Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Jantung


Jantung merupakan organ muskular berbentuk piramid,terletak diatas
diafragma. Jantung berada dalam rongga toraks diarea mediastinum (ruang antar
paru),letak jantung condong ke sisi kiri daripada kanan tubuh. Apeks jantung
terletak pada ruang interkosta ke-5 dan basal berada setinggi iga-2. Ukuran
jantung kira-kira sebesar tinju individu pemiliknya. Ukuran jantung pada orang
dewasa adalah panjang kira-kira 12 cm,lebar dibagian yang paling lebar 6 cm,dan
berat kira-kira 300 gram.7

Jantung dibagi oleh septa vertikal menjadi empat ruang : atrium dextra,
atrium sinistra, ventrikel dextra dan ventrikel sinistra. Atrium dextra terletak
anterior terhadap atrium sinistrum dan ventrikel dexter anterior terhadap ventrikel
sinistra. Dinding jantung tersusun atas otot jantung, miokardium, yang di luar
terbungkus oleh perikardium serosum, yang disebut epikardium, dan di bagian
dalam diliputi oleh selapis endotel, disebut endokardium.
a. Atrium dextra
Atrium dextra terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil, auricula.
Pada permukaan jantung, pada tempat pertemuan atrium kanan dan auricula
kanan terdapat sebuah sulkus vertikal, sulkus terminalis, yang pada
permukaan dalamnya berbentuk rigi disebut krista terminalis. Bagian atrium
di anterior berdinding kasar atau trabekulasi oleh karena tersusun atas berkas

2
serabut serabut otot, musculi pectinati, yang berjalan dari crista terminalis
ke auricular dextra.
b. Ventrikel dextra
Terletak tepat di bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan
berada di kanan depan ventrikel sinistra dan di media atrium dextra. Katub
trikuspid melindungi osteum antrioventrikular, terdiri dari tiga cupis yang
dibentuk oleh lipatan endokardium disertai sedikit jaringan fibrosa yang
meliputi kupis anterior , septalis dan inferior(posterior). Basis kupis melekat
pada cincin fibrosa rangka jantung sedangkan ujung bebas dan permukaan
ventrikelnya dilekatkan pada korda tendinae.
c. Atrium sinistrum
Atrium sinistrum terdiri atas rongga utama dan auricula sinistra. Atrium
sinistra terletak di belakang atrium dextra dan membentuk sebagian besar
basis atau facies posterior jantung. Di belakang atrium sinistrum terdapat
sinus obliqus perikardii serosum dan perikardium fibrosum memisahkannya
dari esofagus. Bagian dalam atrium sinistra licin, tetapi auricula sinistra
mempunyai rigi rigi otot seperti pada auricula dextra.
d. Ventrikel sinistra
Ventrikel sinistra berhubungan dengan atrium sinistrum melalui ostium
attrioventriculare sinistra dan dengan aorta melalui ostium aortae. Dinding
ventrikel sinistra tiga kali lebih tebal dari pada dinding ventrikel dextra. Pada
penampang melintang, ventrikel sinistra berbentuk sirkular. Terdapat
trabecula carneae yang berkembang baik, dua buah musculi papilares yang
besar tetapi tidak terdapat ostium aortae disebut vestibulum aortae.
Valva mitralis melindungi ostium atrioventriculare. Valva terdiri atas dua
cuspis, cuspis anterior dan cuspis posterior, yang strukturnya sama dengan
cuspis pada valva trikuspidalis. Cuspis anterior lebih besar dan terletak antara
ostium atrioventriculare dan ostium aortae. Perlekatan korda tendinae ke
cuspis dan musculi papillares sama seperti valva trikuspidalis.
Valva aortae melindungi ostium aortae dan mempunyai struktur yang sama
dengan struktur valva truncipulmonalis. Satu cuspis terletak di anterior dan

3
dua cuspis terletak di dinding posterior . Di belakang setiap cuspis dinding
aorta menonjol membentuk sinus aortae.7

