Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS DIRUANG SAMOLO II RSUD SAYANG CIANJUR


Tahun 2017

Disusun Oleh

Novi Aristianti

34403515097

AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR

BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD)

Jln. PasirGede Raya No. 19 Telp.(0263) 267206 Fax. 270953Cianjur 43216

2017
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang
lebih ringanmengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita
dandroplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin
dan cairantenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port dentree utama
pada penularanpenyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain
melalui pertukaran udaradari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang
masuk secara hematogen(melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal
dan memperbanyak dirididalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada
selaput otak dan otak.
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak
dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur
(Smeltzer, 2001). Askep Meningitis Meningitis adalah peradangan pada selaput
meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses
infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh
salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok,
Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak
dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).

2. Etiologi
Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Peudomonas aeruginosa 2.Penyebab lainnya, Virus, Toxoplasma
gondhii dan Ricketsia 3.Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering
dibandingkan dengan wanita 4.Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi
maternal pada minggu terakhir kehamilan 5.Faktor imunologi : defisiensi
mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin. 6.Kelainan sistem saraf pusat,
pembedahan atau injuri yang berhubungan dengan sistem persarafan.

3. Epidemiologi
a. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya
meningitis.Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan
perempuan dandistribusi terlihat lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta
lebih sering terjadi padabayi dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh
belum terbentuk sempurna.Puncak insidensi kasus meningitis karena
Haemophilus influenzae di Negaraberkembang adalah pada anak usia kurang
dari 6 bulan, sedangkan di AmerikaSerikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan.
Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanyavaksin untuk Haemophilus
influenzae tipe b di Amerika Serikat, kira-kira 12.000kasus meningitis Hib
dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun.9 Insidens Rate padausia < 5 tahun
sebesar 40-100 per 100.000.7 Setelah 10 tahun penggunaan vaksin,Insidens
Rate menjadi 2,2 per 100.000. Di Uganda (2001-2002) Insidens
Ratemeningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per 100.000.

b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-
ekonomirendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara
dan jemaah haji),dan penyakit ISPA.16 Penyakit meningitis banyak terjadi
pada negara yang sedangberkembang dibandingkan pada negara
maju.Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the
AfricanMeningitis belt, yang luas wilayahnya membentang dari Senegal
sampai ke Ethiopiameliputi 21 negara. Kejadian penyakit ini terjadi secara
sporadis dengan InsidensRate 1-20 per 100.000 penduduk dan diselingi
dengan KLB besar secara periodik.Di daerah Malawi, Afrika pada tahun
2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkanoleh Haemophilus influenzae
20-40 per 100.000 penduduk.
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana
kasuskasusinfeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika
utarainsidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan
musim semisedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim
kering.Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika
seringterjadi selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering
terpapar agenpengantar virus. Di Amerika Serikat pada tahun 1981 Insidens
Rate meningitis virussebesar 10,9 per 100.000 Penduduk dan sebagian besar
kasus terjadi pada musimpanas.
d. Penyebab/faktor predisposisi
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing
danprotozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis
yangdisebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis
penyebab lainkarena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang
disebabkan oleh bakterimaupun produk bakteri lebih berat.
Infectious Agent meningitis purulentamempunyai kecenderungan pada
golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatuspaling banyak disebabkan
oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeriamonositogenes. Golongan umur
dibawah 5 tahun (balita) disebabkan olehH.influenzae, Meningococcus dan
Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahundisebabkan oleh Haemophilus
influenzae, Neisseria meningitidis dan StreptococcusPneumococcus, dan
pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh
Meningococcus,Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitisserosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman
Tuberculosis dan virus.Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai
prognosis yang lebih baik,cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri.
Penyebab meningitis virus yang palingsering ditemukan yaitu Mumpsvirus,
Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkanHerpes simplex, Herpes zooster,
dan enterovirus jarang menjadi penyebabmeningitis aseptic(viral).
4. Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organatau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen
sampai keselaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis,
Pneumonia,Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus
dapat pula secaraperkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada
di dekat selaput otak,misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis
sinus kavernosus danSinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat
trauma kepala dengan frakturterbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-
kuman ke dalam ruangsubaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan
araknoid, CSS (CairanSerebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalamihiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel
leukositpolimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk
eksudat. Dalambeberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan
dalam minggu kedua selselplasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua
lapisan, bagian luar mengandungleukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan
di lapisaan dalam terdapatmakrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks
dandapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuronneuron.Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-
purulenmenyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh
virus, cairanserebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri.
Pathway Meningitis

