Anda di halaman 1dari 8

KADAR ABU

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara II Abu adalah:

1. Mahasiswa dapat mengetahui kandungan mineral yang terdapat pada sampel.


2. Mahasiswa dapat menghitung kadar abu kering (Dry basis).

B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu
dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Penentuan abu
total digunakan untuk berbagai unttuk berbagai tujuan yaitu (1) untuk mementukan baik
tidaknya suatu proses pengolahan, misalnya pada proses penggilingan gandum diharapkan
dapat dipisahkan antara baguan endosperm dengan kulit atau katul dan lembaganya. (2)
untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan, penentuan kadar abu dapat digunakan
untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly atau
marmalade. (3) Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan
makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi
menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain (Sudarmadji dkk, 1989).
Kadar abu akan dipengaruhi oleh adanya kandungan mineral-mineral awal dalam bahan
baku. Kadar abu suatu bahan menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar
menjadi zat yang dapat menguap. Semakin besar kadar abu suatu bahan makanan,
menunjukkan semakin tinggi mineral yang terkandung oleh makanan tersebut (Pratama
dkk, 2014).
Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) dan pengabuan basah
(wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat anorganik yang ada
dalam bahan. Mineral yang ada dalam bahan akan dianalisa serta sensitifitas cara yang
digunakan. Pengabuan kering membutuhkan sedikit ketelitian dan mampu menganalisa
bahan lebih banyak dari pada pengabuan basah. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk
menganalisa kandungan Ca, P dan Fe, akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu
yang digunkan terlalu tinggi (Anton dalam Kartika, 2009).
Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.Mineral yang terdapat dalam
suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam
anorganik.Yang termasuk dalam garam organic misalnya garam-garam asam mallat,
oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat,
karbonat, khlorida, sulfat dan nitrat (Sudarmadji dkk, 1989).
Kadar abu dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan
organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganik tidak. Air
yang digunkana harus memenuhi syarat jika tidak memenuhi persyaratan maka dapat
meningkatkan kadar abu. Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa
mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550C.Untuk menentukan
kandungan mineral bahan makanan, bahan dihancurkan atau didestruksikan dulu(Anton
dalam Kartika, 2009).
Mineral adalah zat anorganik, terdapat disemua tubuh jaringan dan cairan dan kehadiran
mereka diperlukan untuk pemeliharaan proses fisikokima tertentu yang sangat penting
untuk kehidupan. Mineral biasanya diperlukan dalam jumlah kecil kurang dari 1-2500 mg.
Persyaratan mineral lainnya berbeda dengan spesies hewan, misalnya, manusia dan
vertebrata lainnya memerlukan kalsium yang besar untuk konstruksi dan pemeliharaan
tulang dan fungsi normal syaraf dan otot (Soetan dkk, 2010).
Zat besi merupakan salah satu zat mikronutrien yang sangat diperlukan oleh tubuh.Zat
besi dibuutuhkan oleh lebih dari 300 reaksi metabolism dalam. Beberapa keterlambatan
perkembangan yang terjadi dapat diperbaiki setelah pemberian zat besi, tetapi pada defisiensi zat
besi yang telah terjadi sejak usia lebih dini sering bersifat permanen (Prawitasari, 2012).
Fosfor merupakan elemen pembentuk tulang yang penting, pasokan fosfor yang cukup
untuk tulang diperlukan sepanjang hidup.Kalsium dan fosfor diperlukan untuk mineralisasi yang
