Anda di halaman 1dari 19

Populasi

Bonus Demografi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi

Volume 23 Nomor 1 2015 Halaman 1-19

BONUS DEMOGRAFI SEBAGAI MESIN PERTUMBUHAN EKONOMI:


JENDELA PELUANG ATAU JENDELA BENCANA DI INDONESIA?

Wasisto Raharjo Jati 1

Abstract

This article analyzes the correlation between demographic bonus and economic growth in Indonesia.
Demographic bonus, assumed to be able to pushing up national economy through growth of productive
manpower. In the case of Indonesia, demographic bonus is still not optimized to the fullest due to government
policy which is still reluctant about it. Indonesian economic growth has grown through massive consumption
from middle class earned from demographic bonus. Consumption, however, needs to be balanced with
productivity so Indonesia can avoid middle-income countries trap. Therefore, this article will be elaborated
more deeply towards demographic bonus in the context of Indonesian economy.

Keywords: demographic bonus, economic growth, and middle class

Intisari

Tulisan ini menganalisis korelasi bonus demografi dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Bonus
demografi diasumsikan dapat mendongkrak perekonomian nasional melalui pertumbuhan tenaga kerja
produktif. Dalam kasus Indonesia, bonus demografi belum dioptimalkan secara maksimal karena kebijakan
pemerintah yang masih setengah hati. Ekonomi Indonesia tumbuh melalui konsumsi kelas menengah yang
didapat dari bonus demografi. Namun konsumsi perlu diimbangi dengan produktivitas sehingga Indonesia
terhindar dari jebakan negara berpenghasilan menengah. Tulisan ini akan mengelaborasi lebih lanjut bonus
demografi dalam konteks perekonomian Indonesia.

Kata-kata kunci: bonus demografi, pertumbuhan ekonomi, kelas menengah

Pendahuluan

Dalam kurun waktu satu dekade terakhir sekitar 63-65 juta saja. Sebaliknya, penduduk
ini, Indonesia tengah mengalami fenomena usia 1564 tahun pada 1970 berjumlah sekitar
transisi demografi yang terindikasi dari hasil 63-65 juta dan telah berkembang menjadi
sensus penduduk tahun 2000. Berdasarkan SP sekitar 133135 juta pada akhir tahun 2000,
2000, ada fakta yang signifikan tentang program atau mengalami kenaikan dua kali lipat selama
KB yang telah memberi dampak sangat positif. 30 tahun. Beban ketergantungan yang diukur
SP 2000 menunjukkan bahwa penduduk di dari rasio penduduk usia anak-anak dan tua
bawah usia 15 hampir tidak bertambah dari per penduduk usia kerja (15-64 tahun) telah
jumlah sekitar 60 juta tahun 1970-1980an dan menurun tajam dari sekitar 85-90 per 100 tahun
sampai akhir tahun 2000 jumlahnya hanya 1970 menjadi sekitar 54-55 per 100 tahun 2000.

1
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Email: wasisto.raharjo@mail.ugm.ac.id

Populasi Volume 23 Nomor 1 2015 1


Wasisto Raharjo Jati

Sementara itu, hasil mutakhir sensus 2010 Formulasi permasalahan dalam


juga menunjukkan tren positif dengan jumlah tulisan ini adalah bagaimana kita memaknai
penduduk usia produktif (15-64 tahun) tahun bonus demografi tersebut. Apabila melihat
2010 mencapai 66 persen dari total penduduk realita sekarang ini, Indonesia diperkirakan
yang mencapai 157 juta jiwa. Adapun pekerja mencapai puncak bonus demografi pada 2017
usia muda (15-24 tahun) mencapai 26,8 sampai 2019 untuk gelombang pertama dan
persen atau 64 juta jiwa. Angka usia produktif 2020 sampai 2030 untuk gelombang bonus
kerja naik dengan angka ketergantungan, demografi kedua. Hal ini berarti komposisi
100 penduduk usia produktif menanggung 51 jumlah penduduk dengan usia produktif
orang penduduk tidak produktif (di bawah 15 15-64 tahun mencapai titik maksimal jika
tahun dan di atas 64 tahun). dibandingkan dengan usia non-produktif 0-14
Adapun transisi demografis yang ditandai tahun dan 65 tahun ke atas. Dengan kata lain,
dengan kenaikan dua kali lipat jumlah usia telah terjadi kenaikan jumlah angkatan kerja
produktif bekerja (15-64 tahun), diiringi dengan potensial. Namun perlu ditegaskan pula bahwa
penundaan pertumbuhan usia penduduk bonus demografi tidak memberikan dampak
muda (di bawah 15 tahun), dan semakin signifikan jika negara minim investasi sumber
sedikitnya jumlah penduduk manula (di atas daya manusia (human capital investment).
64 tahun) sebagaimana yang terlihat dari dua Oleh karena itu, bonus demografi juga dapat
hasil sensus tersebut lazim dikenal sebagai berubah menjadi gelombang pengangguran
bonus demografi (demographic dividend). massal dan semakin menambah beban
Dalam bahasa ekonomi kependudukan, bonus anggaran negara.
demografi dimaknai sebagai keuntungan
Sebagai kunci permasalahan dalam
ekonomis yang disebabkan oleh semakin
tulisan ini adalah bagaimana menyinergiskan
besarnya jumlah tabungan dari penduduk
bonus demografi dengan pertumbuhan
produktif. Hal ini dapat memacu investasi dan
ekonomi dalam kasus Indonesia. Akankah
pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut juga
ia dilihat sebagai anugerah atau musibah.
lazim dikenal sebagai jendela kesempatan
Kerangka konseptual untuk permasalahan
(windows of opportunity) bagi suatu negara
tersebut adalah konsep ekonomi kependudukan
untuk melakukan akselerasi ekonomi dengan
untuk melihat sejauh mana bonus demografi
menggenjot industri manufaktur, infrastruktur,
memengaruhi pertumbuhan ekonomi atau
maupun UKM karena berlimpahnya angkatan
sebaliknya. Pembahasan dalam tulisan ini akan
kerja. Banyak negara menjadi kaya karena
berhasil memanfaatkan jendela peluang bonus dibagi dalam beberapa sub-bagian. Pertama,
demografinya untuk memacu pendapatan per menjelaskan metode penelitian yang digunakan
kapita sehingga kesejahteraan masyarakat dalam penelitian ini. Kedua, menjelaskan basis-
tercapai. Namun yang menjadi efek negatif basis teoretis ekonomi kependudukan dalam
berikutnya pasca bonus demografi adalah pembahasan bonus demografi dan pertumbuhan
meledaknya usia tua, sedangkan transisi usia ekonomi. Ketiga, membahas kondisi makro
muda menjadi usia produktif belum sempurna perekonomian Indonesia dan tingkat serapan
(Adioetomo, 2005: 4). Hal itulah yang kemudian angkatan produktif dalam dunia kerja. Keempat,
menyebabkan pembengkakan jaminan sosial menjelaskan transformasi bonus demografi
dan pensiunan sehingga terjadi stagnasi dalam dalam kasus kelas menengah Indonesia dan
perekonomian nasional karena tabungan dari dampaknya dalam pertumbuhan ekonomi.
usia produktif dialihkan sebagai dana talangan Kelima, simpulan atas hasil analisis dalam
kedua hal tersebut. penelitian ini.