2.2 Definisi Syok Kardiogenik


Syok kardiogenik adalah kondisi dimana terjadinya hipoperfusi jaringan
sistemik akibat ketidakmampuan jantung untuk memberikan output yang adekuat
bagi kebutuhan organ. Syok kardiogenik terjadi ketika penyebab utamanya adalah
kegagalan fungsi jantung. Gejala klinis syok kardiogenik ditegakkan ketika
munculnya hipotensi (TD Sistolik <90mmHg atau 30 mmHg dibawah nilai basal)
dan jaringan perifer yang mengalami hipoperfusi mulai terlihat seperti oligouria,
sianosis, akral dingin, dan perubahan tingkat kesadaran. Menetapnya keadaan
syok setelah dilakukan perbaikan dari faktor-faktor miokardial dan ekstrakardial
yang berkontribusi terhadap penurunan perfusi ke jaringan tubuh, seperti
hipovolemik, aritmia, hipoksia, gangguan keseimbangan asam basa metabolic
juga dapat menjadi tanda penegakan diagnosis syok kardiogenik.1

2.3 Epidemiologi Syok Kardiogenik


Penyebab syok kardiogenik terbanyak adalah infark miokard akut, di mana
terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat terjadinya nekrosis. Insiden
syok kardiogenik sebagai komplikasi sindrom koroner akut bervariasi. Hal ini
berhubungan dengan definisi syok kardiogenik dan kriteria sindrom koroner akut
yang dipakai sangat beragam pada berbagai penelitian.2
Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tak stabil dan 2,1%
pada IMA non ST-elevasi. Median waktu perkembangan menjadi syok pada
pasien ini adalah 76 94 jam. Syok lebih sering dijumpai sebagai komplikasi
IMA dengan elevasi ST dari pada tipe lain dari sindrom koroner akut.2

2.4 Etiologi Syok Kardiogenik


Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan
terjadinya syok. Di antara komplikasi tersebut adalah : ruptur septal ventrikel,
ruptur atau disfungsi otot papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat
mengakibatkan timbulnya syok kardiogenik tersebut. Sedangkan disfungsi

4
ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi ventrikel kiripun dapat
menyebabkan syok.2
Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah
takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren, dimana biasanya terjadi akibat
disfungsi ventrikel kiri, dan dapat timbul bersamaan dengan aritmia
supraventrikuler ataupun ventrikular.2
Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi tahap akhir dari
disfungsi miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit jantung iskemia,
maupun kardiomiopati hipertrofik dan restriktif.2
Picard MH et al, melaporkan, abnormalitas struktural dan fungsional jantung
dalam rentang lebar ditemukan pada pasien syok kardiogenik akut. Mortalitas
jangka pendek dan jangka panjang dikaitkan dengan fungsi sitolik ventrikel kiri
awal dan regurgitasi dini tanpa dipengaruhi nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri pada
awal (baseline) atau adanya regurgitasi mitral.3

2.5 Patofisiologi Syok Kardiogenik


Dari oklusi arteri koroner utama dan hilangnya massa miokardium, jika
rangkaian tersebut dibiarkan maka akan berujung pada syok, kegagalan beberapa
sistem dan organ serta kematian (gambar.1). Hipotensi yang disebabkan oleh
hilangnya massa otot miokardioum mungkin menyebabkan hipoperfusi dari area
miokardium yang masih bagus, dan berkontribusi terhadap insufisiensi ventrikel.
Ini diperkirakan akan membuat kerusakan minimal 40% dari massa ventrikel kiri
is necessary for genesis of cardiogenic syok. Hilangnya massa ventrikel tersebut
mungkin dikarenakan dari besarnya infark pada pasien yang sebelumnya normal.
Dari pasien yang sebelumnya memiliki infark pada daerah otot jantung yang kecil
kemudian membesar dengan sedikit nekrosis pada pasien dengan penyakit
aterosklerosis koroner lanjut. Mekanisme kompensasi seperti aktivasi saraf
otonom dan sistem rennin-angiotensin-aldosteron akan meningkatkan denyut
jantung, refleks vasokonstriksi, retensi cairan dan natrium sehingga akan
meningkatkan kebutuhan konsumsi oksigen untuk miokardium. Menetapnya
curah jantung yang rendah akan mengakibatkan hipoksia dengan akumulasi sisa
metabolism, asidosis dan kerusakan endotel dan sel. Mekanisme ini juga akan
membuat aritmia pada jantung yang bahkan akan memperberat kerja jantung dan
bahkan dapat menyebabkan kematian. Kegagalan dari beberapa organ adalah titik