Etiologi Meningitis: Bakteri, Virus, Riketsia, Jamur,


Cacing, dan Protozoa

Peradangan di Selaput otak

Hiperterm
i
5. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang
terjadipada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosaditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai
cairan serebrospinalyang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah
kuman Tuberculosis danvirus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri
adalah meningitis yang bersifatakut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta
bukan disebabkan oleh bakterispesifik maupun virus. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulentayang paling sering terjadi.

6. Gejala Klinis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas
mendadak,letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan cairanserebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih
sertarasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkanoleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,
kemudian diikutioleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke
susunan saraf pusat. Padameningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai
dengan keluhan sakit kepala,muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan
disertai dengan timbulnya ruammakopapular yang tidak gatal di daerah wajah,
leher, dada, badan, dan ekstremitas.Gejala yang tampak pada meningitis
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler padapalatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakitkepala, muntah, demam, kaku
leher, dan nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat
pernafasandan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara
akut dengangejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang,
nafsu makanberkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai
dengan fontanella yangmencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak
dengan penyebabHaemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae,
21 % olehStreptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak
dan dewasabiasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,
penyakit jugabersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
malaise, nyeri otot dannyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur,
keruh atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau
stadiumprodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti
gejala infeksibiasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering
tanpa demam,muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan
turun, mudahtersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupaapatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,
nyeri kepala,konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangatgelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu
dengangejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala
yang hebat dankadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-
tanda rangsanganmeningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku,
terdapat tanda-tandapeningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah
lebih hebat. Stadium IIIatau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampaikoma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal
dunia dalam waktu tiga minggubila tidak mendapat pengobatan sebagaimana
mestinya.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Umumnya terjadi penurunan kesadaran, nadi 100-140 x/mnt, suhu 37-39C,
pernafasan 20-40 x/mnt teratur.
b. Kepala dan Leher
1) Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan penyebarannya
merata,ubun-ubun besar masih belum menutup, teraba lunak dan
cembung, tidaktegang. Lingkar kepala 36 cm.
2) Reaksi cahaya +/+, mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak
terdapat subkunjungtival bleeding.
3) Telinga tidak ada serumen.
4) Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
5) Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis.
6) Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada kaku kuduk.
c. Dada dan Thoraks
Pergerakan dada simetris, Wheezing -/-, Ronchi -/-, tidak terdapat
retraksi ototbantu pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis terletak di
midclaviculasinistra ICS 4-5, S1S2 tunggal tidak ada bising/ murmur.
d. Abdomen
Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat meteorismus, bising
usus+normal 5 x/ mnt, hepar dan limpa tidak teraba. Kandung kemih teraba
kosong.
e. Ekstremitas
Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang, tidak ada kelainan
dalamsegi bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan. Klien mampu
menggerakkanekstrimitas sesuai dengan arah gerak sendi. Ekstrimitas kanan
sering terjadispastik setiap 10 menit selama 1 menit.
f. Reflek
Pada saat dikaji refleks menghisap klien +, refleks babinsky +
g. Tanda Rangsang Meningeal
1) Tanda rangsang meningeal kaku kuduk
Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor
tekuk. Bila hebat, terjadi opistotonus yaitu tekuk kaku dalam sikap
kepala tertengdah dan pungguang dalam sikap hiperekstensi.
(Mansjoer, Arif, 2000; 437-439)
Cara pemeriksaan : Pasien berbaring terlentang singkirkan
penyangga kepala lakukan gerakan anterofleksi leher secara pasif
sampai dagu menyentuh dada. Bila terasa ada tekanan sehingga dagu
tidak bisa menyentuh dada bahkan badan atas ikut terangkat berarti
kaku kuduk positif.
2) Tanda rangsang meningeal Brudzinski
Brudzinski sign, tanda leher
Cara pemeriksaan : Pasien berbaring terlentang kemudian gerakan
antreofleksi leher secara pasif. Positif bila disusul secar reflektorik
oleh gerakan fleksi pada kedua tungkai sendi lutut dan panggul
3) Brudzinski sign, tanda tungkai kontralateral
Cara pemeriksaan : pasien berbaring terlentang salah satu tungkai
diangkat dalam sikap lutut lurus di sendi lutut, dan fleksi di sendi
panggul. Positif bila tungkai kontralateral timbul gerakan reflektorik
fleksi di sendi lutut dan panggul.
4) Brudzinski sign, tanda pipi
Cara pemeriksaan : dilakukan penekanan pada kedua pipi tepat
dibawah os zigomatikum. Positif bila disusul gerakan reflektorik
fleksi kedua sikudan gerakan reflektorik keatas sejenak kedua lengan.
5) Brudzinski sign, tanda simfisis pubis
Cara pemeriksaan : dilakukan penekana pada simfisis pubis. Positif
bila disusul gerakan reflektorik fleksi pada kedua tungkai di sendi
lutut dan panggul.
6) Tanda rangsang meningeal Kernig
Cara pemeriksaan : pasien berbaring terlentang satu tungkai
difleksikan pada sendi lutut dan panggul hingga 90 0, kemudian
ekstensikan tngkai bawah pada sendi lutut sampai membentuk sudut
> 1350 trehadap paha. Positif bila pada tungkai kontralateral timbul
gerakan reflektorik fleksi di sendi lutut dan panggul.