2 Populasi Volume 23 Nomor 1 2015


Bonus Demografi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi

Metode Penelitian kemiskinan. Hal ini berbeda dengan konsep


keluarga berencana yang dilakukan di negara
Penelitian ini menggunakan metode
maju yang lebih berorientasi pada pengendalian
analisis deskriptif kualitatif berbasis kajian
angka fertilitas. Kebijakan keluarga berencana
kepustakaan (library research). Yang
di negara berkembang diarahkan pada
dimaksudkan sebagai analisis deskriptif kualitatif
perhitungan ekonomi yang diarahkan dalam
ialah analisis yang didasarkan pada pemetaan
rangka memajukan masyarakat agraris yang
permasalahan yang terdapat dalam dua variabel
masih terbelakang. Oleh karena itulah, dalam
kasus untuk dicari titik korelasinya. Korelasi
rangka memperbaiki kualitas hidup masyarakat
tersebut dapat mengonfirmasi, menolak, dan
sekaligus pula mengurangi kemiskinan sehingga
seimbang berdasarkan pada pengumpulan
beban ekonomi negara berkurang, pertumbuhan
data yang dilakukan peneliti. Studi kepustakaan
penduduk perlu dikekang. KB dimplementasikan
merupakan instrumentasi penelitian dengan
ke tingkat desa melalui program posyandu,
mengumpulkan berbagai macam literatur
imunisasi, dan vasektomi dengan memanfaatkan
relevan, baik jurnal, buku, proceeding maupun
saluran korporatisme negara, seperti PKK,
working paper, yang memiliki tersangkut paut
HKTI, maupun kelompencapir.
dengan permasalahan penelitian ini.
Keberhasilan program-program tersebut
Berikut adalah langkah-langkah yang
selama tiga puluh tahun telah mampu menggeser
ditempuh untuk menganalisis data di lapangan.
anak-anak dan remaja berusia di bawah 15
Pertama adalah melakukan studi pendahuluan
tahun yang biasanya besar dan berat di bagian
dengan meneliti kajian-kajian terdahulu yang
bawah dari piramida penduduk Indonesia ke
membahas masalah kependudukan dan
bagian piramida dengan usia yang lebih tinggi,
ekonomi. Kedua adalah mengumpulkan literatur
yaitu usia di atas 15 tahun atau pada usia 15-64
yang sesuai dengan fokus permasalahan yang
tahun. Pergeseran bagian dasar dari piramida
menjadi tema utama penelitian ini. Ketiga
dengan jumlah penduduk yang besar itu dan
adalah menganalisis secara kritis berbagai
masih tetap diikuti kesetiaan pasangan usia
sumber literatur tersebut untuk mendapatkan
subur pada program KB menyebabkan angka
pemahaman mendasar mengenai korelasi
fertilitas tetap rendah. Angka fertilitas yang
bonus demografi dengan pertumbuhan ekonomi.
rendah menyebabkan jumlah dan persentase
Keempat adalah melakukan komparasi dengan
anak-anak dan remaja di bawah usia 15 tahun
data lain untuk menemukan lokus korelasi dan
juga tetap rendah. Struktur penduduk seperti ini
permasalahannya. Kelima adalah menulis
menyebabkan beban ketergantungan maupun
makalah berdasarkan argumentasi analisis dari
dukungan ekonomi yang harus diberikan
berbagai data tersebut.
oleh penduduk usia produktif pada penduduk
usia anak-anak dan tua menjadi lebih ringan.
Fenomena Bonus Demografi di Indonesia
Kenyataan ini juga berbeda dan sekaligus
Secara historis, tanda-tanda munculnya menepis anggapan beberapa orang yang
fenomena bonus demografi di Indonesia dimulai mengkritik seakan program KB di masa lalu
pada awal 1990-an melalui keberhasilan progam dipaksa dan tidak akan tahan lama. Fertilitas
Keluarga Berencana (KB). Program KB ini yang rendah karena kesetiaan ber-KB dan
dilakukan atas dasar logika developmentalisme masih bertahan sekaligus membuktikan bahwa
dengan asumsi bahwa ketika populasi penduduk pasangan usia subur itu ber-KB bukan karena
mengalami kelebihan kapasitas (overload), dipaksa, tetapi kesadaran sendiri sebagaimana
maka itu akan berimplikasi simetris dengan yang terlampir dalam Gambar 1.

Populasi Volume 23 Nomor 1 2015 3


Wasisto Raharjo Jati



 
   
  


 
  





       

Jika disimak dari gambar tersebut, dari rasio penduduk usia anak-anak dan tua
tampak bahwa sejak Sensus Penduduk per penduduk usia kerja telah menurun tajam,
1990 hingga 2000 terjadi penurunan rasio yaitu dari sekitar 85-90 per 100 tahun 1970
ketergantungan antara penduduk muda menjadi sekitar 54-55 per 100 tahun 2000.
dan penduduk tua antara 10 hingga 20 juta
Secara lebih lanjut, angka fertilitas pada
penduduk dalam rentang satu dekade tersebut.
Sensus 2000 juga dapat dikendalikan menjadi
Munculnya bonus demografi sebenarnya telah
80 juta anak per 285 dan tren positif tersebut
mulai tampak sejak akhir tahun 2000 melalui
berlanjut pada Sensus 2010 lalu dengan
hasil Sensus Penduduk 2000. Hasil sensus itu
tingkat kelahiran tercegah menjadi 95,4
memberikan gambaran nyata dan resmi bahwa
juta anak per 330 juta penduduk. Meskipun
program KB memberi dampak yang sangat
terjadi kenaikan 34 persen jumlah penduduk
positif. Akibatnya adalah penduduk di bawah
dalam 10 tahun terakhir, sebenarnya struktur
usia 15 hampir tidak bertambah dari jumlah
penduduk Indonesia lebih banyak didominasi
sekitar 60 juta tahun 1970-1980-an. Sampai
oleh penduduk produktif, seperti terlihat dalam
akhir tahun 2000 penduduk usia itu hanya
Gambar 2.
menjadi sekitar 63-65 juta saja. Sebaliknya,
penduduk usia 1564 tahun, yang jumlahnya Merujuk pada data BPS tahun 2012,
tahun 1970 baru mencapai sekitar 63-65 juta, struktur penduduk Indonesia didominasi
telah berkembang menjadi lebih dari 133135 penduduk dewasa dan produktif dari segmen
juta. Ini adalah suatu pertambahan yang lebih umur 25-64 tahun yang mencapai 52,63
dari dua kali lipat atau lebih 100 persen selama persen, usia anak sekolah dari segmen 10-
30 tahun. Beban ketergantungan yang diukur 24 tahun mencapai 29,39 persen, balita

4 Populasi Volume 23 Nomor 1 2015


Bonus Demografi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi


 
    

 !
  
  
  
    
  
  
  
  
  
 
  
  
  
 
  
           
 


   

umur 0-5 tahun di kisaran 10,09 persen, dan Bonus demografi harus dioptimalkan
lansia 65-75 + mencapai 7,16 persen. Dalam semaksimal mungkin demi pertumbuhan
hal ini, bonus demografi pada gelombang ekonomi melalui investasi sumber daya manusia
pertama tahun 2010 hingga 2020 terjadi pada yang modern. Ledakan penduduk usia kerja ini
segmen penduduk produktif 52,63 persen akan memberikan keuntungan ekonomi apabila
yang menanggung 1 lansia per 100 penduduk memenuhi persyaratanan sebagai berikut. 1)
maupun 5 balita per 100 penduduk. Tren Penawaran tenaga kerja (labor supply) yang
positif mengenai bonus demografi sepertinya besar meningkatkan pendapatan per kapita jika
masih akan berlanjut tahun 2020-2030. Pada mendapat kesempatan kerja yang produktif. 2).
rentang waktu tersebut, beban ketergantungan Adanya peranan perempuan, yaitu jumlah anak
penduduk usia anak-anak dan beban sedikit memungkinkan perempuan memasuki
ketergantungan penduduk usia tua berada pasar kerja dan membantu peningkatan
pada posisi paling optimal. Setelah tahun 2030 pendapatan. 3). Adanya tabungan (savings)
beban ketergantungan penduduk usia tua akan masyarakat yang diinvestasikan secara
meningkat sehingga beban ketergantungan produktif. 4). Modal manusia (human capital)
total akan naik kembali. Diperkirakan bonus yang berkualitas jika ada investasi untuk itu.
yang dapat disumbangkan oleh penduduk
Namun yang menjadi pertanyaan
usia kerja akan menjadi makin kecil karena
berikutnya adalah apakah bonus demografi
harus menanggung beban ketergantungan
yang akan terjadi di negara kita telah memenuhi
penduduk usia tua yang jumlahnya akan makin
kriteria tersebut? Pertanyaan tersebut bernuansa
membengkak.
retoris dan skeptik manakala gambaran makro