5
akhir dari patofisiologi kondisi ini. Pasien yang mengalami syok kardiogenik di
fase akut dari AMI, 10-30% terjadi pada 24 jam pertama dan syok kardiogenik
tersebut berka itan dengan hilangnya massa otot jantung.1

Gambar 1. Patofisiologi syok kardiogenik1


Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan
ventrikel kiri. Peristiwa patofisiologik dan respon kompensatoriknya sesuai
dengan gagal jantung, tetapi telah berkembang ke bentuk yang lebih berat.
Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan
volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti
paru-paru dan edema. Dengan menurunnya tekanan arteria, maka terjadi
perangsangan terhadap baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan
simpato adrenal menimbulkan refleks vasokonstriksi, takikardia, dan
meningkatkan kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan menstabilkan
tekanan darah. Kontraktilitas akan terus meningkat sesuai dengan hukum Starling
melalui retensi natrium dan air. Jadi, menurunnya kontraktilitas pada syok
kardiogenik akan memulai respon kompensatorik, yang meningkatkan beban
akhir dan beban awal.
Meskipun mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan
arteria darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru
buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan miokardium akan

6
oksigen. Karena aliran darah koroner tidak memadai, terbukti dengan adanya
infark, maka ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap
miokardium semakin meningkat. Gangguan miokardium juga terjadi akibat
iskemia dan nekrosis fokal, yang akan memperberat lingkaran setan dari
kerusakan miokardium. Dengan bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri,
keadaan syok berkembang dengan cepat sampai akhirnya terjadi gangguan
sirkulasi hebat yang mengganggu sistem organorgan penting. Pengaruh sistemik
dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi irreversibel. Beberapa organ
terserang lebih cepat dan berat daripada yang lain. Seperti telah diketahui,
miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini pada keadaan syok.
Selain dari bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhannya terhadap oksigen,
beberapa perubahan lain juga terjadi. Karena metabolisme anaerobik dimulai pada
keadaan syok, maka miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan fosfat
berenergi tinggi (adenosin trifosfat) dalam kadar normal, dan kontraktilitas
ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia dan asidosis menghambat pembentukan
energi dan mendorong terjadinya kerusakan lebih lanjut dari sel-sel miokardium.
Kedua faktor ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel kebawah dan ke kanan
yang akan semakin menekan kontraktilitas.5,6
Gangguan pernafasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi yang
mematikan adalah gangguan pernafasan yang berat. Kongesti paru-paru dan
edema intra-alveolar akan mengakibatkan hipoksia dan kemunduran gas-gas darah
arteria.Atelektasis dan infeksi paru-paru dapat pula terjadi. Faktor-faktor ini
memicu terjadinya syok paru-paru, yang sekarang sering disebut sebagai sindrom
distres pernafasan dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat ditemukan,
demikian juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya sebagai manifestasi gagal
jantung.
Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran
kemihkurang dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung,
biasanya menurunkan pula keluaran kemih. Karena adanya respon kompensatorik
retensi natrium dan air, maka kadar natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan
denganmenurunnya laju filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan
kreatinin. Bilahipotensi berat dan berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular
akut yang kemudian disusul gagal ginjal akut.

