Dalam perencanaan wilayah dan kota yang komprehensif, semua sektor perlu dipertimbangkan
secara menyeluruh. Salah satu sektor yang menjadi pertimbangan adalah sektor perdagangan.
Sektor ini memegang peran penting karena sektor perdagangan lebih mudah berkembang pesat
terutama di daerah perkotaan. Sektor perdagangan dapat berkembang secara bersamaan
dengan sektor lainnya karena memiliki hubungan yang kuat. Perkembangan sektor perdagangan
dipengaruhi oleh daerah di sekitarnya dan tidak dibatasi oleh batas administrasi, melainkan
dibatasi oleh skala lokal dan regional baik nasional maupun internasional. Dengan tidak
terbatasnya sektor perdagangan, maka sektor ini memiliki potensi untuk berkembang dengan
baik. Hal ini juga terjadi di Kota Solo dan Kabupaten Boyolali yang mengalami perkembangan
perdagangan khususnya kerajinan sampai ke luar negeri. Kota Solo dan Kabupaten Boyolali
merupakan dua wilayah yang memiliki kontribusi sektor perdagangan dan jasa yang besar
terhadap total PDRB.
Kota Solo dan Kabupaten Boyolali secara langsung maupun tidak langsung memiliki keterkaitan
dalam hal perdagangan. Kabupaten Boyolali memiliki banyak potensi alam dan industri sebagai
komoditas perdagangan. Kabupaten Boyolali memasarkan barang dagangannya seperti
pertanian dan peternakan ke Kota Solo yang merupakan pusat regional Subosukawonosraten.
Selain itu, perbedaan komoditas dan sektor potensi pun mempengaruhi keterkaitan tersebut.
Kota Solo memerlukan Kabupaten Boyolali sebagai pemasok hasil primer, sedangkan
Kabupaten Boyolali memerlukan Kota Solo sebagai pemakai komoditas dan pusat
Subosukawonosraten dengan fasilitas lebih lengkap.
Dalam kegiatan perdagangan, ada beberapa faktor yang diperhitungkan yaitu supply, demand,
infrastruktur, alur distribusi, penggunaan lahan, tipe retail dan kelembagaan. Ketujuh faktor ini
memegang peranan penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan perdagangan baik lokal
maupun regional. Kabupaten Boyolali dan Kota Solo yang tergabung dalam kerjasama regional
Subosukawonosraten, membentuk pasar regional yang saling terkait. Hubungan yang terjadi
menimbulkan daya saing baik komparatif maupun kompetitif. Kota Solo menjadi pusat regional
dari Subosukawonosraten sehingga distribusi utama komoditas perdagangan dilakukan di Kota
Solo. Oleh karena itu, Kota Solo lebih berkembang dibandingkan hinterland-nya termasuk
Kabupaten Boyolali.
Permasalahan pada sektor perdagangan adalah belum adanya lokasi sebagai tempat untuk
pusat distribusi dan pengumpul komoditas perdagangan di Kabupaten Boyolali. Permasalahan
tersebut dipengaruhi oleh kurang terintegrasinya kegiatan distribusi yang meliputi aliran
distribusi, infrastruktur pendukung, dan belum adanya wadah untuk kegiatan distribusi tersebut.
Berdasarkan masalah di atas, maka diperlukan rencana untuk menyelesaikan permasalahan
perdagangan di Kabupaten Boyolali.
Rumusan masalah mencakup hal-hal yang menjadi isu dalam kegiatan perdagangan di Kota
Solo dan Kabupaten Boyolali. Berikut beberapa rumusan masalah yaitu :
1. Produk unggulan berupa sayur di Kabupaten Boyolali tidak bisa konstan sepanjang
tahun karena tergantung pada musim.
2. Masih rendahnya permintaan pasar (demand) terhadap komoditas pertanian dan
peternakan serta produk kerajinan tembaga dari Kabupaten Boyolali
3. Keberadaan serta kondisi infrastruktur dan sistem transportasi pada titik titik lokasi
produksi yang belum mampu menunjang kegiatan perdagangan sehingga menghambat
kegiatan distribusi barang
5. Kabupaten Boyolali memiliki lahan pertanian yang luas namun belum mampu menjadi
pemasok atau supplier yang dapat memenuhi kebutuhan baik lokal maupun regional
6. Belum adanya jenis retail yang berperan sebagai pusat pemasaran komoditas dan
produk dari Kabupaten Boyolali
Dari ketujuh masalah tersebut dapat dirumuskan menjadi suatu masalah utama yaitu belum
adanya lokasi sebagai tempat untuk pusat distribusi dan pengumpul komoditas perdagangan di
Kabupaten Boyolali.
1.3.1 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan perencanaan ini adalah terciptanya wadah sebagai
pusat distribusi dan pengumpul komoditas perdagangan di Kabupaten Boyolali dalam lingkup
wilayah Subosukawonosraten.
1.3.2 Sasaran
Untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan maka dibutuhkan beberapa sasaran antara lain
sebagai berikut:
Teridentifikasinya potensi demand yang dapat dikembangkan di masa yang akan datang
Pembahasan yang akan ditekankan dalam Studio Perencanaan Wilayah dan Kota ini adalah
materi yang menyangkut sektor perdagangan yang ada di lingkup Subosukowonosraten
khususnya Kota Solo dan Kabupaten Boyolali. Dalam hal ini Kota Solo berperan sebagai daerah
pemasaran utama bagi komoditas-komoditas dari daerah hinterland-nya. Kabupaten Boyolali
sebagai hinterland Kota Solo memiliki potensi hasil produksi dari sektor pertanian, peternakan,
dan kerajinan tembaga. Hal ini yang menjadi salah satu pertimbangan dipilihnya Kabupaten
Boyolali sebagai pusat pengumpul dan pendistribusi bagi Subosukowonosraten. Untuk
mempermudah pemahaman studi yang akan dilakukan pada studio ini, maka diperlukan
pemahaman mengenai mekanisme keterkaitan kegiatan perdagangan dalam lingkup
Subosukowonosraten.
Ruang lingkup materi yang akan dibahas dalam laporan akhir ini adalah meliputi aspek fisik dan
aspek non fisik yang terkait dengan perencanaan pengembangan sektor perdagangan. Ruang
lingkup materi disusun untuk menghasilkan materi-materi yang perlu untuk dibahas dalam
proses dari siklus perencanaan mulai dari mengidentifikasi permasalahan hingga akhirnya
menyusun sebuah perencanaan yang telah dijabarkan dalam tujuan. Materi-materi yang akan
dibahas adalah :
2. Demand (permintaan), merupakan aspek yang perlu dibahas karena berkaitan dengan
pihak maupun lokasi yang perlu dituju untuk dipenuhi kebutuhannya.
Aspek demand dibedakan menjadi dua macam, yaitu people (orang)
dan tourist (kebutuhan untuk pendatang). Demand untuk people merupakan permintaan
komoditas yang berasal dari masyarakat, terutama masyarakat lokal untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, sedangakan demand untuk tourist merupakan permintaan
komoditas yang berasal dari masyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke Kota Solo
dan Kabupaten Boyolali. Sama halnya dengan aspek supply, aspek demand juga perlu
memperhatikan lokasi-lokasi potensi demand berada.
3. Infrastruktur, aspek ini perlu dibahas dalam upaya pengembangan sektor perdagangan
karena merupakan komponen penting yang mendukung kegiatan perdagangan sehingga
ketersediaannya sangat diperlukan. Selain sebagai aspek utama berlangsungnya
kegiatan perdagangan, secara lebih tegas dikatakan bahwa infratruktur merupakan
komponen penentu keberhasilan dan kelancaran kegiatan perdagangan karena tanpa
didukung oleh ketersediaan infrastruktur, kegiatan perdagangan akan menemui sangat
banyak kendala, terutama pada kegiatan distribusi barang. Aspek infrastruktur yang
dibahas adalah infrastruktur yang mendukung kegiatan perdagangan yang meliputi
infrastruktur internal, yakni yang digunakan untuk mendukung kegiatan di dalam wilayah
Kabupaten Boyolali dan infrastruktur eksternal yang digunakan untuk memudahkan
interaksi antara Kabupaten Boyolali dengan wilayah lain di luarnya, terutama untuk
kegiatan penyaluran barang.
4. Distribution flow (aliran distribusi), merupakan aspek penting yang harus dibahas dalam
perdagangan karena merupakan kegiatan penting dalam aliran barang dari tangan
produsen hingga sampai di tangan konsumen. Distribution flow yang dibahas ada dua
macam, yakni kegiatan produksi distribusi lokal dan ekspor. Kegiatan distribusi lokal
untuk melayani kebutuhan di dalam Kabupaten Boyolali dan sekitarnya, sedangkan
distribusi ekspor dengan mengekspor produk unggulan sebagai komoditas perdagangan
ke luar negeri. Aliran distribusi juga membahas jenis komoditas yang didistribusi baik
lokal maupun ekspor beserta lokasi asal dan tujuan distribusi.
5. Land use (penggunaan lahan), aspek ini dibedakan menjadi dua pembahasan,
yakni point location dan region location. Point location digunakan untuk membahas lokasi
titik-titik penting yang ada dalam kegiatan pengembangan perdagangan,
sedangkan region location merupakan pembahasan untuk mengetahui lokasi-lokasi di
wilayah secara lebih luas.
6. Type of retail (jenis retail), dibahas untuk memahami lebih mendalam mengenai jenis-
jenis perdagangan yang ada di Kabupaten Boyolali. Pentingnya pembahasan mengenai
aspek ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari setiap jenis
perdagangan yang ada di Kabupaten Boyolali dalam mempengaruhi perkembangan
wilayah. Dalam hal ini, jenis retail yang dibahas adalah berdasarkan ijin yang dimiliki,
yakni formal dan informal. Kegiatan retail formal merupakan kegiatan yang memiliki ijin
resmi dari pemerintah, sedangkan kegiatan retail informal merupakan kegiatan
perdagangan yang berdiri tanpa memiliki ijin resmi dari pemerintah. Pembahasan jenis
retail juga bertujuan untuk menentukan jenis retail yang sesuai untuk pengembangan
kegiatan perdagangan di Kabupaten Boyolali agar terdistribusi dengan baik.
7. Kebijakan dan kelembagaan, perlunya aspek ini dibahas adalah terkait dengan
peranan stakeholder dalam mengendalikan kegiatan perdagangan. Stakeholder yang
dimaksud adalah pemerintah daerah, pihak swasta, dan masyarakat yang terlibat
langsung dalam kegiatan perdagangan. Kebijakan diperlukan sebagai alat untuk
membatasi dan mengendalikan kegiatan perdagangan supaya kegiatan perdagangan
berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga tidak mengganggu aktivitas
lain serta mampu mendatangkan keuntungan yang optimal bagi semua pihak yang
terlibat. Di sisi lain, diperlukan pula peranan kelembagaan yang merupakan
pelaksanana, penyusun kebijakan, pengawas, serta pengambil keputusan yang terkait
dengan kegiatan perdagangan.
Perencanaan yang akan digunakan dalam mencapai strategi pengembangan Kota Solo sebagai
pusat pemasaran hasil pertanian, peternakan, dan kerajinan tembaga Kabupaten Boyolali untuk
mewujudkan hubungan kerjasama dalam kegiatan perdagangan adalah model perencanaan
strategis. Perencanaan strategis adalah proses dimana organisasi mencoba mengendalikan
nasibnya daripada membiarkan kejadian-kejadian di masa depan yang mengendalikan
nasibnya. Perencanaan strategis dipilih karena ruang lingkup wilayah yang cukup luas yaitu
lingkup regional sehingga lebih efisien jika menggunakan sistem top-down planning.
