Oleh:
Norfadilla 1410531036
Yulia Efrina 1410531041
Olivia Solina 1410531044
A. Jenis-Jenis Pelayanan
Kewajiban Pemerintah adalah memberikan pelayanan publik yang menjadi hak setiap
warga negara ataupun memberikan pelayanan kepada warganegara yang memenuhi
kewajibannya terhadap negara. Kewajiban pemerintah, maupun hak setiap warga negara
pada umumnya disebutkan dalam konstitusi suatu negara. Bentuk pelayanan publik yang
diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis pelayanan, yaitu :
a. Pelayanan administratif. Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen
resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status 17 kewarganegaraan, sertifikat
kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya.
Dokumendokumen ini antara lain Kartu Tanda Pendudukan (KTP), akte Kelahiran,
Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Ijin Mengemudi
(SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB),
Paspor, Sertifikat kepemilikan atau penguasaan Tanah dan sebagainya.
b. Pelayanan barang. Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis
barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga
listrik, air bersih dan sebagainya.
c. Pelayanan jasa. Yaitu pelayanan yang menghasikan berbagai bentuk jasa yang
dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan,
penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.
2. Efisiensi Ekonomi
Ketika setiap individu bebas menentukan banyaknya barang dan jasa yangmereka
ingin konsumsi, mekanisme harga memiliki perang penting dalam mengalokasikan
sumber daya melalui:
Ditribusian permintaan, pihak yang mendapatkan manfaat paling banyak harus
membayar lebih banyak pula
Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan
Pemberian insentif pada suplier berkaitan dengan skala produksi
Pnyediaan sumber daya pada supplier untuk mempertahankan dan meningkatkan
persediaan jasa(supply of service)
Tanpa adanya suatu mekanisme harga,permintaan dan penawaran tidak mungkin
menuju titik keseimbngn sehingga alokasi sumber daya tidak efisien, seperti : penyediaan
air dan obatan. Akan tetapi dalam kenyataannya pasar seringkali tidak sempurna. Dalam
banyak hal pemerintah mungkin menjadi supplier namun tidak boleh memanfaatkan
situasi ini sebagai peningkatan keuntungan. Untuk barang publik pemerintah lebih baik
menetapkan harga di bawah harga normalnya (full price) atau bahkan tanpa dipungut
biaya.
Mekanisme pembebanan tarif pelayanan merupakan salah satu cara untuk
menciptakan keadilan dalam distribusi pelayanan publik. Mereka yang emanfaatkan
pelayanan publik lebih banyak akan membayar lebih banyak pula. Pembebanan tarif
pelayanan akan mendorong efisiensi ekonomi karena setiap orang dihadapkan pada
masalah pilihan karena adanya kelangkaan sumber daya. Jika diberlakukan tarif,maka
setiap orang dipaksa berpikir ekonomis dan tidak boros.
3. Prinsip Keuntungan
Ketika pelayanan tidak dinikmati oleh semua orang, pembebanan langsung kepada
masyarakat yang menerima jasa tersebut dianggap wajar bila didasarkan prinsip bahwa
yang tidak menikmati manfaat tidak perlu membayar. Jadi pembebanan hanya dikenakan
kepada masyarakat atau mereka yang diuntungkan kepada pelayanan tersebut.
Pembebanan tarif pelayanan publik pada dasarnya juga menguntungkan pemerintah
karena dapat digunakan sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah.hanya saja
pemerintah tidak boleh melakukan maksimasi keuntungan,bahkan lebuh baik menetapkan
harga dibawah full cost,memberikan subsidi atau memberikannya secara gratis.
Charging Service
Charging atau tarif atau retribusi dengan pricing policies atau harga merupakan
suatu sistem pembayaran atau sistem tagihan biaya terhadap konsumsi suatu barang dan
jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah.
Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada
masyarakat (public services). Pemberian pelayanan public pada dasarnya dibiayai melalui
2 sumber, yaitu:
1. Pajak. Jika pelayanan public dibiayai dengan pajak, maka setiap wajib pajak harus
membayar tanpa mempedulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa public
tersebut atau tidak. Hal tersebut dikarenakan pajak merupakan iuran masyarakat
kepada negara yang tidak memiliki jasa timbal balik (kontraprestasi) individual yang
secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak.
2. Pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa public ( charging
for service ).Jika pelayanan public dibiayai melalui pembebanan langsung, maka yang
membayar hanyalah mereka yang memanfaatkan jasa pelayanan public tersebut,
sedangkan yang tidak menggunakan tidak diwajibkan untuk membayar.