7
Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan sel-sel hati.
Kerusakan sel dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau
dapat berupa nekrosis hati yang masif pada syok yang berat. Gangguan fungsi hati
dapat nyata dan biasanya bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati,
glutamatoksaloasetattransaminase serum (SGOT), dan glutamat-piruvat
transaminase serum(SGPT). Hipoksia hati juga merupakan mekanisme etiologi
yang mengawali komplikasi-komplikasi ini. Iskemia saluran cerna yang
berkepanjangan umumnya mengakibatkan nekrosis hemorhagik dari usus besar.
Cedera usus besar dapat mengeksaserbasi syok melalui penimbunan cairan pada
usus dan absorbsi bakteria dan endotoksin ke dalam sirkulasi. Penurunan motilitas
saluran cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan syok. Dalam keadaan
normal, aliran darah serebral biasanya menunjukan autoregulasi yang baik, yaitu
dengan usaha dilatasi sebagai respon terhadap berkurangnya aliran darah atau
iskemia. Namun, pengaturan aliran darah serebral ternyata tidak mampu
mempertahankan aliran dan perfusi yang memadai pada tekanan darah di bawah
60 mmHg. Selama hipotensi yang berat, gejala-gejala defneurologik dapat
ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung terus jika pasien pulih dari
keadaan syok, kecuali jika disertai dengan gangguan serebrovaskular. Selama syok
yang berkelanjutan, dapat terjadi pengumpulan komponenkomponen selular
intravaskular dari sistem hematologik, yang akan meningkatkan tahanan vaskular
perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskular difus (DIC) dapat terjadi selama syok
berlangsung, yang akan memperburuk keadaan klinis.4,5

8
Gambar 2. Patofisiologi syok kardiogenik4
2.6 Manifestasi Klinis Syok Kardiogenik
1. Anamnesis
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok
kardiogenik tersebut. Pasien dengan infark miokard akut datang dengan
keluhan tipikal nyeri dada yang akut, dan kemungkinan sudah mempunyai
riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya.
Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik infark miokard akut,
biasanya terjadidalam beberapa hari setelah onset infark tersebut. 2
2. Pemeriksaan Fisis
Gejala klinis syok kardiogenik ditegakkan ketika munculnya hipotensi
(TD Sistolik <90mmHg atau 30 mmHh dibawah nilai basal) dan jaringan
perifer yang mengalami hipoperfusi mulai terlihat seperti oligouria,
sianosis, akral dingin, dan perubahan tingkat kesadaran. Menetapnya
keadaan syok setelah dilakukan perbaikan dari faktor-faktor miokardial
dan ekstrakardial yang berkontribusi terhadap penurunan perfusi ke
jaringan tubuh, seperti hipovolemik, aritmia, hipoksia, gangguan
keseimbangan asam basa metabolic juga dapat menjadi tanda penegakan
diagnosis syok kardiogenik. Ketika pemantauan hemodinamik invasive
tersedia maka diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan beberapa
perubahan berikut ini; TD Sistolik<90 mmHg, tekanan kapiler pulmoner

9
>18mmHg, cardio indx <1,81/mim/m2, sistemik vascular resistance index .
2000 dyne.s/cm5/m2, peningkatan arteriovenous oxygen content
difference>5,5ml.dL. Munculnya bunyi jantung ke-3, bunyi jantung
teredam, distensi vena jugularis dan variable degrees of pulmonary rales
juga sering ditemukan pada pemeriksaan fisik. Munculnya murmur yang
awalnya tidak ada adalah hal yang penting untuk menegakkan diagnosis
AMI dengan defek/disfungsi mekanis jantung (defek septum ventrikel,
disfungsi otot papilaris) dan pada komplikasi dengan infeksi endokarditis.
Echocardiogram akan membantu memberikan data lengkap dan regional
dari fungsi ventrikel, integritas fungsi katup, dan adanya shunt intracardial
dan efusi pericardial.1