Ruang lingkup perencanaan juga mencakup waktu dan substansi. Lingkup waktu perencanaan
adalah 10 tahun yaitu dari tahun 2011-2021. Lingkup perencanaan ini termasuk jangka
menengah. Perencanaan jangka menengah diharapkan mampu mencapai tujuan perdagangan
yang ingin dicapai. Materi perencanaan lebih difokuskan pada sektor perdagangan namun tetap
mengkaitkan dengan sektor lainnya dalam lingkup wilayah Kota Solo dan Kabupaten Boyolali
sampai keterkaitan dengan wilayah Subosukawonosraten. Ruang lingkup perencanaan
disesuaikan dengan target pencapaian yang mungkin dapat dicapai dalam jangka menengah
sehingga pada akhirnya akan disusun dokumen perencanaan strategis sektor perdagangan
dalam kurun 10 tahun.
Wilayah yang akan dikaji menjadi wilayah studi untuk Studio Perencanaan Wilayah dan Kota ini
terbagi menjadi ruang lingkup wilayah makro, ruang lingkup wilayah mezzo, dan ruang lingkup
wilayah mikro.
Wilayah makro yang diambil dalam studi ini adalah wilayah Subosukawonosraten yang memiliki
keterkaitan dan interaksi yang cukup kuat dari segala sektor, meliputi sektor perdagangan,
permukiman, transportasi, pariwisata, dan industri. Wilayah Subosukawonosraten dipilih sebagai
wilayah studi makro karena kerjasama wilayah yang meliputi Kota Surakarta (Solo), Kabupaten
Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Klaten ini memiliki potensi dan prospek
yang bagus untuk dikembangkan guna meningkatkan pembangunan wilayah tersebut dalam
satu kesatuan kerjasama regional Subosukawonosraten.
Untuk ruang lingkup wilayah mezzo yang menjadi objek wilayah perencanaan adalah Kota Solo
yang merupakan daerah pemasaran utama komoditas perdagangan bagi Subosukawonosraten
dan daerah etalase produk dari Kabupaten Boyolali, serta Kabupaten Boyolali yang merupakan
pusat pengumpul dan pendistribusi komoditas perdagangan Kabupaten Boyolali yang
dipasarkan di Subosukawonosraten. Alasan pemilihan kedua wilayah ini sebagai wilayah
perencanaan adalah Kota Solo yang dikenal sebagai kota wisata di Jawa Tengah tidak akan
dapat berdiri sendiri tanpa dukungan dan keterkaitan dengan wilayah-wilayah di sekitarnya.
Kabupaten Boyolali dipilih sebagai kawasan hinterland pendukung Kota Solo karena sebagai
kota wisata, Solo banyak dikunjungi wisatawan sehingga kebutuhan barang dan jasa meningkat.
Selain itu, wisatawan Kota Solo dapat dijadikan sebagai demand yang berpotensi sebagai
konsumen produk unggulan Kabupaten Boyolali. Tidak hanya itu, demand penduduk lokal juga
berpotensi untuk meningkatkan daya tarik perdagangan Kabupaten Boyolali baik di lingkup Kota
Solo maupun Subosukawonosraten.
Pemilihan kedua wilayah ini pada dasarnya untuk mengetahui lebih dalam bagaimana hubungan
kerjasama antar dua wilayah ini secara khusus, utamanya dalam sektor perdagangan. Kota Solo
dan Kabupaten Boyolali memiliki karakteristik perdagangan yang berbeda misalnya Kota Solo
yang lebih menonjolkan sektor pariwisata, budaya dan perdagangan, sedangkan Kabupaten
Boyolali yang memiliki potensi pertanian, peternakan dan kerajinan untuk dijadikan sebagai
komoditas perdagangan. Dengan adanya perbedaan sektor unggulan, diharapkan kedua wilayah
dapat saling melengkapi dan menguntungkan.
Ruang lingkup mikro yang diambil untuk wilayah perencanaan adalah Kecamatan Boyolali yang
menjadi pusat pengumpul dan pendistribusi dari komoditas-komoditas perdagangan yang
berasal dari beberapa daerah di kecamatan lain, yakni Kecamatan Cepogo, Kecamatan Selo,
dan Kecamatan Ampel. Alasan pemilihan Kecamatan Boyolali karena wilayah ini berpotensi
sebagai pusat pengumpul dengan pertimbangan ketersediaan infrastruktur yang memadai
sehingga memudahkan aksesibilitas distribusi barang atau komoditas perdagangan baik dari
pusat produksi maupun ke daerah pemasaran. Adapun alasan pemilihan Kecamatan Cepogo,
Selo, dan Ampel sebagai pusat produksi karena ketiga kecamatan ini memiliki potensi yang
dapat dikembangkan seperti kerajinan tembaga, hasil pertanian sayur dan peternakan sapi di
Kecamatan Cepogo, hasil pertanian sayur di Kecamatan Selo, dan hasil pertanian serta daging
sapi di Kecamatan Ampel.
Selain itu, wilayah mikro di Kota Solo adalah Pasar Legi Kelurahan Banjarsari . Alasan memilih
daerah tersebut karena Kelurahan Banjarsari terdapat Pasar Legi yang merupakan pasar induk
Kota Solo. Oleh karena itu, kawasan Banjarsari tersebut dapat dikembangkan menjadi lokasi
pemasaran hasil pertanian dan peternakan dari Kabupaten Boyolali. Selain itu, menjadi daerah
etalase kerajinan tembaga agar lebih dikenal dalam lingkup Subosukawonosraten.
Ruang lingkup waktu perencanaan yang digunakan dalam laporan ini adalah untuk 10
tahun kedepan yaitu periode 2011-2021. Ruang lingkup waktu ditentukan berdasarkan sisem
perencanaan yang akan dilakukan, yakni perencanaan strategis dalam upaya pengembangan
kegiatan perdagangan Subosukawonosraten melalui kerjasama antara Kota Solo dengan
Kabupaten Boyolali.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan berisi latar belakang masalah di wilayah perencanaan, tujuan dan
sasaran yang hendak dicapai, rumusan masalah yang hendak diselesaikan di wilayah
perencanaan serta ruang lingkup yang terdiri dari ruang lingkup wilayah serta materi yang
dibahas dan yang tidak dibahas, juga ruang lingkup perencanaan terkait waktu dan substansi.
Selain itu, terdapat kerangka kerja dan sistematika penulisan yang menggambarkan pedoman
dari proses pelaksanaan dan pengerjaan penulisan serta penyusunan laporan akhir secara
sistematis.
Pada bab ini berisi gambaran kondisi eksisting wilayah perencanaan meliputi identitas
Kabupaten Boyolali, konstelasi lingkup wilayah Subosukawonosraten terhadap Jawa Tengah,
konstelasi Kabupaten Boyolali terhadap Subosukawonosraten, konstelasi Kecamatan Selo,
Kecamatan Cepogo, Kecamatan Ampel dan Kecamatan Boyolali terhadap Kabupaten Boyolali.
Selain itu bab tinjauan wilayah berisi gambaran kondisi eksisting tujuh aspek perdagangan yang
meliputi gambaran produk unggulan Kabupaten Boyolali, potensi pasar Kabupaten Boyolali,
kondisi infrastruktur, aliran distribusi, penggunaan lahan, jenis retail dan kelembagaan. Pada bab
ini juga terdapat matriks observasi yang menggambarkan permsalahan-permasalahan yang
terjadi terkait subbab-subbab yang dibahas sebelumnya disertai dengan sebab, akibat dan data
pendukung dari permasalahan tersebut.
Pada bab analisis terdapat analisis subbab-subbab yang menggambarkan kondisi eksisting
wilayah perencanaan di bab tinjauan wilayah diantaranya analisis tinjauan wilayah, analisis letak
geografis, analisis topografi, analisis hidrologi, analisis produk unggulan, analisis potensi pasar,
analisis kondisi infrastruktur, analisis aliran distribusi, analisis penggunaan lahan dan analisis
kelembagaan. Selain itu, pada bab ini juga dilakukan penstrukturan permasalahan yang
berbentuk pohon masalah.
Bab ini berisi penjelasan mengenai masalah utama yang telah ditemukan dalam pohon masalah.
Kemudian disusunlah sebuah alternatif konsep berdasarkan potensi dan permasalahan yang
terjadi di wilayah perencanaan. Dalam pemilihan alternatif konsep, dilakukan penilaian pada
masing-masing alternatif konsep dengan indikator-indiator yang terkait dan distrukturkan dalam
matrik pemilihan konsep.
Pada bab ini penjelasan dan pendetailan konsep terpilih beserta justifikasinya. Kemudian
disusun strategi-strategi perencanaan dalam mencapai tujuan dan pencapaian konsep yang
terpilih. Strategi ini dirumuskan berdasarkan masalah utama dari masing-masing aspek yaitu
produk unggulan, potensi pasar, kondisi infrastruktur, aliran distribusi, penggunaan lahan, jenis
retail dan kelembagaan
Pada bab ini berisi rencana yang merupakan detail dari strategi-strategi yang telah disusun
dalam bab sebelumnya. Selain itu disusunlah sebuah indikasi program yang berisi program-
program dalam kurun waktu yang telah ditetapkan (timeline) yaitu 5 tahun dan 10 tahun beserta
aktor-aktor yang berperan dalam pencapaian rencana yang telah ditetapkan.
Boyolali yang belum mampu memenuhi kebutuhan sayur dan buah-buahan bagi lingkup wilayah
Subosukawonosraten menjadikan keuntungan yang didapatkan Kabupaten Boyolali sangat
sedikit. Hal ini diarenakan pasar sayur dan buah-buahan berada di kota solo yang merupakan
pusat dari kawasan Subosukowonosraten. Sedikitnya keuntungan yang didapat oleh Kabupaten
Boyolali ini menyebabkan belum terciptanya kemakmuran masyarakat di Kabupaten Boyolali.
Wilayah Kecamatan Cepogo yang memiliki potensi kerajinan tembaga memberikan kontribusi
terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Boyolali dan perekonomian masyarakat setempat
dari hasil eksport kerajinan ke luar negeri. Tidak adanya pusat pasar untuk kerajinan ini
mengakibatkan keuntungan yang didapat Kabupaten Boyolali tidak maksimal. Kecamatan Selo
sebagai daerah penghasil pertanian sekaligus menjadi supplier dari sayur dan buah untuk
Kabupaten Boyolali dan Kota Solo. Pada kondisi eksisting distribusi sayur dan buah di
Kecamatan Selo hanya dipasarkan dalam lingkup lokal terutama ke Pasar Cepogo. Kecamatan
Selo merupakan wilayah yang berpotensi untuk menghubungkan Kabupaten Boyolali dengan
wilayah lain sebab didukung oleh jalur wisata SSB (Solo Selo Borobudur).
Potensi yang ada di Kecamatan Ampel adalah daging sapi potong yang memberikan kontribusi
pendapatan bagi Kabupaten Boyolali sebab daging sapi tersebut telah didistribusikan ke lingkup
Subosukawonosraten. Sebagai pusat kegiatan masyarakat Kabupaten Boyolali, Kecamatan
Boyolali memiliki tingkat aktifitas yang tinggi. Oleh karena itu kondisi fasilitas seperti jalan harus
dalam kondisi yang baik tidak ada lagi jalan rusak karena berlubang atau bergelombang karena
akan membahayakan pengguna. Selain itu juga kecamatan ini dapat menjadi pusat pemasaran
dari sektor-sektor potensial seperti yang sudah disebutkan sebelumnya dari sektor pertanian,
peternakan dan kerajinan tembaga.
Kabupaten Boyolali memiliki luas wilayah lebih kurang 101.510.0965 ha atau kurang 4,5 % dari
luas Propinsi Jawa Tengah dan terletak antara 110 o 22 BT 110o50 BT dan 7o36 LS 7o71LS.