tepat dari kerangka.Magnesium terlibat dalam tulang dan mineral homestatis dan penting dalam
pertumbahan Kristal tulang dan stabilisasi (Prentice, 2004).
Zink berperan sentral dalam sistem kekebalan tubuh, seseorang yang kekurangan zink
akanlebih rentan terserang berbagai mikroba patogen.Zink sangat penting untuk perkembangan
normal dan fungsi sel mediasi kekebalan yang tidak spesifik.Zink juga berfungsi sebgai
antioksidan dan dapat mensabilkan membran (Shankar, 1998).
Pengabuan kering adalah metode yang murah untuk beberapa analisis unsur dalam satu
sampel tanpa penambahan interferrentskimia. Secara khusus, pengabuan kering digunakan
untuk menganalisis sampel biologis tanpa mengguakan instrumentasi mahal. Pengabuan kering
ini umumnya merupaka teknik pretreatment valid yang digunakan sebagai patokan untuk
metode lain (Bragg dan Zi-Ling, 2011)
2. Tinjauan Alat dan Bahan
Pemijaran dan pengabuan dengan menggunakan muffle, yang bias mencapai suhu 1.000C.
Bila ingin diketahui beratnya, maka krus porselin yang dipakai harus dipijrajan terlebih dahulu
sebelum digunakan, didinginkan sampai kira-kira 100C, lalu didinginkan terlebih dahulu dalam
eksikator, akhirnya ditimbang. Bahan yang sudah kering disimpan di eksikator yang kedap udara,
dalamnya ditaruh zat yang dapat menyerap uap air sehingga pengaruh uap air selama
penyimpanan bisa diabaikan (Sudarmadji dkk, 1997).
Penetapan kadar abu total dan kadar abu tak larut asam dilakukan dengan pengabuan ekstrak
dalam krus dalam tanur. Disini terjadi pemanasan bahan pada temperature dimana senyawa
organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga yang tertinggal hanya unsur mineral
dan anorganik. Tujuannya adalah untuk member gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Selain itu penetapan kadar
abu juga dimaksudkan untuk mengontrol jumlah pencemar benda-benda organik seperti, tanag,
pasir yang seringkali terikut dalam sediaan nabati (Azizah dan Nina, 2013).Komponen mineral
Mn saat pengabuan kering menguap pada suhu 550-600C (Friel dan Chau, 1986).
Penentuan kadar abu pada sampel dengan menggunakan timbangan kemudian dilakukan
perhitungan % kadar abu, timbangan yang digunakan di laboratorium terdiri dari bermacam-
macam jenis maupun merek, yang penting diketahui adalah kapasitas timbangan-timbangan yang
akan digunakan yaitu apakah timbangan kasar, sedang atau halus. Timbangan halus mempunyai
ketelitian sampai 0,1 mg bahkan 1g (1g= 0,001mg) (Sudarmadji dkk, 1997).
Penentuan kadar abu atau kadar air menggunakan neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg.
penimbangan kadar abu tentunya menggunakan alat-alat wadah yang harus bersih dan sudah
kering dalam oven bersuhu 110C kemudian didinginkan pada suhu kamar dalam eksikator
selama 15 menit demikian pula bila akan menimbang sesuatu yang panas harus didinginkan
terlebih dahalu dengan cara yang sama. Selama penimbangan dalam menaruh atau mengambil
wadah menggunakan alat seperti penjepit atau pinset untuk menaruh, sedangkan dalam
mengambil atau menaruh bahan dengan menggunakan sendok tanduk, spatula, atau pipet
(Sudarmadji dkk, 1997).
Makanan pendamping ASI (MPASI) harus segera diberikan bagi bayi diatas 6 bulan, dan
dipilih makanan yang banyak mengandung zat besi sehingga kebutuhan zat besi dapat tetap
tercukupi dengan optimal.Berikut kandungan zat besi pada produk MP-ASI usia 6 bulan ke atas
dipasaran:
Produk Takara Energy Zat %
n saji (g) per saji besi AKG
(kalori) (mg)
Cerelac beras merah 50 210 4 50
Cerelac beras putih 50 210 3,6 45
Cerelac tim ayam dan 50 200 3,6 45
sayur
Milna cah daging 50 210 3,6 45
kacang polong
Promina beras merah 40 160 4,4 55
SUN beras merah 40 160 4 50
SUN sari buah 40 160 4 50
*Berdasarkan teori Prawitasari