2.7 Pemeriksaan Penunjang Syok Kardiogenik


Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis syok kardiogenik
antara lain:
a. Elektrokardiogram (EKG) dapat membantu untuk menentukan etiologi
dari syok kardiogenik misalnya pada infark miokard.
b. Foto Rontgen dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti
paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat.
c. Ekokardiografi
d. Pemantauan Hemodinamik : Pemantauan invasive dengan kateter Swan-
Ganz memungkinkan diagnosis diferensial dengan situasi lainnya dengan
output yang rendah, terutama cepat dan evaluasi yang tepat untuk
maneuver-manuver terapi yang digunakan.

2.8 Penatalaksanaan Syok Kardiogenik


Tujuan dari tatalaksana dari kasus ini adalah untuk mempertahankan kadar CO
bagi kebutuhan dasar dari organ dan untuk menurunkan risiko iskemik jaringan
miokardium. Hasil dari pengobatan klinis terisolasi pada syok kardiogenik sangat
tidak menguntungkan. Di Rumah Sakit mortalitas lebih besar dari 70% dan pasien
memiliki harapan hidup yang rendah karena derajat yang dihasilkan oleh gagal
jantung (HF).
Perawatan umum/supportif

10
1. Kontrol Nyeri Mengendalikan rasa sakit akan mengurani konsumsi
oksigen miokardium dan tingkat serum katekolamin. Kontrol terhadap
nyeri harus dicapai sedini mungkin untuk mencegah kerusakan
miokardium. Morfin sulfat dan atau meperidine digunakan secara
intravena, dan perhatian khusus diberikan pada tekanan darah karena obat
ini dapat menyebabkan hipotensi berat dengan gangguan lebih lanjut pada
perfusi koroner.
2. Oksigen Mekanik dan/Ventilasi mekanis- Pemasangan oksigen melalui
kateter nasal dengan 2-3 l/menit dapat memberikan suplai oksigen yang
besar untuk jaringan. Pengendalian terhadap gas darah juga harus
dilakukan untuk optimalisasi terapi. Jika diperlukan, ventilasi mekanik
harus dipasang untuk mengurangi konsumsi oksigen yang digunakan oleh
otot-otot dada.
3. Sedasi- seringkali, selain analgetik, sedasi dilakukan dengan alprazolam
melalui intravena sangat diperlukan, dengan dosis 5mg atau lebih besar
sesuai dengan yang diperlukan.
4. Terapi terhadap aritmia, asidosis metabolic dan atau hipovolemik kondisi
ini dapat menyebabkan syok dan ketika dilakukan perbaikan dalam satu
waktu kondisi hemodinamik pasien dapat segera pulih sehingga
mempengaruhi prognosis.1

Terapi Farmakologi

Agen inotropik dan vasopressor Obat yang paling sering digunakan dalam
pengobatan pasien ini adalah simpatomimetik-amin. Obat tersebut harus diberikan
ketika muncul hipoperfusi tissular, setelah perbaikan volume intravascular.
(jangan diberikan jika volume intravascular belum stabil). Norepinefrin harus
menjadi agen pilihan pertama untuk diberikan setiap kali terjadi hiptensi arteri
yang parah (TD Sistolik sistemik<79 mmHg). Stabilisasi segera tekanan ini
adalah sangat penting dalam pemeliharaan tekanan perfusi arteri koroner, karena
interaksi dengan reseptor alpha dan beta adrenergic. respon arteri terhadap
reseptor beta-adrenergik meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan kecepatan
konduksi jantung pada kronotropik jantung. Dosis antara 2-15 mikogram/kg/menit
menyebabkan vasokontriksi perifer dengan peningkatan yang signifikan pada

