VARISELA
Disusun oleh:
Dwinka Safira Eljatin
Amelia Wijaya
Dwi Prianto
Meutia Handiny
Ety Suhira
Suci Dika Utari
Pembimbing:
dr Sitti Hajar Sp KK, FINSDV
Penulis
2
LEMBARAN PENGESAHAN LAPORAN
KASUS
VARISELA
Disusun Oleh:
Mengetahui Pembimbing
3
BANDA ACEH
2017
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Varisela merupakan suatu infeksi viral akut yang disebabkan oleh Varisela
Zoster Virus (VZV) yang disebabkan oleh virus DNA dari family herpes virus.
Varisela Zoster Virus masuk melalui saluran pernafasan dan konjungtiva
kemudian bereplikasi di nasofaring dan nodus limfa regional. Ruam akibat
infeksi primer VZV ini sering terjadi pada wajah dan kulit kepala dan menyebar
secara cepat ke bagian batang tubuh dan pada keadaan tertentu bisa menyebar ke
daerah ekstemitas. (1)
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
Varisela disebabkan oleh Varisela Zoster Virus yang merupakan famili
dari herpes virus dan dapat memproduksi gen dengan cepat untuk regulasi dan
bereplikasi. (1) Virus ini mempunyai amplop berbntuk ikosahedral dan memiliki
DNA berantai ganda yang mengkode lebih dari 70 macam protein. (1)
5
2.4 Patogenesis
Varisela ditularkan melalui droplet dari nasofaring orang yang terinfeksi.
Viremia primer terjadi ketika virus varisela tersebar ke organ lain dan pada waktu
yang sama terjadi viremia sekunder timbulnya keluhan ruam pada kulit. Awal
penggandaan terjadi di mukosa saluran pernafasan dan orofaring. Varisela Zoster
Virus menginfeksi sel T tonsilar kemudian menyebar darah dan limfa dan disebut
juga dengan istilah viremia primer. Sel T yang telah terinfeksi membawa virus ke
sistem retikuloendotel, tempat utama varisela zoster virus bereplikasi selama
dalam fase inkubasi dan pada kulit respon imun akan menunda replikasi dan
pembentukan ruam. (1) Pada masa inkubasi terjadi respon imun untuk
mengeliminasi varisela zoster virus, imunitas nonspesifik yang berperan adalah
interferon dan sel natural killer sedangkan imunitas spesifik yaitu IgG,IgM dan
IgA .varisela zoster virus akan bereplikasi 2 minggu setelah terinfeksi, gejala
sistemik dan ruam kulit yang terjadi pada fase viremia sekunder berbanding lurus
dengan jumlah replikasi virus yang terjadi. Pasien menjadi sangat infeksius sejak
2 hari sebelum timbulnya keluhan ruam pada kulit dan 5 hari setelah timbulnya
ruam pada kulit. Pada orang yang teridentifikasi terinfeksi varisela antibodi
IgM,IgG,dan IgA bisa dinilai 2-5 hari setelah timbulnya gejala lesi dan nilainya
meningkat selama 2-3 minggu. Kemudian titer antibodi secara berangsur-angsur
menurun. Jika terjadi infeksi zoster atau infeksi sekunder dari varisela zoster
virus titer antibodi IgG meningkat dengan cepat dan dan jumlahnya menjadi lebih
banyak dari pada infeksi primer atau saat varisela terjadi.(1)
6
dan muncul umbilikasi pada bagian tegah lesi jika pecah akan menjadi krusta.