Dengan wilayah yang luas, Kabupaten Boyolali memiliki lahan yang berpotensi untuk
menghasilkan sektor primer seperti pertanian dan peternakan. Potensi komoditas pertanian yang
paling menonjol adalah sayur-sayuran di Kecamatan Selo, sedangkan potensi komoditas
peternakan yang menonjol adalah sapi potong di Kecamatan Ampel dan sapi perah yang
membuat Kabupaten Boyolali terkenal dengan komoditas susunya. Komoditas-komoditas
tersebut memungkinkan Kabupaten Boyolali untuk menjadi supplier bagi daerah-daerah
sekitarnya, terutama untuk Kota Solo, yang relatif sedikit memiliki potensi sektor primer. Selain
itu, Kabupaten Boyolali memiliki letak yang sangat strategis di antara lingkup Joglosemar dan
Subosukowonosraten sehingga mempermudah akses distribusi komoditas tersebut ke kedua
lingkup tersebut.
Kabupaten Boyolali memiliki kondisi topografi yang berbeda beda, yaitu dataran rendah,
dataran tinggi, dan pada bagian barat berupa pegunungan. Kecamatan Selo memiliki ketinggian
1300-1500 m dpl, sedangkan Kecamatan Cepogo dan Kecamatan Ampel berada pada
ketinggian 100-1300 m dpl. Kecamatan Boyolali sendiri terletak pada ketinggian 75 m dpl,
namun juga terdapat beberapa wilayah di kecamatan tedrsebut yang terletak pada ketinggian
400-700 m dpl.
Perbedaan ketinggian tersebut menyebabkan komoditas perdagangan yang berbeda dari setiap
wilayah. Daerah yang berada pada dataran tinggi lebih berpotensi memproduksi komoditas
pertanian seperti sayuran dan buah-buahan, salah satunya adalah Kecamatan Selo, sedangkan
pada daerah topografi datar lebih berpotensi sebagai pusat pengumpulan dan pusat distribusi
komoditas dari kecamatan lain yang kemudian akan disalurkan ke lingkup
Subosukowonosraten.
Kabupaten Boyolali memiliki banyak sungai. Sungai utama di wilayah Kabupaten Boyolali yaitu:
Sungai Serang, Cemoro, Pepe, dan Sungai Gandul. Di Tlatar, Kecamatan Boyolali terdapat
sumber air dangkal yang cukup besar. Sungai tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari seperti irigasi. Dengan sumber air yang melimpah di
Kabupaten Boyolali maka dapat digunakan untuk menunjang sektor pertanian dan
peternakannya, agar dapat meningkatkan produksi dalam kedua sektor tersebut, sehingga
sektor perdagangan dapat berkembang secara optimal, dan mendukung Kabupaten Boyolali
dalam perencanaannya sebagai supplier sekaligus pusat distribusi.
Analisis produk unggulan berisi analisis komoditas hasil olahan dan hasil primer yang memiliki
keunggulan dan daya saing untuk dikembangkan sebagai komoditas utama yang akan
diperdagangkan. Analisis produk unggulan dilakukan dalam lingkup Subosukawonosraten dan
Kabupaten Boyolali. Berikut hasil analisis produk unggulan Subosukawonosraten :
Kabupaten Boyolali memiliki keunggulan dan keragaman hasil industri sehingga memiliki daya
saing yang tinggi dalam lingkup Subosukawonosraten. Industri yang paling berpotensi di
Kabupaten Boyolali adalah kerajinan tembaga dan sapu ijuk. Keduanya memiliki potensi yang
bagus untuk dikembangkan lebih lanjut. Selain karena spesialisasi produk, kerajinan tembaga di
Boyolali merupakan satu-satunya kerajinan tembaga di Subosukawonosraten. Industri lain yang
berpotensi di Boyolali adalah industri makanan yang diolah dari hasil sapi, pepaya, dan jagung.
Berdasarkan gambaran komoditas hasil primer, maka dapat dianalisis lebih lanjut yaitu potensi
pertanian yang cocok untuk dikembangkan di Boyolali teh wangi, tembakau, jamur, sayuran, ubi
kayu, pepaya dan jagung hibrida. Hasil pertanian dari Boyolali memiliki kesamaan dengan hasil
pertanian dari Kabupaten Karanganyar sehingga hubungan kedua wilayah ini adalah kompetitif.
Untuk menanggulangi persaingan, maka Kabupaten Boyolali harus meningkatkan kualitas
produk dan spesialisasi hasil produksi agar lebih unggul. Berdasarkan kondisi tersebut, maka
komoditas hasil primer dari Kabupaten Boyolali memiliki pesaing yaitu Kabupaten Karanganyar.
Selain potensi pertanian dan industri, Boyolali memiliki potensi peternakan sapi perah dan
potong, domba, dan potensi perikanan. Jika dibandingkan dengan wilayah lainnya, maka potensi
peternakan Boyolali bersaing dengan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri sehingga untuk
meningkatkan daya saing peternakan Boyolali harus meningkatkan kualitas, kuantitas, dan
pemasaran. Potensi perikanan masih jarang dan baru dikembangkan di Kabupaten Boyolali
sehingga memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan lebih lanjut.
Selain analisis produk unggulan Subosukawonosraten, analisis produk unggulan Kabupaten
Boyolali juga perlu dilakukan untuk menganalisis potensi produk dan sumber daya yang paling
unggul. Berdasarkan gambaran produk unggulan, masing-masing kecamatan di Kabupaten
Boyolali memiliki banyak potensi komoditas hasil olahan dan primer yang baragam. Untuk itu,
Kabupaten Boyolali memiliki potensi unggulan dalam sektor perdagangan. Output dari hasil
analisis produk unggulan adalah potensi komoditas hasil olahan dan primer yang paling unggul
untuk dikembangkan lebih lanjut. Berikut analisis komoditas hasil olahan dan primer :
Berdasarkan gambaran komoditas hasil olahan, produk unggulan yang terdapat di Kabupaten
Boyolali yaitu industri olahan makanan hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan, industri
kerajinan tembaga dan logam lainnya, industri kerajinan anyaman, industri meubel, dan lain
lain. Dari semua produk yang ada di Kabupaten Boyolali, produk yang paling unggul dan
berpotensi untuk dikembangkan adalah kerajinan tembaga. Kerajinan ini diproduksi di Desa
Tumang, Kecamatan Cepogo.
Potensi kerajinan tembaga menjadi embrio industri potensial di Kabupaten Boyolali. Potensi ini
merupakan kegiatan non perdagangan yang bersifat home industry dan berpotensi untuk
dikembangkan menjadi daerah wisata. Sebagian besar rumah di Desa Tumang, Kecamatan
Cepogo difungsikan sebagai tempat produksi sekaligus sebagai etalase kerajinan tembaga
tersebut. Kerajinan tembaga merupakan kerajinan tembaga satu-satunya di Kabupaten Boyolali
bahkan di Subosukawonosraten. Namun, kerajinan ini belum dikembangkan secara optimal
karena skala pemasarannya hanya diekspor ke luar negeri tanpa adanya pemasaran lokal.
Berdasarkan gambaran produk unggulan, komoditas hasil primer unggulan yang terdapat di
Kabupaten Boyolali dibagi menjadi empat jenis yaitu hasil pertanian, perkebunan, peternakan
dan perikanan. Komoditas hasil primer yang paling berpotensi di Kabupaten Boyolali adalah
hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan. Sumber daya yang ada di Kabupaten Boyolali
sangat beragam sehingga memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan menjadi komoditas
utama perdagangan Boyolali. Hasil pertanian yang paling menonjol adalah sayur-sayuran yang
diproduksi di Kecamatan Selo, Cepogo dan Ampel. Hasil pertanian sayur-sayuran bergantung
dengan cuaca sehingga produksinya tidak maksimal. Selain itu, produksi yang tidak menentu
mengakibatkan ketidakstabilan jumlah sayur yang disuplai.
Selain hasil pertanian, Kabupaten Boyolali memiliki potensi perkebunan buah-buahan seperti
pepaya, rambutan, durian, mangga dan alpukat. Buah-buahan ini diproduksi di Kecamatan Selo,
Cepogo, dan Mojosongo. Kabupaten Boyolali terkenal sebagai daerah peternakan sapi baik sapi
potong maupun sapi perah. Sapi potong dimanfaatkan dagingnya sebagai bahan makanan
sedangkan sapi perah dimanfaatkan susunya untuk diolah lebih lanjut dan dikonsumsi. Sapi
potong paling banyak diproduksi di Kecamatan Ampel, Mojosongo, dan Musuk. Sedangkan sapi
perah diproduksi di Kecamatan Selo, Cepogo, Musuk, dan Mojosongo. Di Kabupaten Boyolali
juga terdapat potensi peternakan sapi perah dan produksi susu. Berikut peta lokasi komoditas
hasil primer di Kabupaten Boyolali :
Berdasarkan analisis produk unggulan komoditas hasil olahan dan primer, maka dapat
disimpulkan bahwa komoditas yang paling berpotensi untuk dikembangkan adalah kerajinan
tembaga, sayur-sayuran, buah-buahan, sapi potong, dan susu dari sapi perah. Komoditas
unggulan ini merupakan potensi perdagangan dari Kabupaten Boyolali. Namun, produk kerajinan
tembaga belum dikembangkan secara baik karena pemasarannya hanya ke luar negeri dan
tidak dalam lingkup Subosukawonosraten. Sementara itu, masalah yang timbul dalam
penyediaan komoditas sayur adalah bergantungnya kegiatan pertanian dengan musim sehingga
hasil pertanian tidak stabil sepanjang tahun. Selain itu, hasil pertanian Kabupaten Boyolali
memiliki kesamaan dengan Kabupaten Karanganyar ditambah belum adanya teknologi dalam
pengolahan pertanian. Dalam hasil peternakan, masalah yang timbul adalah kesamaan hasil
komoditas peternakan khususnya sapi dengan Kabupaten Wonogiri dan Karanganyar sehingga
menimbulkan persaingan yang mengakibatkan rendahnya daya saing hasil peternakan sapi. Dari
beberapa masalah baik pertanian, peternakan maupun kerajinan tembaga dapat dirumuskan
masalah utama terkait produk unggulan yaitu kurangnya daya saing produk unggulan Kabupaten
Boyolali dengan wilayah lain dalam lingkup Subosukawonosraten.
3.6.1 Kependudukan
Salah satu komponen demand yang perlu dianalisis adalah pertumbuhan penduduk, karena
penduduk tersebut sebagai pengguna ruang dan selalu tumbuh. Pertumbuhan penduduk
tersebut disesuaikan dengan waktu perencanaan yang akan dilakukan yakni tahun 2021.
Sehingga jumlah penduduk yang digunakan sebagai pembanding adalah hasil proyeksi pada
tahun 2021. Berikut ini perbedaan Jumlah Penduduk Kabupaten Boyolali pada tahun 2009
dengan proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2021.
Melihat sisi demand atau permintaan, jumlah penduduk yang tinggi menjadi sebuah
potensi sebuah perdagangan akan tetapi mampu menjadi sebuah permasalahan. Potensinya
yakni dengan jumlah penduduk tinggi, maka mampu meningkatkan permintaan terhadap
kebutuhan barang dan jasa. Sedangkan permasalahannya adalah apabila pengembangan
perdagangan mengikuti trend pertumbuhan penduduk maka pertumbuhan ruang terbangun
untuk pemukiman akan semakin tinggi.
Berdasarkan data dan proyeksi tersebut, daerah yang akan menjadi semakin padat adalah
Kecamatan Ngemplak, dan Boyolali. Sehingga dalam perencanaan pengembangan
perdagangan harus mempertimbangkan pertumbuhan penduduk sebagai potensi dan
permasalahan. Sementara itu di Kecamatan Selo, Cepogo dan Ampel jumlah penduduk masih
jarang. Hal tersebut berarti bahwa kebutuhan pemukiman juga semakin sedikit dibanding
wilayah lain dengan penduduk yang padat. Berarti ketiga Kecamatan tersebut masih memiliki
lahan yang luas untuk sektor primer baik peternakan maupun pertanian.
