Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang Masalah

Sejak tahun 1967 kebutaan telah dideklarasikan sebagai masalah nasional, dimana

kebutaan dapat berdampak pada masalah sosial, ekonomi dan psikologi bukan hanya bagi

penderita melainkan juga bagi masyarakat dan negara. Prevalensi kebutaan di Indonesia masih

sangat tinggi dengan penyebab utamanya yaitu katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan

refraksi (0,14%) dan beberpa penyakit yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38%).

Berdasarkan perkiraan WHO, tahun 2000 ada sebanyak 45 juta orang didunia yang mengalami

kebutaan. Sepertiga dari jumlah itu berada di Asia Tenggara. Untuk kawasan Asia Tenggara.

Untuk Kawasan Asia Tenggara, berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan

Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia sekitar 1,5 % dari

jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding

Bangladesh (1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Jumlah penderita kebutaan di Indonesia

meningkat, disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya usia harapan hidup,

kurangnya pelayanan kesehatan mata dan kondisi geografis yang tidak menguntungkan.

Berdasarkan survei WHO pada tahun 2000, dari sekitar 45 juta penderita kebutaan 16%

diantaranya disebabkan karena glaukoma, dan sekitar 0,2 % kebutaan di Indonesia disebabkan

oleh penyakit ini. Sedangkan survei Departemen Kesehatan RI 1982-1996 melaporkan bahwa

galukoma menyumbang 0,4 5 atau sekitar 840.000 orang dari 210 juta penduduk penyebab

kebutaan. Kondisi ini semakin diperparah dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang

rendah akan bahaya penyakit ini. Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah melakukan analisa

1
kepustakaan mengenai prevalensi, insiden dan derajat dari berbagai jenis glaukoma. Dengan

menggunakan data tahun1980-1990, WHO melaporkan jumlah populasi di dunia dengan tekanan

bola mata yang tinggi (>21 mmHg) sekitar 104,5 juta orang Prevalensi kebutaan untuk semua

jenis glaukoma diperkirakan mencapai 5,2 juta orang. Glaukoma bertanggung jawab atas 15 %

penyebab kebutaan, dan menempatkan glaukoma sebagai penyebab ketiga kebutaan di dunia

setelah katarak dan trakhoma.

2 Tujuan

Makalah ini dibuat untuk menambah pengetahuan dan referensi masalah penyakit mata

yang dikhususkan untuk peserta kepaniteraan klinik senior yang sedang belajar di bagian ilmu

penyakit mata. Selain itu juga adanya pembuatan makalah ini, dapat menjadi sarana latihan

dalam pembuatan karya ilmiah yang tentunya akan sangat bermanfaat dikemudian hari. Makalah

ini dibuat untuk menguraikan salah satu penyakit penyebab kebutaan yakni glaukoma khususnya

glaukoma sudut tertutup

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI HUMOR AQUEOUS (Aqueous Humour)

2.1.1 Anatomi humor akueus

Bola mata orang dewasa hampir mendekati bulat, dengan diameter anteroposterior sekitar

24,5 mm. Bola mata terdiri dari konjungtiva, kapsula tenon, sklera dan episklera, kornea, uvea,

lensa, humor akueus, retina, dan vitreus.2

Gambar 1 : Anatomi Bola mata

2.1.2 Fisiologi Humor Aqueous (Aqueous Humour)

Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior

mata, diproduksi di korpus siliaris. Volumenya sekitar 250 uL, dengan kecepatan pembentukan

sekitar 1,5-2 uL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi dari plasma. Komposisi mirip

plasma, kecuali kandungan konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat lebih tinggi dan protein, urea,

3
dan glukosa lebih rendah. Setelah memasuki kamera posterior, melalui pupil akan masuk ke

kamera anterior dan kemudian ke perifer menuju sudut kamera anterior.1

Jalinan/jala trabekular terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang

dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori

semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui

insersinya kedalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga

kecepatan drainase humor juga meningkat. Aliran aqueous humor ke dalam kanalis Schlemm

bergantung pada pembentukan saluran-saluran transeluler siklik di lapisan endothel. Saluran

eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 sluran pengumpul dan 12 vena akueus) menyalurkan

cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil Aqueous humor keluar dari mata antara berkas otot

siliaris dan lewat sela-sela sclera (aliran uveosklera). Resistensi utama terhadap aliran Aqueous

humor dari kamera anterior adalah lapisan endothel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan

trabekular di dekatnya, bukan dari sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena

episklera menentukan besar minimum tekanan intraokuler yang dicapai oleh terapi medis.1

Sudut kamera okuli anterior memiliki peran penting dalam drainase aqueous humor.

Sudut ini dibentuk oleh pangkal iris, bagian depan badan siliaris, taji skleral, jalinan trabekular

dan garis Schwalbe (bagian ujung membrane descement kornea yang prominen). Lebar sudut ini

berbeda pada setiap orang, dan memiliki peranan yang besar dalam menentukan patomekanisme

tipe glaukoma yang berbeda-beda. Struktur sudut ini dapat dilihat dengan pemeriksaan

gonioskopi. Hasilnya dibuat dalam bentuk grading, dan sistem yang paling sering digunakan

adalah sisten grading Shaffer.2

4
Gambar 2 : Sudut Kamera Okuli Anterior
Berikut merupakan table 1, yang menunjukkan grading sistem Shaffer3

Grade Lebar sudut Konfigurasi Kesempatan Struktur pada


untuk menutup Gonioskopi
IV 35-45 Terbuka lebar Nihil SL, TM, SS,
CBB
III 20-35 Terbuka Nihil SL, TM, SS
II 20 Sempit Mungkin SL, TM
(moderate)
I 10 Sangat sempit Tinggi Hanya SL
0 0 Tertutup Tertutup tidak tampak
struktur
Keterangan :

SL : Schwalbes line, TM : trabecular meshwork, SS : scleral spur, CBB : ciliary body band.