Jenis lesi yang khas ini adalah suatu petunjuk untuk penegakan diagnosis. (2)
Jumlah lesi pada setiap orang berbeda beda dan jenis lesinya juga bervariasi. (1)
Gejala prodormal pada anak dan dewasa adalah demam pada pertama sampai
dengan hari ketiga, dengan keluhan tambahan mengigil, malaise, sakit kepala,
anoreksia, nyeri punggung dan nyeri menelan dan kadang disertai batuk yang
tidak produktif. (1)
7
superfisial adalah tungkai bawah. Sedangkan folikulitis profunda akan merusak
seluruh folikel rambut sampai subkutan sehingga teraba infiltrat disubkutan dan
menimbulkan gejala yang lebih berat yaitu sangat sakit, adanya pus yang akhirnya
dapat meninggalkan jaringan ikat apabila sudah sembuh. (2)
4. Moluskum Kontagiosum
Moluskum kontagiosum merupakan penyakit yang ringan namun
dapat berkembang menjadi penyakit infeksi virus yang menjadi masalah pada
anak-anak. Karakteristik penyakit ini yaitu permukaan halus, papul berbentuk
kubah yang biasanya disertai eritema. Moluskum kontagiosum disebabkan oleh
lebih dari empat virus tipe poxvirus, terutama MCV yang banyak menyerang
anak-anak. Gambaran klinis moluskum kontagiosum ini memperlihatkan papul
kecil merah muda yang dapat membesar, biasanya membesar hingga 3 cm. Lesi
dapat memiliki umbilikasi, dan terdapat substansi seperti putih nasi yang keluar
saat penekanan. Tempat predileksi yang sering dijumpai pada moluskum
kontagiosum yaitu intertriginosa, seperti aksila, fosa poplitea, dan panggul. (3)
5. Staphylococcal Scalded Skin Syndrom (SSSS)
Staphylococcal Scalded Skin Syndrom merupakan penyakit pada
neonatus dan anak-anak, penyakit ini jarang terjadi pada dewasa kecuali dengan
gangguan ginjal, defisiensi imun dan penyakit kronik. Anak-anak merupakan
faktor risiko pada SSSS karea kekurangan imunitas dan kemampuan renal
imatur dalam pembersihan toksin. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri
staphylococcus Aureus yang menghasilkan eksfoliatin toksin yang bersifat
epidermolitik. Pada SSSS akan terjadi demam kemudian muncul ruam eritema
(tender rash) pada muka, badan dan ekstremitas kemudian dalam 24-48 jam
berubah menjadi bula yang besar dan mudah ruptur mengelupas, lesi akan
mengelupas dalam 7 sampai 14 hari. Pada pemeriksaan fisik umumnya dijumpai
tanda nikolsky positif. (2)
8
limfositosis. Pemeriksaan fungsi hati (75%) juga mengalami kenaikan. Pasien
dengan gangguan neurologi akibat varisela biasanya mengalami limfositik
pleositosis dan peningkatan protein pada cairan serebrospinal serta glukosa yang
umumnya dalam batas normal. (4)
Selain itu dapat dialukan Tzanck test dengan cara membuat sediaan apus yang
diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel atau pustul,
maka dapat ditemukan sel datia berinti banyak atau sel-sel epidermal
multinucleated. (1)
9
Komplikasi yang paling sering ditemukan akibat infeksi varisela adalah
infeksi bakteri S. aureus atau Streptococcus pyogenes (grup A beta hemolitik
streptococcus). Antibiotik sebenarnya dapat dipakai untuk mengurangi resiko
kematian, namun pada keadaan sepsis kurang berguna. Infeksi sekunder akibat
bakteri biasanya ditandai dengan munculnya bula atau selulitis, limfadenitis
regional dan abses subkutan dapat muncul.
S. pyogenes umumnya menyebabkan varisela gangrenosa yang bersifat
invasif. Manifestasi lain yang adalah pneumonia, arthritis, dan osteomyelitis.
Sindroma Reye, yang merupakan ensefalopati non inflamasi dengan degenerasi
lemak pada hati dapat merupakan komplikasi yang menyulitkan. Anak yang
menderita varisela tidak boleh diberikan aspirin, karena dapat meningkatkan
resiko terjadinya sindroma Reye.