8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel
dan proteincairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan tekananintrakranial.
1). Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan
jernih, seldarah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
2). Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlahsel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur
(+) beberapajenis bakteri.
b. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju
EndapDarah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
1). Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Disamping itu,ada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan
LED.
2). Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
c. Pemeriksaan Radiologis
1) Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila
mungkindilakukan CT Scan.
2) Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid,
sinusparanasal, gigi geligi) dan foto dada.

9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis meningitis bakteri tidak dapat dibuat berdasarkan gejala klinis.
Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan serebrospinal
melalui lumbal pungsi. Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk
kultur, pewarnaan gram, hitung jenis, serta menetukan kadar glukosa dan
protein. Diagnostik kultur dan pewarnaan gram seringkali dibutuhkan untuk
menentukan kuman penyebab. Tekanan cairan serebrospinal biasanya
meningkat, tetapi interpretasinya seringkali sulit bila anak sedang menangis.
Umumnya dijumpai leukositosis dengan predominan leukosit PMN, tetapi
bisa sangat bervariasi. Warna cairan biasanya opalesen dan keruh, reaksi nonne
dan paddy biasanya akan positif. Kadar klorida biasanya menurun, kadar
glukosa akan berkurang sesuai lama dan beratnya infeksi. Hubungan antara
glukosa dalam cairan serebrospinal dengan glukosa dalam darah sangat penting
dalam mengevaluasi kadar glukosa dalam cairan serebrospinal, oleh karena itu
sampel glukosa darah diambil kira-kira 30 menit sebelum lumbal pungsi.
Konsentrasi protein biasanya meningkat.Kultur darah dilakukan pada anak-anak
yang dicurigai menderita meningitis. Biasanya dijumpai leukositosis yang
bergeser ke kiri dan anemia megaloblastik.

10. Theraphy/Tindakan Penanganan


Penatalaksanaan yang dilakukan apabila anak mengalami meningitis adalah:
a. Pemberian tindakan dan perawatan sesuai dengan kejang demam
Intervensi keperawatan awal yang harus diberikan saat anak datang
dengan keluhan kejang
1. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang
ingin tahu ( pasien yang mempunyai penanda ancaman kejang
memerlukan waktu untuk mencari tempat yang aman dan pribadi)
2. Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.
3. Melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera ( dari
membentur permukaan keras).
4. Lepaskan pakaian yang ketat
5. Singkirkan semua prabot yang dapat mencederai pasien selama
kejang
6. Jika pasien di tempat tidur , singkirkan bantal dan tinggikan pagar
tempat tidur
7. Jika penanda ancaman kejang mendahului kejang , masukan
spatel lidah yang diberi bantalan diantara gigi-gigi, untuk
mengurangi lidah atau pipi tergigit.
8. Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada
keadaan spasme untuk memasukan sesuatu. Gigi patah dan cedera
pada bibir dan lidah dapat terjadi karena tindakan ini
9. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang ,
karena kontraksi otot kuat dan restrein dapat menimbulkan
cedera
10. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi
dengan kepala fleksi ke depan , yang memungkinkan lidah jatuh
dan memudahkan pengeluaran saliva dan mucus. Jika disediakan
penghisap, gunakan jika perlu untuk membersihkan secret.
(Brunner and Suddarth, 2002:2203)