C. Metodologi
1. Alat
a. Cawan porselin
b. Eksikator
c. Timbangan analitik
d. Penjepit
e. Tanur
f. Sendok
g. Kompor listrik
h. Oven
2. Bahan
a. Cerelac
b. Ceremix
c. Energen
d. Milna
e. Oatmeal
f. Promina
g. Sun

D. Hasil dan Pembahasan


Tabel 2.1Penentuan Kadar Abu Bahan
K Samp Bera Ber Berat % KA %
el el t Cawan at Cawan + Abu (wb) Abu
+ tutup sampel tutup + (wb) (db)
(gr) (gr) sampel
(gr)
1 Cerela 18,8 2,0 18,93 2,5 2,3 2,5
c 82 61 4 23 39 84
2 Cerem 16,5 2,0 16,54 1,1 3,3 1,1
ix 23 96 7 45 56 85
3 Energ 17,1 2,0 17,22 2,1 3,0 2,2
en 77 16 0 33 83 00
4 Milna 19,5 2,0 19,59 1,5 3,7 1,6
59 10 0 42 85 03
5 Oatme 19,4 2,0 19,48 0,8 9,3 0,9
al 64 04 1 48 25 35
6 Promi 18,1 2,0 18,14 2,0 4,5 2,0
na 07 48 8 02 88 98
7 Sun 18,2 2,0 18,32 1,9 5,6 2,0
85 25 4 26 68 42
8 Cerem 18,1 2,0 18,19 3,6 3,4 3,7
ix 25 51 9 08 82 37
9 Cerela 17,8 2,0 17,90 0,2 1,6 0,2
c 96 81 2 87 43 92
1 Energ 18,1 2,1 18,18 1,9 3,3 1,9
0 en 43 43 4 13 64 80
11 Milna 18,8 2,1 18,11 1,5 4,9 1,6
06 67 9 23 73 05
1 Oatme 19,4 2,1 19,45 0,3 2,8 0,3
2 al 51 29 9 76 31 87
1 Promi 18,8 2,0 18,93 2,1 2,5 2,2
3 na 90 10 4 89 21 46
1 Sun 17,4 2,1 17,44 0,2 2,9 0,2
4 33 96 9 73 73 82
Sumber: Hasil Percobaan
Prinsip pengabuan kering adalah dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu yang
tinggi, yaitu sekitar 500-600C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal
setelah proses pembakaran tersebut. Pengabuan cara basah prinsipnya adalah memberikan reagen
kimia tertentu ke dalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Bahan kimia yang sering
digunakan untuk pengabuan basah adalah (1) Asam sulfat untuk mempercepat terjadinya reaksi
oksidasi, (2) campuran asam sulfat dan potassium sulfat untuk mempercepat dekomposisi
sampel, (3) campuran asam sulfat, asam nitrat untuk mempercepat proses pengabuan, (4) asam
perkhlorat dan asam nitrat untuk bahan yang sangat sulit mengalami oksidasi (Sudarmadji dkk,
1989).
Pengabuan ada dua macam, yaitu pengabuan kering (penentuan kadar abu secara langsung)
dan pengabuan basar (penentuan kadar abu secara tidak langsung). Perbedaan pengabuan cara
kering dan cara basah adalah (1) cara kering biasa digunakan untuk penentuan total abu dalam
suasana bahan makanan dan hasil pertanian, sedangkan cara basah untuk trace element, (2)
cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air serta abu yang tidak larut
dalam asam memerlukan waktu yang relative lama sedangkan cara basah memerlukan waktu
yang cepat, (3) cara kering memerlukan suhu yang relative tinggi sedangkan cara basah dengan
suhu relative rendah, (4) cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relative banyak,
sedangkan cara basah sebaiknya sampel sedikit dan memerlukan reagensia yang kadangkala
agak berbahaya. Karena menggunakan reagensia maka penentuan cara basah perlu koreksi
terhadap reagen yang digunakan (Sudarmadji dkk, 1989).Hal ini hampir sama dengan rumus di