Komplikasi neurologis seperti meningoensefalitis dan serebelar ataksia
merupakan gejala utama yang biasa terjadi. Komplikasi pada susunan saraf pusat
biasanya terjadi pada anak dibawah 5 tahun dan lebih dari usia 20 tahun. Varisela
ensefalitis biasanya dapat hilang dengan sendirinya dalam waktu 24 hingga 72
jam. Begitu pula dengan ataksia serebelum, biasanya hilang dalam beberapa
waktu. (6)
Gejala seperti perdarahan, petekie, purpura, epistaksis, hematuria,
perdarahan gastrointestinal, dan DIC disebabkan karena komplikasi yang berupa
trombositopenia, terjadi 1 sampai 2 minggu setelah infeksi varisela. Dapat juga
terjadinya arthritis virus, yang disebabkan karena adanya virus varisela di dalam
sendi. Infeksi sendi biasanya sembuh dalam 3 hingga 5 hari. Komplikasi lain yang
mungkin pula terjadi, namun jarang sekali ditemukan adalah miokarditis,
perikarditis, pankreatitis, dan orkitis.
2.9 Tatalaksana
2.9.1 Tatalaksana Non Farmakologi
Tindakan pencegahan yang ditujukan pada kelompok berisiko tinggi
varisela adalah neonatus, pubertas dan ibu hamil dapat mencegah gejala yang
berat. Pada pasien yang telah menderita varisela, istirahat yang cukup dapat
mempercepat pemulihan dari infeksi yang disebabkan oleh virus varisela. Selain
10
itu mencegah luka agar tidak menjadi infeksi sekunder dengan cara tidak
menggaruk luka dapat mengurangi morbiditas pasien dengan varisela. (1)
2.9.2 Farmakologi
Asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir adalah agen antiviral yang telah
diakui untuk penanganan terhadap infeksi varisela. Nukleotida ini telah
menggantikan vidarabin dan IFN-a, yang merupakan antivirus pertama yang
diketahui memiliki efek klinis untuk mengatasi infeksi primer dan rekurens dari
VZV.
Asiklovir hanya terfosforilasi ketika bertemu dengan timidin kinase dari
virus, obat ini cenderung inaktif di dalam tubuh kecuali bila tersensitisasi dengan
sel yang terinfeksi VZV atau yang telah memiliki enzim virus. Setelah terjadi
penggabungan antara asiklovir dengan timidine kinase, maka selular kinase akan
memetabolisme monofosfat menjadi trifosfat yang bersifat kompetitif inhibitor
dan menjadi rantai terminasi DNA virus polimerase. Konsentrasi yang biasanya
diperlukan untuk menginhibisi VZV adalah sekitar 1 hingga 2 mg/ml. Obat
lainnya adalah famsiklovir yang merupakan diasetil, 6-deoksi ester penciclovir,
yang merupakan analog dari guanosin nukleotida. Metabolisme dari obat ini
dimulai dari uptake di sel usus dan diselesaikan di hati. Cara kerjanya serupa
dengan asiklovir.
Valasiklovir adalah asiklovir dengan derivat valin ester yang
memungkinkan absorbsi secara oral lebih baik dari asiklovir biasa, valasiklovir
berubah kembali menjadi asiklovir pada saat proses absorbsi dan memiliki cara
kerja yang sama terhadap VZV dengan derivat asiklovir biasa. Selain itu, terdapat
pula BvaraU yang merupakan nukleosida lain yang juga memiliki kemampuan
tinggi untuk menginhibisi aktivitas VZV in vitro. Untuk mereka yang mengalami
resistensi terhadap asiklovir maka dapat diberikan foskarnet sebagai
penggantinya.
Pemberian asetaminofen untuk mengurangi perasaan tidak nyaman akibat
demam, antipruritus seperti difenhidramin 1,25 mg/kg setiap 6 jam atau hidroksin
0,5 mg/kg setiap 6jam. Topikal dan antibiotik sistemik dapat diberikan untuk
mengatasi superinfeksi bakteri. Terapi antivirus menurunkan mortalitas karena
11
progresif pneumonia dapat dicegah, dan mengubah prognosis infeksi varisela pada
anak yang beresiko tinggi.
Terapi asiklovir pada anak imunodefisiensi harus dimulai pada 24 hingga
72 jam sesudah muncul ruam kulit. Oleh karena rendahnya absorbsi oral, obat
diberikan intravena dengan tiap pemberian dosis 500 mg/m2 dalam 8 jam.