3.6.2 Perekonomian
Analisis demand yang kedua yakni dilihat berdasarkan pendapatan per kapita
penduduknya. Diasumsikan bahwa semakin tinggi pendapatan penduduk maka akan semakin
tinggi pola konsumsi masyarakat, hal itu menjadi sebuah potensi dari sisi demand dalam
perkembangan perdagangan. Berdasarkan kondisi eksisting di Kabupaten Boyolali,
perkembangan perdagangan terbanyak tidak mengikuti daerah dengan pendapatan perkapita
tertinggi. Padahal yang lebih potensial adalah pada Kecamatan Teras dan Banyudono karena
memiliki pendapatan per kapita tertinggi.
Selain digunakan sebagai tolok ukur potensi untuk perdagangan, PDRB di Kabupaten Boyolali
dapat juga untuk melihat adanya permasalahan demand. PDRB per kapita tingkat tinggi dan
sedang terdapat di Boyolali bagian selatan dan beberapa diantaranya termasuk dalam wilayah
perencanaan yaitu Kecamatan Boyolali, Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, dan Kecamatan
Ampel. Sedangkan PDRB per kapita yang cukup rendah berada pada Kabupaten Boyolali
bagian utara. Hal itu karena pada daerah tersebut mayoritas penggunaan lahan pertanian (non
perkotaan). Pendapatan rendah tersebut berarti tidak berpotensi untuk perdagangan dan jasa.
Namun dalam perencanaannya di harapkan pertumbuhan perekonomian yang cukup tinggi di
bagian selatan dapat memberikan kontribusi pada Kabupaten Boyolali bagian utara dengan
adanya suatu integritas atau kerjasama dalam bidang perdagangan.
Berdasarkan data mengenai pola konsumsi di Kabupaten Boyolali pada tahun 2009, dapat
digunakan untuk menganalisis demand. Tingkat konsumsi yang paling tinggi adalah untuk non-
makanan (perumahan dan fasilitas rumah tangga 38,17 % serta aneka barang dan jasa 36,12
%). Urutan ketiga yakni konsumsi untuk makanan (makanan dan minuman jadi 25 %). Hal itu
menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Boyolali memiliki kecenderungan bergaya hidup
serba instan. Dilihat dari sisi demand, pada kondisi eksisting terjadi beberapa permasalahan dan
potensi.
Permasalahan tersebut adalah meningkatnya barang barang dari luar yang masuk ke Boyolali
karena permintaan masyarakatnya semakin banyak. Masalah yang lainnya adalah penduduk
dalam wilayah Boyolali menghabiskan tingkat konsumsinya di wilayah lain yang lebih mampu
menghasilkan barang-barang konsumtif yang diminati. Padahal Boyolali memiliki produk yang
sebenarnya bisa diolah dan memiliki nilai lebih bagi Kab. Boyolali. Akan tetapi disamping
permasalahan, ada juga sebuah potensi dari gaya hidup penduduk tersebut. Seperti berpotensi
dikembangkannya pusat perdagangan dengan produk yang dijual adalah hasil olahan (siap
konsumsi). Karena permintaan untuk produk olahan yang siap konsumsi semakin tinggi.
Sehingga bisa untuk menarik permintaan di Kabupaten Boyolali pada khususnya.
Kabupaten Boyolali memiliki jalur wisata SSB (Solo-Selo-Borobudur) yang memiliki potensi untuk
mendatangkan wisatawan dari Kota Solo ke Kabupaten Boyolali. Namun dengan potensi
kependudukan, perekonomian dan lifestyle yang cukup mendukung dalam sektor perdagangan
maupun pariwisata, Kabupaten Boyolali belum mampu memanfaatkan demand yang ada
tersebut. Untuk itu diperlukan suatu daya tarik yang harus dimiliki oleh Kabupaten Boyolali dalam
mengembangkan perdagangan yang menunjang demand wisatawan tersebut.
1. Internal
Jaringan jalan secara internal memiliki pengertian di mana terdapat hubungan dalam prasarana
jaraingan jalan yang menghubungkan tiap empat kecamatan di Kabupaten Boyolali, yakni
Kecamatan Selo, Cepogo, Ampel, dan Boyolali. Dalam hal ini adalah analisis prasaran jaringan
jalan dalam kegiatan perdagangan yang mendukung distribusi komoditas hasil pertanian,
peternakan, dan tembaga di Kabupaten Boyolali. Analisis jaringan jalan diperlukan untuk
mengetahui serta melihat hubungan antar keempat kecamatan tersebut dalam perdagangan.
Analisis jaringan jalan internal meliputi empat kecamatan yang telah disebutkan di atas dan
melihat bagaimana hubungan antar keempat kecamatan tersebut.
Kecamatan Selo merupakan kecamatan penghasil komoditas pertanian dan Kecamatan Cepogo
merupakan kecamatan penghasil kerajinan tembaga serta komoditas hasil peternakan.
Berdasarkan data yang ada, jaringan jalan yang menghubungkan antar kedua kecamatan ini
sudah saling terhubung meskipun kondisi jalan di beberapa titik masih perlu diperbaiki.
Kecamatan Selo memiliki jaringan jalan yang sudah baik serta beraspal dengan lebar sekitar
enam meter. Median jalan di kecamatan ini sudah dibatasi oleh garis pembatas serta telah
memiliki pula pembatas jalan. Kondisi ini dapat mendukung distribusi komoditi pertanian
ditambah pula kemanan yang terjaga karena di pinggir jalan telah terdapat pemabatas jalan.
Hasil komoditi pertanian ini didistribusikan ke Pasar Cepogo sebagai tempat pengumpul
sebelum didistribusikan ke beberapa pasar yang ada.
Sedangkan kondisi jalan di Kecamatan Cepogo masih perlu adanya perhatian dari pemerintah
serta pihak-pihak terkait karena di beberapa titik masih terdapat jalan yang berlubang. Industri
kerajinan yang terdapat di Kecamatan Cepogo memiliki kondisi jalan yang memprihatinkan.
Kondisi jalan seperti ini dapat menghambat distribusi barang hasil kerajinan sebelum diekspor
atau didistribusikan ke beberapa lokasi penjualan.
Hubungan jaringan jalan yang terdapat di antar dua kecamatan ini sudah dapat dibilang
memadai, namun masih terdapat beberapa titik yang masih mengalami kerusakan jalan,
terutama di Kecamatan Cepogo. Jalan yang menghubungkan antar kedua kecamatan ini sudah
dapat melancarkan proses distrbusi hasil komoditi-komoditi yang ada di kecamatan cepogo
untuk dipasarkan di Kecamatan Boyolalali mengingat bahwa Kecamatan Boyolali merupakan
pusat Kabupaten di mana banyak memiliki lokasi-lokasi perdagangan atas hasil dari komoditi-
komoditi.
Kecamatan Ampel merupakan kecamatan dengan hasil komoditi peternakan. Kecamatan ini
berbatasan langsung dengan Kecamatan Selo. Jaringan jalan yang menghubungkan antar dua
kecamatan ini sudah dapat dikatakan cukup baik karena kondisi jalan di kecamatan Selo dan
Kecamatan Ampel jarang dilewati kendaraan besar. Meskipun dilewati kendaraan besar, hanya
truk kecil yang melewati jalan ini sehingga tidak akan merusak kondisi jalan. Untuk kecamatan
Ampel menuju Boyolali terdapat dua alternatif jalan, yaitu Kecamatan Ampel- Kecamatan Selo-
Kecamatan Cepogo-Kecamatan Boyolali dan Kecamatan Ampel-Kecamatan Boyolali.
Secara umum jaringan jalan yang menghubungkan antar empat kecamatan yang merupakan
kecamatan penghasil komoditas pertanian, peternakan, dan kerajinan dan pusat kota di
Kabupaten Boyolali masih kurang mendukung dikarenakan beberapa jalan yang bergelombang,
masih sempit dan berlubang terutama di Kecamatan Selo.
1. Eksternal
Jaringan jalan secara eksternal memiliki pengertian di mana jaringan jalan yang
menghubungkan Kabupaten Boyolali dengan wilayah subosukowonosraten. Kondisi jaringan
eksisting terlihat bahwa kabupaten Boyolali sudah terhubung dengan wilayah
Subosukowonosraten. Hal ini dapat mendukung aliran distribusi hasil komoditi-komoditi dari
Kabupaten Boyolali.
Kabupaten Boyolali dengan Kabupaten Sukoharo sudah terhubung dengan kondisi jalan yang
baik karena baru-baru ini jalan tersebut baru selesai diperbaiki mengingat jalan ini juga menuju
Kota Solo. Kabupaten Boyolali dengan Kabupaten Karanganyar juga sudah terhubung.
Kecamatan yang paling dekat dengan Kabupaten Karanganyar adalah kecamatan Banyudono,
namun jaringan jalan harus melalu Kabupaten Sukoharjo terlebih dahulu. Kabupaten Boyolali
dengan Kabupaten Klaten juga sudah terhubung oleh jaringan jalan yang melalui Kecamatan
Mojosongo yang menuju Kabupaten Klaten.
Kabupaten Boyolali dengan Kabupaten Sragen juga telah terhubung, namun kondisi jalan
tersebut tidak sebaik jalan yang melewati pusat Kabupaten Boyolali, sehingga terjadi kurangnya
hubungan atau lemahnya distribusi komoditi-komoditi untuk dipasarkan ke Kabupaten Sragen.
Yang terakhir adalah Kabupaten Boyolali dengan Kabupaten Wonogiri. Kabupaten Boyolali tidak
berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonogiri. Jaringan jalan yang harus dilalui adalah
dengan melalui Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo. Kondisi terakhir ini dapat
menurunkan kuantitas dan kualitas hasil komoditi dari Kabupaten Boyolali apabila kondisi jalan
yang ada kurang mendukung proses distribusi tersebut. Selain itu, Kecamatan Klego, Simo,
Sambi, dan Banyudono belum memliki jaringan jalan yang menghubungkan keempat kecamatan
tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan kurang lancarnya proses distribusi komoditi pertanian,
peternakan, dan kerajinan di Kabupaten Boyolali.
Angkutan merupakan moda transportasi yang terkait dengan akses distribusi perdagangan.
Rata-rata semua jenis angkutan sudah terlayani dengan baik dan hampir keseluruh penjuru
kecamatan di Kabupaten Boyolali. Angkutan yang berada di Kecamatan Selo, Kecamatan
Ampel, Kecamatan Boyolali, dan Kecamatan Cepogo hampir semua dilewati oleh mobil pick up,
motor, mobil pribadi, truk dan bus. Angkutan di keempat kecamatan ini, tidak didukung oleh
kondisi prasarana jalan yang baik mengalami kerusakan sehingga menyulitkan para pengguna
jalan lainnya. Walaupun sudah adanya angkutan barang dan angkutan khusus penumpang
tetapi masyarakat yang berada disana masih tidak mau peduli selama ada angkutan maka itulah
angkutan yanga akan dinaiki. Sehingga untuk angkutan perlu perhatian dari pemerintah daerah
untuk menghimbau masyarakat tentang perbedaan antara angkutan yang khusus membawa
barang hasil perdagangan untuk didistribusikan dan angkutan yang khusus membawa
penumpang saja.
Untuk pelayanan jaringan listrik, hampir seluruh wilayah di Kabupaten Boyolali telah terlayani.
Berdasarkan Pedoman Teknik Analisa Tata Dan Pedoman Teknik Baku Perencanaan Tata
Ruang, standar kebutuhan listrik yang digunakan adalah 120 watt/jiwa/hari untuk orde I dan II
sedangkan 90 watt/jiwa/hari untuk orde III, IV. Untuk kebutuhan listrik penduduk 60 % terlayani
sedangkan 40% lagi masih perlu ditingkatkan karena sering terjadi pemadaman bergilir untuk
mengurangi kelebihan listrik. Dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik diharapkan kedepan
diperbanyak alternatif sumber listrik sesuai kebutuhan pada setiap kecamatan menjamin
pemenuhan kebutuhan tenaga listrik di Kecamatan Boyolali, Kecamatan Selo, Kecamatan
Ampel, dan Kecamatan Cepogo. Jaringan listrik merupakan infrastruktur yang sangat penting,
dengan listrik maka kegiatan dalam perdagangan akan menjadi lancar. Untuk kedepannya perlu
adanya peningkatan dan penambahan kapasitas listrik agar tidak terjadi konslet.