Sebagaimana didefinisikan Pasal 1 Ayat (5) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
Per-02/Men/1999 Tahun 1999 Tentang Pembagian Uang Service Pada Usaha Hotel,
Restoran Dan Usaha Pariwisata Lainnya (PERMEN 02/1999), uang service adalah
tambahan dari tarif yang sudah ditetapkan sebelumnya dalam rangka jasa pelayanan pada
usaha hotel, restoran dan usaha pariwisata lainnya. Uang service merupakan milik dan
menjadi bagian pendapatan bagi pekerja yang tidak termasuk sebagai komponen upah
(Pasal 2 Ayat (1) PERMEN 02/1999).
Pasal 3 PERMEN 02/1999 mengatur pengumpulan dan pengelolaan administrasi
uang service sebelum dibagi (kepada pekerja), yang dilakukan sepenuhnya oleh
pengusaha. Setelah terkumpul, dilakukan pembagian uang service sesuai dengan
kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang ditetapkan sebelumnya (Lihat Pasal 6 Ayat
(1) PERMEN 02/1999). Praktiknya, kesepakatan mengenai pembagian uang service dapat
dicantumkan pada Perjanjian Kerja Bersama Perusahaan.
Sekarang kita ketahui, pembagian uang service pada dasarnya diperuntukan
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan bagi pekerja. Hal tersebut juga
ditegaskan Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan
Pengawasan Ketenagakerjaan Nomor Se-04/Bw/1999 Tahun 1999 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan PERMEN 02/1999 (SE 04/1999). Sedangkan mengenai besarnya service
charge, poin pertama dari SE 04/1999 menyebutkan:
uang service sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (5) ditetapkan sebesar 10% dari
tarif adalah mengacu pada Keputusan Menteri Perekonomian No. 708 tahun 1956
Tentang Perusahaan yang Menyediakan Tempat Penginapan Termasuk Makanan, dan
Keputusan Menteri pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No. KM.95/ HK103/ MPPT-87
tahun 1987 Tentang Ketentuan Usaha dan penggolongan Restoran.
1) Kita tidak tahu secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu
pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga dapat
mengindentifikasi biaya secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Namun tidak
boleh terjadi pencampuradukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada
prinsip different costs for different purposes.
2) Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi. Karena jumlah biaya untuk
melayani sau orang dengan orang lain berbeda-beda, maka diperlukan pembedaan
pembebanan tarif pelayanan.
3) Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Jika
orang miskintidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital, maka
mereka harus disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi
produk untuk menghindari subsidi.
4) Biaya apa saja yang harus diperhitungkan. Aturan umumnya adalah bahwa kita harus
memasukkan bukan saja biaya operasi dan pemeliharaan, akan tetapi juga biaya
penggantian barang modal yang sudah usang (kadaluwarsa), dan biaya penambahan
kapasitas. Prinsip tersebut disebut marginal costs pricing.
Dimana:
p = harga
MC = marginal cost / biaya marginal
MR = marginal revenue / pendapatan marginal.
Sehingga, apabila konsumen akan memaksimalkan kepuasannya, pada tingkat
equilibrium (persetujuan dalam penentuan harga barang antara produsen dengan
konsumen) , konsumen akan membeli barang-barang sampai tercapai kondisi
equilibrium tersebut.
Pada dasarnya, tugas pemerintah adalah menyediakan barang untuk
kepentingan orang banyak dengan harga murah. Dengan demikian, pemerintah akan
ditekan oleh kekuatan politik untuk tidak mengambil keuntungan dari barang atau jasa
yang dihasilkannya. Itulah sebabnya, pemerintah seringkali menetapkan harga
dibawah tingkat harga yang sebenarnya untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen barang tersebut. Konsekuensinya, keputusan pemerintah ini menimbulkan
ketidak efisienan atau terjadi pemborosan apabila dipandang dari ilmu ekonomi,
karena konsumen menilai barang atau jasa yang disediakan oleh pemerintah terlalu
mudah diperoleh. Contoh yang dapat digunakan adalah penyediaan publik utilities
oleh pemerintah, seperti air minum dan listrik. Pemerintah tidak diharapkan untuk
memperoleh keuntungan dari penyediaan barang yang dibutuhkan oleh masyarakat
banyak itu, sehingga pemerintah dapat menetapkan harga tertinggi. Pemerintah hanya
menutup biaya totalnya yang mengakibatkan perusahaan- perusahaan pemerintah
penyedia barang public utilities akan tetap dapat berjalan tanpa mengalami kerugian.