Terapi dilanjutkan untuk 7 hari atau sampai tidak ada lesi baru yang
muncul dalam 48 jam. Efikasi dari famsiklovir dan valasiklovir belum terevaluasi
baik pada penderita yang sehat dan imonudefisiensi. BvaraU (sorivudine) yang
diberikan dalam 40 mg/hari selama 5 hari telah diteliti dapat mengurangi demam,
lesi kulit, walaupun pemberian ditunda hingga 24 sampai 96 jam setelah
kemunculan lesi pertama.
Pencegahan Pasif dengan Antibodi
Varisela zoster immunoglobulin (VZIG) adalah antibodi IgG terhadap
VZV dengan dosis pemberian satu vial untuk 10 kg berat badan secara
intramuskular (IM). VZIG profilaksis diindikasikan untuk individu beresiko
tinggi, termasuk anak-anak imunodefisiensi, wanita hamil yang pernah
mempunyai kontak langsung dengan penderita varisela, neonatal yang terekspose
oleh ibu yang terinfeksi varisela, setidaknya diberikan dalam waktu tidak lebih
dari 96 jam. Antibodi yang diberikan setelah timbulnya gejala tidak dapat
mengurangi keparahan yang terjadi.
Profilaksis dengan Terapi Antiviral
Uji efikasi profilaksis asiklovir memberikan hasil yang cukup baik pada
penderita transplantasi sumsum tulang yang beresiko tinggi terkena infeksi VZV.
Namun secara klinis, profilaksis asiklovir sebagai pencegahan infeksi VZV jarang
dipergunakan, karena terapi VZV akan lebih efektif apabila simptom telah
muncul.
2.10 Efek penyakit terhadap pasien dan keluarga
Penyakit varisela yang diderita pasien dapat menular sehingga
menyebabkan anggota keluarga lainnya menjadi takut akan mengalami keluhan
yang sama dengan pasien. Seperti pasien yang tertular penyakitnya dari ibunya
yang sebelumnya juga menderita cacar. Penyakit tersebut menyebabkan keluarga
pasien menjadi takut untuk berinteraksi dengan pasien, karena takut menular.
12
2.11 Efek Penyakit Terhadap Keluarga
1 Anggota keluarga memilik rasa takut terpapar dengan penderita
4 Orang tua khawatir bila bekas lesi cacar air pada penderita tidak hilang
terutama pada wajah
13
2. Menganjurkan pasien untuk kontrol satu minggu berikutnya ke puskesmas
atau jika didapatkan komplikasi berupa infeksi bakteri, perdarahan atau
gangguan saraf.
14
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : T. Al
Umur : 9 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kampung Laksana, Banda Aceh
Pekerjaan : Siswa
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tanggal Periksa : 14 Maret 2017
Anamnesis
Keluhan Utama : Bintil-bintil berisi cairan disertai demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang berobat ke poliklinik umum UPTD Puskesmas Kuta Alam
Banda Aceh, dengan keluhan bintil-bintil cairan disertai demam. Awalnya
pasien mengeluhkan demam yang dirasakan sejak 1 hari yang lalu, demam
mendadak tinggi yang dimulai sejak pagi hari. Kemudian ia mengeluhkan
nyeri kepala, disertai dengan batuk kering. Ia juga mengeluhkan pilek dan
hidung sumbat. Kemudian sejak pagi tadi setelah pasien bangu tidur, ia
mengeluhkan muncul bintil-bintil berisi cairan di bagian wajah, dada, lengan
kanan, dan punggung. Bintil-bintil tersebut dirasakan semakin banyak
menyebar terutama didaerah tangan dan kaki, kadang-kadang bintil-bintil
cairan tersebut dirasakan gatal dan perih. Karena keluhan tersebut pasien
datang berobat ke puskesmas.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat alergi terhadap
obat cefadroksil, riwayat asma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu pasien menderita cacar air sejak 2 minggu
yang lalu , namun saat ini sudah sembuh setelah berobat ke puskesmas.
15
terhadap obat cefadroksil , saat alergi pasien mengaku mengeluhkan bengkak
pada mata dan bibir serta gatal pada seluruh tubuh.