Sistem aliran drainase aqueous humor, terdiri dari jalinan trabekular, kanal Schlemm,

jembatan pengumpul, vena-vena aqueous dan vena episkleral. Adapun jalinan trabekular terdiri

dari tiga bagian yakni jalinan uveal, korneoskleral, dan jukstakalanikular. Jalinan uveal

merupakan jalinan paling dalam dan meluas dari pangkal iris dan badan siliaris sampai garis

Schwalbe. Jalinan korneoskleral membentuk bagian tengah yang lebar dan meluas dari taji

skleral sampai dinding lateral sulkus skleral. Jalinan jukstakanalikular membentuk bagian luar,

5
dan terdiri dari lapisan jaringan konektif. Bagian ini merupakan bagian sempit trabekular yang

menghubungkan jalinan korneoskleral dengan kanal Schlemm. Sebenarnya lapisan endotel luar

jalinan jukstakanalikular berisi dinding dalam kanal Schlemm yang berfungsi mengalirkan

aqueous ke luar.2

Kanal Schlemm merupakan suatu saluran yang dilapisi endothel, tampak melingkar pada

sulkus skleral. Sel-sel endotel pada dinding dalam ireguler, berbentuk spindle, dan terdiri dari

vakuol-vakuol besar. Pada dinding bagian luar terdapat sel-sel otot datar datar dan mempunyai

pembukaan saluran pengumpul.2

Saluran pengumpul disebut juga pembuluh aqueous intraskleral, jumlahnya sekitar 25-35,

meninggalkan kanal Schlemm pada sudut oblik dan berakhir di vena-vena episkleral. Vena ini

dibagi menjadi dua sistem. Sistem langsung, yakni dimana pembuluh besar melalui jalur pendek

intraskleral dan langsung ke vena episkleral. Sedangkan saluran pengumpul yang kecil, sebelum

ke vena episkleral, terlebih dahulu membentuk pleksus intraskleral.2

Gambar 3 : Arah Aliran Humour


Sistem drainase aqueous humor terdiri dari dua jalur, yakni jalur trabekular

(konvensional) dan jalur uveoskleral. Jalur drainase terbanyak adalah trabekular yakni sekitar

6
90% sedangkan melalui jalur uveoskleral hanya sekitar 10%. Pada jalur trabekular, aliran

aqueous akan melalui kamera posterior, kamera anterior, menuju kanal Schlemm dan berakhir

pada vena episkleral. Sedangkan jalur uveoskleral, aqueous akan masuk ke ruang suprakoroidal

dan dialirkan ke vena-vena pada badan siliaris, koroid dan sclera.2

Gambar 4 : drainase
aqueous humor
Akueus

2.2 DEFINISI GLAUKOMA

Glaukoma merupakan kelompok penyakit yang biasanya memiliki satu gambaran berupa
kerusakan nervus optikus yang bersifat progresif yang disebabkan karena peningkatan tekanan
intraokular. Sebagai akibatnya akan terjadi gangguan lapang pandang dan kebutaan.3

Glaukoma biasanya menimbulkan gangguan pada lapang pandang perifer pada tahap awal
dan kemudian akan mengganggu penglihatan sentral. Glaukoma ini dapat tidak bergejala karena
kerusakan terjadi lambat dan tersamar. Glaukoma dapat diobati jika dapat terdeteksi secara dini.

Tekanan intraokuler (TIO), meupakan tekanan yang diakibatkan oleh cairan intraokuler
pada pembungkus bola mata. TIO normal bervariasi yakni 10-21 mmHg, dan ini dapat
dipertahankan jika terdapat dinamika keseimbangan antara pembentukan dan drainase cairan.
Selain itu TIO dipengaruhi oleh faktor lokal dan faktor general. Faktor lokal adalah pembentukan

7
cairan, resistensi aliran, tekanan vena episleral, dan dilatasi pupil. Adapun faktor general adalah;
riwayat keturunan, usian jenis kelamin, variasi diurnal, posisi, tekanan darah dan anestesi
umum.3

2.3 EPIDEMIOLOGI

Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang tinggi. Sekitar 2
% dari penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma juga didapatkan
pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih banyak diserang daripada wanita.1

2.3 ETIOLOGI

Glaukoma terjadi apabila terdapat ketidakseimbangan antara pembentukan dan


pengaliran humor akueus. Pada sebagian besar kasus, tidak terdapat penyakit mata lain
(glaukoma primer). Sedangkan pada kasus lainnya, peningkatan tekanan intraokular, terjadi
sebagai manifestasi penyakit mata lain (glaukoma sekunder).1

4 FAKTOR RESIKO

Beberapa faktor lain yang meningkatkan risiko terjadinya glaukoma, karena glaukoma
kronis dapat mengakibatkan kerusakan pada penglihatan tanpa gejala yang jelas, sebaiknya kita
berhati-hati pada beberapa faktor:3,4

1. Usia. Usia merupakan faktor risiko terbesar dalam perkembangan munculnya glaukoma.
Setiap orang dengan usia di atas 60th sangat beresiko untuk menderita glaukoma, dimana
pada usia ini resiko akan meningkat hingga 6 kali lipat.

