Anda di halaman 1dari 4

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu permasalahan pokok dalam kegiatan perikanan tangkap adalah
maraknya praktik penangkapan yang tidak bertanggung jawab atau dalam dunia
internasional disebut Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing
(Ongge, 2008). Wilayah Indonesia yang paling sering terjadi praktik illegal
fishing adalah perairan Natuna Provinsi Kepulauan Riau, perairan Papua (Sorong,
Teluk Bintuni, dan Merauke), perairan Laut Jawa, Laut Arafuru, Laut Sulawesi
Utara (Arsyad, 2007). Menurut Darmawan (2006), yang menyebabkan maraknya
aktivitas IUU Fishing di Indonesia adalah (1) rentang kendali dan luasnya wilayah
pengawasan tidak sebanding dengan kemampuan pengawasan yang ada saat ini;
(2) terbatasnya kemampuan sarana dan armada pengawasan di laut; (3) lemahnya
kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) nelayan Indonesia dan banyaknya
kalangan pengusaha bermental pemburu rente ekonomi; (4) masih lemahnya
penegakkan hukum; dan (5) lemahnya koordinasi dan komitmen antara aparat
penegak hukum.
IUU Fishing berdampak buruk dalam aspek ekonomi, mengancam
sumberdaya ikan dan mengganggu upaya pengelolaan perikanan yang
berkelanjutan (Nikijuluw, 2008). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
melaporkan Indonesia mengalami kerugian akibat praktik IUU Fishingmencapai
lebih dari Rp 101 triliun per tahun, yang membuat Indonesia mengalami kerugian
ekonomi, ekologi, dan sosial (Info publik kominfo ,2014). Dampak dari kegiatan
ini tidak hanya merugikan negara miliyaran rupiah, akan tetapi juga menghambat
bahkan mematikan kelangsungan industri perikanan nasional (Raditya, 2010).
Jawa Tengah memiliki perairan yang potensial bagi usaha perikanan,
terutama untuk perikanan tangkap di sepanjang pantai utara dan selatan. Pesisir
utara Jawa Tengah dengan garis pantainya sepanjang 453,9 km yang membentang
dari Kabupaten Brebes di sebelah barat hingga Kabupaten Rembang di sebelah
timur merupakan daerah potensial baik untuk kegiatan penangkapan maupun
budidaya yang merupakan aset bagi pembangunan Jawa Tengah (Mudzakir,
2003).Potensi perikanan tangkap yang besar di perairan tersebut, sangat

1
memungkinkan terjadinya pemanfaatan sumber daya perikanan laut secara besar-
besaran, sehingga memungkinkan terjadinya kompetisi baik antar nelayan lokal
maupun nelayan pendatang (andon). Kompetisi ini terjadi umumnya pada wilayah
penangkapan (fishing ground). Hal ini dikarenakan laut merupakan sumberdaya
milik bersama (common property resources) yang tidak memiliki batasan wilayah
yang jelas, sehingga siapapun dapat melakukan penangkapan. Stok ikan di
perairan yang semakin sedikit sementara jumlah nelayan semakin banyak,
mengakibatkan kemungkinan timbulnya perebutan daerah penangkapan. Kusnadi
(2000) mengungkapkan beberapa konflik nelayan seperti yang terjadi di pesisir
utara Jawa Timur, yang terjadi antara kelompok nelayan Bangkalan Utara dengan
nelayan Lamongan yang memperebutkan daerah penangkapan. Selain itu juga
kasus penggunaan alat tangkapmini trawl yang terjadi di perairan Lamongan dan
Probolinggo. Penggunaan alat tangkap mini trawl yang masih digunakan oleh
beberapa nelayan ditentang oleh kelompok nelayan lainnya, karena nelayan
beranggapan bahwa alat tangkap tersebut telah merusak ekosistem. Tangkapan
berlebih (over fishing) yang mengakibatkan nelayan yang biasanya menangkap di
perairan tersebut harus melakukan penangkapan di wilayah atau fishing ground
lain yang masih potensial. Selain itu juga, sifat dan perilaku nelayan yang ingin
mendapatkan hasil tangkapan sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan
kelestarian sumberdaya ikan.
Selain masalah over fishing, masalah lainnya adalah kegiatan IUU Fishing
yang mengakibatkan Indonesia merugi triliunan rupiah akibat pencurian ikan dan
semakin minipisnya sumberdaya perikanan Indonesia.Permasalahan IUU Fishing
di perairan Indonesia tidak hanya mencakup pencurian ikan (illegal), tetapi juga
perikanan yang hasil tangkapan tidak dilaporkan (unreported) dan kegiatan
perikanan yang tidak diatur (unregulated).Unreported fishing merupakan salah
satu kegiatan pelanggaran pemanfaatan sumberdaya ikan yang berdampak besar
terhadap kerugian negara. Kegiatan unreported fishing yang umumnya terjadi di
Indonesia adalah penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan atau
pemalsuan hasil tangkapan, serta penjualan ikan di tengah laut (transshipment).
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo, Juwana merupakan salah
satu fasilitas pelabuhan pendaratan ikan, tempat melabuhkan perahu/kapal nelayan