b. Tindakan mengatasi kejang


Saat kejang diberi diazepam i.v atau per rektal dengan dosis intravena
0,3-0,5 mg/kg bb/kali per rektal dengan ketentuan dosis maksimum
untuk anak kurang dari 10 tahun, 7,5 mg, dan di atas 10 tahun, 10 mg.
saat tidak kejang, dilakukan pemberian luminal 5 mg/kg.bb..hari, oral
dibagi menjadi 2-3 dosis
1) Tindakan perawatan perektal
Karena ditemukan pasien menderita Meningitis, dilakukan pemberian
Adenosine arabinose 15 mg/Kg BB/hari selama 5 hari
2) Pemakaian obat-obatan
a. Dosis obat penurun panas dan anti kejang sesuai dengan kejang
demam
b. Antibiotika diberikan untuk mencegah infeksi sekunder seperti
ampisilindosis 50-100 mg/kg.bb./hari, dengan dibagi tiga dosis
secara intravena
c. Untuk menghilangkan edema otak diberikan obat-obatan sebagai
berikut :

1. Dexamethason
Diberikan dosis 0,5 mg/kg.bb./hari intravena atau
intramuscular. Dosis diturunkan pelan-pelan bila setelah
beberapa hari pasien menunjukkan perbaikan
2. Manitol
Dosis 1,5-2,0 mg/kg intravena dalam 30-60 menit dapat
diulang setiap 8-12 jam dengan menggunakan larutan 15-20 %
3. Gliserol
Dosis 0,5-2,0 gram/kg dengan sonde hidung, diencerkan 2 kali
dan dapat diulang setiap 6 jam.
4. Glukosa 20%
Glukosa 20% sebanyak 10ml intravena beberapa kali sehari,
dimasukkan ke dalam pipa
3) Pengobatan suportif
a. Pemberian cairan intravena (glukosa 10%), pemberian cairan ini
dimaksudkan untuk mempertahankan keseimbangan air-
elektrolit,mencukupi kalori dan pemberian obat-obatan
b. Pemberian vitamin
c. Pemberian O2 untuk mencegah kerusakan jaringan otak akibat
hipoksia

11. Komplikasi
Komplikasi dari Meningitis adalah sebagai berikut;
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Ganguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain (Kapita Selekta
Kedokteran, 2000).
j. Selain itu meningitis juga menimbulkan komplikasi berupa edema otak dan
perdarahan serebral (Erny, Darto Saharso, 2006).