2. Ras. Pada ras tertentu, seperti pada orang-orang berkulit hitam resiko terjadinya
glaukoma meningkat sangat segnifikan dibandingkan dengan ras yang lain. Alasan
perbedaan ini belum dapat dijelaskan. Pada orang-orang asia cenderung untuk menderita
glaukoma sudut tertutup, sedangkan pada orang ras yang lain justru beresiko untuk terjadi
glaukoma meskipun tekanan intraokuler rendah.

8
3. Riwayat Keluarga dengan Glaukoma. Jika seseorang memiliki riwayat keluarga dengan
glaukoma, akan berpotensi untuk menderita glaukoma, riwayat keluarga meningkatkan
resiko 4 hingga 9 kali lipat.

4. Kondisi medis. Diabetes meningkatkan reskio glaukoma, selain itu riwayat darah tinggi
atau penyakit jantung juga berperan dalam meningkatkan resiko. Faktor risiko lainnya
termasuk retinal detasemen, tumor mata dan radang pada seperti uveitis kronis dan iritis.
Beberapa jenis operasi mata juga dapat memicu glaukoma sekunder.

5. Cedera fisik. Trauma yang parah, seperti menjadi pukulan pada mata, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan mata. Selain itu cedera juga dapat menyebabkan
terlepasnya lensa, tertutupnya sudut drainase. Selain itu dapat juga menyebabkan glaukoma
sekunder sudut terbuka. Glaukoma jenis ini dapat terjadi segera setelah terjadinya trauma
atau satu tahun kemudian. Cedera tumpul seperti mata memar atau cedera tumbus pada mata
dapat merusak sistem drainase mata, kerusakan pada sistem drainase ini yang seringkali
memicu terjadinya glaukoma. Cedera paling umum yang menyebabkan trauma pada mata
adalah aktivitas yang berhubungan dengan olahraga seperti baseball atau tinju.

6. Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang. Resiko terjadinya glaukoma meningkat


pada penggunaan kortikosterid dalam periode waktu yang lama. Pada beberapa kasus
membuktikan hubungan antara penggunaan kortikosteroid dengan glaukoma. Sebuah studi
yang dilaporkan dalam Journal of American Medical Association, 5 Mar 1997,
menunjukkan terjadi peningkatan 40% insiden hipertensi bola mata dan glaukoma sudut
terbuka pada orang dewasa yang membutuhkan sekitar 14 sampai 35 puffs corticosteroid
inhaler untuk mengontrol asma. Ini merupakan dosis yang sangat tinggi, yang hanya
diperlukan dalam kasus-kasus asma parah.

Tabel 2 Faktor Resiko Glaukoma

9
7. Kelainan pada Mata, Kelainan struktural mata dapat menjadi penyebab terjadinya
glaukoma sekunder, sebagai contoh, miopi, hipermetropi, pigmentary glaukoma.
Pigmentary glaukoma adalah glaukoma sekunder yang disebabkan oleh pigmen granule
yang di lepaskan dari bagian belakang iris, granule-granule ini dapat memblokir trabecular
meshwork.4

Sedangkan beberapa hal yang memperberat resiko glaukoma adalah :1

1 Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat


2 Makin tua usia, makin berat
3 Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering
4 Keluarga penderita glaukoma, resiko 4 kali lebih sering
5 Tembakau, resiko 4 kali lebih sering
6 Miopia, resiko 2 kali lebih sering
7 Diabetes melitus, resiko 2 kali lebih sering

2.5 KLASIFIKASI

10
Dua jenis Glaucoma yang umum adalah Prymary Open Angle Glaucoma atau Glaukoma
sudut terbuka dan Acute Angle Closure Glaucoma atau Glaukoma sudut tertutup. Pada
umumnya, orang suku Afrika dan Asia lebih tinggi risikonya untuk menderita Glaucoma dan
kehilangan penglihatannya daripada orang kulit putih dan Glaucoma adalah salah satu penyebab
utama kebutaan di Asia.4

Tabel 3. Kalsifikasi glaucoma berdasarkan etiologi.4

A Glaukoma Primer
1 Glaucoma sudut terbuka
a Glaucoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka kronik, glaukoma
sederhana kronik)
b Glaucoma tekanan normal (galukoma tekanan rendah)
2 Glaucoma sudut tertutup
a Akut
b Subakut
c Kronik
d Iris plateu
B. Glaukoma Kongenital

C. Glaukoma Sekunder

D. Glaukoma Absolut

Tabel 4. Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular.4

A Glaucoma sudut tertutup


1 Sumbatan pupil (iris bombe)
a Glaucoma sudut tertutup primer
b Seklusio pupilae (sineksia posterior)
c Intumesensi lensa
d Dislokasi lensa anterior

11
e Hifema
2 Pergeseran lensa ke anterior
a Glaucoma sumbatan siliaris
b Sumbatan vena retina sentralis
c Skleritis posterior
d Pascabedah pelepasan retina
3 Pendesakan sudut
a Iris plateau
b Intumesensi lensa
c Midriasis untuk pemeriksaan fundus
4 Sinekia anterior perifer
a Penyempitan sudut kronik
b Akibat kamera anterior yang datar
c Akibat iris bombe
d Kontraksi membran pratrabekular

2.6.1 GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP

Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa
disertai kelainan lain. Peningkatan tekanan intraocular terjadi karena sumbatan aliran keluar
aqueous akibat adanya oklusi anyaman trabekular pleh iris perifer. Keadaan ini dapat
bermanifestasi sebagai suatu kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai
timbul penurunan penglihatan. Diagnosis ditegakan dengan melakukan pemeriksaan segmen
anterior dan gonioskopi yang cermat. Istilah glaukoma sudut tertutup primer hanya digunakan
bila penutupan sudut primer telah menimbulkan kerusakan nervus optikus dan kehilangan
lapangan pandang.5