11
resistensi arteri sistemik total dan regional, dengan gangguan perfusi organ seperti
ginjal, usus, paru-paru, otot rangka dan kulit. Refleks bradikardia dapat terjadi
karena peningkatan rerata tekabab aorta dan pengurangan berikutnya di cardiac
output.1
Dalam situasi dimana hipotensi tidak begitu signifikan, dobutamin adalah
agen pilihan. Obat ini memiliki kemampuan untuk merangsang reseptor alpha-1
dan beta 1 dan 2 adrenergik. aksi Positive inotropic dan positif chronotropic tidak
bergantung pada rilis endogen norepinefrin seperti dopamine. Efek dobutamin
terhadap hemodinamik adalah tergantung dengan dosis. Dosis 15
mikogram/kg/min dapat meningkatkan kontraktilitas miokardium tanpa elevasi
yang signifikan dari denyut jantung dan juga dapat meningkatkan aliran diastolik
koroner dan aliran kolateral ke area yang iskemik.
Secara umum, ada penurunan dalam tekanan vena sentral dan tekanan kapiler
paru karena kinerja jantung yang lebih baik, dengan tidak ada perubahan, namun
dalam resistensi pembuluh darah paru. Dosis dobutamin lebih tinggi dari 30
mikogram/kg/min harus dihindari karena akan menyebabkan aritmia ventrikel,
dan efek samping yang tidak diinginkan lainnya seperti peningkatan aksentuasi
konsumsi oksigen miokardium. Perlu ditekanankan bahwa dobutamin dapat
menimbulkan penurunan resistensi arteri perifer dan tekanan sistemik melalui
interaksi reseptor beta-adrenergik pembuluh darah, yang kadang-kadang
berasosiasi dengan obat vasopressor lainnya seperti norepinefrin. Seperi
disebutkan sebelumnya obat ini tidak boleh diresepkan untuk pasien dengan
hipotensi arteri yang parah.
Vasodilator adalah obat yang bergunan dalam pengurangan preload dan
afterload ventrikel, mengurangi kongesti paru dan memfasilitasi pengosangan
ventrikel dan mengurangi konsumsi oksigen miokardium. Masalah utama yang
berkaitan dengan penggunaan obat ini adalah hipotensi, yang dapat memperparah
mekanisme patofisiologi syok bahkan memperparah serta mengurangi aliran darah
koroner dan otak. Vasodilator yang sering digunakan adalah pemberian melalui
intravena. yang bekerja secara cepat. Nitrogliserin dengan dosis 0,5 mg/kg/min,
berkerja terutama dalam daerah arteriol yang menyebabkan penurunan yang
signifikan dalam resistensi sistemik.

12
Diuretik dianggap sebagai obat pilihan pertama pada paseien dengan
kegagalan ventrikel kiri jantung dan kongesti paru, diuretic harus diugunakan
dengan hati-hati karena jika berlebihan dapat menyebabkan kondisi hipovolemik
dengan penurunan tekanan pengisisian ventrikel kiri yang signifikan, terutama
pada usia lanjut. Manajemen ini akan difasilitasi melalui pemantauan
hemodinamik oleh kateter Swan-Ganz. Sebuah PCP harus dengan 14 sampai 20
mmHg. Furosemid intravena paling sering digunakan.
Asam asetilsalisilat mengurangi mortalitas dan re-infark pada fase akut infark
miokard. Obat ini harus rutin diberikan, meskipun efektivitasnya belum diuji di
subkelompok pasien ini. Heparinisasi penuh juga dindikasikan untuk mengurangi
pembentukan thrombus intraventrikuler kiri, thrombosis vena dalam dan
penyebaran thrombin intrakoroner.1

Terapi Operatif
Meskipun tingkat kematian lebih rendah daripada tatalaksana medis,
kematian perioperatif masih terlihat signifikan dalam operasi revaskularisasi
miokard (sekitar 40%), terutama bila dibandingkan dengan angka kematian
operasi elektif operasi miokardial. Operasi miokardial memiliki keuntungan
potensial terhadap revaskularisasi, tetapi prosedurnya tidak selalu mudah untuk
diimplementasikan karena kompleksitas dari sumber daya yang diperlukan.
Beberapa penelitian yang sedang berlangsung melaporkan efektivitas
revaskularisasi bedah dengan peningkatan kelangsungan hidup pada pasca syok
kardiogenik-AMI. Operasi revaskularisasi harus menjadi terapi pilihan pada kasus
syok kardiogenik sekunder yang disebabkan oleh cacat mekanik seperti rupture
septum intraventrikular, disfungsi iskemik mitral dan tambponade jantung karena
rupturnya dinding ventrikel.1