Status General
Kepala
Bentuk : Kesan Normocepali
Rambut : Tersebar rata, Sukar dicabut, Berwarna hitam.
Wajah : Kulit tampak vesikel, diatas kulit eritematos bentuk oval
Mata : Cekung (-), Reflek cahaya (+/+) 3 mm/3mm,
Sklera ikterik (-/-), konjungtiva palpebra inferior
pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), NCH (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Lidah : Papil atrofi (-),Tremor (-)
Mukosa : Kering (-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
KGB : Kesan simetris, Pembesaran (-)
TVJ : R+2 cmH2O
16
Thorax
Thorax anterior
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Torako-abdominal
Retraksi : (-)
Kulit : Tampak vesikel, diatas kulit eritematos bentuk oval
ukuran milier hingga lentikuler jumlah multipel
2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
4. Auskultasi
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Paru kanan Paru kiri
Tambahan
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh
(-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh
(-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh
(-)
Thoraks Posterior
1. Inspeksi
17
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe pernafasan : Abdomino-Thorakal
Retraksi : (-)
Kulit : Tampak vesikel, diatas kulit eritematos bentuk oval
ukuran milier hingga lentikuler jumlah multiple
2. Palpasi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
4. Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Paru kanan Paru kiri
tambahan
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh
(-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh
(-)
Lap. Paru bawah Rh basah (-), Rh basah
Wh (-) (-), Wh (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat di ICS V
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V 2 jari lateral LMCS
Perkusi : Batas jantung atas: di ICS III
18
Batas jantung kanan : di ICS IV Linea Parasternal dextra
Batas jantung kiri : di ICS V 1 jari kanan linea midklavikula
sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, Distensi (-), kulit tampak vesikel, diatas
kulit eritematos bentuk oval ukuran milier hingga lentikuler
jumlah multipel
Palpasi : Soepel (+), Nyeri tekan (+) regio epigastrium,
organomegali (-)
Perkusi : Tympani (+), Asites (-)
Auskultasi : Peristaltik usus 5 kali/menit
Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Superior Inferior
Ekstremitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Kulit vesikel Vesikel - -
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot Normotonu Normotonu Normotonu Normotonu
s s s s
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -
19
Status Fisik Kulit
Regio : facialis, thorak anterior, brachii dektra, thorak posterior
Deskripsi Lesi : Tampak vesikel, diatas kulit eritematos bentuk oval ukuran
milier hingga lentikuler jumlah multipel dengan distribusi
generalisata.
Diagnosis Banding
1 Varisela Zoster
2 Impetigo Bulosa
3 Folikulitis
4 Moluskum Kontagiosum
5 Staphylococcal Scalded Skin Syndrom
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
Resume
Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun datang ke poli umum Puskesmas Kuta
Alam dengan keluhan muncul bintil-bintil merah yang berisi cairan pada
regio facialis, thorak anterior, brachii dextra, dan thorak posterior. Pada
pemeriksaan fisik kulit di dapatkan vesikel pada kulit yang erimatous, bentuk
20
oval ukuran milier sampai lentikuler, jumlah lesi multipel dengan distribusi
generisata. Demam sejak 1 hari yang lalu.
Diagnosis Klinis
Varisela Zoster
Tatalaksana
1. Farmakoterapi
Sistemik : Asiklovir 400 mg tab, 4 x 1 tab sehari setelah makan
Parasetamol 500 mg tab,3 x tab sehari setelah makan
Topikal : Salysil Talk 2% ditabur 2-3 kali sehari
2. Non-Farmakologi / Edukasi
Jangan menggaruk luka untuk mencegah infeksi sekunder
Mengganti baju penderita setiap hari dan tidak menggunakan handuk
bersamaan dengan keluarga lain
Istirahat yang cukup agar mempercepat proses penyembuhan
Mencegah penularan kepada keluarga lain dengan memakai masker
terutama saat bersin dan batuk
Memotong kuku agar tidak menggaruk ruam pada kulit untuk mencegah
infeksi baru
Mandi dengan air yang bersih dan disabun.