12. Prognosis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik
yangmenimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis
meningitisdan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia
neonatus, anak-anakdan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek,
yaitu dapat menimbulkancacat berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas
meningitispurulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami
sequelle (akibatsisa). Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan
kecacatan sepertiketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan
mental, dan 5 10%penderita mengalami kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada
umumnyatinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian
meningitis TBCdipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita
mencari pengobatan.Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis
yanglebih ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral
memilikiprognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2
minggu dandengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada klien adalah :
a) Data diri
Merupakan identitas diri pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal
masuk rumah sakit dan dokumentasi pengkajian.
b) Keluhan utama
Merupakan dorongan penyebab klien masuk rumah sakit. Keluhan utama
pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan
kesadaran, demam dan kejang.
c) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.
Riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh
ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi
lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi sistem
kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga
mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak.
Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir
contohnya BBLR.
d) Pemeriksaan fisik.
Pada klien meningitis pemeriksaan fisik lebih difokuskan padapemeriksaan
neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum
meliputi:
1). Keadaan umum penderita
Biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau
penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan
oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan
kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.
2). Gangguan sistem pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan
tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan
terjadi paralisa otot pernafasan.
3). Gangguan sistem kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada
daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan
menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor
menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
4). Pengkajian tumbuh dan kembang
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronis atau
mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Pengkajian pertumbuhan dan
perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal penanganan
dan antisipasi. Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format
DDST dan pengukuran antropometri.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada selaput otak
b. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan pada selaput otak.
c. Perfusi Jaringan Serebral tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial.
d. Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status
mental dan penurunan tingkat kesadaran
e. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
kesadaran
f. PK: Peningkatan TIK
g. Bersihan Jalan Napas tidak Efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret pada jalan nafas.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada selaput otak
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .x24 jam diharapkan nyeri
dapat berkurang.
NOC : kontrol nyeri
Skala :
1. Tidak pernah dilakukan.
2. Jarang dikakukan.
3. Kadang-kadang dilakukan.
4. Sering dilakukan.
5. Selalu dilakukan.
Dengan kriteria :
1. Mengetahui faktor penyebab
2. Mengetahui peningkatan nyeri
3. Gunakan cara pencegahan
4. Gunakan cara non analgetik
5. Gunakan obat analgetik
6. Kenali nyeri untuk perawatan professional
7. Gunakan sumber yang tersedia
8. Catat control nyeri
9. Pasien dapat tidur dengan tenang
10. Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Intervensi dan Rasional :


Manajemen nyeri
1) Kaji karakteristik nyeri, letak, durasi, kualitas dan kuantitas nyeri.
Rasional : Untuk menentukan tindakan penanganan yang tepat pada pasien
tersebut.
2) Berikan pengetahuan mengenai nyeri pada pasien.
Rasional : Untuk menambah pengetahuan pasien
3) Evaluasi pengalaman nyeri pasien.
Rasional : Untuk mengetahui apakah nyeri yang dirasakan pernah dirasakan
sebelumnya atau tidak.
4) Awasi faktor lingkungan yang dapat menyebabkan nyeri.
Rasional : Dengan mengendalikan faktor lingkungan yang dapat
menyebabkan nyeri diharapkan nyeri pasien dapat berkurang. Menurunkan
reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan
menganjurkan pasien untuk beristirahat.
5) Ajarkan teknik relaksasi pada pasien
Rasional : Dengan teknik relaksasi diharapkan nyeri dapat berkurang.
Teknik relaksasi dapat berupa teknik nafas dalam, teknik distraksi, guided
imaginary, dan sebagainya.
6) Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata
Rasional : Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
7) Berikan obat analgesic
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit

b. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan pada selaput otak.


Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .x24 jam suhu dapat kembali
normal.
NOC : Pengaturan Suhu
Skala :
1. Extremely compromize
2. Substantially compromise
3. Moderately compromise
4. Mildly compromise
5. Not compromise
Dengan kriteria hasil :
1. Suhu kulit normal
2. Suhu tubuh dalam rentang normal
3. Tidak menunjukkan sakit kepala
4. Tidak menunjukkan nyeri otot
5. Tidak terdapat iritasi
6. Tidak tampak ngantuk
7. Warna kulit tidak berubah
8. Berkeringat ketika panas
9. Nadi dalam rentang yg diinginkan
10. Pernapasan normal
11. Hidrasi yang adekuat

Intervensi dan Rasional :


Regulasi suhu
1) Monitor suhu tiap 2 jam sekali.
Rasional : Dengan memonitor suhu setiap 2 jam sekali, maka perubahan
suhu dapat segera diketahui.
2) Monitor tekanan darah.
Rasional : Monitor tekanan darah pasien ketika duduk, berbaring dan
berdiri untuk mengetahui perbedaannya.
3) Auskultasi bunyi paru.
Rasional : Untuk mengetahui adanya suara nafas tambahan.
4) Monitor perubahan warna kulit pada diri pasien.
Rasional : Pada pasien yang hipertermi dapat terjadi perubahan warna kulit
(kemerahan)
5) Monitor adanya sianosis pada pasien.
Rasional : Pada pasien demam biasanya sering terjadi sianosis yang
ditunjukkan dengan adanya warna kebiru-biruan pada ujung-ujung
ekstremitas dan pada mukosa bibir.
6) Monitor kelembaban kulit pasien.
Rasional : Pasien dengan demam tinggi harus dianjurkan untuk banyak
minum untuk menghindari terjadinya dehidrasi.
c. Perfusi Jaringan Serebral tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
Tujuan dan Kriteria hasil:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan tercapai
keefektifan perfusi jaringan serebral, dengan kriteria hasil:

Tissue perfusion : Cerebral (Perfusi jaringan serebral)


1. Tekanan darah sistolik normal (120 mmHg) (skala 5 = no deviation from
normal range)
2. Tekanan darah diastolik normal (80 mmHg) (skala 5 = no deviation from
normal range)
3. Tidak ada sakit kepala (skala 5 = none)
4. Tidak ada agitasi (skala 5 = none)
5. Tidak ada syncope (skala 5 = none)
6. Tidak ada muntah (skala 5 = none)
Seizure Control
7. Pasien tidak mengalami kejang (skala 5 = Consistenly Demonstrated)
8. Lingkungan sekitar pasien dalam keadaan aman (skala 5 = Consistenly
Demonstrated)

Intervensi :
Cerebral Perfusion Promotion
1) Pantau tingkat kerusakan perfusi jaringan serebral, seperti status neurologi
dan adanya penurunan kesadaran.
Rasional: kegagalan perfusi jaringan serebral dapat mempengaruhi status
neurologi dan tingkat kesadaran klien.
2) Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan posisi kepala yang tepat (0,
15, atau 30 derajat) dan monitor respon klien terhadap posisi tersebut.
Rasional : posisi yang tepat dapat membantu memperlancar aliran darah ke
otidak sehingga nutrisi dan O2 ke otidak adekuat.
3) Monitor status respirasi (pola, ritme, dan kedalaman respirasi; PO 2, PCO2,
PH, dan level bikarbonat)
Rasional : status respirasi dapat menjadi indikator keadekuatan perfusi
oksigen ke otidak.
4) Monitor nilai lab untuk perubahan dalam oksigenasi
Rasional: oksigenasi yang tidak adekuat dapat menurunkan perfusi oksigen
ke otidak.
Oxygen Therapy
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas.
Rasional: mempertahankan kepatenan jalan napas bertujuan untuk
mencegah terputusnya aliran oksigen ke otidak sehingga mencegah
terjadinya hipoksia jaringan otidak.
2) Monitor aliran oksigen.
Rasional: untuk mempertahankan masukan oksigen adekuat sesuai dengan
kebutuhan.
Vital Signs Monitoring
1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: memonitor tanda-tanda vital penting untuk mengetahui keadaan
umum dan status keefektifan perfusi jaringan.
2) Ukur tekanan darah setelah klien mendapatkan medikasi/terapi.
Rasional: pengukuran tekanan darah setelah mendapatkan terapi/medikasi
penting untuk mengetahui keefektifan terapi.
Seizure management
1) Monitor secara langsung mata dan kepala selama kejang
Rasional: pada stroke hemoragik pemantaun mata dan kepala penting apa
adanya perburukan kondisi pasien
2) Monitor status neurologik
Rasional: satus neurologik pasien membrikan gamabran seizure dan dapat
memberikan intervensi yang tepat
3) Monitor TTV
Rasional: perubahan TTV menunjukan adanya perbaikan atau perburukan
kondisi pasien
4) Dokumentasikan informasi tentang kejadian kejang
Rasional: pendokumentasian penting untuk memantau status perkembangan
neurologi pasien
5) Berikan antikonvulsan Phenytoin 3x100 mg/IV dan neuroprotektorCiticolin
3x250 mg/IV
Rasional: Phenytoin cenderung menstabilkan ambang kejang terhadap
kepekaan yang berlebihan yang disebabkan oleh rangsangan berlebihan atau
perubahan-perubahan lingkungan yang dapat mengurangi derajat membran
terhadap Natrium termasuk pengurangan potensiasi pasca tetanik pada
sinap. Citicolin juga memperbaiki fungsi kognitif dengan cara
meningkatkan kadar kolin.
Seizure Precaution
1) Hindarkan barang-barang yang berbahaya dari sekitar pasien
Rasional: arang-barang yang berbahaya bisa digunakan untuk mencederai
diri pasien
2) Jaga ikatan disamping tempat tidur
Rasional: memberikan keamanan bagi pasien dan tidak menimbulkan risio
jatuh
3) Pasang tiang pengaman
Rasional: memberikan pengaman sehingga pasien tidak cedera
4) Gunkan paddle pada sisi tempat tidur
Rasional: menghidari timbulnya cedera pada pasien

d. Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Intervensi dan Rasional :
1) Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
Rasional : Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang
sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
2) Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan
pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien.
Rasional : Melindungi pasien bila kejang terjadi
3) Pertahankan bedrest total selama fase akut
Rasional : Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan
ataksia
4) Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, Phenobarbital
Rasional : Untuk mencegah atau mengurangi kejang

e. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran


Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak
terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria hasil:
Integritas jaringan: kulit dan membran mukosa
- Elastisitas kulit dapat dipertahankan (skala 5 = not compremised)
- Integritas kulit utuh (skala 5 = not compremised)
- Tidak ada lesi kulit (skala 5 = none)
- Tidak ada eritema eritema (skala 5 = none)
Intervensi:
Pencegahan Ulkus Dekubitus
1) Gunakan alat pengkajian untuk memonitor risiko ulkus dekubitus seperti
Braden scale/Norton scale
Rasional: Alat pengkajian membantu dalam mengetahui risiko klien
mengalami dekubitus
2) Catat status kulit klien setiap hari
Rasional: Perubahan status kulit merupakan salah satu indikator yang
mengidentifikasikan ulkus dekubitus
3) Hilangkan kelembaban berlebih pada kulit, hasil dari pengeluaran keringat,
drainase pada luka, inkontinensia alvi dan inkontinensia urine
Rasional: Kelembaban yang berlebih mempercepat terjadinya proses
kerusakan pada kulit.
4) Berikan barier perlindungan seperti krim atau bahan penyerap seperi pad.
Rasional : Untuk mengurangi kelembaban berlebih.
5) Inspeksi kulit di sekitar tulang yang menonjol dan tekanan lain ketika reposisi
dilakukan kurang dalam sehari.
Rasional: Tulang yang menonjol paling rentan menyebabkan luka pada kulit
sehingga pengkajian penting dilakukan untuk mengetahui risiko dekubitus.
6) Jaga tempat tidur tetap bersih, kering dan tidak mengkerut.
Rasional: Meminimalkan risiko cedera pada kulit.
7) Hindari penggunaan air panas ketika mandi dan gunakan sabun yang lembut.
Rasional: Penggunaan air panas dapat merusak integritas kulit, sabun yang
lembut meminimalkan iritasi pada kulit.
8) Pastikan klien mendapatkan intidake yang adekuat seperti cairan, protein,
vitamin B, vitamin C, dan kalori.
Rasional: Pemberian protein dapat membantu regenerasi sel-sel yang rusak.
Cairan menjaga status hidrasi dan elastisitas kulit, vitamin dan kalori
membantu mempertahankan integritas kulit.