atas tetapi bedanya pada penentuan % abu membutuhkan % kadar air (wb) sedangkan pada %
abu (db) tidak membutuhkan % kadar air (wb) karena dry basis menghitung % abu kering.
Pada SNI 01-7114.4-2005, kadar abu disyaratkan tidak lebih dari 3,5 gram per 100 gram
produk MP-ASI (Ardhianditto dkk, 2013). Padasampel Cerelac menurut klaim dari kemasan
menunjukkan komponen mineral sebagai berikut kalsium (15%), fosfor (15%), besi (20%),
yodium (8%) dan zink (10%) pada takaran penyajian 20g, sedangkan dalam praktikum sift 1
besar kadar abu yang didapatkan (wb) sebesar 2,523% dan (db) sebesar 2,593% dan praktikum
sift 2 besar kadar abu yang didapatkan (wb) sebesar 0,287% dan (db) sebesar 0,292%. Pada
sampel Ceremix menurut klaim dari kemasan menunjukkan komponen mineral sebagai berikut
pada rasa coklat: natrium 1% dan pada rasa French vanila: natrium 0% (pada takaran penyajian
30mg), sedangkan dalam praktikum sift 1 kadar abu yang didapat sebesar (wb) 1,145% dan (db)
1,185% dan praktikum sift 2 kadar abu yang didapat sebesar (wb) 3,608% dan (db) 3,737%.
Pada sampel Energen menurut klaim dari kemasan menunjukkan komponen mineral sebagai
hanya kalsium 15%, sedangkan pada praktikum sift 1 didapatkan kadar abu (wb) 2,133% dan
(db) 2,200% dan praktikum sift 2 didapatkan kadar abu (wb) 1,913% dan (db) 1,980%.Pada
sampel Milna menurut klaim dari kemasan menunjukkan komponen mineral sebagai berikut
kasium 15%, besi 15%, fosfor 15%, dan magnesium 10% dalam takaran saji 20mg, sedangkan
kadar abu yang didapat saat praktikum sift 1 sebesar (wb) 1,542% dan (db) 1,603% dan
praktikum sift 2 sebesar (wb) 1,523% dan (db) 1,605%. Pada sampel Oatmeal menurut klaim
dari kemasan menunjukkan mineral sebagai berikut kalsium 2% dan besi 15%, sedangkan pada
praktikum sift 1 didapat kadar abu sebesar (wb) 0,848% dan (db) 0,935% dan praktikum sift 2
didapat kadar abu sebesar (wb) 0,376% dan (db) 0,387%.
Pada sampel Promina menurut klaim dari kemasan menunjukkan mineral sebagai berikut
kalsium 30%, fosfor 35%, besi 25%, magnesium 20%, iodium 15% dan zink 15% dalam takaran
saji 20g, sedangkan kadar abu yang didapat saat praktikum sift 1 sebesar (wb) 2,002% dan (db)
2,098% dan praktikum sift 2 sebesar (wb) 2,189% dan (db) 2,246%. Pada sampel Sun menurut
klaim dari kemasan menunjukkan komponen mineral sebagai berikut kalsium 20%, besi 25%,
zink 15%, fosfor 15% dan magnesium 20% dalam takaran saji 20 mg, sedangkan pada praktikum
sift 1 kadar abu yang didapat sebesar (wb)1,926% dan (db) 2,042% dan praktikum sift 2 kadar
abu yang didapat sebesar (wb) 2,973% dan (db) 0,282%.
Mineral yang terdapat pada ketujuh sampel adalah kalsium, fosfor, besi, zink, iodium,
natrium dan magnesium. Komponen mineral kalsium tinggi pada milk dan hasil olahannya,
serealia, kacang-kacangan, telur, dan buah-buahan, sebaliknya Ca sedikit pada gula, pati dan
minyak. Komponen mineral fosfor banyak pada milk dan olahannya, daging, ikan daging
unggas, telur dan kacang-kacangan. Komponen mineral besi banyak pada tepung gandum,
daging, unggas ikan, seafood, ikan, dan telur, sebaliknya sedikit pada susu dan hasil olahannya,
buah-buahan, dan sayuran.Komponen mineral zink banyak pada hasil laut.Komponen mineral
magnesium banyak terdapat pada kacang-kacangan, serealia, sayur-sayuranm buah-buahan dan
daging (Sudarmadji, 1989).
Mineral terdapat di dalam tubuh dan memegang peran penting dalam pemeliharaan fungsi
tubuh, baik tingkat sel, jaringan, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan.Keseimbangan mineral
di dalam tubuh diperlukan untuk pengaturan kerja enzim, pemeliharaan keseimbangan asam
basa, pemeliharaan kepekaan otot dan syaraf terhadap rangsangan.Kalsium berperan dalam
pembentukan tulang dan gigi.Kalsium merupakan salah satu nutrient esensial yang dibutuhkan
untuk berbagai fungsi tubuh. Kekurangan asupan kalsium dalam tubuh manusia meneyababkan
abnormalitas metabolism terutama pada usia dini, gangguan pertumbuhan seperti tulang kurang
kuat, mudah bengkok dan tubuh rapuh (Fitriani dkk, 2012).
Pada seseorang yang kekurang zat besi akan mengalami anemia gizi besi, karena kandungan
zat besi makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan. Bahan makanan yang kaya akan
kandungan zat besi adalag berasal dari hewani yang merupakan sumber protein yang berperan
dalam hemopoisis yaitu pembentukan eritrosit dengan hemoglobin. Keadaan anemia gizi besi
disebabkkan oleh beberapa factor yang saling terkait antara lain adalah jumlah zat besi dalam
makanan tidak cukup, adanya zat penghambat absorbs, kebutuhan naik karena pertumbuhan fisik
(Andarina, 2006).
Zink (Zn) merupakan salah satu mineral makro yang dibutuhkan bagi setiap sel di dalam
tubuh.Kecukupan mineral ini penting dalam menjaga kesehatan secara optimal. Fungsi Zn
sebagai kofaktor berbagai enzim, struktur dan integriyas sel, sintesis DNA, penyimpanan dan
pengeluaran hormonal, imunotransmisi dan berperan dalam sistem tanggap kebal. Defisiensi Zn
dapat meneyababkan penurunan nafsu makan, dermatitis, pertumbuhan lambat, kematangan
seksual lambat, infertilitas dan imunodefisiensi.Kejadiaan dikaitkan dengan perubahan fungsi
sistem tanggap kebal, seperti menurunkan fungsi sek B dan T, menurunnya fagositosis dan
menurunnya produksi sitokin (Widgyari, 2012).
Aplikasi dari mengetahui proses pengabuan adalah mengetahui besarnya kandungan mineral
yang terdapat dalam makanan atau pangan (Sandjaja, 2009)dan untuk menganalisis kualitas
bahan secara kimia. Selain itu untuk mengetahui kandungan mineral apa yang terdapat pada
bahan pangan. Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi baik macam dan
jumlahnya, contohnya sodium (banyak mengandung garam), potassium (banyak
pada milk, buah-buahan, serealia, daging, ikang, unggas, telur dan sayur-sayuran), belerang
(banyak pada milk,daging, kacang-kacangan, dan telur) dan kobalt (banyak pada sayur-sayuran
dan buah-buahan) (Sudarmadji, 1989).

E. Kesimpulan
Dari percobaan Acara II Abu dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Mineral yang terdapat pada ketujuh sampel adalah kasium, fosfor, besi, zink, iodium dan
magnesium
2. % abu (wb) terbesar pada sampel caremix shift 2 sebesar 3,608% dan % abu (wb) terkecil
pada sampel sun shift 2 sebesar 0,273%, sedangkan % abu (db) terbesar pada sampel ceremix
shift 2 sebesar 3,737% dan % abu terkecil pada sampel sun shift sebesar 0,282%.

DAFTAR PUSTAKA
Andarina, Dewi dan Sri Sumarni. 2006. Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan
Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin Pada Blita Usia 13-36 Bulan. The Indonesian
Journal Of Public Health, Vol. 3, No. 3, Juli 2006: 19-20.
Ardhianditto, Decca., R. Baskara Katri A., Ir. Nur Her R P, dan Dian Rahmawati,
2013. Kajian Karakteristik Bubur Bayi Berbahan Dasar Tepung Millet Kuning
(Panicum sp) dan Tepung Beras Merah (Pryza nivara) dengan Flavor Alami
Pisang Ambon (Musa X Paradisiaca L) Sebagai Makanan Pendamping Asi (MP-
ASI). Jurnal Teknosains Pangan, Vol. 2, No. 1, Januari 2013. ISSN: 2302-0733.
Azizah, Barokati dan Nina Salamah. 2013. Standarisasi Parameter Non Spesifik
dan Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak Terpurifikasi
Rimpang Kunyit. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol. 3, No. 1, 2013: 21-28.
Bragg, Stefanie. A dan Zi-Ling Xue. 2011. Optimization of Dry Ashing of Whole
Blood Samples for Trace Metal Analysis. American Journal of Analytical Chemistry,
2011, 1, 979-983.
Fitriani, Ni Luh dkk. 2012. Penentuan Kadar Kalium (K) dan Kalsium (Ca) dalam
Labu Siam (Sechium Edule) Serta Pengaruh Temperatur Tempat Tumbuhnya.
J. Akad Kim 1(4):174-175 ISSN 2302-6030.
Friel, James. K dan Chau D. Ngyuen. 1986. Dry- and Wet-Asing Techniques
Compared in Analyses for Zinc, Copper, Manganese, and Iron in Hair. Clinical
Chemistry, Vol. 32, No. 5, 1986.
Kartika, Eka Yulli. 2009. Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu Pada Biskuit. Jurnal
Kimia Analitik 2.
Pratama, Rusky Intan., Iis Rostini, dan Evi Liviawaty.2014. Karakteristik Biskuir
dengan Penambahan TepungTulang Ikan Jangilus (Istiophorus Sp). Jurnal
Akuatika, Vol. 5, No. 1, Maret 2014 (30-34) ISSN 0853-2532.
Prawitasari, Titis. 2012. Kandungan Zat Besi pada Produk Makanan Bayi Siap
Saji.Sari Pediatri, Vol. 14, No. 4, Desember 2012.
Prentice, A. 2004.Diet, Nutrion and The Prevention of Osteoporosis. Public Health
Nutrition 7(1A), 227, 234.
Sandjaja, Atmarita. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: PT
Kompas Medida Nusantara.
Shankar, Anuraj H dan Ananda S. 1998.Zinc and Immune Function: The Biological
Basis of Altered Resistance To Infection. Am J Clin Nutr 1998; 68 American Society for
Clinical Nutrition.
Soetan, K.O., C.O Olaiya, dan O.E Oyewole. 2010. The Importance of Mineral
Elements for Humans, Domestic Animals and Plant: A review. African Journal of
Food Science, Vol. 4(5) pp. 200-222, May 2010.
Sudarmadji, Slamet., Bambang Haryono, dan Suhardi. 1989. Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian.Liberty Yogyakarta. Yogyakarta
Sudarmadji, Slamet., Bambang Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis untuk
Bahan Makanan dan Pertanian.Liberty Yogyakarta.Yogyakarta.
Widhyari, Sus Derthi. 2012. Peran dan Dampak Defisiensi Zinc (Zn) terhadap
Sistem Tanggap Kebal. Wartazoa, Vol. 22, No. 3. Th. 2012.

Anda mungkin juga menyukai