Penumpukan sampah diupayakan tidak akan terjadi karena akan menimbulkan pencemaran.
Karena itu setiap hari dilakukan pemadatan dengan alat-alat berat. Dengan pemadatan sampah
akan menyatu dengan tanah, sehingga tidak akan terjadi pencemaran lingkungan atau bau
busuk menyengat. Dengan meningkatnya berbagai aktivitas dan semakin membaiknya taraf
hidup masyarakat, mempengaruhi jumlah dan ragam sampah yang ditimbulkan. Kondisi tersebut
akan membesar pula derajat pencemaran lingkungan seperti timbulnya bau yang tidak sedap,
gangguan lalat penyebar penyakit dan sebagainya. Selain itu akan menambah luasan lahan
untuk menampung timbulnya sampah yang ada.
Berdasarkan Pedoman Teknik Analisa Tata Cara dan Pedoman Teknik Baku Perencanaan Tata
Ruang, di mana rata-rata produksi sampah yang dihasilkan perorangan/hari termasuk produksi
sampah non rumah lainnya adalah 0,002 m3/orang/hari. Sampah industri dan fasilitas sosial
diperhitungkan 20 % dari sampah domestik.
Sampah di Kabupaten Boyolali berasal dari :
2. Sampah-sampah di pertokoan
Jaringan persampahan yang dimiliki Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Boyolali,
Kecamatan Ampel saat ini adalah berupa TPS yang tersebar di beberapa kecamatan dan
memiliki kapasitas rata-rata 6 m3. Sampah yang sudah dikumpulkan ke TPS akan di bawa ke
TPA berupa truk pengangkut sampah dan armroll. Jaringan persampahan tersebut di atas
melayani beberapa Kecamatan kondisi dari jaringan persampahan tersebut masih belum
mencukupi baik armada angkutan. Dalam mengelola sampah ada beberapa hal pokok yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu hal-hal yang menyangkut dengan masalah
organisasi dan manajemen teknik operasional, pembiayaan dan retribusi pengaturan (legalisasi)
serta aspek peran serta masyarakat. Berikut ini merupakan timbunan sampah kabupaten
boyolali tahun 2000-2009:
Tabel III.1
1 2000 52
2 2001 54 3,85
3 2002 56 3,70
4 2003 57 1,79
5 2004 60 5,26
6 2005 62 3,33
7 2006 65 4,84
Dalam pelayanan sistem persampahan yang berada di Kabupaten Boyolali khususnya yang
berada di Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Ampel, dan Kecamatan Boyolali
dalam keperluan pembuangan sampah baik dari industri atau rumah tangga, pihaknya
menyediakan 60 tempat pembuangan sementara (TPS) dan 20 gerobak berjalan serta 4 buah
truk. Lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) disediakan di Desa Winong yang jauh dari
pemukiman penduduk. Guna menghindari pencemaran lingkungan atau bau busuk, setiap hari
petugas kebersihan mengangkut sampah dari TPS ke TPA. Untuk sarana pengangkutan
khususnya truk sebenarnya masih kurang. Idealnya dibutuhkan 6 buah truk, sehingga akan
mempercepat pengangkutan.
Kegiatan perdagangan mencakup semua kegiatan penyampaian barang dari tangan produsen
hingga sampai ke tangan konsumen. Dalam kegiatan penyampaian barang dari produsen
sampai konsumen, didalamnya terdapat bagaimana kegiatan pendistribusian barang. Kegiatan
ini mencakup proses pendistribusian barang dari lokasi produksi (petani, peternak dan pengrajin)
sampai ke lokasi pengumpul hingga ke pusat pemasaran. Selama ini kegiatan pendistribusian
lokal maupun ekspor masih kurang terkontrol dan masih menemui kendala. Hal ini terkait
dengan kurangnya peran pemerintah sehingga kurang dapat terlihat adanya sistem yang jelas
dan juga terkait dengan infrastruktur jalan yang kurang memadai dan jenis moda transportasi
untuk pengangkutan barang yang tidak sesuai. Hal tersebut dapat mengganggu proses
pendistribusian barang sehingga diperlukan suatu analisis aliran distribusi. Berikut ini adalah
analisis aliran distribusi komoditas unggulan yang dibedakan berdasarkan aliran distribusi lokal
dan ekspor:
Aliran komoditas sayuran mentah hasil pertanian berawal dari petani di Kecamatan Selo,
Cepogo dan Mojosongo yang mendistribusikan langsung ke lokasi pengumpul sementara yaitu
pasar cepogo. Sedangkan untuk komoditas hasil sayur olahan berupa keripik sayur masih
didistribusikan dan di jual ke daerah sekitar dengan menggunakan kendaraan milik petani dan
dibawa ke pasar. Barang yang sudah sampai di pasar, ada yang langsung dibeli oleh konsumen
dan ada yang dibeli oleh penjual kecil kemudian dijual lagi ke konsumen lewat toko atau warung-
warung yang lebih kecil. Dari pasar cepogo, sayuran tersebut didistribusikan ke pasar legi dan
ke pasar Boyolali. Untuk pengangkutan ke Kota Solo, produk ada yang diangkut oleh kendaraan
distributor (truk muatan dan mobil pick up) kemudian dibawa ke Pasar Legi. Dari Pasar Legi,
produk biasanya disaurkan lagi ke wilayah Subosukowonosraten dan ada juga yang dijual ke
konsumen di Kota Solo sendiri. Sedangkan untuk ke pasar boyolali yang berperan sebagai
lokasi pusat distribusi utama, sayuran dan buah tersebut nantinya akan di pasarkan juga ke
subosukowonosraten maupun ke daerah-daerah di Kabupaten Boyolali.
Bagi petani yang tidak memiliki kendaraan untuk mengangkut hasil pertanian untuk dijual ke
pasar, mereka menjual hasil pertaniannya kepada tengkulak yang datang. Tengkulak ini
memborong sayuran dan buah langsung dari petani dan memasarkannya ke Pasar Legi Kota
Solo. Sayuran dan buah yang ada di Pasar Legi ini justru Boyolali. Hal ini jelas memberikan
kerugian terhadap petani itu sendiri. Kerugiannya dalah petani harus rela menjual hasil
pertanian dengan harga yang sesuai dengan permintaan tengkulak. Dari hal ini dapat dilihat
bahwa petani tidak dapat menetapkan harga secara maksimal. Produk yang sudah dibeli oleh
tengkulak langsung dibawa oleh tengkulak besar dari Kota Solo dengan menggunakan
kendaraannya sendiri.
Dalam proses pendistribusian komoditas sayuran ini harus didukung oleh oleh jalan yang
memadai. Dari data yang didapat, kondisi jaringan jalan untuk proses pendistribusian komoditas
sayur ini sudah cukup baik. Namun ada beberapa titik di jalur Cepogo-Boyolali jaringan jalan
masih rusak dan bergelombang serta lebar jalan yang relatif sempit. Hal ini dapat mengganggu
proses distribusi komoditas sayuran sehingga perlu dibenahi.
Kabupaten Boyolali yang terkenal dengan peternakan sapi potongnya, terutama di Kecamatan
Ampel, Mojosongo dan Musuk menjadi salah satu pemasok besar di Indonesia. Kualitas dan
kuantitas sapi yang ada di Kabupaten Boyolali mampu memenuhi permintaan baik dari dalam
maupun dari luar wilayah. Salah satu sumber demand terbesar dari komoditas sapi potong
adalah Kota Jakarta. Selain itu, daging sapi potong juga banyak yang dipasok ke wilayah-
wilayah sekitar seperti Subosukowonosraten, Kota Salatiga, Kota Semarang, dan daerah-daerah
sekitarnya.
Aliran distribusi daging sapi ini berawal dari peternak yang ada di Kecamatan Ampel yang
kemudian di kumpulkan di lokasi pengumpulan daging. Setelah itu dari lokasi pengumpulan
tersebut, daging sapi didistribusikan ke pasar Boyolali dan langsung ke Subosukawonosraten.
Sedangkan untuk daging sapi yang telah diolah hanya di distribusikan ke daerah sekitar. Proses
pengangkutan daging sapi ini menggunakan moda trasnportasi berat sehingga perlu didukung
dengan jaringan jalan yang baik.
Proses aliran distribusi komoditas susu ini berawal dari peternak sapi perah diyang terdapat di
Kecamatan Selo, Cepogo, Musuk dan Mojosongo. Kemudian susu tersebut di kumpulkan di KUD
untuk di kontrol suhunya agar kualitasnya tetap terjaga. Dari KUD ini susu mulai didistribusikan
ke GKSI dan langsung ke Restoran atau kafe yang ada di Kota Solo. Susu yang didistribusikan
ke GKSI selanjutnya akan dipasarkan ke Jakarta oleh PT Indomilk dan ke Klaten oleh PT SGM
dengan menggunakan truk bertangki lapis dua standart internasional. Hal ini ditujukan agar susu
tersebut tetap terjaga kualitasnya. Sedangkan susu yang didistribusikan ke restoran atau kafe
yang ada di Kota Solo, selama ini pengangkutannya menggunakan truk dengan lapis biasa yang
tidak dapat mengontrol suhu susu sehingga kualitasnya tidak terjaga.
Di Kabupaten Boyolali, terdapat lokasi khusus yang memproduksi kerajinan tembaga, tetapi
keberadaannya belum terlalu terekspos oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
kegiatan promosi yang dilakukan baik oleh pengrajin maupun oleh pemerintah. Aliran distribusi
komoditas kerajinan tembaga berawal dari pengrajin yang ada di Desa Tumang. Kemudian
kerajinan tembaga ini ada yang diekspor ke luar negeri seperti Eropa dan dalam negeri seperti
Jakarta dan Surabaya.
Kerajinan tembaga ini belum memiliki pasar khusus sehingga produsen harus mampu mencari
pasar sendiri untuk memasarkan kerajinannya. Oleh karena Kabupaten Boyolali belum
mempunyai pasar khusus untuk memasarkan produk kerajinan tembaga, pengrajin tembaga
lebih banyak menjual produknya ke luar wilayah. Produk kerajinan tembaga sebagian besar
diekspor ke wilayah Eropa, seperti Perancis dan Jerman. Untuk konsumen dari dalam wilayah
biasanya langsung datang ke lokasi pembuatan kerajinan karena tidak adanya pasar khusus.
Penjualan produk kerajinan tembaga ke luar negeri dirasa lebih menguntungkan pengrajin
karena jumlah permintaan yang besar serta harga jual yang menguntungkan.
Dalam prosesnya, untuk pengangkutan barang kerajinan tembaga menggunakan truk atau
kontainer. Hal ini berarti dalam proses pendistribusian barang harus didukung dengan jaringan
jalan yang baik dan lebar jalan yang memadai. Namun pada nyatanya, jaringan jalan di Desa
Tumang masih banyak jalan yang berlubang dan lebar jalan yang relatif sempit.