Populasi Volume 23 Nomor 1 2015 5


Wasisto Raharjo Jati

pembangunan Indonesia yang masih timpang dasar penentuan kategori gizi miskin adalah
antara barat dan timur. Hal tersebut dapat dilihat pendapatan per penduduk, konsumsi beras
dari Indeks Gini yang merupakan indikator untuk per kapita, maupun konsumsi lauk-pauk per
mengukur ketimpangan dalam pembangunan kapita. Angka gizi buruk yang tertinggi itu,
dan pendapatan. Indeks Gini telah menembus bahkan terjadi di wilayah dengan kekayaan
rekor tertinggi, yakni mencapai 0,41 tahun sumber alam melimpah, seperti Papua dan
2011-2012. Angka tersebut menunjukkan Papua Barat. Persentase angka gizi buruknya
bahwa ketimpangan pendataan telah memasuki mencapai 34-36 persen dan angka ini jauh
skala medium dan memberikan sinyalemen lebih besar dibandingkan dengan rata-rata
bahwa pertumbuhan ekonomi pada dua nasional sebesar 13,33 persen. Sementara itu,
tahun tersebut belum berkualitas. Beberapa kawasan lainnya, seperti NTB maupun NTT,
penyebab pertumbuhan ekonomi yang tidak lebih disebabkan oleh kondisi alamnya yang
berkualitas sehingga kurang peduli terhadap tandus.
bonus demografi adalah indeks pembangunan
Jika dilihat besarnya angka ketimpangan
manusia yang timpang, angka melek huruf,
pembangunan manusia maupun besarnya
maupun angka ketercukupan gizi usia dini.
angka koefisien gini yang kian membesar,
Berikut adalah penjelasannya. besar kemungkinan bonus demografi akan
Pertama, masih tampak timpangnya indeks terlewati begitu saja tanpa ada upaya
pembangunan manusia antarprovinsi. Provinsi mendayagunakannya. Hal inilah yang kemudian
dengan Indeks Pembangunan Manusia menjadi ironi di negara ini, yaitu potensi besar
(IPM) tinggi masih didominasi oleh bagian tersebut kurang diperhatikan. Yang menjadi titik
barat dan tengah, seperti DKI Jakarta, DI krusial berikutnya adalah menghubungan bonus
Yogyakarta, Riau, Sulawesi Utara, Sumatera demografi dengan pertumbuhan ekonomi. Kedua
Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. hal tersebut sangatlah penting karena koefisien
Sementara itu, provinsi dengan IPM rendah kausalitas berlaku dalam sisi permintaan dari
adalah Papua, Maluku, Maluku Utara, NTB, bonus demografi dan pertumbuhan ekonomi
dan NTT. Kedua, indeks angka melek huruf. dari sisi penawaran.
Penduduk Kota Jakarta Timur mempunyai
angka melek huruf 99 persen dengan rata-rata Korelasi Bonus Demografi dengan
lama sekolah 10,9 tahun dan merupakan kota Pertumbuhan Ekonomi
dengan nilai IPM tertinggi di Indonesia. Akan Perbincangan mengenai korelasi antara
tetapi, Kota Mataram dengan melek huruf 95 pertambahan penduduk dengan pertumbuhan
persen dan rata-rata lama sekolah 7,4 tahun ekonomi telah menjadi sumber perdebatan
berada pada urutan IPM nomor 198 dari lebih panjang di kalangan ahli ekonomi kependudukan.
400 kabupaten kota di Indonesia. Penduduk Hal ini karena terdapat berbagai macam varian
Jayawijaya yang hanya mempunyai melek cara pandang dalam melihat dua permasalahan
huruf 32 persen dan rata-rata pendidikan 2,2 tersebut. Beberapa di antaranya melihat dari
tahun berada jauh pada urutan IPM ke-341 ukuran (size) penduduk, pendapatan (income),
dari seluruh kabupaten dan kota yang ada di ketimpangan (inequality), maupun kondisi
Indonesia. Ketiga, angka ketercukupan gizi. perekonomian nasional, hingga pada stuktur
Indonesia Timur masih mendominasi dalam penduduk (population structure) berikut angka
hal angka gizi buruk penduduknya yang natalitas, fertilitas, maupun mortalitasnya (Lee,
meliputi Papua, Papua Barat, Gorontalo, 2003: 170). Dalam hal ini, terdapat tiga tesis
NTT, dan Maluku. Adapun yang menjadi penting untuk melihat korelasi pertambahan

6 Populasi Volume 23 Nomor 1 2015


Bonus Demografi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi

penduduk dengan naiknya pertumbuhan lebih lambat (deret hitung) dibandingkan dengan
ekonomi, yakni menolak (restrict), mendukung laju pertumbuhan penduduk (deret ukur). Oleh
(promote), dan netral (independent) (Bloom, karena itu, untuk dapat keluar dari permasalah
2003: 45). Ketiga indikasi tersebut setidaknya kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan
merupakan konklusi dari penelitian di berbagai penduduk harus dibatasi.
negara lainnya yang kemudian akan dicoba
Mazhab Neo-Malthusian yang dipelopori
dalam kasus Indonesia. oleh Garret Hardin menilai keterbatasan alam
Pertama adalah teori menolak (restrict) sebagai kian tidak mampunya sumber ekonomi
atau pesimis, yang beranggapan bahwa menampung pertambahan penduduk yang
pertambahan penduduk justru akan semakin semakin bertambah. Perekonomian modern
mengurangi pertumbuhan ekonomi. Hal ini yang ditandai dengan industrialisasi ekstratif
didasarkan pada fakta generasi baby boom yang telah mampu menambah kesejahteraan
terjadi pasca Perang Dunia II ketika suasana manusia sehingga membuat pertumbuhan
perdamaian dan kondisi negara maju maupun penduduk kian bertambah. Setidaknya hal itu
negara dunia ketiga yang tengah membangun dapat dilukiskan dalam tesis Hardin yang disebut
kembali ekonomi membutuhkan banyak Tragedy of The Commons (Tragedi Rakyat).
tenaga kerja. Masifnya jumlah tenaga kerja Tragedi tersebut terjadi karena manusia hanya
justru membuat ekonomi menjadi overheated mengejar rasionalitas ekonominya saja, tetapi
dan mengalami inflasi tinggi karena manusia tidak didukung dengan daya lingkungan di
semakin banyak, tetapi tidak diiringi dengan sekitarnya. Secara garis besar, teori pesimis
pertambahan luas lahan. Akibatnya adalah yang dilandasi logika Malthusian maupun
kawasan industrialisasi maupun ekonomi lainnya Neo-Malthusian ingin mengatakan bahwa
berkembang menjadi kawasan penduduk kumuh. pertumbuhan ekonomi semakin hari semakin
Industri tidak dapat menampung banyak lagi menurun karena produksi sumber ekonomi yang
jumlah penduduk menjadi tenaga kerja karena kian menyusut. Ketersediaan sumber ekonomi
telah surplus berlebihan tenaga kerja. Akibatnya berupa sumber daya alam yang menyusut
yang terjadi kemudian adalah tersendatnya berpengaruh pada menurunnya pendapatan
inovasi dalam perekonomian karena investasi penduduk secara keseluruhan. Dalam konteks
dialihkan pada upah karyawan dan negara ini, membatasi dan mengontrol menjadi kata
dalam hal jaminan sosial dan pensiun yang kunci teori ini, yakni dengan mengontrol
besar karena pembengkakan jumlah penduduk pertambahan penduduk akan berdampak
tersebut. Penambahan penduduk justru menjadi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi untuk
beban karena pengangguran yang besar tidak menjadi terbuka.
dapat dioptimalkan akibat minimnya faktor Kritikan yang dialamatkan pada teori
produksi yang dimiliki. Secara garis besar, teori ini lebih mengarah pada sikap konservatif
menolak ini diilhami dari pemikiran Thomas yang belum memasukkan perubahan dan
Robert Malthus (1789) maupun Garret Hardin kemajuan teknologi sebagai bagian penting.
(2001) dengan lokus penolakan sebenarnya Modernisasi dalam bidang ekonomi kini telah
antara relasi pertambahan penduduk dengan mendorong perbaikan standar hidup manusia
pertumbuhan ekonomi adalah pada masalah dan mengharuskan manusia bekerja mencari
keterbatasan (limitation). Dalam aliran pendapatan. Hal tersebut yang menyebabkan
Malthusian, keterbatasan terjadi karena untuk menurunnya angka fertilitas maupun
hidup, manusia memerlukan bahan makanan, natalitas karena kecenderungan menikah
sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh muda menurun akibat tuntutan pekerjaan.