2
yang terletak di Pantai Utara Jawa Tengah. PPP Bajomulyo terletak di Desa
Bajomulyo, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, serta berada di sisi barat Sungai
Juwana. PPP Bajomulyo terdiri dari 2 unit yaitu PPP Bajomulyo unit I (pelabuhan
lama) yang melayani armada < 30 GT (Jaring cantrang, pancing mini Long Line,
pancing senggol, dan jaring cumi) dan PPP Bajomulyo II yang melayani nelayan
tradisional (jaring udang, jaring rajungan, jaring teri,purse seine dsb).Berdasarkan
data produksi di PPP Bajomulyo tahun 2011, nilai produksi perikanan tangkap di
PPP Bajomulyo I sebesar Rp. 25.766.750.000,- sedangkan di PPP Bajomulyo II
sebesar Rp. 177.419.710.000,-. Apabila di akumulasikan, total nilai produksi
penangkapan di PPP Bajomulyo I dan II sebesar Rp. 203.186.460.000,-.
Purse seine atau pukat cincin merupakan suatu jenis alat tangkap ikan
yang efektif khususnya digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang
bergerombol. Menurut Partosuwiryo (2002), purse seine merupakan suatu alat
tangkap yang lebih efektif dibandingkan dengan alat tangkap jenis payang
maupun lampara. Alat ini menangkap ikan dengan cara melingkar, mengurung
dan menghalangi pergerakan gerombolan ikan baik secara vertikal maupun
horizontal, sehingga kemungkinan peluang lolosnya ikan dari celah yangterbuka
sangat kecil dan dapat diatasi dengan baik.
Menurut Utomo (2012), purse seine adalah salah satu alat tangkap yang
banyak digunakan di PPP Bajomulyo.Jumlah kapal purse seine di Kabupaten Pati
tahun 2012 sebanyak 113 unit. Sedangkan menurut data dari Dinas Kelautan dan
Perikanan Jawa Tengah, jumlah kapal purse seine di PPP Bajomulyo pada tahun
2011 sebanyak 188 yang terdiri dari 157 kapal purse seine dan 31 kapalpurse
seine mini. Kapal purse seine yang umumnya terdapat di PPP Bajomulyo
memiliki tonase besar, yaitu sekitar 30 GT sampai 100 GT. Kegiatan
penangkapan ikan dengan purse seine ini membutuhkan waktu yang relatif lama,
yaitu sekitar dua bulan dengan daerah penangkapan sekitar Laut Jawa, perairan
Kalimantan dan perairan Sulawesi. Biaya yang dibutuhkan untuk satu kali trip
sekitar 100 juta rupiah, yang digunakan untuk membeli solar, garam, es batu, serta
perbekalan sehari-hari mengingat trip dilakukan selama dua bulan. Hasil
tangkapan yang banyak didapatkan kapal purse seine adalah ikan layang (Utomo,
2012).Berdasarkan laporan tahunan PPP Bajomulyo, hasil produksi ikan layang

3
pada tahun 2011 sebesar 23.363.745 kg, apabila di rupiahkan menjadi Rp.
149.392.652.000,-
Hingga saat ini, kapal purse seine masih menjadi tumpuan utama dalam
kegiatan penangkapan ikan di PPP Bajomulyo. Tonase kapal yang semakin besar,
serta peralatan pendukung yang digunakan pun semakin canggih. Semakin
berkurangnya stok ikan di perairan Utara Jawa memaksa pemilik kapal berpindah
ke daerah penangkapan lainnya untuk mendapatkan hasil tangkapan dan
keuntungan yang semakin banyak. Berdasarkan pemaparan tersebut, kekhawatiran
terjadinya kegiatan pelanggaran pun bermunculan salah satunya adalah
unreported fishing,sehingga perlu dilakukan suatu penelitian tentang unreported
fishing. Penelitian tersebut diperlukan untuk mengetahui secara jelas bentuk-
bentuk kegiatan perikanan, faktor-faktor penyebabnya, dan kerugian yang
ditimbulkan akibat kegiatan unreported fishing, serta upaya untuk
menanggulaninya.

B. Tujuan
1. Mengidentifikasi kegiatan unreported fishingdi Pelabuhan Perikanan Pantai
Bajomulyo;
2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kegiatanunreported
fishing;
3. Menghitung kerugianyang ditimbulkan dari kegiatan unreported fishing,
dan
4. Menganalisis strategi penanggulangan unreported fishing.

C. Manfaat
Hasil akhir penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menetapkan kebijakan dan rencana kerja Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Jawa Tengah terkait dengan kegiatan unreported fishing di
Pelabuhan Perikanan Pantai Bajomulyo serta bagi mahasiswa diharapkan dapat
menjadi tambahan informasi mengenai unreported fishing.

Anda mungkin juga menyukai