Penyaluran barang masih dilakukan secara mandiri oleh produsen (Petani, peternak dan
pengrajin). Sistem pengangkutan barang masih belum tersedia bagi petani kecil. Hal itu
menyebabkan tengkulak memborong hasil pertaniannya dan memasarkannya langsung ke pasar
Legi yang kemudian justru menjualnya kembali ke Boyolali (Pasar Boyolali). Untuk hasil
perdagangan dari semua komoditas di Kabupaten Boyolali sebenarnya masih dapat
dikembangkan lagi dengan kerjasama yang terorganisir. Kerjasama yang dimaksud adalah
adanya koordinasi dari setiap wilayah yang merupakan sasaran pemasaran dari komoditas
perdagangan Kabupaten Boyolali. Akan lebih baik jika dari wilayah sasaran pemasaran
melakukan koordinasi dahulu untuk melegalkan kerjasama yang akan dilakukan. Dengan
adanya koordinasi kerjasama yang dilakukan antar pemerintah, maka kegiatan penyaluran
barang dapat lebih terkontrol. Selain itu untuk perlu diperhatikan infrastruktur jalan dan sistem
pengangkutan barang yang digunakan dalam kegiatan pendistribusian sehingga aliran barang
dapat optimal dari tangan produsen hingga konsumen.
Berdasarkan penggunaan lahan dan kesesuaian lahan di Kabupaten Boyolali, dapat digunakan
untuk menganalisis bagaimana pola perkembangan, pertumbuhan kota, dan dibadningkan
dengan kesesuaian lahannya. Analisis tersebut menggunakan data dengan dua waktu yang
berbeda agar diketahui perubahan penggunaannya. Perkembangan perkotaan dapat dilihat
berdasarkan kecenderungan berkembangnya area terbangun dengan fungsi fungsi non
pertanian (terutama permukiman dan perdagangan). Untuk Kabupaten Boyolali sendiri,
Kecamatan dengan perkembangan kota paling pesat adalah Kecamatan Boyolali karena
sebagai pusat kota. Dibuktikan dengan padatnya area terbangun untuk pemukiman, dan
perdagangan jasa. Dilihat dari hirarki kotanya, Kecamatan Boyolali merupakan kecamatan
dengan orde I (tertinggi). Sehingga mengalami perkembangan yang paling cepat dengan sarana
prasarana yang paling lengkap. Kecamatan Boyolali tersebut juga menjadi titik awal
pertumbuhan area terbangun di Kabupaten Boyolali.
Sehingga trend untuk perkembangan perkotaan tersebut meluas keluar dari pusat kota tapi tetap
karena pengaruh dari satu pusat saja. Hal itu berdampak pada lambatnya pemerataan
perkembangan di Kabupaten Boyolali secara keseluruhan. Seperti di daerah antara Kec.
Boyolali Cepogo, padahal merupakan jalur strategis Solo Selo Borobudur.
Selain itu, terdapat isu-isu yang berkembang saat ini yang akan berpengaruh terhadap
perkembangan perkotaan di Kabupaten Boyolali. Isu yang pertama yakni rencana pembangunan
3 jalan bebas hambatan : 1). Ruas Semarang-Solo, melewati Kecamatan Ampel, Boyolali,
Mojosongo, Teras, dan Banyudono. 2). Ruas Solo-Mantingan, melewati Kecamatan Banyudono
dan Ngemplak. 3). Ruas Yogyakarta-Solo, melewati Kecamatan Banyudono dan Sawit.
Berdasarkan adanya rencana jalan tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap
perkembangan kotanya. Seperti meningkatnya areal terbangun untuk perdagangan & jasa,
pemukiman, dan lain lain. Terutama di Kecamatan Banyudono yang menjadi titik tiga
pertemuan 3 ruas jalan bebas hambatan tersebut. Selain isu penambahan jalur bebas
hambatan, terdapat juga isu pengembangan Kecamatan Ngemplak sebagai daerah industri dan
akan menjadi satelit city. Berdaskan wawancara dengan pihak BAPPEDA Kabupaten Boyolali,
didapat informasi bahwa akan didirikannya kawasan industri dan pengembangan kawasan
Bandara Adi Sumarmo yang terletak di Kecamatan Ngemplak. Sehingga bisa berpotensi untuk
menjadi kota satelit (pusat pertumbuhan baru setelah Kecamatan Boyolali) yang letaknya berada
di perbatasan dengan Kota Surakarta.
Dari arahan pengembangan kota di atas yang juga berdasarkan isu-isu yang berkembang saat
ini. Maka kecenderungan perkembangan perkotaan yang paling pesat di Kabupaten Boyolali
mengarah ke utara dan juga ke timur. Dengan Kecamatan yang memiliki potensi perkembangan
lebih cepat darpada kecamatan yang lain adalah Kecamatan Banyudono (Jalur Semarang Solo
dan pertemuan ruas lainnya) dan Kecamatan Ngemplak yang akan dilakukan pengembangan
Bandara Adi Sumarmo & sebagai kawasan industri di Boyolali. Kegiatan perdagangan
berkembang searah dengan arah pertumbuhan kota. Seiring dengan berjalannya waktu kegiatan
perdagangan yang semakin berkembang membutuhkan ruang yang semakin luas pula dalam
mewadahi aktivitas perdagangan tersebut.
Analisis selanjutnya yakni pemanfaatan lahan dengan di plotkan dengan kesesuain lahan dan
daerah rawan bencana Gunung Berapi di Boyolali. Analisis tersebut lebih fokus pada 4
kecamatan yakni Kecamatan Selo, Cepogo, Ampel dan Boyolali. Dari 4 kecamatan tersebut,
yang memiliki kelerengan paling curam adalah Kecamatan Selo karena terdapat Gunung Merapi
dan Gunung Merbabu. Lahan di kaki-kaki gunung tersebut dimanfaatkan sebagai permukiman.
Padahal lahan tersebut berdasarkan kesesuaian lahannya adalah sebagai kawasan penyangga.
Hal itu menjadi masalah lain terkait penggunaan lahan karena bisa memberikan dampak negatif
pada keberlanjutan lingkungan apalagi berada di kaki Gunung Merapi. Sehingga, sebisa
mungkin dalam pengembangan perdagangan, menjauhi daerah rawan tersebut.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, didapatkan alternatif lahan potensial untuk rencana
lokasi Shopping Centre. Lahan tersebut masih berupa lahan kosong yang sesuai dengan
peruntukan perdagangan. Selain diuntungkan oleh aksesibilitas yang baik karena terletak pada
jalur Semarang-Boyolali-Solo dan dekat dengan terminal Boyolali. Alternatif lokasi tersebut pada
akhirnya digunakan untuk lokasi rencana Shopping Centre dan menjadi pertimbangan utama,
karena menyangkut penggunaan dan ketersediaan lahan.
Kota Solo dan kabupaten Boyolali masing masing telah memiliki store yang biasanya berupa
toko atau warung yang didirikan di sekitar perumahan. Store ini lebih cenderung menyediakan
beberapa barang kebutuhan sehari hari yang dibutuhkan oleh masyarakat di sekitarnya seperti
makanan, minuman, dll. Dengan adanya store ini maka kebutuhan masyarakat akan terlayani
dengan baik. Lokasinya yang seringkali berdekatan dengan tempat tinggal atau hunian
memudahkan masyarakat dalam memperoleh barang yang dibutuhkan karena lokasi dan harga
yang lebih terjangkau.
Franchising yang terdapat di Kota Solo sebagian besar berasal dari luar Negara seperti misalnya
KFC, Pizza Hut, Mc Donald, dll sehingga lebih cenderung menjual produk produk makanan
dari Negara asing yaitu Amerika dimana produk yang dijual dalam usaha tersebut telah
ditetapkan pihak pemilik atau pengelola.
Wholesaler yang ada di Kabupaten Boyolali biasanya adalah mereka yang membeli produk
misalnya hasil pertanian dari petani dalam jumlah banyak. Wholesaler atau yang sering disebut
tengkulak biasanya mengambil laba dalam jumlah yang cukup besar sehingga petani cenderung
akan merasa rugi karena mereka menjual hasil pertanian dengan harga yang murah kepada
tengkulak namun tengkulak tersebut menjual kembali barangnya dengan harga yang mahal.
Dengan adanya hal tersebut maka akan menimbulkan hambatan bagi perkembangan kegiatan
perdagangan di Kabupaten Boyolali karena pendapatan yang diperoleh petani cenderung
menurun.
Keberadaan shopping centre dapat diterapkan sebagai alternative lokasi pemasaran produk dari
Kabupaten Boyolali. Karena dengan jumlah penduduk 1 juta maka di Kabupaten Boyolali dapat
dikembangkan shopping centre yang berskala regional. Shopping centre tersebut dapat
digunakan untuk menjual produk seperti hasil pertanian dan kerajinan tembaga yang dapat
diwujudkan dalam bentuk pasar modern. Pengembangan pasar tersebut dapat diikuti dengan
pengembangan kawasan di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam satu
kawasan yang saling berintegrasi. Dengan adanya shopping centre tersebut maka produk
produk dari Kabupaten Boyolali dapat dikenalkan dan dipasarkan kepada masyarakat luas.
Menurut logika dan data, sektor informal dimanapun tempatnya pasti akan selalu tumbuh.
Karena sektor informal ibaratnya menempel dengan sektor sektor lain, seperti pendidikan,
pariwisata, dll. Kabupaten Boyolali juga memiliki kawasan wisata yang bisa mendorong
tumbuhnya sektor informal. Keberadaan sektor informal sepert PKL biasanya hanya menjual
kebutuhan masyarakat seperti makanan dan minuman. Keberadaan PKL sebagai sektor informal
tersebut juga lebih sulit dalam pengelolaannya karena dibutuhkan peranan pemerintah yang
cukup besar agar tidak menimbulkan masalah seperti kemacetan karena lokasi PKL yang
seringkali berada di bada jalan.
Berdasarkan hasil analisis tersebut maka keberadaan shopping centre sangat diperlukan untuk
mendukung perkembangan kegiatan perdagangan terutama di Kabupaten Boyolali. Hal ini
dikarenakan Kabupaten Boyolali belum memiliki lokasi pemasaran produk perdagangan
sehingga produk tersebut sulit untuk berkembang. Dengan adanya shopping centre dapat
digunakan sebagai lokasi pusat pemasaran komoditas pertanian, peternakan serta produk
kerajinan tembaga dari Kabupaten Boyolali. Shopping centre tersebut juga memiliki jangkauan
pelayanan yang lebih luas dibanding dengan jenis retail yang lain sehingga kebutuhan
masyarakat Kabupaten Boyolali akan terpenuhi dengan baik. Masyarakat akan merasa mudah
dalam memperoleh barang yang dibutuhkan. Selain itu produk produk dari Kabupaten Boyolali
juga dapat dikenal secara luas.
3.11 Kelembagaan
Berdasarkan RTRW Kabupaten Boyolali tahun 2010-2029 dan RTRW Kota Solo Tahun 2011-
2031 didapatkan perbedaan visi bahwa Kota Solo itu sebagai kota budaya sedangkan
Kabupaten Boyolali ingin meningkatkan daya saing dalam daerah agar dapat meningkatkan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Dari perbedaan visi tersebut dapat diihat suatu
potensi dimana Kota Solo yang menarik konsumen dari wilayah lain dan tidak sedikit pula
konsumen yang datang ke Boyolali agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
pelayanan yang baik. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dianalisis adalah
kebijakan yang terkait dengan perdagangan di wilayah amatan. Menurut RDTRK Kabupaten
Boyolali, terdapat kebijakan mengenai rencana pengembangan kawasan budidaya, tetapi
masyarakat Kabupaten Boyolali menjadikan kawasan budidaya menjadi kawasan terbangun.
Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya ketidaksesuaian antara produk
perencanaan dengan implementasinya. Hal tersebut disebabkan kurang koordinasinya antara
pemerintah dengan pelaku perdagangan yang ada di Kabupaten Boyolali.
