Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

SINDROMNEFROTIK

DISUSUN OLEH :
1. JULIS MUHARAM
2. ESTI RUSTIKA
3. ZUMRATUL AINI
4. YETI DWIPITA
5. YUPITA DAMAYANTI

DOSEN : Ns. YOSI OKDALIA, S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BHAKTI HUSADABENGKULU
TAHUN AJARAN 2012 /2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah. SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya serta memberikan perlindungandan kesehatan sehingga penulis dapat
menyusun makalah dengan judul Sindrom Nefrotik . Dimana makalah ini sebagai salah
satu syarat untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penyusunan makalah ini penulis
banyak menemui kesulitan dikarenakan keterbatasan referensi dan keterbatasan penulis
sendiri. Dengan adanya kendala dan keterbatasan yang dimiliki penulis maka penulis
berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun makalah dengan sebaik-baiknya.
Sebagai manusia penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi perbaikan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya, Amin.

Bengkulu, 15 Mei 2013

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1

1.1 LatarBelakang..................................................................................... 1
1.2 MaksuddanTujuan.............................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3

A. Penertian............................................................................................ 3
B. Etiologi.............................................................................................. 5
C. Manifestasiklinik............................................................................... 7
D. Pemeriksaanpenunjang...................................................................... 8
E. Pengobatan........................................................................................ 8
F. Prognosis .......................................................................................... 9
G. Komplikasi........................................................................................ 10

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 11

A. Kesimpulan........................................................................................... 11
B. Saran..................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kanker adalah penyebab utama kedua kematian di Amerika Serikat, hanya penyakit
kardiovaskuler yang menimbulkan korban lebih banyak. Yang lebih menyakitkan daripada
angka kematian adalah penderitaan emosional dan fisik yang ditimbulkan oleh neoplasma.
Pasien dan masyarakat sering bertanya Kapan ada obat yang dapat menyembuhkan
kanker?.
Jawaban bagi pertanyaan sederhana ini sulit karena kanker bukan suatu penyakit,
tetapi beragam penyakit yang sama-sama memiliki gambaran kekacauan pengendalian
pertumbuhan. Beberapa kanker seperti Limfoma Hodkgin, dapat disembuhkan, sementara
yang lain, misalnya kanker pancreas, memperlihatkan angka kematian yang sangat tinggi.
Satu-satunya harapan untuk mengendalikan kanker terletak pada mempelajari lebih banyak
tentang kausa dan patogenesisnya, dan telah banyak dilakukan upaya untuk memahami kausa
dan dasar molecular kanker.
Dalam ilmu patologi anatomic, tumor identik dengan neoplasma. Sedangkan dalam
klinik istilah tumor sering digunakan untuk semua tonjolan dan diartikan sebagai
pembengkakan, pembengkakan ini dapat disebabkan baik oleh neoplasma, maupun oleh
radang ( rubor, calor, dolor, tumor, funtio laesa yang merupakan tanda asasi radang dari
celcus ) atau perdarahan, dan sebagainya. Neoplasma membentuk tonjolan disebabkan oleh
neoplasma.
Neoplasma ialah penyakit pertumbuhan sel. Regenerasi epitel dan pembentukan
jaringan granulasi juga merupakan kumpulan sel baru yang sedang tumbuh. Tetapi bukan
neoplasma karena pertumbuhannya sesuai dengan jalannya pertumbuhan normal.
Seperti diketahui sel itu mempunyai dua tugas utama yaitu bekerja dan berkembangbiak.
Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma, sedangkan berkembang biak bergantung
kepada aktivitas intinya. Pada sel neoplasma terjadi perubahan sifat, sehingga sebagian besar
energy digunakan untuk berkembang biak.
Seperti diketahui sitoplasma itu terdiri atas 3 bagian terpenting yaitu :
1. Partikel-partikel besar atau mitochonrdria
2. Partikel-partikel kecil atau mikrosom = ergastoplasma = endoplasmic reticulum
3. Zat-zat yang terlarut.
Mitochondria merupakan pabrik energy daripada sel karena mengandung enzim-enzim
pernafasan untuk Krebs tricarboxylic acid cycle dan untuk pembentukan adenosine
triphosphate yang mengandung banyak energy sebagai ikatan fosfat, yang sangat berguna
untuk aktivitas anabolic daripada sel.
Pada tomur-tumor eksperimentil mitochondria sangat berkurang jumlahnya, kadang-kadang
hanya dari jumlah normal, besarnya tidak sama, kristanya tidak teratur dan sering
menunjukkan degenerasi. Karena itu enzim-enzim yang diperlukan untuk fungsi sel juga
sangat berkurang.
Ergastoplasma ialah saluran-saluran dengan pelebaran-pelebaran, cistern-cisterna dan
vesikel-vesikel yang mengandung ribosomal RNA di permukaannya untuk pembuatan asam-
asam amino.
Pada neoplasma vesikel-vesikel melebar dan berkurang jumlahnya. Ini menunjukkan bahwa
ergatoplasma fungsi-fungsinya berkurang atau hilang sama sekali.