Pada orang dengan kecenderungan untuk menderita glaucoma sudut tertutup ini,
sudutnya lebih dangkal dari rata-rata biasanya. Karena letak dari jaringan trabekular meshwork
itu terletak di sudut yang terbentuk dimana kornea dan iris bertemu, makin dangkal sudut maka
makin dekat pula iris terhadap jaringan trabecular meshwork.5

12
Gambar 4. Glaukoma sudut tertutup

Kemampuan dari cairan mata untuk mengalir/melewati ruang antara iris dan lensa
menjadi berkurang, menyebabkan tekanan karena cairan ini terbentuk di belakang iris,
selanjutnya menjadikan sudut semakin dangkal. Jika tekanan menjadi lebih tinggi membuat iris
menghalangi jaringan trabecular meshwork, maka akan memblok aliran. Keadaan ini bisa terjadi
akut atau kronis. Pada yang akut, terjadi peningkatan yang tiba-tiba tekanan dalam bola mata dan
ini dapat terjadi dalam beberapa jam serta disertai nyeri yang sangat pada mata. Mata menjadi
merah, kornea membengkak dan kusam, pandangan kabur, dsb. Keadaan ini merupakan suatu
keadaan yang perlu penanganan segera karena kerusakan terhadap syaraf opticus dapat terjadi
dengan cepat dan menyebabkan kerusakan penglihatan yang menetap.4,5

Tidak semua penderita dengan glaucoma sudut tertutup akan mengalami gejala serangan
akut. Bahkan, sebagian dapat berkembang menjadi bentuk yang kronis. Pada keadaan ini, iris
secara bertahap akan menutup aliran, sehingga tidak ada gejala yang nyata. Jika ini terjadi, maka
akan terbentuk jaringan parut diantara iris dan aliran, dan tekan dalam bola mata tidak meningkat
sampai terdapat jumlah jaringan parut yang banyak. Serangan akut bisa dicegah dengan
memberikan pengobatan.4,5

Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit adalah :4

- Bulbus okuli yang pendek - Tumbuhnya lensa


- Kornea yang kecil - Iris tebal

Faktor fisiologis yang menyebabkan coa sempit :4

- Akomodasi - Dilatasi pupil


- Letak lensa lebih kedepan - Kongesti badan cilier

Patofisiologi Glaukoma Sudut Tertutup

13
Setiap hari mata akan memproduksi humor aqueous yang berperan dalam menyuplai makanan
dan oksigen untuk kornea dan lensa yang membawa produk sisa keluar dari mata melalui
anyaman trabekulum ke canalis Schlemm. Cairan ini juga yang menimbulkan tekanan pada
intraocular dan dinamika tekanannya berhubung kait dengan tegangan dan rengangan:7

Tekanan
Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur yaitu korneosklera. Hal ini akan
menyebabkan kerusakan neuron apabila penekanan pada sklera tidak benar
Tegangan
Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan ketebalan. Tegangan yang rendah
dan ketebalan yang relatif besar dibandingkan faktor yang sama pada papiloptik
ketimbang sklera. Mata yang tekanan intraokularnya berangsur-angsur naik dapat
mengalami robekan dibawah otot rektus lateralis
Regangan
Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan nyeri. Tingginya tekanan
intraokuler tergantung pada besarnya produksi aqueous humor oelh badan silier dan
pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar aqueous humor melalui sudut bilik mata
depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan trabekulum,
keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena episklera.

Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan
dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg yang disebut sebagai
hipertensi okuli dapat dicurigai adanya glaucoma. Mekanisme utama penurunan penglihatan
pada glaucoma adalah atrofi sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf
dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga
menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.7

Tekanan intraokuler yang meningkat dapat disebabkan oleh gangguan dinamika cairan
aqueous apabila produksinya berlebih atau pembuangannya yang terhambat. Hambatan yang
terjadi bisa pada pupil seperti seklusio pupil sehingga terjadinya hambatan aliran dari kamera
okuli posterior ke kamera okuli anterior atau iris perifer yang terdesak ke arah sudut iridokorneal
sehingga anyaman trabekulum tertutup. Midriasis dan katarak juga dapat mengakibatkan sudut
iridokorneal tertutup dan sudut kamera okuli anterior menjadi dangkal.7

14
Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesarann cekunagn optikus diduga disebabkan
oleh gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf pada
papil saraf optic ( gangguan terjadi pada cabang-cabang sirkulus Zinn-Haler), diduga gangguan
ini disebabkan oleh peninggian tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi secara
mekanik menekan papil saraf optic yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah
pada bola mata sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optic. Serabut atau sel saraf ini sangat
tipis dan tekanan ini mengakibatkan kerusakan dan kematian sel yang permanen.7

Manifestasi Klinis
Gejala pada pasien dengan glaucoma primer sudut tertutup dapat dibagi kepada gejala objektif
dan subjektif

Gejala objektif :7,8

Palpebra : Bengkak
Konjungtiva bulbi : Hiperemia kongestif, kemosis dengan injeksi silier, injeksi

konjungtiva, injeksi episklera


Kornea : keruh, insensitif karena tekanan pada saraf kornea
Bilik mata depan : Dangkal
Iris : gambaran coklat bergaris tak nyata karena edema, berwarna kelabu.
Pupil : Melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang-kadang didapatkan midriasis yang

total, warnanya kehijauan, refleks cahaya lamban atau tidak ada sama sekali

Gejala Subjektif :7,8

Nyeri hebat : mulai dengan sakit ringan di sekitar mata yang berlanjutan menjadi nyeri

hebat akut dibagian supraorbita yang meluas ke arah belakang mata dan kepala.
Kemerahan ( injeksi siliaris )
Pengelihatan kabur : berbeda dengan glaukoma sudut terbuka yang mengeluh lapang

pandang menyempit
Melihat halo
Mual muntah, bradikardi dan berkeringat

Pemeriksaan pada Glaukoma

15
1. Pemeriksaan Visus

Pemeriksaan visus dilakukan untuk mengetahui gangguan pandangan berupa, pandangan kabur
atau penyempitan lapangan pandang.5