Berdasarkan dari hasil observasi lapangan dan analisis yang telah dilakukan maka dapat
dirumuskan masalah utama yaitu belum adanya lokasi sebagai wadah untuk pusat distribusi dan
pusat pengumpul komoditas perdagangan di Kabupaten Boyolali. Permasalahan utama tersebut
disebabkan oleh beberapa masalah utama dari setiap aspek dalam upaya pengembangan
perdagangan di Kabupaten Boyolali, antara lain adalah :
Kurangnya daya saing hasil komoditas produk unggulan dari Kabupaten Boyolali dalam
pemenuhan kebutuhan wilayah Subosukawonosraten. Kabupaten Boyolali memiliki komoditas
unggulan yang sama dengan Kabupaten Karanganyar terutama dalam bidang pertanian seperti
sayur mayur dan buah buahan. Hal ini dikarenakan hasil pertanian di Kabupaten Boyolali
tidak stabil akibat adanya ketergantungan terhadap musim dan teknologi pertanian yang masih
bersifat tradisional sehingga belum mampu menghasilkan produk olahan yang memiliki nilai
tambah. Selain itu belum adanya lokasi pemasaran kerajinan tembaga juga menjadi salah satu
penyebab produk unggulan dari Kabupaten Boyolali tersebut belum dikenal dan pada akhirnya
produk unggulan dari Kabupaten Boyolali belum mampu bersaing dengan kabupaten lain dalam
rangka memenuhi kebutuhan di Subosukawonosraten.
Belum terstrukturnya kegiatan distribusi produk unggulan di Kabupaten Boyolali. Hal ini
dikarenakan sebagian besar produsen di Kabupaten Boyolali lebih memilih menyalurkan
produknya langsung kepada tengkulak tanpa dikumpulkan terlebih dahulu di tingkat regional
Kabupaten Boyolali sehingga kondisi demikian kurang menguntungkan karena seringkali
menimbulkan kerugian karena harga yang ditawarkan tengkulak yang jauh lebih tinggi dibanding
dengan harga yang ditetapkan produsen. Selain itu dengan produk yang dipasarkan melalui
tengkulak tersebut kurang dapat menghasilkan nilai tambah terhadap perekonomian Kabupaten
Boyolali.
Semakin berkurangnya lahan pertanian di Kabupaten Boyolali dari tahun ke tahun. Hal ini
disebabkan oleh ketidaksesuaian penggunaan lahan karena adanya konversi lahan seperti lahan
pertanian yang kemudian digunakan untuk lahan perdagangan dan permukiman. Selain itu
adanya kawasan penyangga yang semakin berkurang karena perkembangan permukiman yang
semakin pesat sehingga mendorong adanya pembangunan permukiman di kawasan penyangga
tersebut.
Belum adanya lokasi sebagai tempat pengumpul sekaligus lokasi pemasaran semua
produk di Kabupaten Boyolali sehingga produk-produk perdagangan masih didistribusikan
secara terpisah. Oleh karena itu, perlu direncanakan suatu lokasi yang dapat dijadikan sebagai
tempat pengumpul dan pusat pemasaran produk perdagangan dari Kabupaten Boyolali.
Dari beberapa penyebab masalahan utama di atas, apabila tidak mendapatkan tindak lanjut
maka akan berakibat pada kegiatan pengembangan wilayah Kabupaten Boyolali yang terhambat
sehingga akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat, keberlanjutan lingkungan serta
keberlanjutan kegiatan perdagangan di Kabupaten Boyolali.
Berdasarkan masalah utama seperti yang telah dijelaskan di atas maka dapat disusun beberapa
alternatif konsep dalam pengembangan sektor perdagangan melalui penyediaan lokasi sebagai
tempat distribusi dan pengumpul komoditas perdagangan di Kabupaten Boyolali. Alternatif-
alternatif konsep yang disusun tersebut harus mampu menyelesaikan penyebab masalah yang
ada di Kabupaten Boyolali yaitu peningkatan daya saing komoditas produk unggulan Kabupaten
Boyolali dalam pemenuhan kebutuhan wilayah Subosukawonosraten, peningkatan kemampuan
Kabupaten Boyolali dalam pemanfaatan peluang pasar (demand) yang ada, pengintegrasian
kegiatan distribusi di Kabupaten Boyolali, peningkatan dukungan infrastruktur dalam kegiatan
perdagangan, pengantisipasian adanya konversi lahan akibat pertumbuhan kota, penciptaan
lokasi sebagai pusat pengumpul dan pendistribusi, dan penyesuaian antara produk perencanaan
RTRW dengan implementasinya.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka muncul beberapa lokasi yang berpotensi
dijadikan sebagai pusat pengumpul dan pendistribusi yaitu Kawasan Pasar Legi di Kota Solo,
Kecamatan Boyolali di Kabupaten Boyolali dan Kecamatan Ngemplak di Kabupaten Boyolali.
Maka alternatif konsepnya dapat disusun sebagai berikut:
Maksud dari konsep Main Supplier adalah Kabupaten Boyolali yang berperan sebagai supplier
komoditas-komoditas unggulan asli Kabupaten Boyolali. Sedangkan Kota Solo berperan sebagai
pusat pemasaran hasil pertanian, peternakan sapi, dan kerajinan dari Kabupaten Boyolali
tersebut yang akan didistribusikan ke Subosukawonosraten. Kota Solo sebagai kota wisata
budaya telah dikenal oleh masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu
demand dari Kota Solo lebih besar dari wilayah Subosukawonosraten yang lain sehingga potensi
ini dimanfaatkan untuk pemasaran produk-produk unggulan Kabupaten Boyolali yang mengambil
tempat pemasaran di Kota Solo khususnya di Pasar Legi sebagai pasar induk di Kota Solo.
Distribusi komoditas dari Kabupaten Boyolali ini berlangsung dari pusat produksi ke pusat
pengumpul sementara yaitu Pasar Boyolali kemudian didistribusikan ke Pasar Legi sebagai
pusat pemasaran berskala regional yang mampu mendistribuikan barang-barang dari Boyolali ke
wilayah Subosukawonosraten. Infrastruktur penunjang perdagangan dalam konteks alternatif ini
sangat mendukung dengan cukup baiknya jalur Solo-Boyolali dan mendukungnya infrastruktur
jalan dari Solo ke wilayah hinterland-nya atau Subosukawonosraten. Selain itu untuk mengatasi
kerusakan jalan di Pasar Legi dilakukan perbaikan jalan demi kelancaran aktivitas distribusi
barang. Kawasan Pasar Legi sebagai pusat pemasaran berskala regional ini akan
dikembangkan dalam bentuk Shopping Centre dikarenakan Pasar Legi telah berfungsi sebagai
pusat perbelanjaan di Kota Solo maupun Subosukawonosraten namun dewasa ini peran Pasar
Legi sebagai pasar induk berkurang sehingga konsep ini menitikberatkan pada pengembangan
kawasan Pasar Legi.
Maksud dari konsep ini adalah pengembangan kawasan perdagangan di Kecamatan Boyolali,
Kabupaten Boyolali sebagai pengumpul dan pusat pemasaran hasil pertanian, hasil kerajinan,
dan peternakan sapi khas Kabupaten Boyolali itu sendiri. Kawasan Perdagangan di Kecamatan
Boyolali akan dikonsepkan mampu melayani skala regional sehingga dapat menarik maupun
memenuhi demand dari Subosukawonosraten. Dengan keterkaitan Kabupaten Boyolali dengan
Kota Solo dalam bentuk paket wisata SSB diharapkan dapat menarik wisatawan dari Kota Solo
ke Kabupaten Boyolali. Penarikan demand ini juga dilakukan dengan menjadikan Kota Solo
sebagai tempat etalase produk unggulan Kabupaten Boyolali terutama kerajinan tembaga.
Distribusi yang dilakukan pada konsep ini dibagi menjadi aliran distribusi produk
dan resource (sumberdaya). Pada distribusi produk hasil pertanian dan peternakan yang
merupakan barang mentah (resource) sebagian diolah terlebih dahulu menjadi suatu produk/
barang jadi seperti kripik, manisan dan susu siap saji. Hal yang sama juga dilakukan pada
kerajinan tembaga di Kabupaten Boyolali yang menghasilkan barang rumah tangga dan lain-lain.
Produk dan resource ini kemudian dikumpulkan di Kecamatan Boyolali untuk kemudian
didistribusikan ke Subosukawonosraten. Hal ini berarti Kecamatan Boyolali adalah sebagai pusat
pengumpul dan pusat distribusi komoditas unggulan khas Kabupaten Boyolali ke wilayah
Subosukawonosraten sehingga dalam konsepnya terdapat pembuatan sebuah Shopping
Centre baru yang berskala regional di Kecamatan Boyolali dengan penambahan jalur regional
dari Kecamatan Boyolali ke Subosukawonosraten.
Matriks pemilihan konsep ditujukan untuk melakukan pemilihan terhadap alternatif konsep yang
ada sehingga konsep dapat sesuai apabila diterapkan di wilayah perencanaan yaitu Kecamatan
Boyolali. Dalam pemilihan konsep ditentukan beberapa indikator yang mendasari pemilihan
alternatif konsep. Indikator ini didasarkan pada penyelesaian masalah utama dari tujuh aspek
yang telah dianalisis yaitu supply, demand, infrastruktur, penggunaan lahan, aliran distribusi, tipe
retail dan kelembagaan. Konsep yang terpilih harus mampu mendukung peningkatan
kemampuan Kabupaten Boyolali dalam pemenuhan kebutuhan wilayah Subosukawonosraten
dari aspek demand.
Dari aspek aliran distribusi konsep yang terpilih harus mampu mengintegrasikan kegiatan
distribusi di Kabupaten Boyolali. Konsep juga harus mampu meningkatkan dukungan
infrastruktur terhadap perdagangan dalam aspek infrastruktur. Dalam aspek penggunaan lahan
konsep harus dapat meminimalkan konversi lahan akibat pertumbuhan kota. Sedangkan dari
aspek tipe retail konsep terpilih hendaknya mampu memberikan usulan gambaran tentang tipe
retail yang digunakan sebagai pusat pengumpul dan pusat pendistribusi. Dari aspek
kelembagaan konsep harus sesuai dengan produk perencanaan yang ada. Selain itu, konsep
yang terpilih harus mendukung perluasan pasar dan keterkaitan Kabupaten Boyolali dengan
Kota Solo. Konsep juga harus mampu mendukung eksistensi Kabupaten Boyolali dalam lingkup
Subosukawonosraten, meningkatkan PAD Kabupaten Boyolali serta mampu menyelesaikan
masalah ketergantungan Kabupaten Boyolali terhadap Kota Solo, kesenjangan pembangunan,
kesesuaian lahan, minimalisasi biaya produksi, efisiensi dan efektivitas waktu serta
pembangunan retail itu sendiri.
Tabel IV.1
Kabupaten Boyolali
Penyelesaian masalah P P
ketergantungan Kabupaten Boyolali
terhadap Kota Solo
Jumlah 8 14 10
Selain melihat permasalahan utama di Kabupaten Boyolali, pemilihan konsep juga berdasarkan
indikator-indikator dalam penilaian alternatif konsep meliputi :
Hal ini terkait dengan upaya menjaga kestabilan supply komoditas perdagangan Kabupaten
Boyolali melalui program-program khusus. Dengan diadakannya shopping centre di Kabupaten
Boyolali yang berskala regional, maka ditargetkan mampu sebagai lokasi pengumpul komoditas-
komoditas dari daerah produksi sehingga tidak terdistribusi secara tidak terkontrol.
Dengan adanya shopping centre sebagai pusat distribusi komoditas perdagangan ke wilayah
Subosukawonosraten menyebabkan kegiatan distribusi dapat lebih terkoordinasi.
Dengan diposisikannya shopping centre di Kecamatan Boyolali yang merupakan pusat kota di
Kabupaten Boyolali, maka pelayanan infrastruktur akan lebih baik daripada wilayah alternatif
lain. Hal ini terkait dengan hirarki Kecamatan Boyolali yang menempati posisi teratas dilihat dari
aspek pelayanan infrastruktur dan aspek lainnya.
Dengan meningkatkan peluang demand yang ada, maka shopping centre harus diletakan di
kecamatan boyolali yang dilalui jalur wisata SSB (Solo-Selo-Borobudur) untuk menarik minat
wisatawan.
Peningkatan keterkaitan Kabupaten Boyolali dengan wilayah lain terutama primary city-
nya Kota Solo.
Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan Kota Solo sebagai etalase kerajinan tembaga dari
Kabupaten Boyolali. Dengan demikian, Kota Solo akan mampu memperjual belikan kerajian
tembaga dari Kabupaten Boyolali sebagai cindera mata untuk wisatawan, dan Kabupaten
Boyolali sendiri dapat memperoleh promosi hasil kerajian tembaganya supaya lebih dikenal
masyarakat luar wilayah.
Dengan adanya shopping centre di Kecamatan Boyolali yang berskala regional yang
menjangkau lingkup Subosukawonosraten, maka dapat meningkatkan perekonomian wilayah
Kabupaten Boyolali dari sektor perdagangan regional.
Kondisi eksisting saat ini adalah Kabupaten Boyolali hanya sebagai supplier yang menitipkan
komoditasnya dan dipasarkan di Kota Solo. Hal ini menyebabkan adanya ketergantungan
Kabupaten Boyolali terhadap pasar yang berada di Kota Solo. Oleh karena itu melalui rencana
pembangunan shopping centre Made in Boyolali, ditargetkan masalah ketergantungan yang
terjadi selama ini mampu terselesaikan sehingga Kabupaten Boyolali dapat lebih berkembang
lagi.
Jangkauan shopping centre yang berskala regional, maka dapat menjangkau wilayah
Subosukawonosraten serta wilayah-wilayah lokal di Kabupaten Boyolali sendiri. oleh karena itu,
dengan adanya shopping centre yang disertai dengan dukungan terhadap kegiatan distribusi
dari wilayah produksi, maka permasalahan kesenjangan wilayah pinggiran dengan wilayah pusat
pertumbuhan dapat terselesaikan.
Lokasi yang akan direncanakan sebagai shopping centre merupakan kawasan sepanjang jalur
regional Semarang-Solo dengan peruntukan perdagangan dan jasa. Oleh karena itu, dengan
adanya shopping centre di Kecamatan Boyolali diharapkan dapat tercipta suatu kesesuaian
lahan.
Dengan adanya lokasi shopping centre di pusat kota Kabupaten Boyolali, menyebabkan tingkat
aksesibilitas tinggi sehingga mampu mempermudah pencapaian shopping centre serta mampu
menekan biaya distribusi.
Dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi seperti penjabaran pada poin sebelumnya, waktu
distribusi akan lebih efisien, dapat ditempuh dengan mudah dengan waktu yang singkat.
Strategi ini bertujuan agar daya saing produk unggulan di Kabupaten Boyolali dapat memiliki
nilai tambah yang lebih dibandingkan dengan kabupaten lain yang menjadi saingan Kabupaten
Boyolali. Strategi ini dapat menstabilkan jumlah supply hasil pertanian dari Kabupaten Boyolali
dan dapat memasarkan produk kerajinan tembaga ke Subosukowonosraten yang merupakan
produk unggulan Kabupaten Boyolali.
Tabel V.1
Strategi ini bertujuan agar peluang demand yang ada dapat dimaksimalkan dengan
memanfaatkan Kota Solo sebagai pemasaran produk hasil Kabupaten Boyolali yang dapat
mendatangkan demand baik dari Subosukowonosraten maupun dari luar.
Tabel V.2
Strategi ini bertujuan agar terciptanya penyatuan kegiatan distribusi produk unggulan sebelum
dipasarkan dan meminimalkan produk unggulan yang dijual kepada tengkulak agar tidak rugi
banyak.
Tabel V.3
Sistem pengangkutan barang masih belum tersedia bagi petani kecil. Hal itu menyebabkan
tengkulak memborong hasil pertaniannya dan memasarkannya langsung ke pasar Legi yang
kemudian justru menjualnya kembali ke Boyolali (Pasar Boyolali). Dengan adanya fenomena
tengkulak tersebut dapat merugikan petani kecil dan masyarakat Kabupaten Boyolali.
Maksudnya, petani tidak dapat menetapkan harga yang sesuai karena harga tersebut ditetapkan
sesuai oleh permintaan tengkulak. Masyarakat yang notabene sebagai konsumen juga
merasakan harga sayur dari tengkulak lebih mahal daripada langsung membelinya lewat
petaninya sendiri.
Strategi ini dilakukan agar infrastruktur yang mendukung kegiatan perdagangan di Kabupaten
Boyolali dapat mencukupi untuk proses distribusi. Sarana pengangkutan barang maupun
manusia dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan menggunakan jalan
yang memadai untuk proses distribusi. Selain itu, sampah hasil kegiatan perdagangan terkelola
dengan baik dan tidak mengganggu kegiatan perdagangan itu sendiri.
Tabel V.4
Strategi ini bertujuan untuk mengantisipasi adanya pertumbuhan ruang perdagangan di masa
yang akan datang. Agar konversi lahan pertanian menjadi perdagangan dapat diminimalisir.
Sehingga pada akhirnya tidak menurunkan produktivitas pertanian Kabupaten Boyolali.
Tabel V.5
Strategi ini lebih cenderung menjelaskan konsep yang akan direncanakan yaitu
menciptakan shopping center yang mewadahi dan mendistribusikan produk-produk pertanian,
peternakan dan kerajinan tembaga di Kecamatan Boyolali.
Tabel V.6
Untuk memudahkan dalam kegiatan pengumpulan produk produk dari Kabupaten Boyolali
seperti hasil pertanian sayur dan buah, hasil peternakan serta kerajinan tembaga sebelum
didistribusikan baik ke wilayah lokal maupun regional yaitu SubosukawonosratenDengan
mewujudkan retail yaitu berupa shopping center maka akan memudahkan para produsen dalam
mengumpulkan dan memasarkan langsung produk perdagangannya tanpa harus melalui
tengkulak sehingga tidak akan mengalami kerugian
Strategi ini bertujuan agar produk perencanaan tata ruang sesuai dengan aktifitas masyarakat
dan terjalin koordinasi antara pemerintah dengan pelaku perdagangan yang terkait terutama di
Kabupaten Boyolali.
Tabel V.7
Diversifikasi produk dilakukan dengan menciptakan inovasi baru produk unggulan dari
hasil olahan sayur, buah, susu dan daging. Lokasi diversifikasi sayur di dekat
GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani) Kecamatan Selo, sedangkan diversifikasi buah
di Kecamatan Selo dan Cepogo. Lokasi diversifikasi susu di GKSI, Kecamatan Boyolali
dan pengolahan daging di Desa Urutsewu, Kecamatan Ampel.
Tabel VI.1
Diversifikasi produk primer yang diolah menjadi produk olahan yaitu sayuran dan buah diolah
menjadi kripik dan manisan, produk susu diolah menjadi produk yang lebih bervariasi seperti
yogurt, susu bubuk, es krim, keju, susu kaleng yang berlabel Boyolali; daging sapi diolah
menjadi makanan jadi seperti daging asap, steak, dan abon sehingga nilai jual produk lebih
tinggi.
Salah satu cara meningkatkan daya saing adalah intensifikasi pertanian melalui sistem
panca usaha tani yang menggunakan teknologi modern. Lokasi potensial yang
direncanakan adalah Kecamatan Cepogo dan Selo.
Tabel VI. 2
Justifikasi Rencana Produk Unggulan Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi pertanian
melalui penggunaan
pupuk organik di
Kecamatan Selo dan
Cepogo.
Intensifikasi pertanian
melalui pemberantasan
hama tanaman sayur
dan buah Kecamatan
Selo dan Cepogo.
Tabel VI. 3
Justifikasi Rencana Pengembangan Produk Unggulan Peternakan Sapi
Tabel VI. 4
Tabel VI. 5
Produk yang ada di Kerajianan tembaga produksi Produk unggulan yang ada
Kabupaten Boyolali Kabupaten Boyolali dipasarkan di Kabupaten Boyolali
belum terkenal di ke etalase kerajinan yang ada di hanya dimanfaatkan oleh
lingkup Kecamatan Sriwedari Solo masyarakat itu sendiri dan
Subosukowonoseraten wilayah lain tidak tahu
produk unggulan yang
berada di Kabupaten
Boyolali
Menyediakan tong sampah dengan warna yang berbeda dan unik untuk memudahkan
masyarakat dalam membedakan antara sampah organik dan anorganik yang berada di
Pasar Boyolali.
Rencana jaringan Jalan dalam lingkup internal, yaitu dengan pembuatan jalan baru
selebar delapan meter yang menghubungkan Kecamatan Klego, Simo, Sambi, dan
Banyudono serta pengaspalan ulang jalan yang terdapat di Kecamatan Cepogo.
Sedangkan rencana jaringan jalan dalam lingkup eksternal, yaitu pengaspalan ulang
pada jalan yang menghubungkan antara Kabupaten Boyolali dengan Kabupaten Klaten
serta perbaikan jalan yang menghubungkan Kota Solo, Kecamatan Selo, dan Borobudur.
Tabel VI. 6
Mengalokasikan lahan kosong (tegalan) untuk rencana Shopping Centre di Kec. Boyolali
sebagai pusat perdagangan hasil pertanian, peternakan sapi dan kerajinan tembaga
pada tahun 2021
Menata pembagian lahan pertanian sayur di Kec. Selo, Cepogo, dan Ampel sehingga
mampu meningkatkan produktivitas
Memberikan award berupa bibit unggul dan sertifikat penghargaan kepada yang mampu
mengoptimalkan penggunaan lahan untuk pertanian di Kec. Selo, dan Cepogo.
Tabel VI. 8
Tabel VI. 9
Penyatuan visi antara pemerintah, lembaga, dan masyarakat. Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi misscommunication, serta agar produk perencanaan sesuai dengan
implementasinya dilapangan. Untuk itu harus dibuat sebuah framework yang disepakati
oleh semua pihak dan digunakan sebagai pedoman dalam manajemen pembangunan
perkotaan. Kerangka acuan ini harus memuat konsepsi, kebijaksanaan, proses dan
prosedur serta mekanisme dengan petunjuk yang jelas. Sebaiknya kerangka acuan
tersebut mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh semua pihak baik pemerintah
maupun masyarakat secara keseluruhan agar penerapannya sesuai dengan yang
diharapkan.
Penerapan peraturan KDB dan KLB secara tegas pada permukiman-permukiman baru
yang mulai berkembang di Kabupaten Boyolali melalui pengaturan pengeluaran surat Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB).
Mengadakan pembinaan yang lebih intensif terkait dengan pengolahan hasil pertanian
dan peternakan, agar kualitas sumber daya manusianya lebih berintelektual dalam hal
pengolahan hasil pertanian dan peternakan. Pembinaan ini dilakukan oleh pemerintah
terhadap masyarakat dengan menarik pihak swasta untuk menanamkan modal terkait
pembinaan tersebut. Pembinaan-pembinaan tersebut antara lain pembinaan tentang
pengolahan hasil pertanian yaitu sayuran dan buah-buahan menjadi keripik, pembinaan
tentang pengolahan hasil peternakan yaitu sapi potong dan sapi perah, dari hasil
pengolahan dari sapi potong menjadi daging asap dan untuk hasil pengolahan sapi
perah yaitu susu menjadi yoghurt. Hal ini dilakukan agar produk-produk hasil olahan
tersebut tahan lama dan mempunyai nilai tambah.
Pemberian sanksi tegas berupa denda kepada masyarakat yang melakukan tindakan
pengrusakan lingkungan. Pemberian sanksi diharapkan agar memberikan efek jera
terhadap masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungan di sekitar. Oleh karena itu
masyarakat secara perlahan akan meninggalkan kebiasaan buruk tersebut.
Rapat koordinasi antara masyarakat, lembaga, dan pemerintah. Rapat koordinasi ini
dilakukan agar visi pemerintah dapat di pahami oleh lembaga dan masyarakat dalam
pembangunan di Kabupaten Boyolali.
Tabel VI. 10