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
21
GENOGRAM
T.Alfiansyah HalimRahmat
Pasien
Keterangan
Atau : Alergi obat dan makanan
22
Simbol Genogram
Laki- Perempuan
KematianIndividu
laki
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah dilakukan pemerikasaan pada seorang anak laki-laki berusia 9
tahun, pasien dibawa oleh ibunya ke Puskesmas Kuta Alam dengan keluhan
bintil-bintil berisi cairan dan terasa gatal sejak bangun tidur pagi 4 jam yang
lalu, awalnya timbul bintik-bintik merah kemudian timbul berupa bintil yang
berisi carian, timbul pada wajah kemudian menjalar ke dada, tangan kanan dan
punggung sebagian terasa gatal dan perih. Pasien mengeluhkan sebelumnya ada
demam mendadak tinggi sejak 1 hari yang lalu dan telah mengkonsumsi
paracetamol, keluhan disertai nyeri kepala, batuk kering dan pilek.
Berdasarkan dari identitas pasien, pasien seorang anak laki-laki berumur 9
tahun, menurut literatur, prevalensi varisela sering terjadi pada anak dengan
rentang usia 10 tahun dengan presentase mencapai 90% dan 5% dengan rentang
usia 15 tahun. (1)
Pasien datang dengan keluhan timbul bintil-bintil kemerahan yang
kemudian berubah menjadi vesikel bintik-bintik yang berisi cairan, timbul pada
wajah kemudian menjalar ke dada, tangan kanan dan punggung terasa gatal dan
perih, semakin lama bintik semakin bertambah. Menurut literatur, gejala yang
dikeluhkan pasien telah memasuki fase ruam, dimana tampak timbulnya lesi
berupa vesikel, hal ini disebabkan oleh berimigrasinya dan bereplekasi virus
varisela zoster ini dari pembuluh darah kapiler menuju ke jaringan kulit sehingga
muncul lesi mokulopapular, vesikel dan krusta. Munculnya vesikel tidak lepas
dari peristiwa balloning yang disebabkan oleh degredasi sel epitel sehingga
menyebabkan timbulnya ruang yang berisi cairan. Kemudian lesi menyebar pada
dada dan ektremitas serta punggung, hal ini diyakini merupakan peran dari ORF
47 kinase yang berguna pada proses replika virus. (4)
Pada pemeriksaan dematologis di dapatkan tampak vesikel didasar kulit
eritematos berisi cairan jernih, dengan jumlah multipel, distribusi generalisata.
Menurut literatur segi yang mencolok dari ruam varisela adalah ruam cepat
berprograsif lebih kurang 12 jam, dari makula ke papul, vesikel, pustul dan
krusta. Tipe vesikel dari varisela adalah berbentuk bulat lonjong dengan diameter
2-3 mm, dengan sumbu garis lintang yang sejajar pada lipatan kulit. Dengan
24
segera muncul vesikel di superfisial dan berdinding tipis dan terapit oleh area
eritema yang irreguler. Cairan vesikel akan menjadi bercak awan dengan
gelombang inflamasi yang berubah menjadi vesikel berbentuk pustule. (1)
Pemeriksaan penunjang untuk pasien ini tidak dilakukan, namun pada
pemeriksaan Tzanck smear diharapkan ditemukannya sel datia berinti banyak
atau sel-sel epidermal multinukleat.
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah dengan pemberian
asiklovir 400 mg selama 5 hari, menurut literatur, dalam penelitian pemberian
asiklovir pada remaja 13-18 tahun ditemukan bahwa asiklovir dapat menurunkan
jumlah maksimum dari lesi dan memberhentikan waktu tumbuhnya lesi baru.