2. Pemeriksaan Tonometri

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui tekanan bola mata (tekanan intraokuler)
meningkat atau rendah. Tonometri yang akan digunakan pada pasien harus steril untuk mencegah
terjadinya infeksi.5

Pemeriksaan ini dilakukan pada penderita yang dicurigai menderita glaucoma, penderita
pra- dan pasca bedah mata. Pemeriksaan ini tidak dilakukan pada klien yang mengalami luka
pada kornea. TIO normal adalah 10-21.5

Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan tonometer.
Dikenal beberapa alat tonometer seperti tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman.
Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat dilakukan tanpa alat disebut dengan tonometer digital,
dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan lenturan bola mata (ballotement) dilakukan
penekanan bergantian dengan kedua jari tangan.5

3. Gonioskopi

Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik
mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing.6

Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan
kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat digunakan untuk melihat sekeliling
sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat. Pada waktu tekanan intaokuler tinggi, sudut
bilik mata depan tertutup, sedang pada waktu tensi intraokuler normal sudutnya sempit. Bila
serangan dapat dihentikan maka sesudah 24 jam, biasanya sudut bilik mata depan terbuka
kembali, tetapi masih sempit. Kalau terjadi serangan yang berlangsung lebih dari 24 jam, maka
akan timbul perlengketan antara iris bagian pinggir dengan trabekula (goniosinekhia, sinekhia
anterior perifer).6

4. Penilaian diskus optikus

16
Dengan menggunakan opthalmoskop kita bisa mengukur rasio cekungan-diskus (cup per
disc ratio-CDR). CDR yang perlu diperhatikan jika ternyata melebihi 0,5 karena hal itu
menunjukkan peningkatan tekanan intraokular yang signifikan.7

5. Pemeriksaan lapang pandang

Pemeriksaan lapang pandang pada glaukoma dilakukan dengan tes konfrontasi dan perimeter.
Penurunan lapang pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik, karena gangguan ini dapat
terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus,
tetapi pola kelainan lapangan pandang, sifat progresivitasnya dan hubungannya dengan kelainan-
kelainan diskus optikus adalah khas untuk penyakit ini. Alat-alatyang dapat digunakan adalah
automated perimeter (misalnya Humphrey, Octopus,atau Henson), perimeter Goldmann,
Friedmann field analyzer, dan layar tangent.7

Pemeriksaan lain

1. Uji Kamar Gelap

Pada pengujian ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien dimasukkan
kedalam kamar gelap dan duduk dengan muka menghadap ke meja selama 60 90 menit. Pada
akhir 90 menit tekanan bola mata diukur, 55% pasien glaukoma akan menunjukkan hasil yang
positif (tekanan bola mata naik setelahmemasuki kamar gelap 8 mmHg).6

Penatalaksanaan

Glaukoma adalah neuropati optik yang di disebabkan menigkatnya tekanan intraocular


(TIO) yang relatif tinggi. Penangan awal pada kasus glaucoma ialah dengan menurunkan TIO
ketingkat amandengan diturunkan nya TIO ke tekanan yang aman di harapkan tidak ada
kerusakan saraf optic lebih lanjut, dan mencegah terjadinya kebutaan.6

Terapi medikamentosa.6,7,8

Agen osmotic

17
Agen ini efektif untuk menurunkan tekanan intraocular,pemeberian agen ini kadang
memberikan efek samping muntah,jadi pemerian agen ini biasa di sertai dengan obat anti muntah

Gliserin, dosis 1 - 1,5 gr/kg BB dalam 50% cairan. Dapat menurunkan tekanan
intraokuler dalam waktu 30 - 90 menit setelah pemberian, agen ini bekerja 5 - 6 jam. Awasi
penggunan gliserin karena dapat memberikan efek samping hiperglikemia dan dehidrasi,
terutama pada pasien dengn riwayat diabetes, lansia dengan gangguan ginjal dan kardiovaskuler

Manitol, obat oral osmotic kuat, keuntungan obat ini adalah aman bagi penderita
diabetes. Dosis yang di anjurkan adalah 1 2 gram/kgBB dalam 50% cairan, obat ini bekerja
dengan efektifitas 1 3 jam dan puncaknya 3 5 jam. Obat ini juga dapat di berikan secara
intravena jika ada masalah dengan lambung, dosis pemberiannya di berikan dalam 20% cairan
dengan dosis 2 gr/kg BB selama 3o menit efektivitas obatnya biasa 1 jam setelah pemberian
manitol intravena.

Karbonik Anhidrase Inhibitor


Mengurangi produksi akuos humor dengan menghambat karbonik anhidrase di badan
siliar sehingga mengurangi TIO secara cepat

Asetazolamide
Merupakan pilihan yang sanagat tepat untuk pengobatan darurat pada glaukoma akut.
Acetazolamide sebaiknya diberikan dengan dosis awal 500 mg IV yang diikuti dengan 500
mg per oral. sekarang diketahui bahwa karbonik anhidrase inhibitor oral sedikit atau tidak
ada sama sekali efek samping sistemik.

Methazolamide
Dosis 50-100 mg p.o. 2 atau 3 kali sehari ( total tidak lebih dari 600mg/hari)

Dorzolamide
Berbeda dengan obat-obat yang lebih tua, Dorzolamide sanggup menerobos ke dalam mata
dengan aplikasi topical.

Dichlorphenamide

18
Dosis awal 100-200mg per oral, diikuti 100 mg setiap 12 jam sampai tercapai respons yang
diinginkan. Dosis pemeliharaan (maintenance) yang biasa untuk glaukoma adalah 25-50 mg
3 atau 4 x/hari. Dosis harian total tidak melebihi 300 mg.

Brinzolamide
Brinzolamide adalah penghambat karbonik anhidrasi yang digunakan pada mata dengan
kadar 1 %. Brinzolamide digunakan untuk mengobati tekanan yang meningkat pada mata
karena glaukoma sudut terbuka. Brinzolamide juga digunakan untuk mengatasi kondisi yang
disebut hipertensi pada mata.

Miotik kuat (Parasimpatomimetik)


Pilokarpin 2% atau 4% setiap 15 menit sampai 4 kali pemberian sebagai inisial terapi.
Tidak efektif pada serangan yang sudah lebih dari 1-2 jam. Hal ini karena muskulus sphingter
pupil sudah iskemik sehingga tidak dapat merespon pilokarpin

Beta blocker
Bekerja dengan cara mengurangi produksi akuos humor.

Levobunolol 0,25%, 0,5%


Betaxolol HCl
Betaxolol HCl adalah penghambat reseptor beta1 selektif yang digunakan untuk pengobatan
glaukoma dalam bentuk sediaan gel untuk mata dengan kadar 0,1% dan tetes mata dengan
kadar 0,5%.

Timolol maleat
Merupakan beta bloker tetes mata nonselektif. Sebagai inisial terapi dapat diberikan 2 kali
dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8 dan 12 jam kemudian. Tersedia
dalam bentuk tetes mata dengan kadar 0,25%, 0,5% dan 0,68%.

Alpha adrenergic agonist


Dapat ditambahkan untuk lebih mengurangi produksi akuos humor dan mengurangi
hambatan outflow akuos.

19
Brimonidine
Apraclonidine 0,5%, 1%
Analog Prostaglandin
Latanoprost 0,005% merupakan senyawa analog prostaglandin yang dapat menurunkan
tekanan intraokuler dengan cara meningkatkan outflow akuos humor. Dosis 1 tetes/ hari.
Tersedia dalam bentuk tetes mata dengan kadar 0,005%, dan juga dikombinasi dengan Timolol
maleate.

Kortikosteroid Topikal
Inflamasi merupakan bagian penting dari patofisiologi dan timbulnya gejala. Steroid
topical mengurangi reaksi inflamasi dan kerusakan nervus optikus. Prednisolon asetat 1%
digunakan selama 1 minggu pasca operasi iridektomi. Diberikan sebagai pengganti obat-obat
antiglaukoma yang digunakan saat serangan akut sebelumnya.

Observasi respon Terapi

Merupakan periode penting untuk melihat respon terapi yang dapat menyelamatkan visus
penderita, sehingga keputusan harus segera dibuat (paling kurang dalam 2 jam setelah mendapat
terapi medikamentosa intensif), untuk tindakan selanjutnya, observasinya meliputi:

1 Monitor ketajaman visus, edem kornea dan ukuran pupil


2 Ukur tekanan intraokuler setiap 15 menit (terbaik dengan tonometer aplanasi)
3 Periksa sudut dengan gonioskopi, terutama apabila tekanan intraokulernya sudah
turun dan kornea sudah mulai jernih.
4 Pada masa observasi ini yang dilihat adalah respon terapi. Respon terapi bisa baik,
jelek, ataupun sedang. Bila respon terapi baik maka akan terjadi perbaikan visus,
kornea menjadi jernih, pupil kontriksi, tekanan intraokuler menurun, dan sudutnya
terbuka kembali. Pada keadaan ini dapat dilakukan penatalaksaan lebih lanjut

Parasintesis

20
Jika pemakaian terapi medikamentosa secara intensif masih dianggap lambat dalam
menurunkan tekanan intraokuler ke tingat yang aman dan kadang-kadang justru setelah
pemberian 2 atau 4 jam masih tetap tinggi. Sekarang ini mulai diperkenalkan cara menurunkan
tekanan intraokuler yang cepat dengan tekhnik parasintesis. Pada prosedur ini, mata dilakukan
anestesi lokal sebelumnya, lalu jarum dimasukkan ke dalam bilik mata depan untuk
mengeluarkan cairan akuos. Cairan disedot sebanyak 0,05 ml, sehingga secara cepat dapat
mengurangi tekanan di mata. Cara ini jg dapat menghilangkan rasa nyeri dengan segera pada
pasien.7

Bedah Laser

Laser Iridektomi.9

Terapi ini digunakan untuk mengurangi tekanan dangan mengeluarkan bagian iris untuk
membangun kembali outflow aqueus humor.

Indikasi

Iridektomi diindikasikan untuk glaukoma sudut tertutup dengan blok pupil, iridektomi juga
diindikasikan untuk mencegah terjadinya blok pupil pada mata yang beresiko yang ditetapkan
melalui evaluasi gonioskopi. Laser iridektomi juga dilakukan pada serangan glaukoma akut dan
pada mata kontra-lateral dengan potensial glaukoma akut.