f. PK: Peningkatan TIK


Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah diberika askep selam 1 x 24 jam, diharapkan perawat dapat
meminimalkan komplikasi peningkatan TIK, dengan kriteria hasil:
- TTV dalam rentang normal (RR=16-20x/mnt, nadi=60-100x/mnt,
TD=120/80 mmHg, suhu = 36-37,5oC)
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (Trias TIK: muntah proyektil,
nyeri kepala, papil edema)
Intervensi
1) Kaji ulang status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK, terutama GCS.
Rasional: Peningkatan TIK dapat diketahui secara dini untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
2) Monitor TTV: tekanan darah, denyut nadi, respirasi, suhu minimal satu
jam sampai keadaan klien stabil.
Rasional: Perubahan TTV menjadi indikator dalam peningkatan tekanan
intracranial
3) Naikkan kepala dengan sudut 15-45 derajat (tidak hiperekstensi dan fleksi)
dan posisi netral (dari kepala hingga daerah lumbal dalam garis lurus) jika
tidak ada kontraindikasi.
Rasional: Dengan posisi tersebut maka akan meningkatan dan melancarkan
aliran balik vena darah sehingga mengurangi kongesti serebrum, edema
dan mencegah terjadi penigkatan TIK. Posisi netral tanpa hiper ekstensi
dan fleksi dapat mencegah penekanan pada saraf spinalis yang menambah
peningkatan TIK.
4) Monitor intidake dan output cairan tiap 8 jam sekali.
Rasional: Tindakan ini mencegah kelebihan cairan yang dapat menambah
edema serebri.
5) Kolaborasi: Berikan obat Manitol 4x100 cc dan Fentanyl drip 300 mg
2.1 cc/jam dengan syringe pump, Ranitidine 3x1 ampul/IV, Asam
traneksamat 4x1 gr/IV
Rasional: Manitol merupakan antidiuretik yang dapat menarik cairan untuk
mengurangi edema otidak dan fentanyl dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien. Ranitidine merupakan suatu antagonis histamin pada
reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada
reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung, yang terjadi akibat
peningkatan TIK. Asam traneksamat merupakan antifibrinolitik yang
menghambat pemutusan benang fibrin, sehinga mencegah perdarahan yang
merupakan penyebab peningkatan TIK.
g. Bersihan Jalan Napas tidak Efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
pada jalan nafas.
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Respiratory status: airway patency (status pernapasan: kepatenan jalan napas)
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no
deviation from normal range)
- Irama pernapasn normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif (skala 5 = no deviation
from normal range)
- Tidak ada akumulasi sputum (skala 5 = none)
Intervensi:
Respiratory monitoring
1) Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
Rasional: mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam
menetukan intervensi yang akan diberikan.
2) Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi
otot supraclavicular dan interkostal
Rasional: menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan
menetukan intervensi yang akan diberikan.
3) Monitor suara napas tambahan
Rasional: suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan
kepatenan jalan napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan
pertukaran udara.
4) Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul,
napas cheyne-stokes, apnea, napas biots dan pola ataxic
Rasional: mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan
keefektifan pola napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Airway suctioning
5) Putuskan kapan dibutuhkan oral dan/atau trakea suction
Rasional: waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan jalan
nafas pasien
6) Auskultasi sura nafas sebelum dan sesudah suction
Rasional : Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan jalan
nafas untuk memenuhi O2 pasien
7) Informasikan kepada keluarga mengenai tindakan suction
Rasional : memberikan pemahaman kepada keluarga mengenai indikasi
kenapa dilakukan tindakan suction
8) Gunakan universal precaution, sarung tangan, goggle, masker sesuai
kebutuhan
Rasional : untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran
infeksi dan memberikan pasien safety
9) Gunakan alat disposible steril setiap melakukan tindakan suction trakea
Rasional: jalan nafas merupakn area steril sehingga alat digunkan juga steril
untuk mencegah penularan infeksi.
10) Pilihlah selang suction dengan ukuran setengah dari diameter endotrakeal,
trakheostomy, atau saluran nafas pasien
Rasional: penggunaan dimater yang lebih kecil agar tidak menyumbat jalan
nafas dan memberikan ruang agar pasien mampu melakukan respirasi
11) Gunakan aliran rendah untuk menghilangkan sekret (80-100 mmHg pada
dewasa)
Rasional : aliran tinggi bisa mencederai jalan nafas
12) Monitor status oksigen pasien (SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik
(MAP dan irama jantung) sebelum, saat, dan setelah suction
Rasional : Mengetahui adanya perubahan nilai SaO2 dan satus
hemodinamik, jika terjadi perburukan suction bisa dihentikan.
13) Lakukan suction pada oropharing setelah selesai suction pada trakea
Rasional : melancarkan jalan nafas sehingga SaO2 menjadi optimal
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran


EGC,Jakarta, 1999
Munttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Anonim. 2008. Pemeriksaan Fisik pada Anak. (Online).
www.fk.uwks.ac.id/PemeriksaanFisik17Sep2008.pdf diakses pada tanggal 18
april 2017

Nanda. 2005 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.


Brunner / Suddarth, Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit BukuKedokteran
EGC, Jakarta, 2000
Indah. P, Elizabeth. 2009. Asuhan Keperawatan Meningitis. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai