Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Intususepsi dikenal juga dengan nama invaginasi. Invaginasi ialah suatu keadaan,

sebagian usus masuk ke dalam usus berikutnya. Biasanya bagian proksimal masuk ke

distal, jarang terjadi sebaliknya. Bagian usus yang masuk disebut intussusceptum dan

bagian yang menerima intussuscepturn dinamakan intussuscipiens . Oleh karena itu,

invaginasi disebut juga intussusception. Intususepsi merupakan salah satu

kegawatdaruratan yang umum pada anak. Kelainan ini harus dikenali dengan cepat dan

tepat serta memerlukan penanganan segera karena misdiagnosis atau keterlambatan

diagnosis akan meningkatkan angka morbiditas.

Pemberian nama invaginasi bergantung hubungan antara intussusceptum dan

intussuscipiens, misalnya ileo-ileal menunjukkan invaginasi hanya melibatkan ileum

saja. Ileo-colica berarti ileum sebagai intussusceptum dan colon sebagai

intussuscipiens. Kombinasi lain dapat terjadi seperti ileo-ileo colica, colo-colica dan

appendical-colica.

ANATOMI

Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, yejunum dan ileum. Panjang
duodenum 26 cm, sedangkan yejunum + ileum : 6 m . Dimana 2/5 bagian adalah
yejunum (Snel, 89). Sedangkan menurut schrock 1988 panjang usus halus manusia
dewasa adalah 5-6 m5 . Batas antara duodenum dan yejunum adalah ligamentum
treits.

Yejunum dan ileum dapat dibedakan dari :


1. Lekukan lekukan jejunum terletak pada bagian atas rongga atas
peritoneum di bawah sisi kiri mesocolon transversum ; ileum terletak pada
bagian bawah rongga peritoneum dan dalam pelvis.
2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah daripada
ileum Dinding jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang lebih
permanen yaitu plica circularis, lebih besar, lebih banyak dan pada
yejunum lebih berdekatan ; sedangkan pada bagian atas ileum lebar, dan
pada bagian bawah lipatan ini tidak ada.
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas dan
kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan kanan aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya membentuk satu atau dua
arkade dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang berjalan ke
dinding usus halus. Ileum menerima banyak pembuluh darah yang pendek,
yang beraal dari 3 atau 4 atau malahan lebih arkade.
5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan
lemak jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung
mesenterium ileum lemak disimpan di seluruh bagian , sehingga lemak
ditemukan dari pangkal sampai dinding usus halus.
6. Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum
bagian bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.

Perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi adalah :


Perbedaan eksterna
1. Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobil, sedang kan colon asenden
dan colon desenden terfiksasi tidak mudah bergerak.
2. Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus besar
yang terisi.
3. Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan ke
bawah menyilang garis tengah, menuju fosa iliaka kanan.
4. Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus.
Pada usus besar (kecuali appendix) otot longitudinal tergabung dalam tiga
pita yaitu taenia coli.
5. Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada
dindingnya. Usus besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan
appandices epiploideae.
6. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular.

Perbedaan interna
1. Mucosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan
plica silcularis, sedangkan pada usus besar tidak ada.
2. Mukosa usus halus mempunyai fili, sedangkan mukosa usus besar tidak
mempunyai.
3. Kelompokan jaringan limfoid (agmen feyer) ditemukan pada mukosa usus
halus , jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Intususepsi disebut juga invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk
ke dalam segmen lainnya yang dapat mengakibatkan obstruksi/strangulasi.

II.2 Epidemiologi
Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing masing penulis
mengajukan jumlah penderita yang berbeda beda. Di Asia dalam hal ini Taiwan dan
Cina, dilaporkan insidens dari intususepsi adalah 0,77 per 1000 kelahiran hidup. Di
India, angka kejadiannya dilaporkan berkisar 1,9-54,4 per tahun. Tidak ada data yang
menyebutkan tentang insidensi per kelahiran hidup. Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi
dan anak dirawat di RS Umum Kuala Lumpur karena intususepsi per tahun. Di
Indonesia, angka kejadian intususepsi di RS wilayah pedesaan dan perkotaan
didapatkan angka yang berbeda, yaitu masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun. Irish
(2011) menyebutkan insiden intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran
hidup(2). Intususepsi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan
frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak. Di Asia, insiden puncak antara
usia 4-8 bulan.