Kontraindikasi

Iridektomi laser tidak dapat dilakukan pada mata dengan rubeosis iridis karena dapat terjadi
perdarahan. Resiko perdarahan juga meningkat pada pasien yang menggunakan anti-koagulan
sistemik, seperti aspirin. Walaupun laser iridektomi tidak membantu dalam kasus glaukoma
sudut tertutup yang disebabkan oleh mekanisme blok pupil, tetapi kadang-kadang laser
iridektomi perlu dilakukan unutk mencegah terjadinya blok pupil pada pasien dengan sudut bilik
mata tertutup.

21
Pertimbangan sebelum operasi

Pada glaukoma sudut tertutup akut sering mengalami kesulitan saat melakukan iridektomi laser
karena kornea keruh, sudut bilik mata dangkal, pembengkakan iris. Sebelum dilakukan laser
harus diberikan inisial gliserin topikal untuk memperbaiki edema kornea agar mudah untuk
mempenetrasi kripta iris.

Teknik

Pada umumnya iridektomi menggunakan argon laser tetapi pada keadaan kongesti, edem dan
inflamasi akibat serangan akut, teknik ini sulit dilakukan. Setelah dilakukan identasi gonioskopi,
kekuatan inisial diatur dalam 0,02-0,1 detik dan kekuatan 500-1000 mW. Biasanya teknik yang
digunakan adalah teknik pewarnaan iris. Argon laser dan Nd: YAG laser sama- sama dapat
digunakan untuk iridektomi. Namun, pemakaian Nd: YAG laser lebih disukai. Karena lebih
cepat, lebih mudah, dan energi yang dibutuhkan lebih sedikit daripada argon laser. Lebih lanjut
lagi, keefektifan dari Nd: YAG laser ini tidak berpengaruh pada keadaan iris dan lubang
iridektomi yang dihasilkan lebih jarang tertutup kembali daripada argon laser.

Perawatan setelah operasi

Perdarahan dapat terjadi ditempat iridektomi. Pada perdarahan ringan dapat diatasi dengan terapi
anti-koagulasi. Namun pada pasien yang mengalami kelainan pembekuan darah dapat diatasi
dengan argon laser karena argon laser dapat membantu proses koagulasi pembuluh darah.
Peningkatan tekanan intaokular dapat terjadi setelah operasi. Apabila terjadi inflamasi maka
dapat disembuhkan dengan menggunakan kortikosteroid topikal.

Komplikasi

Komplikasi dari argon laser adalah sinekia posterior, katarak lokal, meningkatnya tekanan
intraokular, iritis, lubang iridektomi lebih cepat tertutup kembali dan terbakarnya kornea dan
retina. Pada umumnya komplikasi yang sering terjadi meliputi kerusakan lokal pada lensa dan
kornea, ablasio retina, pendarahan, gangguan visus dan tekanan intraokular meningkat.8

22
Gambar 6: Sedang melakukan iridektomi laser

Gambar 7: Setelah dilakukan iridektomi laser

Laser iridoplasti.9

Merupakan tindakan alternatif jika tekanan intraokular gagal diturunkan secara intensif
dengan terapi medika mentosa bila tekanan intraokularnya tetap sekitar 40 mmHg, visus jelek,
kornea edema, dan pupil tetap dilatasi. Pada laser iridoplasti ini pengaturannya berbeda dengan
pengaturan pada laser iridektomi. Di sini pengaturannya dibuat sesuai untuk membakar iris agar
otot sfingter iris berkonraksi sehingga iris bergeser kemudian sudut pun terbuka. Agar laser
iridoplasti berhasil maka titik tembakan harus besar, powernya rendah, dan waktunya lama.8

Bedah insisi.8

Iridektomi insisi dilakukan pada pasien yang tidak berhasil dengan tindakan laser
iridektomi seperti:

Pada situasi iris tidak tidak dapat dilihat dengan jelas karena edema kornea, hal ini sering
terjadi pada pasien glaukoma akut berat yang berlangsung 4-8 minggu.
Sudut bilik mata depan dangkal, dengan kontak irido-korneal yang luas
Pasien yang tidak kooperatif
Tidak tersedianya peralatan besar.5

Iridektomi Bedah Insisi.8

Dikerjakan pada kasus glaukoma sudut tertutup sebagai tindakan pencegahan. Dilakukan
untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkinkan aliran humor aqueus dari kamera posterior

23
ke kamera anterior. Diindikasikan pada penanganan glaukoma dengan penyumbatan pupil bila
pembedahan laser tidak berhasil atau tidak tersedia. Pupil dibuat semiosis mungkin dengan
menggunakan miotik tetes atau asetilkolin intra kamera. Kemudian dilakukan insisi 3mm pada
korneosklera 1 mm dibelakang limbus. Insisi dilakukan agar iris prolaps. Bibir insisi bagian
posterior ditekan sehingga iris perifer hampir selalu prolaps lewat insisi dan kemudian dilakukan
iridektomi. Bibir insisi posterior ditekan lagi diikuti dengan reposisi pinggir iridektomi. Luka
insisi kornea ditutup dengan satu jahitan atau lebih, dan bilik mata depan dibentuk kembali.
Setelah operasi selesai, fluoresen sering digunakan untuk menentukan ada tidaknya kebocoran
pada bekas insisi. Oleh karena kebocoran dapat meningkatkan komplikasi seperti bilik mata
depan dangkal.