Akan tetapi, situasi penyediaan public utilities tersebut tidak berlaku untuk
seluruh barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah. Perusahaan yang mengelola
public utilities yang harus menjual produksinya tanpa memperoleh keuntungan sama
sekali akan mengalami permasalahan dalam ekspansi atau melakukan perluasan
usaha. Maka, pemerintah akan mengarahkan perusahaan pada kondisi bahwa, selain
menghasilkan barang dan jasa sebanyak mungkin untuk mencukupi kebutuhan rakyat
banyak, perusahaan juga diijinkan memperoleh keuntungan dalam jumlah tertentu.
Pemerintah akan menetapkan jumlah keuntungan maksimum, kemudian
konsumen akan membayar jumlah diatas nilai yang ditetapkan sebelumnya pada saat
zero profit. Pada kondisi ini, konsumen tidak terlalu dibebankan tingkat harga yang
terlalu tinggi, tetapi produsen masih dapat melakukan perluasan usaha untuk
menambah investasinya.
Penggunaan marginal cost pricing memiliki beberapa permasalahan, antara
lain :
Sulit untuk memperhitungkan secara tepat marginal cost untuk jasa tertentu, dalam
praktik, kadang biaya rata-rata (average cost) digunakan sebagai pengganti walau
hal ini menyimpang dari syarat ekonomis dan efisiensi. Juga terdapat masalah
pengukuran dan pengumpulan data biaya yang membuat marginal cost sulit
diimplementasikan.
Marginal cost pricing bukan berarti full cost recovery. Historic capital cost tidak
mungkin dipulihkan, demikian juga full operating cost. Ketika sumber daya yang
terbatas, kegagalan untuk menutup biaya menimbulkan adanya penghematan yang
dikorbankan (opportunity loss) dalam pemakaian alternative sumber daya tersebut.
Kerugian tersebut harus diukur dengan efisiensi yang dikorbankan (efficiency loss)
yang berasal dari penaikan harga di atas marginal cost. Contoh kasus klasik dari
historical cost adalah seperti jembatan penyebrangan. Marginal cost pricing
menganjurkan tidak ada biaya yang ditarik atas jasa penyebrangan karena marginal
cost yang ada nol. Memungut biaya penyebrangan sehingga menimbulkan
kapasitas menganggur atas jembatan tersebut, ini akan mengurangi total economic
benefit.
Penentuan harga seharusnya didasarkan pada biaya marginal jangka pendek (short
run Marginal Cost) atau biaya marginal jangka panjang (long run Marginal
Cost).Dalam kasus penyediaan air, akan timbul suatu titik ketika marginal
consumer memerlukan pabrik baru. Tidak mungkin mengharapkan konsumen
menanggung full cost sendirian.
Konsep kewajaran digunakan untuk menunjukkan :
1. Hanya mereka yang menerima manfaat yang membayar.
2. Semua konsumen membayar sama tanpa memandang perbedaan biaya dalam
minum dan mandi dapat secara signifikan merubah efisiensi harga yang
jasa seperti air, dimana terdapat beberapa macam bentuk diskriminasi harga,
B. Retribusi
Undang-undangNomor 18 Tahun 1997 yang kemudiandigantidenganUndang-
undangNomor 34 Tahun 2000 dantelahdiubahlagidenganUndang-undangNomor 28 Tahun
2009 tentangPajak Daerah danRetribusi Daerah.
Retribusi menurut UU Nomor 28 tahun 2009 adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Berbeda dengan
pajak pusat seperti Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai yang dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pajak, Retribusi yang dapat di sebut sebagai Pajak Daerah dikelola
oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).
ObjekRetribusi Daerah
Menurut UU Nomor 28 tahun 2009 ObjekRetribusiadalah:
1 JasaUmum
ObjekRetribusiJasaUmumadalahpelayanan yang
disediakanataudiberikanPemerintah Daerah
untuktujuankepentingandankemanfaatanumumsertadapatdinikmatioleh orang
pribadiatauBadan.JenisRetribusiJasaUmumadalah:
a RetribusiPelayananKesehatan;
b RetribusiPelayananPersampahan/Kebersihan;
c RetribusiPenggantianBiayaCetakKartuTandaPendudukdanAktaCatatanSipil;
d RetribusiPelayananPemakamandanPengabuanMayat;
e RetribusiPelayananParkir di TepiJalanUmum;
f RetribusiPelayananPasar;
g RetribusiPengujianKendaraanBermotor;
h RetribusiPemeriksaanAlatPemadamKebakaran;
i RetribusiPenggantianBiayaCetakPeta;
j RetribusiPenyediaandan/atauPenyedotanKakus;
k RetribusiPengolahanLimbahCair;
l RetribusiPelayananTera/TeraUlang;
m RetribusiPelayananPendidikan; dan
n RetribusiPengendalianMenara Telekomunikasi.
JenisRetribusidiatasdapattidakdipungutapabilapotensipenerimaannyakecildan/ataua
taskebijakannasional/daerahuntukmemberikanpelayanantersebutsecaracuma-cuma.
2 Jasa Usaha;
ObjekRetribusiJasa Usaha adalahpelayanan yang disediakanolehPemerintah
Daerah denganmenganutprinsipkomersial yang meliputi:
a Pelayanandenganmenggunakan/memanfaatkankekayaan Daerah yang
belumdimanfaatkansecara optimal; dan/atau
b PelayananolehPemerintah Daerah
sepanjangbelumdisediakansecaramemadaiolehpihakswasta.
JenisRetribusiPerizinanTertentuadalah:
a RetribusiIzinMendirikanBangunan;
b RetribusiIzinTempatPenjualanMinumanBeralkohol;
c RetribusiIzinGangguan;
d RetribusiIzinTrayek; dan
e RetribusiIzin Usaha Perikanan.
UU 28/2009 sendiri tidak menetapkan besarnya tarif pajak restoran dan hiburan
suatu daerah, namun UU 28/2009 menentukan batas tarif pajak tertinggi yang dapat
dipungut daerah. Sehingga, masing-masing pemerintah daerah memiliki keleluasaan
menentukan besarnya tarif pajak restoran dan pajak hiburan, sepanjang tidak melebihi
batas tarif pajak tertinggi yang ditetapkan UU 28/2009. Untuk tarif pajak restoran, Pasal
40 Ayat (1) UU 28/2009 menentukan batas tertinggi 10 %. Sedangkan sesuai pengaturan
Pasal 45 Ayat (1) UU 28/2009, tarif pajak hiburan tertinggi ditentukan sebesar 35 %.
Karena berdasar Pasal 45 Ayat (1) dan Pasal 40 Ayat (2) UU 28/2009 baik tarif
pajak hiburan maupun tarif pajak restoran harus ditetapkan Peraturan Daerah
(PERDA), maka kita dapat merujuk pada PERDA tiap-tiap daerah untuk mengetahui
besarnya tarif pajak tersebut. Sebagai contoh, khusus untuk DKI Jakarta, besarnya tarif
pajak restoran ditetapkan sebesar 10 % hal ini berdasarkan Pasal 7 PERDA DKI Jakarta
No. 11 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran. Sedangkan untuk besarnya tarif pajak
hiburan, Pasal 7 PERDA DKI Jakarta No. 13 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan
menentukan seperti berikut:
Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana sebesar 10 %
(sepuluh persen)
Tarif pajak untuk diskotik, karaoke, klub malam, pub, bar, musik hidup (live music),
musik dengan Disc Jockey (DJ) dan sejenisnya sebesar 20 % (dua puluh persen)
Tarif pajak untuk sirkus, acrobat, dan sulap sebesar 10 % (sepuluh persen)
Tarif pajak untuk permainan bilyar, bowling dan seluncur es (ice skating) sebesar 10
% (sepuluh persen)
Tarif pajak untuk permainan golf (green fee) sebesar 15 % (lima belas persen) dan
untuk driving rangesebesar 10 % (sepuluh persen)
Tarif pajak untuk pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan
sebesar 10 % (sepuluh persen)
Tarif pajak untuk panti pijat, mandi uap dan spa sebesar 20 % (dua puluh persen)
Tarif pajak untuk refleksi dan pusat kebugaran/fitness center sebesar 10 % (sepuluh
persen)
REFERENSI
http://tentangpelayananpublik.blogspot.co.id/2011/01/jenis-dan-pola-pelayanan-publik.html
http://angkasalima.blogspot.co.id/2014/12/tax-service-charge-restauran-dan-pajak.html
http://akuntansimanajemensektorpublik.blogspot.co.id/2016/04/penentuan-harga-pelayanan-
publik.html
http://akuntansimanajemensektorpublik.blogspot.co.id/2016/04/penentuan-
harga-pelayanan-publik.html