B. MAKSUD DAN TUJUAN


1. MahasiswamemahamipengertianSindromNefrotik
2. Mahasiswamemahami etiologi, patofisiologi dan pathways, manifestasi klinik,
pemeriksaan penunjang, pengobatan, prognosis, komplikasiSindromNefrotik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjauan pustaka ini penulis akan menyampaikan tentang sindrom nefrotik
meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi dan pathways, manifestasi klinik, pemeriksaan
penunjang, pengobatan, prognosis, komplikasi, konsep pertumbuhan dan perkembangan
anak usia 3 sampai 6 tahun, intervensi keperawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi,
proses keperawatan.

A. Pengertian
Neoplasma adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh
terus-menerus secara tidak terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak
berguna bagi tubuh.
Dari beberapa literatur didapatkan bahwa pengertian tentang sindrom nefrotik
bermacam-macam antara lain: sindrom nefrotik ditandai dengan proteinuria, hipoproteinemia,
edema, hiperlipidemia. (Behrman, Kliegman, Arvin, 2000: 1828). Sedangkan menurut Carta
A Gunawan, 2002: 1, sindrom nefrotik adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai
oleh proteinuria masif yang keluar lebih dari 3,5 gram per hari/ 1,73m luas permukaan tubuh,
hipoalbuminemia (kurang dari 3,5 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas.
Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap
protein yang menyebabkan kehilangan protein yang masif, hal ini adalah pengertian sindrom
nefrotik menurut Wong, D L, 2004 : 550.
Dari beberapa pengertian menurut para ahli, penulis dapat menyimpulkan bahwa
pengertian dari masing-masing ahli intinya adalah sama yaitu sindrom nefrotik adalah
keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein
plasma, yang menimbulkan protein urea, hipoalbuminemia atau hipoprotein, hiperlipidemia
atau hiperkolestrolemia, edema, hiperkoagulabilitas, lipiduria. Proteinuria masif yang keluar
lebih dari 3,5 gram setiap hari/ 173 m luas permukaan tubuh dan hipoalbumineia (kurang dari
3,5 gr/dl)
Sindrom nefrotik digolongkan berdasarkan temuan-temuan klinis dan hasil
pemeriksaan mikroskopik jaringan ginjal. Berdasarkan penggolongan klinis, sindrom nefrotik
ini dibedakan berdasarkan jalannya penyakit, pengobatan dan prognosisnya. (Betz CL,
Sowden LA, 2002: 333). Ada beberapa referensi menyampaikan tentang tipe-tipe sindrom
nefrotik antara lain :
1. Menurut Wong, D L, 1999: 1385 menjelaskan beberapa tipe sindrom nefrotik yaitu :
Sindrom nefrotik lesi minimal (MCNS = Minimal Change Nefrotic Syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia prasekolah. Anak
dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat
dengan mikroskop cahaya. Juga diketahui sebagai sindrom nefrotik idiopatik.
Sindrom nefrotik sekunder, terjadi selama perjalanan penyakit kolagen, seperti lupus
eritematosus sistemik dan purpura anafilaktid, glomerulanofritis, infeksi sistem
endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
Sindrom nefrotik kongenital merupakan faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan
oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya
pendek dan gejala awalnya dalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten
terhadap semua jenis pengobatan, dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun
pertamakehidupan bayi jika tidak dilakukan dialisis.
2. Sedangkan menurut Betz CL, Sowden LA, 2002: 334 tipe sindrom nefrotik ada 2 tipe
yang digolongkan berdasarkan penyebabnya, yaitu sindrom nefrotik primer yang
terdiri dari penyakit kongenital, misalnya sindrom nefrotik tipe-Finlandia dan sindrom
nefrotik perubahan minimal, dan sindrom nefrotik sekunderakibat dari pascainfeksi
antara lain glomerulonefritis, infeksi bakteri sistemik; penyakit vaskular antara lain
sindrom uremik-hemolitik, trombosis vena renalis; penyakit keluarga yaitu sindrom
alport; obat dan logam beram; nefrosis alergik.
3. Menurut Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002 : 832 tipe sindrom nefrotik
terdiri dari sindrom nefrotik bawaan, gejalanya adalah edema pada masa neonatus.
Sindrom nefrotik sekunder yang disebabkan oleh malaria kuartana atau penyakit lain;
penyakit kolagen seperti lupus eritematusdiseminata, purpura anafilaktoid;
glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis; bahan
kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengtan lebah, air
raksa; amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferatif
hipokomplementik. Sindrom nefrotik idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya.

