Pandangan Mengenai Seni Dewasa Ini
Pandangan Mengenai Seni Dewasa Ini
PSIK 2014
Makna Pengalaman
Dunia tempat kita hidupi bukan merupakan dunia abstrak ala sains,
bukan dunia dogmatis ala agama, bukan pula dunia ideal-noratif ala
moralitas. Untuk memaknai pengalaman hidup kita secara real tidak
hanya membutuhkan pegangan normatif ideal (moralitas dan agama)
ataupun pegangan praktis untuk menyiasati kenyataan (sains), namun
yang paling terpenting adalah rekaman pengalaman kehidupan konkret
yang berasal dari perasaan ingatan, hastrat, dan gairah
Kita tinggal di dunia yang kompleks dan pelik, dalam dunia primer
yang disebut Husserlian, Fenomena Lebenswelt, yaitu dunia yang
langsung dialami. Misalnya, pemahaman air yang berganda (air suci
untuk wudhu, ludah kita mengandung air yang merupakan bagian dari
diri kita, dll). Pandangan sains bahwa air itu H 20 dan doktrin teologis
bahwa air perlambang pembersih dosa merupakan penkerdilan atau
pereduksian kompleksitas dan ambiguitas pengalaman real dari
fenomena Lebenswelt. Pengalaman mengenai air tidak bisa dijelaskan
(erklaren), melainkan dilukiskan untuk kemudian dipahami (verstehen)
Pergerseran Paradigma
Istilah The End of Art yang dipicu Hegel pada abad ke-19 kembali kuat
pada akhir abad ke-20. Fine arts (seni rupa) terus berupaya
melepaskan diri dari keterbatasan material dan keterikatan pada
medan bentuk. Seni menjadi eksperientasi perusakan bentuk meulai
dari Impresionisme hingga Surealisme sampai akirnya Duchamp
meledakkannya dalam parodi benda pakai mempertanyakan kembali
Apa seni itu?. Sejak itu seni seperti mencari jati diri, fokus nilai dari
keindahan, ke teknis, ke makna, ke efek sensasi, kini lebih ke proses
signifikansi bersama antara seniman, karya, dan apresiatornya.
Lokusnya dari galeri pribadi, ke museum, ke medan institusi, kini
melebur ke wilayah sosio kultural sehari-hari, objek garapannya dari
olah rupa pada seni 2D, olah ruang pada seni instalasi, olah media
pada dunia mulmed, olah peristiwa pada happening, olah tubuh
pada performance art, dan olah konsep pada program sosiokultural.
Akhirnya seni kembali pada konteks kehidupan sehari-hari di mana
terkait erat pada ritual keagamaan, pemaknaan hidup seperti dunia
pra-modern. Sekarang bisa dilihat macam di Bali dan Afrika di mana
seni masih menyatu dengan ilmu, agama, dan filsafat. Seni seperti
sekarang merupakan perspektif dunia barat padahal Jawa menganggap
membatik, mewayang merupakan seni tinggi berbobot filsafat, Jepang,
Cina, dan Arab menganggap kaligrafi memiliki bobot spiritual
mendalam. Seni bersifat reflektif-kontemplatif, yakni mengaca pada
pengalaman untuk merubah bentuknya.
Ada seni murni dan seni terapan. Seni murni diciptakan untuk maksud
reflektif, sedangkan seni terapan untuk wilayah karya-karya desain
kounikasi, dekorasi, atau siasat persuasi yang utamanya diciptakan
untuk menunjang kepentingan praktis di luar karya itu sendiri.
Pada akhirnya yang penting pada seni bukan keindahan atau harmoni,
melainkan eksplorasi teknis dan filosofis. Seni bertualang ke alam
persepsi (estetik), lapisan terdalam jiwa akhirnya ke ambang-abang
batas rasa sakit, kegilaan, dan kematian.
Postmodernistik
Logika dunia sains telah dirusak oleh Teori relativitas Einstein, Teori
kuantum, Ketidakpastian Heisenberg. Hukum-hukum yang diterapkan
Aditya Binowo
PSIK 2014
oleh fisika klasik pada akhirnya runtuh jika dijalankan pada skala-skala
tertentu di mana imajinasi bermain dengan liar. 80% kehidupan kita
hayati dengan perasaan dan imajinasi, bukan dengan akal. Akal budi
kita bisa dikalahkan oleh AI, namun AI tidak dapat meniru perasaan
dan imajinasi. Oleh karena itu, selera dan reaksi orang berbeda-beda
yang disebabkan perasaan tersebut merupakan akumulasi pengalaman
yang personal yang dalam neuroscience disebut qualia. Seni
membantu mengamplfikasi kepekaan rasa dengan mengangkat lebih
eksplisit aneka qualia ini. Seni penting untuk mengimbangi perspektif
sains.
Kita telah melihat fenomena seni dengan banyak cara dan dari
bermacam sudut. Hasinya adalah berbagai definisi yang tiada
habisnya. Keluasan keungkinan definisi ini menunjukkan kompleksitas
makhluk bernama seni itu. Dan kompleksitas ini memerlihatkan
bahwa seni adalah fenomena yang demikian menyatu dengan bermaca
aspek kehidupan dan bahkan juga berubah dan berkembang bersama
evolusi kesadaran. Itu sebabnya, apa itu seni sebenarnya tak
mungkin dipenjarakan semata-mata dalam satu atau dua rumusan,
juga tidak bisa dipahami dalam kerangka Barat modern belaka. Namun
satu hal kiranya jelas : keyakinan klasik zaman Yunani maupun
Renaisans, bawa seni adalah salah satu bidang mendasar yang
membuat manusia lebih beradab dan manusiawi ketika agama
kehilangan kekuatan dari sains dan filsafat tidak bisa lagi menjawab
kebenaran.
Berdasarkan pada buku Apa itu Seni, Bambang sugiharto (ed),
Pustaka Matahari, Cet. I, 2013