Populasi Volume 23 Nomor 1 2015 7


Wasisto Raharjo Jati

Sebenarnya bonus demografi muncul karena telah mampu memudahkan semua kebutuhan
progam KB yang terilhami konsep pembatasan manusia. Hal tersebut terjadi lantaran adanya
jumlah anak hanya dua dan naiknya asupan rekayasa teknologi yang dapat memproduksi
gizi kemudian semakin membaiknya fasilitas kebutuhan manusia secara artifisial. Perspektif
kesehatan sehingga dapat menunda optimistis mengakui bahwa sumber daya alam
pertumbuhan penduduk secara prematur dalam bentuk sumber ekonomi kian menipis
dalam dua dekade sejak progam itu dilakukan dari waktu ke waktu, tetapi semua itu dapat
pada 1974. disiasati dengan teknologi.
Hal ini berbeda dengan pandangan Dasar pemikiran dari perspektif optimistis
pesimistis sebagai teori kedua yang menilai hadir dari pemikiran Amartya Sen mengenai
tidak adanya korelasi antara pertambahan pembangunan manusia. Pembangunan
penduduk dengan pertumbuhan ekonomi. ekonomi yang selama ini diorientasikan untuk
Perspektif optimistis justru melihat ada korelasi mencari laba semata tanpa ada timbal balik
positif antara keduanya. Keduanya dapat dengan manusia dan alam justru menciptakan
disatukan untuk menggerakkan pengembangan bencana ekonomi manusia. Bencana tersebut,
ekonomi. Jumlah penduduk yang kian seperti angka ketimpangan besar yang dapat
bertambah justru menjadi pangsa besar ditunjukkan dengan semakin meroketnya
dalam perekonomian, baik dalam produksi koefisien gini di negara dunia ketiga, kemiskinan
maupun konsumsi. Dari segi produksi, terjadi akut, maupun kelaparan. Hal itulah yang
pertambahan tenaga kerja yang melimpah kemudian memicu terjadinya orientasi dalam
untuk mendukung proses industrialisasi. pembangunan dari semula ekonomi menjadi
Adanya pertambahan tersebut juga berdampak manusia. Pembangunan manusia, seperti
pada kuantitas buruh yang murah (blue-collar peningkatan asupan gizi, perbaikan fasilitas
labor) sehingga mampu menghemat biaya kesehatan, terjangkaunya fasilitas pendidikan,
produksi. Selain itu pula, buruh terdidik (white- maupun redistribusi ekonomi yang seimbang,
collar labor) juga semakin meningkat karena merupakan kunci dalam mengoptimalkan
naiknya kesadaran masyarakat modern potensi penduduk menjadi potensi ekonomi.
terhadap jenjang pendidikan tinggi maupun Meningkatnya kuantitas penduduk dan kualitas
vokasi (Bloom, 2003: 34). penduduk kemudian menjadi kunci untuk
menaikkan pertumbuhan ekonomi berbasis
Dari segi konsumsi, jumlah penduduk
investasi sumber daya manusia (human capital
besar merupakan pangsa ekonomi besar bagi
investment).
komoditas industri. Naiknya pendapatan per
kapita seiring dengan maraknya investasi dan Adapun teorisasi ketiga adalah teori
semakin membaiknya perekonomian nasional. independen/netral yang justru melihat antara
Hal itulah yang kemudian memicu terjadi variabel pertambahan penduduk dengan variabel
permintaan barang secara besar-besaran pertumbuhan ekonomi pada dasarnya tidak
terhadap komoditas barang. Keterbatasan berkorelasi dan berjalan secara independen
(limitation) yang menjadi faktor resistan antara tanpa ada ikatan. Adanya pertumbuhan ekonomi
pertambahan penduduk dengan pertumbuhan yang berfluktuasi sebenarnya bukan hanya
ekonomi dalam pandangan teori pesimistis tergantung pada tingkat konsumsi penduduk
justru dinilai perspektif optimistis sebagai sebagai konsumen maupun produksi tenaga
tidak belakunya pemikiran Malthusian di era kerja. Pertumbuhan ekonomi justru dilihat
modern sekarang ini. Dewasa kini, adanya sebagai adanya spesialisasi antara faktor
perkembangan teknologi dan informatika produksi antarpenduduk yang kemudian terjadi

8 Populasi Volume 23 Nomor 1 2015


Bonus Demografi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi

tukar-menukar barang jasa sesuai dengan nilai Konteks Perekonomian Makro Indonesia
ekonomisnya. Sementara itu, pertambahan dan Tingkat Penyerapan Kerja
penduduk sendiri dipandang sebagai proses
Yang menjadi isu berikutnya dalam
alami seiring dengan meningkatnya pendapatan,
pembahasan sub-bab ini adalah bagaimana
iklim perekonomian yang kompetitif, maupun
konteks bonus demografi Indonesia sebagai
kebutuhan sandang, papan, dan pangan yang
pendorong pertumbuhan ekonomi bila
kian meningkat. Adanya pertambahan penduduk
dikonseptualisasikan dengan ketiga teori
justru mengakibatkan perekonomian tidak tersebut? Ketiga teori tersebut pada dasarnya
berkembang secara maksimal karena minimnya juga mendeskripsikan kondisi perekonomian
kualitas tenaga kerja maupun minimnya angka yang berbeda, seperti teori menolak/pesimis
konsumsi masyarakat. cenderung terjadi pada industrialisasi berbasis
Pembahasan bonus demografi yang padat modal, sedangkan pada teori menerima,
menjadi lokus utama dalam tulisan ini kasus bonus demografi yang terjadi mengarah
sebenarnya mengadopsi ketiga konsepsi pada iklim industrialisasi berbasis padat karya
teoretis tersebut, misalnya pengendalian dengan mendayagunakan besarnya potensi
penduduk terhadap konsumsi ekonomi karena penduduknya.
sumber daya alam yang kian terbatas dan Pada dasarnya perekonomian Indonesia
adanya pertambahan penduduk produktif sejak tahun 1997 hingga 2012 dipastikan
yang berkualitas. Namun ketiga teori tersebut tumbuh di bawah rata-rata potensi pertumbuhan
pada dasarnya juga merupakan abstraksi ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi
konseptual terhadap fenomena bonus yang rendah ketimbang potensinya ini terjadi
demografi yang berbeda di setiap negara. karena perekonomian pasca krisis didominasi
Dalam kasus negara maju, fenomena bonus oleh kehilangan permanen dalam output
demografi yang muncul merupakan abstraksi perekonomian (permanent output loss/POL).
dari teori menolak (restrict). Oleh karena itulah, Yang dimaksudkan dengan POL adalah
industrialisasi hadir dalam konteks abad 19-20 kondisi proyeksi ekonomi yang cenderung
di saat struktur penduduk negara maju masih mengarah pada penurunan tren pertumbuhan
berusia muda. Bonus demografi negara maju ekonomi karena minimnya penyerapan
muncul pada masa peralihan industri yang dari kapital (Cerra, 2008: 442). Tahap pemulihan
semula ekstratif menuju manufaktur. Namun perekonomian tidak pernah ditandai dengan
yang menjadi masalah kemudian adalah pada tingkat pertumbuhan perekonomian yang lebih
konteks sekarang ini, negara maju mengalami tinggi daripada tingkat pertumbuhan sebelum
penuaan penduduk (population aging) karena krisis terjadi walaupun pertumbuhan produk
semakin banyaknya penduduk tua dan minimnya domestik bruto dan pertumbuhan produk
pertumbuhan penduduk usia muda. Hal itulah domestik bruto per kapita mampu tumbuh
yang memicu terjadinya relokasi industrialisasi positif. Kondisi perekonomian Indonesia yang
dari negara maju ke negara dunia ketiga yang didominasi oleh POL tersebut terjadi sebagai
tengah mengalami bonus demografi. Adapun implikasi letter of intent dengan IMF, yakni
bonus demografi di negara dunia ketiga penerapan kebijakan penghematan (austerity)
merupakan abstraksi fenomenologis teori yang diterapkan oleh IMF dan disetujui oleh
menerima (promoted) di mana ketersediaan Pemerintah Indonesia sehingga memengaruhi
penduduk muda yang melimpah memungkinkan kebijakan fiskal Indonesia hingga saat ini dan
berdirinya industri padat karya maupun industri menyebabkan perekonomian terperangkap
padat modal (Kasmiyati, 2012: 11). ke dalam permanent output loss (Friedrich,

Populasi Volume 23 Nomor 1 2015 9


Wasisto Raharjo Jati

2011: 24). Benang merah antara kebijakan disebabkan oleh upaya teknologisasi faktor
penghematan (austerity) dengan permanent produksi yang belum merata sepenuhnya.
output loss adalah pemerintah mengurangi Kondisi makro perekonomian Indonesia
sektor pembiayaan-pembiayaan terhadap yang belum sepenuhnya stabil sejak krisis
ekonomi produktif maupun jaminan 1998 dan kini pasca resesi dunia tahun
sosial lainnya. Hal inilah yang kemudian 2008 berimplikasi negatif terhadap sektor
mengakibatkan industri strategis maupun penyerapan tenaga kerja dalam negeri.
infrastruktur dalam negeri tidak dapat Semula ditargetkan bahwa setiap 1 persen
berkembang karena negara menghentikan pertumbuhan ekonomi dapat menyerap
pembiayaan dengan mengatasnamakan logika 450.000 tenaga kerja baru, tetapi awal tahun
penghematan tersebut. Pada akhirnya, banyak 2013 ini pemerintah menurunkan target itu
tenaga kerja Indonesia tidak terserap dalam menjadi 225.000 pekerja saja yang masuk
industri padat modal karena lebih banyak dunia kerja. Rendahnya angka statistik
mengandalkan tenaga kerja asing. tersebut didasarkan pada tingkat elastisitas
Karena sektor produksi tidak pertumbuhan ekonomi Indonesia terhadap
berkembang sebagai mesin pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang memang terus
ekonomi nasional dalam jangka panjang, menurun sejak 2008. Berdasarkan estimasi
maka pilihan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan Komite Ekonomi
ekonomi tinggi tidak berfokus pada pemulihan Nasional, sepanjang Januari-September 2012,
ekonomi dengan penguatan sektor industri dan jumlah penyerapan tenaga kerja per 1 persen
sektor teknologi. Namun fokusnya beralih pada ternyata hanya 180.000 orang. Hasil tersebut
kebijakan mengandalkan pelemahan nilai tukar meleset dari prediksi awal pemerintah yang
rupiah tanpa didukung oleh kebijakan fiskal menargetkan kenaikan 1 persen pertumbuhan
dan moneter. Bank Indonesia selaku otoritas ekonomi mampu menyerap 450.000 tenaga
moneter dan fiskal cenderung menahan kerja (Soelistianingsih, 2012: 7). Rendahnya
tingkat suku bunga acuan (BI rate) di angka penyerapan tersebut juga didasari oleh
5,75 persen. Cara tersebut dilakukan untuk upaya pemerintah menerapkan upah buruh
memperbaiki sisi penawaran, seperti masuknya seminimum mungkin untuk memperbaiki iklim
investasi maupun industri. Harus diakui bahwa ekonomi nasional menjadi lebih kompetitif.
konsumsi memainkan peran yang sangat Indikasi penurunan tenaga kerja di
penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah tren positif pertumbuhan ekonomi
karena kontribusinya mencapai 65 persen dari dapat disimak dari data BPS Agustus 2012
produk domestik bruto. Sepuluh tahun yang silam. BPS menyebutkan bahwa Tingkat
lalu rasio konsumsi terhadap produk domestik Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai angka
bruto mencapai 68 persen. Di tengah iklim 6,14 persen. Angka itu mengalami penurunan
perekonomian negara yang belum stabil karena dibandingkan dengan TPT Februari 2012
ancaman krisis keuangan dunia, Indonesia sebesar 6,32 persen dan TPT Agustus 2011
pada dasarnya masuk dalam kategori aman sebesar 6,56 persen. Namun perlu dicatat pula
berkat angka konsumsi penduduk yang besar. bahwa jumlah pengangguran pada Agustus
Namun perlu dicatat pula bahwa pada 2005, 2012 mencapai 7,2 juta orang dan selama
rasio pertumbuhan sektor industri terhadap periode satu tahun terakhir terjadi penurunan
pertumbuhan sektor pertanian adalah 0,43 dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
rasionya pada 2010 adalah 0,92. Eksistensi sebesar 0,46 persen dalam satu generasi
industri dalam negeri yang masih labil tersebut angkatan kerja yang sangat fluktuatif (BPS,
2012: 7).

10 Populasi Volume 23 Nomor 1 2015


Bonus Demografi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi

Tabel 1
Komparasi Jumlah Angkatan Kerja Indonesia Tahun 2012

2011 2012
Jenis Kegiatan Utama
Februari Agustus Februari Agustus
(1) (2) (3) (4) (5)
Angkatan Kerja 119,40 117,37 120,41 118,04
Bekerja 111,28 109,67 112,80 110,80
Penganggur 8,12 7,70 7,61 7,24
Tingkat Partisipasi/Angkatan Kerja (%) 69,86 68,34 69,66 67,88
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 6,80 6,56 6,32 6,14
Pekerjaaan Tidak Penuh 34,19 34,59 35,55 34,29
Setengah Penganggur 15,73 13,52 14,87 12,77
Paruh Waktu 18,46 21,06 20,68 21,52
Sumber: BPS, 2012: 2

Dari tabulasi tersebut, gejala fluktuatif upah rendah yang tidak sanggup memenuhi
juga terjadi pada sektor lain yang rata-rata kebutuhan mereka.
menurun antara 1-2 persen, seperti dalam Potensi manfaat ekonomi dari bonus
angka partisipasi, pengangguran, maupun demografi yang ditandai dengan besarnya
pekerjaan yang tidak penuh. Hal ini terjadi jumlah penduduk usia produktif dan rendahnya
lantaran adanya kebijakan praktik kerja alih angka ketergantungan penduduk terancam
daya (outsourcing) dan sistem buruh kontrak sia-sia. Bonus yang hanya terjadi sekali bagi
yang justru masih menempatkan pekerja dalam sebuah bangsa itu akan dialami Indonesia
sebuah situasi yang rentan dan hilangnya tahun 2020-2030. Jika penduduk usia produktif
kepastian kerja untuk jangka panjang. Tentunya lebih banyak menganggur dan tidak mempunyai
ini sangat memengaruhi tingkat kualitas hidup penghasilan, ini akan menjadi beban dan
dan kesejahteraan tenaga kerja. Praktik kerja ancaman. Pada 2020-2030, 100 penduduk
alih daya dan buruh kontrak merupakan gejala usia produktif diperkirakan menanggung 44
global yang dapat dipandang sebagai ikon orang tidak produktif dan setelah itu, angka
globalisasi yang mengedepankan efisiensi pasar, ketergantungan penduduk akan naik kembali.
tetapi esensinya adalah mengeskploitasi tenaga Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
kerja. Pada dasarnya praktik kerja alih daya menyebutkan jumlah pengangguran terbuka
mengakibatkan angka tukar buruh (terms of nasional tahun 2011 mencapai 6,56 persen (7,7
trade) terus-menerus mengalami penyusutan. juta jiwa) penduduk. Pengangguran terbuka
Penurunan tersebut dapat diindikasikan dalam usia muda (15-24 tahun) mencapai 5,3 juta
bentuk perbandingan antara harga upah dan jiwa, 20 persen (1,06 juta jiwa) di antaranya
barang yang semakin mengecil. Sejak praktik adalah lulusan perguruan tinggi. Organisasi
kerja alih daya mulai dijalankan secara global Buruh Internasional (ILO) menyebut pekerja
pada 2001 di negara-negara Asia pasca krisis, usia muda Indonesia 4,6 kali lebih sulit
hampir satu miliar atau 1/3 dari populasi mendapatkan kerja dibandingkan dengan
angkatan kerja merupakan buruh kerja dengan pekerja dewasa. Angka ini jauh lebih tinggi

Populasi Volume 23 Nomor 1 2015 11


Wasisto Raharjo Jati

daripada rata-ratadunia yang mencatat pekerja 504,7 per 1.000 orang. Sementara itu, rasio
usia muda 2,8 kali lebih sulit mendapat kerja. simpanan terhadap produk domestik bruto
ILO juga mencatat pengangguran terbuka (PDB) sebesar 36,9 persen. Jumlah rekening
berumur 15-29 tahun di Indonesia berjumlah kredit sebanyak 196,9 per 1.000 orang dengan
19,9 persen dan merupakan yang tertinggi di kantor cabang tiap 1.000 penduduk sebanyak
antara negara-negara di Asia Pasifik. Namun 7,7 buah. Rasio kredit terhadap PDB sebesar
ini lebih rendah daripada negara-negara di 26,9 persen. Masih sedikitnya nominal penarikan
Eropa yang sedang dilanda krisis keuangan. dana dari masyarakat yang dilakukan oleh bank
Dalam struktur ketenagakerjaan menunjukkan kesadaran berinvestasi masih
Indonesia, 44,2 juta orang (39,86 persen) belum merata (Bank Dunia, 2009: 15). Dalam
bekerja pada sektor formal dan 66,6 juta orang berbagai kasus, penduduk Indonesia memiliki
(60,14 persen) bekerja pada sektor informal. kecenderungan menginvestasikan hartanya
Besarnya angka pekerja informal tersebut berupa rumah, tanah, emas, maupun properti
didasarkan pada kualitas tenaga kerja Indonesia lainnya yang nilai ekonominya dianggap tidak
yang tidak berimbang. Sebagian besar masih gampang jatuh. Hal itulah yang menjadi alasan
didominasi berpendidikan rendah, yaitu SD ke sektor properti masih berjaya sebagai sektor
bawah sebesar 53,9 juta orang (48,63 persen) investasi nomor wahid setelah emas mulia.
dan Sekolah Menengah Pertama sebesar 20,2 Minimnya penarikan dana berupa surat berharga,
juta orang (18,25 persen). Penduduk bekerja surat utang negara, maupun produk deposito
yang berpendidikan tinggi hanya sekitar 10,0 mengindikasikan penduduk Indonesia jarang
juta orang yang mencakup 3,0 juta orang (2,68 melakukan investasi berisiko tinggi. Kondisi
persen) berpendidikan diploma dan 7,0 juta perekonomian yang masih gonjang-ganjing,
orang (6,30 persen) berpendidikan universitas. baik di level dunia maupun nasional, membuat
Oleh karena itulah, kapabilitas tenaga kerja produk perbankan kurang begitu diminati.
yang masih dalam level mendasar tersebut Permasalahan likuidasi Bank Century tahun 2008
mempunyai kecenderungan dibayar murah silam merupakan titik skeptis penduduk terhadap
sehingga kesejahteraan pun juga menurun. investasi perbankan. Kekhawatiran terhadap
Dengan semakin rendahnya kesejahteraan jumlah tabungan yang raib secara mendadak
tenaga kerja, akan semakin sulit bagi maupun portofolio yang tidak dapat dicarikan
perekonomian Indonesia untuk mengandalkan menjadi alasan produk perbankan dijauhi
penguatan permintaan domestik di masa masyarakat. Padahal bonus demografi yang
depan sekalipun Indonesia akan mendapatkan jumlahnya mencapai hampir separuh penduduk
bonus demografi hingga tahun 2020. Indonesia diharapkanmenginvestasikan
pendapatan demi pertumbuhan ekonomi negara.
Besar kemungkinan bonus demografi
Namun pada kenyataannya, sulit diharapkan
yang akan terjadi pada 2020 tersebut akan
bonus demografi memiliki kapasitas menabung
terlewati. Sebanyak 60 persen penduduk
dalam sektor perbankan.
Indonesia masih didominasi angka buruh
informal upah rendah yang berimplikasi pada Pada lokus krusial inilah, diperlukan cara
sedikitnya tabungan investasi sebagai pemacu pikir kritis tentang memaknai kembali bonus
pertumbuhan ekonomi. Saving rate di Indonesia demografi sebagai jendela peluang (windows
saat ini hanya sekitar 44,2 persen karena 50 of opportunity) ataukah jendela bencana
juta masyarakat belum tersentuh perbankan. (windows of disasters)? Jika dilihat sekelumit
Menurut data dari Bank Dunia pada 2009, jumlah kisah kondisi makro perekonomian Indonesia
rekening simpanan di Indonesia sebanyak yang masih belum stabil sepenuhnya

12 Populasi Volume 23 Nomor 1 2015


Bonus Demografi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi

dengan ketimpangan pembangunan antara dengan pengeluaran 2-20 USD per hari
berbagai daerah di Indonesia, tentunya bonus di Indonesia bertambah sebanyak 50 juta
demografi belum dapat menjadi jaminan alat orang. Alhasil, bonus demografi ini membuat
katrol perekonomian nasional. Konteks bonus daya beli Indonesia sangat kuat. Jadi, wajar
demografi menjadi jendela bencana terjadi saja jika perekonomian Indonesia sangat
pada saat banyak penduduk usia produktif tidak menjanjikan karena pasar domestik Indonesia
tertampung dalam lapangan pekerjaan (Srihadi, saat ini didukung oleh tingkat konsumsi yang
2012: 3). Hal ini terjadi lantaran permintaan cukup tinggi. Salah satu penyumbang daya
tenaga kerja tidak berbanding lurus dengan beli tersebut berasal dari konsumsi rumah
penawaran kerja dari dunia kerja. Setiap tangga dengan distribusi terbesar pada Produk
tahunnya terjadi kenaikan dua juta angkatan Domestik Bruto Indonesia yang mencapai 60
kerja yang didominasi lulusan dengan minim persen, seperti yang tertera dalam Tabel 2.
kapabilitas kerja, tetapi pada saat bersamaan, Dari pembacaan tabel tersebut, dapat
dunia kerja juga mengalami keterbatasan dilihat bahwa konsumsi rumah tangga berperan
menampung tenaga kerja baru dan lebih besar dalam menggerakkan pertumbuhan
mengoptimalkan pekerja lama. Akibatnya ekonomi negara yang angka persennya
adalah pengangguran semakin menumpuk terus merangkak naik ketimbang sektor
sehingga rasio ketergantungan berpotensi pembiayaan lainnya yang cenderung masih
melebar. Kekhawatiran yang realistis bila fluktuatif. Besarnya pembiayaan konsumsi
bonus demografi dalam dua dekade ini tidak yang dilakukan oleh konsumsi rumah tangga
dilakukan secara maksimal adalah proyeksi tersebut merupakan sebagian dari torehan
rasio ketergantungan tahun 2050 menjadi positif pertumbuhan kelas menengah baru
10 tahun lebih cepat. Pada waktu tersebut Indonesia yang terlahir dari pertumbuhan
dipastikan bahwa kebanyakan kelompok usia ekonomi 6,3 persen pada 2012.
tidak produktif berasal dari kelompok kaum tua
Sektor konsumsi memang telah
yang hidupnya harus ditanggung karena tidak
berkembang pesat menjadi mesin pertumbuhan
memiliki tabungan pada saat bonus demografi
ekonomi dalam kurun waktu sepuluh tahun
berlangsung.
terakhir ini. Konsumsi memainkan peran yang
sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi
Mengoptimalkan Bonus Demografi sebagai
Indonesia karena kontribusinya mencapai 65
Kelas Menengah
persen dari produk domestik bruto. Sepuluh
Jikalau bonus demografi dari sisi produksi tahun yang lalu rasio konsumsi terhadap
dan industrialisasi masih menemui hambatan produk domestik bruto mencapai 68 persen,
terkait dengan kondisi makro perekonomian tetapi pada 2012 lalu terjadi penurunan
yang belum stabil, berbeda halnya jika sebesar 3 persen. Hal tersebut merupakan
bonus demografi dimaknai dari sisi konsumsi pertanda bahwa secara perlahan, tetapi pasti
sebagai pengatrol pertumbuhan ekonomi telah terjadi transformasi perekonomian.
nasional. Oleh karena itulah, memaknai bonus Kontribusi pengeluaran bukan makanan
demografi sebagai bentuk pertumbuhan kelas oleh rumah tangga menjadi lebih besar
menengah baru merupakan bentuk nyata dari daripada kontribusi pengeluaran makanan
jendela kesempatan (windows of opportunity) oleh rumah tangga. Seiring dengan pesatnya
sesungguhnya dalam memacu pertumbuhan pertumbuhan, kelas menengah Indonesia
ekonomi (Ndadari, 2012: 1). Antara tahun mengalami reorientasi dalam hal ekonomi
2003-2012, jumlah penduduk kelas menengah yang mengarah pada pemenuhan gaya hidup

Populasi Volume 23 Nomor 1 2015 13


Wasisto Raharjo Jati

Tabel 2
Komparasi Konsumsi Tahunan Indonesia Tahun 2012

2012
Komponen Pengeluaran 2010 2011
I II III IV I-IV
Konsumsi Rumah tangga 56,5 54,6 54,3 53,5 54,4 56,0 54,6
Konsumsi Pemerintah 9,1 9,0 7,0 9,1 8,3 11,1 8,9
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 32,0 32,0 31,9 32,7 33,1 34,8 33,2
Perubahan Inventori 0,3 1,0 4,4 3,4 1,2 -0,2 2,2
Diskrepansi Statistik 0,4 2,1 2,4 3,5 3,7 1,6 2,8
Ekspor Barang dan Jasa 24,6 26,3 24,9 24,5 23,2 24,6 24,3
Impor Barang dan Jasa 22,9 24,9 24,7 26,6 23,9 28,0 25,8
Produk Domestik Bruto 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: Alisjahbana, 2013

(lifestyling) yang mewakili kelas sosial tertentu. peduli utilitasnya demi kehidupan yang penting
Semakin majunya teknologi informasi maupun pemenuhan identitas perlu dicapai (Adhitama,
inovasi komoditas yang secara kontinu 2012: 7).
menjadikan masyarakat kelas menengah Peningkatan kelas menengah sebagai
Indonesia sebagai aktor yang apatis dan lebih
wujud fenomena bonus demografi telah
mengutamakan pemenuhan unsur material
berakibat langsung pada pertumbuhan kelas
saja (Pambudy, 2012: 20). Lifestyling yang
konsumsi (consuming class), yakni orang-
terjadi dalam kasus kelas menengah baru
orang dengan laba bersih tahunan sebesar
tersebut merupakan bentuk pencarian identitas
US$ 3,600. Kenaikan tersebut dapat dianalisis
dengan mengonsumsi sebuah barang tertentu.
melalui perbandingan tahun, yakni tahun
Identitas tersebut merupakan manifestasi
2011 mencatatkan pertumbuhan kaum kelas
adanya konstruksi kebutuhan diri yang
menengah Indonesia yang menakjubkan dari
dimediasi, dihidupi, dan dipenuhi sehingga kian
total 1,6 juta orang pada periode 2004 menjadi
mendorong untuk selalu berkonsumsi mencari
jati diri. Pola tersebut menggambarkan adanya 50 juta orang tahun 2011. Adanya kenaikan
consumer culture, yakni pemenuhan gaya fantastis itu menandakan kekuatan konsumsi
hidup yang berkembang menjadi produksi domestik yang begitu tinggi. Besarnya
komoditas yang dilakukan secara massal. Hal populasi penduduk tersebut telah berimplikasi
tersebut menandai era Fordisme, yakni era membuat tingkat konsumsi domestik selalu
konsumsi gaya hidup yang diproduksi secara tinggi (Yuswohady, 2012: 43). Kelas menengah
massal supaya setiap orang mendapatkan Indonesia dengan pengeluaran US$ 4 per hari
identitas dari komoditas tersebut. Namun yang yang berjumlah 18 persen dari total populasi
menjadi titik krusial kemudian adalah titik jenuh yang mencapai 40 juta penduduk selama
konsumsi dari era Fordisme memicu industri ini berhasil menopang 65 persen mobilitas
melakukan inovasi untuk menemukan barang barang dan jasa selama kurun waktu 2012.
baru sebagai identitas baru. Oleh karena Tentunya hal tersebut menjadi modal penting
itulah, aliran konsumsi menjadi tidak terputus dalam memproyeksikan segi konsumsi bonus
karena masyarakat selalu terdorong dan demografi untuk dioptimalkan lebih lanjut.
didorong untuk mengonsumsi komoditas, tidak Dari 237 juta penduduk Indonesia, sebanyak

14 Populasi Volume 23 Nomor 1 2015


Bonus Demografi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi

155 juta penduduk dewasa atau 82 persen tabungan akan negatif (orang tua membiayai
dari populasi telah memiliki harta antara US$ anaknya). Dalam periode produktif, yakni
10,000 hingga US$ 100,000. Sementara itu, umur 15-65 tahun, orang berpotensi memiliki
sebanyak 1,2 persen mempunyai kekayaan tabungan karena pendapatannya lebih besar
antara US$ 100,000US$ 1 juta dan hanya 0,1 dibandingkan dengan konsumsinya. Adapun
persen yang mempunyai kekayaan di atas US$ pada kelompok usia lanjut, yakni 65 tahun
1 juta. Adapun data lain yang dihimpun dari ke atas, tingkat tabungan yang ada akan
Bank Dunia menunjukkan bahwa persentase digunakan untuk masa pensiun. Oleh karena
penduduk dengan pengeluaran per kapita itu, tingkat tabungan swasta dan pemerintah
di atas US$4 per hari meningkat dari 5,7 dan konsumsi akan dipengaruhi oleh transisi
persen tahun 2003 menjadi 18,2 persen akhir demografi yang tersaji dalam komparasi
2011. Ini berarti ada 30 juta kelas menengah konsumsi di Tabel 3.
baru yang terlahir pasca krisis moneter yang
Optimisme yang dibangun perihal
mendera Indonesia tahun 1998. Hal tersebut
besarnya konsumsi oleh pertumbuhan kelas
merupakan potensi yang luar biasa untuk
menengah baru sebagai efek positif bonus
menggerakkan pertumbuhan ekonomi di atas
demografi di Indonesia terhadap menaiknya
8 persen karena permintaan terhadap mobil,
pertumbuhan ekonomi adalah sah-sah saja.
motor, telepon seluler, dan industri gaya hidup
Namun di tengah eforia tersebut, harus juga
meningkat begitu tajam. Optimisme yang dilihat dengan cermat fondasi terbentuknya
dibangun tersebut berdasarkan pengalaman kelas menengah baru tersebut.
Korea Selatan ketika negara tersebut masih
menikmati keuntungan demografi dan modal Pada dasarnya, kelas menengah
berupa pertumbuhan ekonominya mencapai Indonesia dalam konteks bonus demografi
rata-rata 8,5 persen dalam periode 1981-1995. sekarang ini boleh dikatakan masih sangat
Rasio investasi dengan Produk Domestik rentan. Kelas menengah ini secara mayoritas
Brutonya praktis berada di atas 30 persen, masuk dalam kategori pengeluaran di batas
bahkan mencapai lebih dari 40 persen dalam bawah, yaitu US$ 2-US$ 4 per hari atau
tahun 1991, begitu juga dengan rasio tabungan antara Rp18.000,00 sampai Rp36.000,00
yang mencapai 40 persen tahun 1988. per hari. Sebagian besar penduduk kelas
menengah dengan jumlah sebesar 91,5 juta
Ketika bonus demografi di Indonesia jiwa atau kurang lebih 68 persen dari total
mencapai puncaknya tahun 2030 nanti, kelas menengah secara keseluruhan masih
diproyeksikan akan terdapat 135 juta penduduk mendominasi dalam hal pengeluaran ini.
dengan tingkat konsumsi yang kuat. Selain itu, Adapun untuk kategori yang relatif dianggap
juga terdapat 71 persen penduduk perkotaan kuat, yaitu pengeluaran US$ 6-US$ 20 atau
yang berkontribusi 86 persen terhadap Produk antara Rp54.000,00-Rp180.000,00 per hari
Domestik Bruto. Bank Dunia mengklasifikasikan tercatat sebesar 15 juta penduduk atau 11
kelas menengah sebagai penduduk dengan persen dari total penduduk kelas menengah.
pengeluaran antara US$ 2-US$ 20 per hari. Jika melihat realitas tersebut, daya beli konsumtif
Pengeluaran konsumsi yang sifatnya gradula dari masyarakat Indonesia sebenarnya belum
tersebut merupakan bentuk dari life-cycle terlalu kuat sebagai suatu kelas menengah
hypothesis yang menyebutkan bahwa pola yang utuh. Selain masih didominasi konsumsi
konsumsi dan tabungan akan dipengaruhi menengah bawah, kelas menengah Indonesia
oleh siklus umur manusia. Pada masa kanak- juga rentan menghadapi middle income trap
kanak karena tidak ada pendapatan tingkat sebagaimana yang dialami oleh banyak

Populasi Volume 23 Nomor 1 2015 15


Wasisto Raharjo Jati

Tabel 3
Komparasi Konsumsi Masyarakat dan Pemerintah

Years CHH/GDP CHHF/GDP CHHNF/GDP CG/GDP


2000 0.616504 0.326192 0.290312 0.06532
2001 0.615615 0.32074 0.294875 0.067791
2002 0.611706 0.311841 0.299865 0.073301
2003 0.606525 0.303575 0.30295 0.076976
2004 0.606157 0.293856 0.312301 0.076213
2005 0.596182 0.284694 0.311489 0.076893
2006 0.583029 0.275573 0.307456 0.079888
2007 0.575692 0.269805 0.305887 0.078047
2008 0.572012 0.265466 0.306546 0.081297
2009 0.573535 0.262906 0.310629 0.089925
2010 0.565546 0.256314 0.309232 0.084995
Sumber: Friedrich, 2011: 44

negara ekonomi baru (new emerging economic pertumbuhan pesatnya diakibatkan oleh
countries), seperti Argentina, Kuba, serta adanya dukungan negara. Aparat negara
menyusul Malaysia, Thailand, dan FIlipina. mempunyai birokrasi yang sangat besar
Istilah tersebut adalah untuk negara-negara jumlahnya disertai kucuran anggaran untuk
berpendapatan menengah (middle-income subsidi dalam jumlah besar. Pada saat yang
countries) yang terjebak di posisinya dan sama, investasi menyerap tenaga kerja
tidak dapat melakukan lompatan untuk masuk berkualitas terbatas sehingga kelas menengah
menjadi negara maju baru. Terjebaknya suatu tersebut terjebak dalam golongan konsumtif
negara berkembang yang tidak dapat menjadi dan kurang produktif. Kelas menengah
negara maju disebabkan oleh minimnya Indonesia mempunyai kecenderungan senang
investasi dalam sumber daya manusia. Hal berkonsumsi, termasuk konsumsi ats barang
tersebut merujuk pada strategi poptimalisasi impor, sedangkan produktivitas mereka relatif
bonus demografi dari sisi produksi yang rendah karena sebagian besar pekerja di
menyebutkan bahwa penguasaan teknologi Indonesia bekerja di sektor informal. Sebanyak
70 persen dari populasi bonus demografi
melalui sumber daya manusia yang didapat
usia produktif yang bekerja sejumlah 109,7
bonus demografi bersimetris dengan
juta orang per Agustus 2011 berada di
pertumbuhan ekonomi. Negara yang terindikasi
sektor informal. Selebihnya yang 30 persen
terkena virus middle income trap tersebut
merupakan pekerja formal dan kantoran.
umumnya memiliki populasi besar dengan
Besarnya pekerja informal ditambah minimnya
tingkat konsumsi pangan dan nonpangan yang
produktivitas dalam negeri semakin membuat
hampir seimbang, ekonomi masih didominasi
jurang ketimpangan kian melebar. Hal tersebut
hasil ekstratif dan migas, serta industri strategis
dapat terindikasi dari indeks Gini yang dihitung
yang belum kuat fondasinya.
berdasarkan pendapatan bersih tiap orang.
Dalam kasus kelas menengah Indeks Gini menunjukkan angka 0,41 yang
di Argentina dan Kuba tahun 1980-an, berarti makin tinggi angkanya, makin timpang.

16 Populasi Volume 23 Nomor 1 2015


Bonus Demografi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi

Faktor lainnya adalah defisit sehingga komoditas tersebut dapat dibeli oleh
perdagangan. Selama Januari-Oktober 2012 masyarakat. Tidaklah mengherankan apabila
dibandingkan dengan periode yang sama sekarang ini pasar domestik dibanjiri oleh
tahun 2011, nilai ekspor Indonesia turun 6,22 komoditas asing, baik yang berkelas wahid
persen, sedangkan impor naik 9,35 persen. maupun berkelas biasa saja. Yang penting
Besarnya ketergantungan barang impor yang adalah pencitraan dan pemenuhan identitas
dilakukan oleh kelas menengah di Indonesia artifisial bahwa Indonesia mulai merangkak
justru tidak menciptakan adanya upaya menjadi negara maju melalui kekuatan daya
melakukan investasi keuangan dalam negeri. belinya (purchasing power) melalui bonus
Yang terjadi kemudian adalah banyak kapital demografi.
dalam negeri lari ke luar negeri dan bukan Menurut Bank Dunia (2011), kelas
bersirkulasi dalam ranah domestik. Oleh menengah Indonesia adalah kelas menengah
karena itulah, pemaknaan segi konsumsi dari yang mendapatkan uang dari aktivitas rente,
bonus demografi di Indonesia lebih banyak ledakan komoditas, serta margin di pasar
didominasi diskursus oleh lembaga asing keuangan dan perbankan. Adapun faktor
yang melihat potensi pengerukan keuntungan lain yang menyebabkan sumber kegagalan
dari membludaknya kelas produktif tersebut. kelas menengah mendongkrak tahapan
Tidaklah mengherankan jika lembaga ekonomi, ekonomi yang lebih tinggi adalah masalah
seperti McGlobal Kinsley pada September klasik berupa ketidakpastian hukum dan
2012 memberitakan Indonesia dapat menjadi infrastruktur yang kurang memadai. Pada
negara ekonomi terbesar dunia ke-7 dengan dasarnya, bonus demografi yang mengilhami
memanfaatkan bonus demografinya. Namun meledaknya pertumbuhan kelas menengah
pada saat bersamaan, segi konsumsi dari baru di Indonesia masih terjebak dalam logika
bonus demografi yang terjadi di Indonesia saat elitis. Dikatakan elite karena perekonomian
ini kurang begitu menggema dalam pembuatan masih didominasi kelas borjuis yang masih
kebijakan fiskal di Indonesia. menghamba negara. Hal itu dapat dilihat
Besarnya angka konsumsi tanpa dalam berbagai ulasan media bahwa korupsi
dimbangi produktivitas dan ditambah terjadi karena kongkalingkong antara bisnis
dan politik. Adalah suatu keniscayaan apabila
ketergantungan yang tinggi terhadap subsidi
politik tidak mendanai diri pribadi demi tujuan
negara melemahkan potensi bonus demografi.
tertentu dan bisnis selalu menggunakan logika
Seharusnya yang terjadi dalam hal bonus
money talks dalam berbisnis. Akibatnya, kelas
demografi adalah kelas menengah yang
borjuis sama dengan model kapitalisme semu
mandiri dan memiliki usaha produktivitas
era Orde Baru yang tidak dapat mandiri dan
sehingga mampu memacu ekonomi negara.
lepas dari negara.
Masalahnya adalah kelas menengah
Indonesia merupakan kelas ekonomi rente.
Kesimpulan
Kelas menengah Indonesia masih terbelenggu
dalam zona kenyamanan yang diberikan Perbincangan mengenai konteks bonus
pemerintah, seperti kebijakan Bank Indonesia demografi di Indonesia merujuk pada pemahaman
untuk senantiasa menjaga BI rate dalam pokok bahwa fenomena siklus populasi tersebut
zona stabil. Zona stabil yang dimaksudkan belum dimanfaatkan secara maksimal oleh
untu menjaga nilai suku bunga berada dalam negara. Tulisan ini telah menganalisis bonus
rentang interval hingga 5 persen adalah demografi dan hasilnya adalah baik dari
untuk menurunkan harga barang ekspor/impor segi produksi maupun konsumsi, fondasinya

Populasi Volume 23 Nomor 1 2015 17


Wasisto Raharjo Jati

belum kuat sebagai mesin pertumbuhan Bonus demografi masih perlu dikaji, terutama
ekonomi. Penguatan investasi dalam sumber bagaimana mengontekskannya dengan
daya manusia, seperti perbaikan infrastuktur industrialisasi maupun sektor UKM. Hal ini
pendidikan, perbaikan kualitas gizi, maupun karena sebagian besar dari 60 persen bonus
hal sejenisnya, belum begitu diperhatikan. Hal demografi Indonesia berkecimpung dalam
tersebut masih dapat terlihat dari tingginya angka sektor informal. Semoga bonus demografi
rasio ketergantungan antarprovinsi maupun menjadi lokus studi untuk dikembangkan lebih
indeks rasio Gini yang masih mengindikasikan lanjut.
ketimpangan dalam demografi yangmasih
menganga. Banyaknya pekerja informal dengan Daftar Pustaka
kualitas kerja yang belum mumpuni belumlah
Adhitama, Toeti Prahas. 2012. Memaknai
kompetitif untuk menghasilkan industrialisasi
Bonus Demografi, Media Indonesia, 20
yang sifatnya strategis.
Juli, hlm.9.
Adapun dari segi konsumsi, munculnya Adioetomo, Sri Moertiningsih. 2005. Bonus
kelas menengah baru di Indonesia sebagai Demografi : Hubungan antara Pertumbuhan
wujud konsumtif harus diakui sebagai mesin Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi.
pertumbuhan ekonomi melalui segmen 56 persen Jakarta : BKKBN
konsumsi Produk Domestik Bruto. Namun kelas
menengah Indonesia terlalu dimanjakan dengan Alisjahbana, Armida. 2013. Perkembangan
kebijakan pemerintah sehingga kreativitas Ekonomi Terkini dan Prospek Ekonomi
Tahun 2013. http://bappenas.go.id/get-file-
mereka dalam berproduksi berkurang. Hal inilah
server/node/12568/, tanggal 7 Februari,
yang kemudian membuat kelas menengah di
pukul 14.38 WIB.
Indonesia berjalan stagnan dan tidak ada
perubahan sama sekali, hanya menonjolkan Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan
sisi konsumtifnya yang besar saja. Adapun Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi
ditinjau pemahaman teoretis dan praktis, korelasi Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
bonus demografi Indonesia dan pertumbuhan Bank Dunia. 2009. Indonesia 2014 and Beyond:
ekonomi adalah kasus unik dalam teori ekonomi A Selective Look. Jakarta : Bank Dunia.
kependudukan. Dalam satu sisi, segi produksi
Bank Dunia. 2011. Perkembangan Triwulanan
dari bonus demografi belum menjadi fondasi
Perekonomian Indonesia. Jakarta: Bank
kuat bonus demografi. Namun pada saat
Dunia.
bersamaan, konsumsi bonus demografi justru
menopang pertumbuhan ekonomi. Di sinilah letak Bloom, David; David Canning and Jaypee
keunikannya ketika teori ekonomi kependudukan Sevilla. 2003. The Demographic Dividend:
melihat produktivitas dari bonus demografi A New Perspective on the Economic
sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Dalam Consequences of Population Change.
kasus Indonesia, justru segi konsumsi bonus Santa Monica: RAND.
demografi yang menjadi penopang pertumbuhan Cerra, Valerie dan Sweta Saxena. 2008.
ekonomi. Growth Dynamics: The Myth of Economic
Penelitian mengenai bonus demografi Recovery, American Economic Review 98
ini masih perlu dilanjutkan karena minimnya (1): 439-457.
sarjana ekonomi kependudukan maupun Friedrich Ebert Stiftung. 2011. Economy of
rumpun ilmu sosial lainnya yang menaruh Tomorrow: Indonesia. Yogyakarta: UAJY
agenda bonus demografi sebagai lokus studi. Press.

18 Populasi Volume 23 Nomor 1 2015


Bonus Demografi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi

Kasmiyati. 2012. Peran Kependudukan dalam


Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia,
Makalah Kuliah Umum Pasca Sarjana
Kependudukan Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta 25 September.
Lee, Ronald. 2003. The Demographic
Transition: Three Centuries of Fundamental
Change, Journal of Economic Perspectives
17 (4): 167-190.
Ndadari, Gebyar Lintang. 2012. Pertumbuhan
Kelas Menengah Indonesia: Peluang
Peningkatan Kapasitas Produksi, IIS UGM
Newsletter 11 (3): 1.
Pambudy, Ninuk Mardiana. 2012. Gaya
Hidup Suka Mengkonsumsi dan Meniru:
Beranikah Berinovasi ?, Prisma 31 (1):
14-28.
Soelistianingsih, Lana. 2012. Rentannya Kelas
Menengah Indonesia. Jurnal Nasional, 17
Januari, hlm.7.
Srihadi, Endang. 2012. Bonus Demografi:
Jendela Kesempatan atau Jendela
Bencana?, Update Indonesia 7 (1): 2-8.
Tohari, Amien. 2010. Pemikiran Masri
Singarimbun dalam Konteks Studi Agraria
di Indonesia, dalam Pemikiran Agraria
Bulaksumur, Endriatmo Soetarto (eds.).
Yogyakarta: STPN Press.
Yuswohady. 2012. Consumer 300: Revolusi
Konsumen Kelas Menengah Indonesia.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Populasi Volume 23 Nomor 1 2015 19

Anda mungkin juga menyukai