Setelah penulis mendapatkan dari beberapa referensi, penulis dapat menyimpulkan


bahwa ada perbedaan sedikit perbedaan dalam penggolongan atau tipe sindrom nefrotik.
Tetapi pada intinya tipe sindrom nefrotik di golongkan berdasarkan penyebabanya yaitu
terdiri dari sindrom nefrotik kongenital / bawaan sebagai reseseif autosomal atau karena
reaksi maternofetal; sindrom nefrotik sekunder akibat dari penyakit tertentu; sindrom nefrotik
idiopatik / primer/ lesi minimal yang penyebabnya tidak diketahui.

B. Etiologi
Menurut Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002: 832, sebab yang pasti
belum di ketahui. Umumnya dibagi menjadi : Sindrom nefrotik bawaan, diturunkan sebagai
reseseif autosomal atau karena reaksi fetomaternal. Sindrom nefrotik sekunder disebabkan
oleh: parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis,
trombosis vena renalis, bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
air raksa. Sindrom nefrotik idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya.
Sedangkan menurut Carta AG, 2002: 2 penyebab sindrom nefrotik adalah sindrom
nefrotik primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer dengan sebab tidak
diketahui. Sindrom nefrotik sekunder akibat penyakit infeksi, keganasan, obat-obatan,
penyakit multi sistem, alergi, penyakit herediter, toksin, trombosis vena renalis, obesitas
masif. Penyebab umumnya adalah kelainan glomerulus akibat dari benigna, glomenuonefritis,
glomerosklerosis, nefropati IgA, penyakit minimal. Kelainan sekunder akibat herediter,
autoimun,infeksi, obat (anti inflamasi non steroid, heroin, emas. (Thiser CC, Wilcox CS,
1997: 38).
Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa etiologi sindrom nefrotik
digolongkan berdasarkan tipe-tipenya yaitu sindrom nefrotik bawaan diturunkan sebagai
reseseif autosomal atau karena reaksi fetomaternal. Sindrom nefrotik sekunder akibat
penyakit tertentu. Sindrom nefrotik primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan
primer dengan sebab tidak diketahui.

C. Patofisiologi
Kelainan patogenik yang mendasari sindrom nefrotik adalah proteinuria, akibat dari
kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomeruluis. (Behrman, Kliegman, Arvin, 2000:
1828). Proteinuri merupakan kelainan dasar sindrom nefrotik. Proteinuri sebagian berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi
tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrane basalis glomerulus menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang
diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat proteinuri tidak menunjukkan atau
berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pada nefropati lesi minimal
proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya size selectivity. (Carta A Gunawan, 2002: 2).
Mekanisme dari kenaikan permeabilitas ini belum diketahui tetapi mungkin terkait,
setidak-tidaknya sebagian dengan hilangnya muatan negatif glikoprotein dalam dinding
kapiler. Pada status nefrosis, protein yang hilang biasanya 2 gram setiap 24 jam dan terutama
terdiri dari albumin, hipoproteinemia pada dasarnya adalah hipoalbuminemia. Umumnya
edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 g/dL (25 g/L). (Behrman,
Kliegmn, Arvin, 2000: 1828).
Rangkaian keadaan yang menunjukkan mulai dari proteinuri sampai sindrom nefrotik
tergantung dari perkembangan dari hipoalbiminemia. Hipoalbuminemia mengurangi tekanan
onkotik plasma dan kemudian mengakibatkan perpindahan cairan intravascular ke ruang
interstitial. Kejadian menimbulkan edema perifer, anasarka dan acites. Karena berkurangnya
volume darah arteri yang efektif, akibatnya terjadi peningkatan produksi garamdan retensi
cairan melalui sistrem renin-angiotensin-aldosteron dan system saraf simpatis, yang
mengembalikan volume darah arteri yang efektif dan tekanan darah yang stabil ini diperburuk
oleh edema, anasarka, asites. (Thiser CC, Wilcox CS, 1997: 39).
Mekanisme pembentukan edema pada nefrosis tidak dimengerti sepenuhnya.
Kemungkinan edema di dahului oleh timbulnya albuminemia, menyebabkan tekanan onkotik
plasma yang memungkinkan transudasi cairan dari intravaskuler ke ruang intertsisial.
Penurunan tekanan intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal, mengaktifkan sistem
renin-angiotensin-aldosteron merangsang reabsorbsi natrium di tubulus distal.
Penurunan volume intravaskuler juga merangsang pelepasan hormon antidiuretik,
yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik plasma
berkurang, natrium dan air yang telah direabsorbsi masuk ke ruang interstisial memperberat
edema. Adanya faktor-faktor lain yang juga memainkan peran dalam pembentukan edema
dapat ditunjukkan dengan observasi bahwa beberapa penderita sindrom nefrotik mempunyai
volume intravaskuler yang normal atau menurun. Penjelasan secara hipotesa meliputi defek
intra renal dalam ekskresi natrium dan air atau adanya agen dalam sirkulasi yang menaikan
permeabilitas dinding kapiler di seluruh tubuh, serta dalam ginjal.
Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigiserid) dan lipoprotein
serum meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang memberikan sebagian penjelasan
(1) hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, (2) katabolisme
lemak menurun, karena penuruna kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang
mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein lipase keluar melalui urin belum diketahui
secara jelas. (Behrman, Kliegman, Arvin, 2000)
Pada pasien sindrom nefrotik primer timbul hiperkolesterolemia dan hiperlipidemia.
Umumnya terdapat korelasi terbalik antara albumin serum dan kolesterol. Pada pasien
sindrom nefrotik konsentrasi lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan lipoprotein
densitas rendah (LDL) meningkat dan kadang-kadang sangat mencolok. Lipoprotein densitas
tinggi (HDL) umumnya normal atau meningkat pada anak-anak walaupun rasio pada
kolesterol-HDL terhadap kolesterol total tetap rendah. Seperti pada hipoalbuminemia,
hiperlipidemia dapat disebabkan oleh sintesis yang meningkat atau karena degradasi yang
menurun. Namun meningkatnya kadar lipid dapat pula terjadi pada laju sintesis albumin yang
normal. (IGN Wila Wirya, 1996: 353)