Trabekulektomi.7,8

Dilakukan untuk menciptakan saluran pengaliran baru melalui sklera. Dilakukan dengan
melakukan diseksi flap ketebalan setengah (half-tickness) sklera dengan engsel di limbus. Satu
segmen jaringan trabekula diangkat, flap sklera ditutup kembali dan konjungtiva dijahit rapat
untuk mencegah kebocoran cairan aqueus. Trabekulektomi meningkatkan aliran keluar humor
aqueus dengan memintas struktur pengaliran yang alamiah. Ketika cairan mengalir melalui
saluran baru ini, akan terbentuk bleb (gelembung). Dapat diobservasi pada pemeriksaan
konjungtiva. Persiapan sebelum operasi yaitu pembahasan ditujukan untuk memperbaiki
penglihatan dan biasanya dikerjakan secara berencana, kecuali pada kasus-kasus yang tidak
biasa, misalnya lensa hipermature yang sejak awal telah memberikan ancaman terjadinya
ruptura. (Gambar 8).

Indikasi

24
Tindakan trabekulektomi dilakukan pada keadaan glaukoma akut yang berat atau setelah
kegagalan tindakan iridektomi perifer.

Komplikasi

Setelah prosedur filtrasi meliputi hipotoni (TIO rendah yang tidak normal), hifema (darah di
kamera anterior mata), infeksi dan kegagalan filtrasi.

Gambar 8: Trabekulektomi

Ekstraksi lensa

Apabila blok pupil jelas terlihat berhubungan dengan katarak, ekstraksi lensa dapat
dipertimbangkan sebagai prosedur utama. Walaupun iridektomi laser dapat menghentikan
serangan akut akibat blok pupil, namun operasi katarak baik dilakukan agar lebih aman untuk
waktu yang akan datang.7

Tindakan profilaksis

Tindakan profilaksis terhadap mata normal kontralateral dilakukan laser iridektomi


profilaksis, ini lebih disukai daripada perifer iridektomi bedah, yang dilakukan pada mata
kontralateral yang tidak mempunyai symptom.8

PROGNOSIS

25
Prognosa baik apabila glaukoma akut cepat terdeteksi dan mendapat terapi yang sesegera
mungkin. Sering diagnose dibuat pada stadium lanjut, dimana lapang pandang telah hilang secara
progresif, iris menjadi atrofi dan midriasis pupil telah menetap. Penanganan episode akut yang
terlambat akan menyebabkan sinekia sudut tertutup permanent dan bahkan menyebabkan
kebutaan permanent dalam 2-3 hari.

KESIMPULAN

1. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana gambaran klinik yang lengkap ditandai oleh
peninggian tekanan intraokular, penggaungan dan degenerasi papil saraf optik serta dapat
menimbulkan skotoma ( kehilangan lapangan pandang).

2. Glaukoma sudut tertutup terjadi bila terdapat kenaikan mendadak dari tekanan intraokular,
yang disebabkan penutupan sudut bilik mata depan yang mendadak oleh pangkal iris,
sehingga menghalangi sama sekali keluarnya humor akueus melalui trabekula, menyababkan
meningginya tekanan intraokular, sakit yang sangat di mata secara mendadak dan
menurunnya ketajaman penglihaatan secara tiba-tiba, disertai tanda kongesti, maka disebut
pula glaukoma akut kongestif atau glaukoma akut.

3. Glaukoma akut hanya timbul pada orang-orang yang mempunyai sudut bilik mata yang
sempit. Jadi hanya pada orang-orang dengan predisposisi anatomis.

4. Pemeriksaan glaukoma akut yaitu : pemeriksaan slit-lamp, pemeriksaan tekanan bola mata
( tonometri Schiotz, tonometri aplanasi, tonometri digital ), gonioskopi, funduskopi,
pemeriksaan lapang pandang, dan tes provokasi.

5. Penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup terdiri dari mengurangi tekanan intra okular,
menekan inflamasi, dan pemulihan sudut yang tertutup.

6. Laser Iridiotomy Perifer (LPI) dilakukan 24-48 jam setelah tekanan intra ocular terkontrol,
yang dipertimbangkan sebagai terapi definitive untuk glaukoma sudut-tertutup. Disaat LPI
merupakan terapi definitive terbaru, ada beberapa pendapat bahwa Argon Laser Peripheral

26
Iridoiplasty (ALPI) dan Anterior Chamber Paracentesis (ACP) dapat digunakan dalam
manajemen glaukoma sudut-tertutup.

7. Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata, tablet, operasi laser atau operasi mata.
Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh
karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan
pencegahan kerusakan mata.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidartha, dkk. Glaukoma. dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 3, Jakarta,Balai Penerbit
FKUI, 2002, hal 212-217.

2. Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. Glaukoma. dalam : Oftalmologi Umum, ed. Suyono
Joko, edisi 14, Jakarta, Widya Medika, 2000, hal : 220-232

3. Anonim. Glaukoma. Diunduh dari http://www.oocities.com/infokeben/glaukoma.htm.


Diakses Februari 2007.

4. Wijaya, Nana. Glaukoma. dalam : Ilmu Penyakit Mata, ed. Wijaya Nana, cet.6, Jakarta, Abadi
Tegal, 1993, hal : 219-232.

5. American Academy of Ophtalmology: Acute Primary Angle Closure Glaucoma in Basic and
Clinical Science Course, section 10, 2005-2006, page 122-126.

6. Obrien, Chock, Opere. An Overview of Glaucoma Management for Pharmacists.


http://www.uspharmacist.com/continuing_education/ceviewtest/lessonid/106698/. Updated
April 2010.

7. Noecker, R. J. Glaucoma, Angle Closure, Acute. Available at


http://emedicine.medscape.com/article/1206956-diagnosis.Updated January 2011.

8. Indra. Glaukoma. Available at http://iebegtd.wordpress.com/2010/12/05/glaukoma/. Diakses


Desember 2010.

27

Anda mungkin juga menyukai