Pada pasien juga diberikan bedak kalamin dioleskan pada tempat yang
diperlukan sebanyak 3-4 kali sehari bertujuan untuk mengurangi rasa gatal yang
timbul akibat reaksi peradangan dan untuk mencengah pecahnya bula akibat
garukan. (1)
25
Tabel diagnosa banding
Diagnosis Definis
i dan Gambaran Lesi Keterangan
Banding
Manifestasi
Klinis
Varisela zoster infeksi akut yang Erupsi vesikel
di sebabkan oleh yang khas seperti
Varisela Zoster tetesan embun di
Virus (VZV) yang atas kulit yang
bintil-bintil merah eritematous.
yang disertai Erupsi kulit terjadi
demam,nyeri dari makula dan
kepala dan batuk dengan cepat akan
kering berubah menjadi
vesikel dalam
waktu 24 jam
26
Herpes Manifestasi oleh Lesi dimulai
zoster reaktivasi virus dengan
varisela zoster munculnya ruam
laten dari saraf yang unilateral
pusat dorsal dan sesuai
kranial. Herpes dermatom,
merupakan awalnya vesikel
infeksi viral akut kemudian dalam
yang memiliki waktu 12-24 jam
karakteristik berkembang
unilateral menjadi papula
sampai dengan
krusta
27
Folikulitis Folikulitis adalah Gejala klinis tampak
infeksi folikel bintik-bintik kecil
rambut biasanya (papul) berkembang
disebabkan oleh disekeliling satu atau
staphylococcus lebih folikel. Papul
Aureus kadang-kadang
mengandung pus,
ditengahnya terdapat
rambut serta adanya
krusta disekitar
daerah inflamasi.
Infeksi terasa gatal
dan agak sakit.
Tempat predileksi
folikulitis superfisial
adalah tungkai
bawah
BAB V
KESIMPULAN
28
Varisela adalah penyakit infeksi akut yang di sebabkan oleh Varisela
Zoster Virus (VZV) . Varisela Zoster Virus adalah virus DNA dari family herpes
virus yang memiliki kemampuan untuk bertahan dalam tubuh setelah terinfeksi,
dan dapat memproduksi gen dengan cepat untuk regulasi dan bereplikasi.
Varisela memiliki angka penularan sangat tinggi dan beberapa kasus yang
tidak ditangani dapat menyebabkan komplikasi yang dapat memperberat keadaan
pasien ataupun dapat berdampak terhadap orang lain yang berinteraksi dengan
pasien.
Pelayanan kedokteran primer memegang peranan penting pada penyakit
varisela terutama dalam hal penengakkan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat
dann edukasi komunitas dalam pencegahan penyakit dan menularnya penyakit ke
orang lain. Karena penyakit ini sangat mudah penularannya. Perpindahan penyakit
ini dapat terjadi dikarenakan kontak langsung antara si penderita dengan orang
lain. Kemungkinan terjadinya penularan semakin meningkat pada keluarga
dikarenakan tingginya interaksi antara sesama anggota keluarga.
Penatalaksanan kasus bertujuan untuk mengidentifikasi masalah klinis
pada pasien dan keluarganya, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perjalanan
penyakit, menyelesaikan masalah klinis pada pasien dan keluarga serta mengubah
perilaku hidup pasien dan keluarganya. Selain itu mengajak partisipasi dari
keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut. Disini diharapkan pasien
dan anggota keluarga sama-sama ikut berperan dalam penyembuhan penyakit
pasien dan pencegahan terjadinya penularan penyakit tersebut terhadap anggota
keluarga lainnya atau pun terhadap lingkungan sekitar.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Schmader KE, Oxman MN. Varisela and Herpes Zoster. In Goldsmith LA,
Katz I, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff. Fitzpatrick's Dermatology In
General Medicine. New York: McGrawHill; 2012. p. 2383.
2. James WD, Berger TG, Elstone DM. Andrews Diseases of the Skin Clinical
Dermatology Canada: Elsevier; 2010.
3. Wolff k, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell J. In
Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine. United States of America: Mc
Graw Hill; 2008. p. 1695-1698.
4. Kurniawan M, Dessy N, Matheus T. Medicinus. Varisela Zoster Pada Anak.
2009 May; 3(No 1).
5. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keempat. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2005
6. Gliden, I Wiliams, Chorhs.2002. Clinical Featurea of Varisela Zoster Virus
Infection of the nervous System. Review Articel ANCR. 2(2)p.7-10
30