Umumnya intususepsi ditemukan lebih sering pada anak laki-laki. Di Afrika,


tepatnya di Tunisia, rasio laki-laki dibandingkan perempuan adalah 8:1. Di Asia, rasio
perbandingannya adalah 9:1. Di Timur Tengah, perbandingan antara laki-laki dan
perempuan berkisar antara 1,4:1 sampai 4:1(8).

Berdasarkan keterkaitan kejadian intususepsi dengan musim, didapatkan hasil


penelitian yang bervariasi di masing-masing wilayah di dunia(8). Intususepsi
dilaporkan sebagai suatu kejadian musiman dengan puncak pada musim semi, musim
panas, dan pertengahan musim dingin. Periode ini berhubungan dengan puncak
munculnya gastroenteritis musiman dan infeksi saluran napas atas(2). Di Asia, salah
satunya Thailand insidens intususepsi meningkat antara bulan September dan Januari
dan kemudian April. Peningkatan ini bersamaan dengan musim dingin dan panas yang
merupakan puncak dari insidens infeksi saluran napas atas dan gastroenteritis. Di
Malaysia tidak ditemukan adanya perbedaan musim terkait dengan intususepsi(8).

II.3 Etiologi
Faktor-faktor yang sering dihubungkan dengan terjadinya invaginasi adalah penyakit
ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, di mana pada saat itu terjadi perubahan diet
makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai sebagai
penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang-kadang terjadi setelah / selama enteritis
akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang
dijumpai pada bayi, ternyata kuman rotavirus adalah agen penyebabnya, pengamatan
30 kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam fesesnya sebanyak 37 %.

Penyebab dari terjadinya intususepsi atau invaginasi terbagi dua, yaitu :


I. Idiophatic

Menurut kepustakaan 90 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu tahun


tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai infatile idiphatic
intussusceptions. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum
terminal berupa hyperplasia jaringan folikel submukosa yang diduga sebagai akibat
infeksi virus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead point) terjadinya invaginasi.

II. Kausal

Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan
usus sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted Meckels diverticulum, polip usus,
leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma, duplikasi
usus.

Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa : divertikulum Meckel, polip,


duplikasi usus dalam feses penderita invaginasi. dan lymphoma pada 42 kasus dari 702
kasus invaginasi anak.
Eins dan Raffensperger, pada pengamatannya mendapatkan Specific
leading points berupa eosinophilik, granuloma dari ileum, papillary lymphoid
hyperplasia dari ileum hemangioma dan perdarahan submukosa karena hemophilia
atau Henochs purpura. Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi
pada anak yang berusia diatas enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah
laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat
gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi
retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.

II.4 Patofisiologi
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus ( obstruksi ) baik partiil maupun
total dan stranggulasi ( Boyd, 1956 ). Proses terjadinya invaginasi dimulai dengan
hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabakan usus masuk
ke dalam lumen usus distal kemudian berkontraksi terjadi edema
mengakibatkan terjadinya perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi
invaginasi.
II.5 Klasifikasi
Jenis invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang
terlibat, pada ileum dikenal sebagai jenis ileo ileal. Pada kolon dikenal dengan jenis
colo colica dan sekitar ileo caecal disebut ileocaecal, jenis jenis yang disebutkan di
atas dikenal dengan invaginasi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan. Jika
dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih
lanjut disebut jenis invaginasi ganda, sebagai contoh adalah jenis jenis ileo ileo
colica atau ileo - colo colica.

II.6 Manifestasi Klinis


Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang
baik, tiba-tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita
tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini
berlangsung dalam beberapa menit. Di luar serangan, anak/bayi kelihatan seperti
normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses intususepsi. Serangan nyeri perut
datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15-20 menit dengan lama serangan 2-3
menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi
cairan dan makanan yang ada di lambung(2,13).

Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka
di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan
kembali. Proses intususepsi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus
secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur
darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa darah segar bercampur lendir
tanpa feses. BAB darah dan lendir (red currant jelly stool) baru dijumpai sesudah 6-8
jam serangan sakit yang pertama kali, kadang-kadang sesudah 12 jam. BAB darah
lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus per kasus, ada juga yang dijumpai hanya
pada saat melakukan colok dubur.

Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan
demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat intususepsi sebagai suatu massa
tumor berbentuk curved sausage di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah,
atas tengah atau kiri bawah(4). Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat
peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong yang
disebut dances sign. Hal ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut proses
intususepsi(1-4,7,13).

Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat
partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah,
sehingga pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan
gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi(13).

Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan
defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan
dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran
pembuluh darah arteri. Pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus,
gangren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian.

Pada pemeriksaan colok dubur didapati:

Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti
portio bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi, gejala-gejala intususepsi tidak khas. Tanda-
tanda obstruksi usus baru timbul dalam beberapa hari. Pada penderita ini tidak jelas tanda
adanya sakit berat. Pada defekasi tidak ada darah. Intususepsi dapat mengalami prolaps
melewati anus. Hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi, memiliki tonus yang
melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul.

II.7 Diagnosa Banding


1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai
perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.

2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.


3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya
obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan
demam.

4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.

5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan
pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal,
sedangkan pada intususepsi didapati adanya celah.

II.8 Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium dan radiologi.

Trias invaginasi :

Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping


pain), bila lanjut sakitnya kontinyu
Muntah warna hijau (cairan lambung)

Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) = currant
jelly stool.

Pemeriksaan Fisik :

Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter.


Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan ( Sousage
Like Sign )
Nyeri tekan (+)
Dancen sign (+) Sensasi kekosongan padakuadran kanan bawah karena
masuknya sekum pada kolon ascenden
RT : pseudoportio(+), lender darah (+) Sensasi seperti portio vagina akibat
invaginasi usus yang lama

Pemeriksaan laboratorium
Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis intususepsi, sebagai
proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas elektrolit yang berhubungan dengan
dehidrasi, anemia dan atau peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).
Pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen

Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila telah
lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran air fluid level. Dapat terlihat free
air bila terjadi perforasi(13).
Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi diagnostik 45% untuk
menegakkan diagnosis intususepsi sehingga penggunaannya tidak diindikasikan jika ada
fasilitas USG(4). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008
dalam Radiographic Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos abdomen dengan
posisi left side down decubitus meningkatkan kemampuan untuk diagnosis atau menyingkirkan
intususepsi(17).

Foto abdomen 3 posisi :

Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika circularis
usus)
Colon In loop berfungsi sebagai :

Diagnosis : cupping sign, letak invaginasi


Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2 obstruksi dan
kejadian < 24 jam

Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar
bersama feses dan udara

USG Abdomen
Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk target atau donat yang
terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah yang dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada
gerakan pada donat tersebut dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari
1,6 cm menunjukkan perlunya intervensi pembedahan. Pada tampilan logitudinal
tampak pseudokidney sign yang timbul sebagai tumpukan lapisan hipoekoik dan
hiperekoik(2,3,4,6).
CT-Scan
Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik seperti pada USG
yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus halus dapat terlihat pada CT maupun USG,
dimana sebagian besar kasus ini secara klinis tidak signifikan(2).

II.9 Penatalaksanaan
Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi,
penatalaksanaan lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi
yang lebih lanjut. Selang lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan
kompresi pada pasien dengan distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi
cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan yang adekuat dilakukan untuk menghindari
kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter untuk memantau ouput dari cairan.

Pneumatic atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa
maupun terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun
untuk meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan
beberapa panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya
peritonitis, perforasi ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan
penyakitnya, semakin besar kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut(16).

Tindakan Non Operatif

A. Hydrostatic Reduction

Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak dideskripsikan


pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi hidrostatik dengan menggunakan barium di
bawah panduan fluoroskopi telah menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an,
kebanyakan pusat pediatrik menggunakan kontras cairan saline (isootonik) karena barium
memiliki potensi peritonitis yang berbahaya pada perforasi intestinal(16).
B. Pneumatic Reduction(16)

Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam rectum. Tekanan
udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak.
Penganut dari model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan
menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan
tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik.
Tindakan Operatif

Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray, mengalami


kegagalan dengan terapi reduksi hidrostatik maupun pneumatik, ataupun ada bukti
nyata akan peritonitis difusa, maka penanganan operatif harus segera dilakukan(16).

II.10 Prognosis
Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan
anak-anak sekarang jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan
intususepsi tetap tinggi di beberapa negara berkembang. Pasien di negara
berkembang cenderung untuk datang ke pusat kesehatan terlambat, yaitu lebih
dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki tingkat intervensi bedah,
reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi(8).

Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat dalam
kebanyakan studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya gejala daripada
bayi yang ditangani dalam waktu 24 jam setelah onset pertama(8). Angka rekurensi
dari intususepsi untuk reduksi nonoperatif dan operatif masing-masing rata-rata 5%
dan 1-4%(2).

Anda mungkin juga menyukai