Langkah penatalaksanaan syok kardiogenik :


1. Tindakan resusitasi segera
Tujuannya adalah untuk mencegah kerusakan organ sewaktu pasien
dibawa untuk terapi definitif. Mempertahankan tekanan arteri rata-rata
yang adekuat untuk mencegah sekuele neurologi dan ginjal adalah vital.
Dopamin atau noradrenalin (norepinefrin) tergantung pada derajat

13
hipotensi, harus diberikan secepatnya untuk meningkatkan tekanan arteri
rata-rata dan dipertahankan pada dosis minimal yang dibutuhkan.
Dobutamin dapat dikombinasikan dengan dopamin dalam dosis sedang
atau digunakan tanpa kombinasi pada keadaan low output tanpa hipotensi
yang nyata. Intra-aorticballon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan
sebelum transportasi jika fasilitas tersedia. Analisis gas darah dan saturasi
oksigen harus dimonitor dengan memberikan continunous positive airway
pressure atau ventilasi mekanis jika ada indikasi. EKG harus dimonitor
secara terus-menerus, dan peralatan defibrilator, obat antiaritmia
amoidaron dan lidokain harus tersedia (33% pasien pada revaskularisasi
awal syok trial menjalani resusitasi kardiopulmoner, takikardia, ventricular
menetap).
Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan elevasi ST jika
diantisipasi keterlambatan angiografi lebih dari 2 jam. Mortalitas 35 hari
pada pasien dengan tekanan darah sistolik <100 mmHg yang mendapatkan
trombolitik pada meta analisis FTT adalah 28,9% dibandingkan 35,1%
dengan plasebo (95% CI 26 sampai 98, p <0,001). Meningkatkan tekanan
darah dengan IABP pada keadaan ini dapat memfasilitasi trombolisis
dengan meningkatkan tekanan perfusi koroner. Pada syok kardiogenik
karena infark miokard non elevasi ST yang menunggu kateterisasi,
inhibitor glikoprotein Iib/IIIa dapat diberikan.
2. Menentukan secara dini anatomi coroner
Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik
yang berasal dari kegagala pompa (pump failure) iskemik yang
predominan. Pasien di Rumah Sakit komunitas harus segera dikirim ke
fasilitas pelayanan tersier yang berpengalaman. Hipotensi diatasi segera
dengan IABP. Syok mempunyai ciri penyakit 2 pembuluh darah yang
tinggi, penyakit left main, dan penurunan fungsi ventrikel kiri. Tingkat
disfungsi ventrikel dan instabilitas hemodinamik mempunyai korelasi
dengan anatomi koroner. Suatu lesi circumflex atau lesi koroner kanan
jarang mempunyai manifestasi syok pada keadaan tanpa infark ventrikel

14
kanan, underfilling ventrikel kiri, bradiaritmia, infark miokardium
sebelumnya atau kardiomiopati.
3. Melakukan Revaskularisasi Dini
Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemilihan
modalitas terapi secepatnya. Tidak ada trial acak yang membandingkan
PCI dengan CABG pada syok kardiogenik. Trial syok merekomendasikan
CABG emergensi pada pasien left main atau penyakit 3 pembuluh darah
besar. Laju mortalitas di rumah sakit dengan CABG pada penelitian syok
dan registry adalah sama dengan oulcome dengan PCI, walaupun lebih
banyak penyakit arteri koroner berat dan diabetes yaitu 2 kali pasien yang
menjalani CABG.

15

Anda mungkin juga menyukai