahkan tanggung jawab untuk fungsi-fungsi seperti lisensi,
izin, pengadaan bahan, dan pengiriman bahan yang tidak berkaitan dengan
perencanaan atau konstruksi.
2. Koordinasi penyedia jasa perencanaan dan penyedia jasa pelaksanaan selama
proyek berlangsung.
Dalam kasus perencanaan yang dilaksanakan sebelum kontrak konstruksi, harga pasti
yang ketat jarang ditemui dalam pekerjaan konstruksi.
1. Pada waktu kontrak konstruksi ditandatangani, rencana secara menyeluruh jarang
lengkap.
2. Inflasi
c. McNeil Stokes menyebut kontrak jenis General Contractor sebagai peranan penyedia
jasa umum dari pembangun utama yang ahli di segala bidang menjadi penyedia jasa
yang membagikan pekerjaan kepada sub penyedia jasa. Beberapa hal penting yang
dimasukkan dalam kontrak yaitu jumlah, metode dan waktu pembayaran, dimana
pengguna jasa harus mempunyai uang cukup yang dapat dibayarkan pada waktu yang
tepat untuk membiayai pekerjaan para sub penyedia jasa dan pekerjaan yang
dikerjakan langsung. Kemudian manajer konstruski dipekerjakan untuk memberikan
nasihat kepada pengguna jasa mengenai perencanaan proyek dan spesifikasi dan
kelayakan konstruksi, sehingga penyedia jasa harus waspada mengenai pertimbanga-
pertimbangan hukum dan kontrak konstruksi. Oleh karena itu, penyedia jasa utama
mengikat para sub penyedia jasa dengan seluruh hak dan kewajiban dalam kontrak
terhadap pengguna jasa.

2. Bentuk Kontrak Spesialis


a. Bentuk kontrak ini belum banyak dipakai di Indonesia, disebut kontrak spesialis
karena terdapat lebih dari 1 (satu) kontrak konstruksi yang masing-masing

ditandatangani semua penyedia jasa yang punya keahlian khusus, di sini tak ada
penyedia jasa utama. Hal yang ingin dicapai dengan menggunakan bentuk kontrak
ini, yaitu:
i. Mutu pekerjaan lebih andal
ii. Hemat waktu
iii. Hemat biaya
iv. Keleluasan dan kemudahan mengganti penyedia jasa
b. Robert D. Gilbreath menamakan kontrak ini Few Primes. Dalam hal ini pengguna
jasa memberikan banyak kontrak terpisah kepada beberapa peyedia jasa. Pekerjaan
seperti sipil, mekanikal dan elektrikal dibagi kepada para penyedia jasa. Pengguna
jasa boleh terlibat langsung dalam memilih peralatan dan material dari pemasok
kepada penyedia jasa dalam proses konstruksi dan menetukan hubungan tanggung
jawab untuk koordinasi. Pendekatan penyedia jasa umum bergantung pada:
1. Lingkup, pembagian kerja yang jelas antara penyedia jasa
2. Kualifikasi saksama dari para penyedia jasa
3. Pengawasan biaya, jadwal, aspek teknis dari setiap kontrak
4. Keterlibatan untuk mengelola dan mengawasi setiap pekerjaan penyedia jasa
3. Bentuk Kontrak Rancang Bangun (Design Construct/Build, Turnkey)
a. Dikenal dengan kontrak turnkey, secara teknis lebih tepat rancang bangun. Sistem
kontrak FIDIC membedakan pembayaran rancang bangun per termin sesuai kemajuan
pekerjaan, sedangkan pembayaran turnkey dilakukan sekaligus setelah pekerjaan
selesai. Dari aspek penugasan rancang bangun maupun turnkey sama-sama
melaksanakan perencanaan sekaligus membangun. Penyedia jasa membuat
perencanaan proyek lengkap dan melaksanakannya dalam satu kontrak konstruksi.
Dalam kontrak ini, konsultan perencana menerima tugas dari penyedia jasa, perintah-
perintah ditetapkan dari awal. Dalam kontrak ini tuntutan dari turnkey builder yaitu
jaminan pembayaran dari pengguna jasa senilai harga kontrak, sehingga pengguna
jasa harus berhati-hati dalam memilih turnkey builder karena seluruh aspek
pembangunan proyek dipercayakan kepada satu perusahaan.
b. Robert D. Gilbreath mengupas kontrak design build, di mana pengguna jasa
melimpahkan tanggung jawab penyelesaian proyek secara dominan. Pengguna jasa
memilih perusahaan untuk merencanakan dan membangun fasilitas. Penyedia jasa
bertanggung jawab untuk perencanaan, memimpin dan mengkoordinasikan semua
tugas untuk menghasilkan fasilitas. Risiko komersial utama mengenai pengguna jasa
kurang luwes untuk mencabut kontrak proyek, tanpa biaya besar, jadwal, dan dampak
teknis begitu sesuatu tidak memuaskan.
4. Bentuk Kontrak Engineering, Procurement & Construction (EPC)
Kontrak EPC dimaksudkan untuk pembangunan dalam industri minyak, gas bumi, dan
petrokimia, dimana yang dinilai bukan selesainya pekerjaan melainkan kinerja dari
pekerjaan tersebut. Penyedia jasa mendapat pokok-pokok acuan tugas dari pabrik dan
bertanggung jawab. Bentuk kontrak ini disinggung dalam UU No. 18 tahun 1999 pasal 16
ayat (3) tentang jasa konstruksi yang berbunyi Layanan jasa perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan dapat dilakukan secara terintegrasi dengan memperhatikan besaran
pekerjaan, biaya penggunaan teknologi canggih, serta risiko besar bagi para pihak
ataupun kepentingan umum dalam satu pekerjaan konstruksi.

5. Bentuk Kontrak BOT/BLT


Bentuk kontrak ini merupakan pola kerja sama antara pemilik lahan dan investor yang
menjadikan lahan tersebut menjadi suatu fasilitas. Kegiatan investor dimulai dari
membangun (Build), hak mengelola dan memungut hasil setelah pembangunan fasilitas
selesai selama kurun waktu tertentu (Operate), dan mengembalikan fasilitas kepada
pengguna jasa (Transfer). Setelah masa pengoprasian dikembalikan kepada pemilik,
fasilitas tentunya diharapkan masih dalam keadaan terawat baik, sehingga biasanya
dibuat kontrak tersendiri yang disebut operating & maintanance contract/agreement.
Perjanjian perencanaan dan pembangunan beserta masa konsesi disebut concession
contract/agreement. Bentuk kontrak BLT berbeda dengan BOT, di sini setelah fasilitas
selesai dibangun, pemilik seolah menyewa fasilitas untuk kurun waktu (Lease) kepada
investor sebagai angsuran dari investasi yang sudah ditanam, atau dapat pula disewakan
kepada pihak lain, tentu perlu perjanjian sewa.

6. Bentuk Swakelola (Force Account)


a. Swakelola bukanlah suatu kontrak karena pekerjaan dilaksanakan sendiri tanpa
memborongkan kepada penyedia jasa. Biasa disebut Eugen Bebeer, misalnya
instansi pemerintah melaksanakan pekerjaan dengan mempekerjakan sekumpulan
orang dalam instansi itu sendiri.
b. Robert D. Gilbreath menggunakan istilah Force Account, dimana swakelola adalah
tindakan pemilik proyek yang melibatkan diri dan bertanggung jawa secara langsung
dalam pelaksanaan proyek. Pemilik proyek menggunakan pegawai dan peralatan
sendiri dalam merencanakan dan membangun proyek. Pemilik proyek memiliki
pekerja/tukang dalam daftar pembayarannya. Variasi terjadi apabila pemilik proyek
menyewa mandor untuk menyediakan para pekerja, jasanya dibayar yang berupa
persentase total upah yang dibayarkan kepada pekerja. Berikut alasan para
pembangun tidak melakukan konstruksi swakelola:
1. Ada reaksi dari pihak luar
2. Sumber daya manusia terbatas
3. Penghimpunan pegawai, pelatihan dan biaya retensi
4. Kesulitan-kesulitan dalam hubungan pekerjaan konstruksi
5. Kenaikan pertanggungjawaban untuk tugas-tugas sehubungan konstruksi

Anda mungkin juga menyukai