D. Manifestasi Klinik
Bermacam-macam manifestasi klinik diungkapkan oleh beberapa ahli diantaranya
menurut Wong DL, 2004: 551, yaitu : penambahan berat badan; edema; wajah sembab
khususnya di sekitar mata, timbul pada saat bangun pagi berkurang saat siang hari;
pembengkakan abdomen (acites); kesulitan pernafasan; pembengkakan labia atau skrotal;
edema mukosa usus; diare, anoreksia, absorpsi buruk; pucat kulit eksterm (sering); peka
rangsang; mudah lelah; letargi; tekanan darah normal atu sedikit menurun; kerentanan
terhadap infeksi; perubahan urin menurunnya volume urine, warnanya gelap, berbau buah.
Sedangkan menurut Betz CL, Sowden LA, 2002: 335 retensi cairan dan edema yang
menambah berat badan, edema periorbital, edema dependen, pembengkakan genetalia,
eksterna, edema fasial, asites, hernia ingunalis dan distensi abdomen, efusi pleural.
Penurunan jumlah urin (urin gelap, berbusa). Hematuria, anoreksia, diare, pucat, gagal
tumbuh, pelisutan otot jangka panjang.
Manifestasi utama adalah edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan. Dan
umumnya ditemukan di mata, ekstermitas, abdomen. Gejala lain seperti malaise, sakit kepala,
iritabilitas dan keletihan umumnya terjadi. (Smeltzer, Bare, 2002: 1442).
Dari bermacam-macam manifestasi klinik diungkapkan oleh beberapa ahli, penulis
menyimpulkan bahwa pada intinya manifestasi klinik sindrom nefrotik antara lain: yang
utama adalah edema akibat retensi cairan yang dapat timbul diberbagai bagian tubuh
sehingga terjadi kenaikan berat badan. Gejala lainnya anoreksia, diare, pucat, gagal tumbuh,
pelisutan otot jangka panjang. malaise, sakit kepala, iritabilitas. Penurunan jumlah urin (urin
gelap, berbusa), hematuria.
E. Pemeriksaan Penunjang
Skrining rutin terhadap proteinuria dilakukan dengan tes carik celup urin biasa. Tes ini
hanya pemeriksaan kualitatif dan hanya sedikit berarati, kecuali jika berat jenis urin secara
specific diukur simultan. Diperlukan pengumpulan urin 24 jam untuk mengukur kuantitas
ekskresi protein. Pasienharus diinstruksikan untuk mengosongkan dan membuang urin yang
dikeluarkan pagi hari ketika bangun tidur. Analisis mikroskopik dari hasil sentrifugasi sample
urin merupakan langkah yang penting dalm evaluasi ini. Bila terdapat hematuria, piuria dan
silinder selular maka menunjukkan glomerulonefrit. Kimia darah dapat membuktikan
informasi yang berharga pada pasien dengan proteinuria. Albumin plasma <3,5 g/dL khas
pada proteinuria pada tingklat nefrotik, atau sindrom nefrotik full-blown.peningkatan kadar
trigliserida (>300 mg/dL) dan kolesterol (>200mg/dL) menunjukkan gejala sindrom nefrotik.
Peningkatan kadar kreatinin serum dan BUN menunjukkan isufisiensi renal.
Ultrasonografi dilakukan untuk menetukan keadaan kedua ginjal, ukuran dam derajat
ekogenisitasnya, serta untuk menyingkirkan adanya obstruksi traktus urinarius bagian bawah.
Pemeriksaan serologic berikutnya didapatkan untuk mendiagnosa gangguan sistemik seperti
lupus eritematosus sistemik (SLE), rematoid arthritis, postinfeksi glomerulonefritis dan
hepatitis. (Tisher CC, Wilcox CS, 1997: 40).
Menurut Betz CL, Sowden LA, 2002: 335 pemeriksaan laboratorium menunjukkan uji
urin : Protein urin meningkat; urinalisis cast hialin dan granular, hematuria; dipstick urin
positif untuk protein dan darah; berat jenis urin meningkat. Uji darah menunjukkan albumin
serum menurun; kolesterol serum meningkat; hemoglobin dan hematokrit meningkat
(hemokonsentrasi); laju endap darah meningkat; elektrolit serum bertvariasi dengan keadaan
penyakit perorangan.

F. Pengobatan
Ada beberapa penatalaksanaan pada pasien dengan sindrom nefrotik, menurut
beberapa ahli pengobatannya antara lain adalah : Istirahat sampai edema tinggal sedikit.
Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3-4 g/kg BB/hari dengan garam minimal
bila edema masih berat. Bila edema berkurang maka dapat mengkonsumsi garam sedikit.
Mencegah infeksi, harus diperiksa kemungkinan anak juga menderita tuberculosis. (Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002: 834).
Diuretikum diberikan apabila edema tidak memberikan respon dengan membatasi
pemasukan garam dalam makanan, maka sering diberikan diuretic. Langkah pertama dapat
diberikan obat tiazid, sebaiknya dikombinasi dengan obat penahan kalium, seperti
sprinolakton atau triateren. Namun banyak pasien terutama dengan anasrka, volume berlebih,
atau dengan kongesti paru-paru tidak memberikan respon terhadap obat tiazid. Untuk
keadaan ini diperlukan pemberian furosemid, asm etakrin, bumetamid. Diantara obat-obatan
ini yang palingsering dipakai karena toleransi yang baik bahkan dengan dosis sangat tinggi.
Bisa diberikan secara oral maupun intravena antara 25-1000 mg/hari tergantung pada
beratnya edema dan respon terhadap pengobatan. (IGN Wila Wirya, 1996: 353).
Kortikosteroid, Internasional Cooperative Study of Kidney Diasease in Children
(ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut : Selama 28 hariprednison diberikan
per oral dengan dosis 60 mg/ hari/ luas permukaan tubuh (lpb) dengan maksimum 80 mg/
hari. Kemudian dilanjutkan dengan prednisone per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/
hari/ lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002:
834).
Antibiotik hanya diberikan bila ada infeksi. Pungsi acites, pungsi hidrotorax
dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal janyung diberikan digitalis. Medikasi lain
yang digunakan dalm penanganan sindrom nefrotik mencakup agen antineoplastik (cytoxan)
atau agen imunosupresif (imuran, leukeran, atau siklosparin). Jika terjadi kambuh, penaganan
kortikosteroid ulang diperlukan.(Smeltzer SC, Bare BG, 2002: 1442).

G. Prognosis
Sebagian besar anak dengan nefrosis yang berespon terhadap steroid akan mengalami
kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri secara spontan menjelang
usia akhir decade kedua. Yang penting adalah menunjukkan pada keluarganya bahwa anak
tersebut tidak akan menderita sisa disfungsi ginjal, bahwa biasanya penyakit tersebut tidak
herediter, dan anak akan tetap fertile bila tidak ada terapi siklosflosfamid atau klorambisil.
Untuk memperkecil efek psikologis nefrosis, ditekankan bahwa selama masa remisi anak
tersebut normal tidak perlu pembatasan diet dan aktivitas. Pada yang sedang berada pada
masa remisi pemeriksaan urin protein biasanya tidak diperlukan. (Behrman, Kliegman, Arvin,
2000: 1831).
Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak berdaya
terhadap kelainan ginjal.penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan
bertahun-tahun dengan kortikosteroid. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002:
834).
H. Komplikasi
Komplikasi sindrom nefrotik mencakup infeksi akibat defisiensi respon imun,
tromboembolisme (terutama vena renal), embnoli pulmoner, dan peningkatan terjadinya
aterosklerosis.(Smeltzer, SC, Bare BG, 2002: 1442) Komplikasi dari sindrom nefrotik dapat
terjadi sabagai bagian dari penyakit sendiri atau sebagai akibat pengobatan. Kelainan
koagulasi dan timbulnya trombosis. Beberapa kelainan koagulasi dan system fibrinolitik
banyak ditemukan pada pasien sindrom nefrotik. Berakibat adanya keadaan hiperkoagulasi
dengan meningkatnya masalah tromboemboli. Angka kejadian komplikasi ini 1,8 % pada
anak.
Perubahan hormone dan mineral, gangguan hormone timbul karena protein pengikat
hormone hilang dalam urin. Dilaporkan adanya kalsium terionisasi yang menurun 50 %
sampai 80 % pada pasien sindrom nefrotik yang menunjukkan bahwa hipokalsemia memang
mungkin terjadi.
Pertumbuhan abnormal dan nutrisi, telah diketahui sejak lama bahwa pertumbuhan
badan sangat menurun dan terhenti sama sekali pada anak dengan sindrom nefrotik yang
tidak terkontrol. Namun rupanya tidak ada sisa gangguan pertumbuhanpada pasien yang
sembuh, dan kebanyakan anak nmenunjukkan pertumbuhan kompensasi, dan kembali pada
laju pertumbuhan semula setelah remisi jangka panjang.
Meningkatnya kerentanan terhadap infeksi adalah biasa pada anak dengan sindrom
nefrotik yang relaps. Sebelum ditemukan antibiotik, kebanyakan kematian disebabkan oleh
infeksi, seriprofilaksiktidak bermanfaat mencegah infeksi. Erupsi erisipeloid pada kulit oerut
atau paha sering ditemukan.
Anemia ringan kadang ditemukan pada pasien sindrom nefrotik. Pada pasien yang
volume vascular yang bertambah anemianya terjadi karena pengenceran. Pada bebrapa pasien
terdapat transferin serum yang sangat menurun, karena hilangnya protein dalam jumlah besar
melalui urin.
Gangguan fungsi tubulus proksimal secara keseluruhan agak jarang ditemukan.
Umumnya kelainan ini ditemukan pada usia muda dengan sindrom nefrotik berat dengan
resisten steroid awal atau terlambat. Adanya gagal ginjal akut pada anak sindrom nefrotik
perlu disingkirkan kemungkinan penyebablain seperti nefritis interstitial karena diuresik,
nefrotoksisitaskarena bahan radiokontras, antibiotic. (IGN Wila Wirya, 1996: 377).

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Neoplasma adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh
terus-menerus secara tidak terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak
berguna bagi tubuh.

B. SARAN
Untuk penyempurnaan pembuatan makalah kedepannya, kami dari kelompok 2
mengharapkan adanya saran dari semua pihak baik dosen maupun seluruh mahasiswa yang
mengikuti diskusi Mata Kuliah Biomedik III terhadap kekurangan yang terdapat pada
makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Central Bureau of Statistics et al 1995 Indonesia Demographic and health Survey
Departemen Kesehatan R.I 1994 Profil Kesehatan Indonesia 1994, Pusat Data
Kesehatan, Jakarta
2. Foster, George M dan Barbara G. Anderson 1986 Antropologi Kesehatan,
diterjemahkan oleh Meutia F. Swasono dan Prijanti Pakan. Jakarta: UI Press
3. Raharjo, Yulfita dan Lorraine Comer 1990 'Cultur Attitudes to health and sickness in
public Health programs: a demand-creation approach using data from West Aceh,
Indonesia',Health Transition: The Cultural. Social and Behavioral determinants of
Health, volume 11. Disunting oleh John C. Caldwell, et al., Canberra: Health
Transition Centre.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 1995. Survei Kesehatan Rumah
Tangga 1995. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai