Anda di halaman 1dari 13

A.

Indeks Massa Tubuh


Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau

cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan

dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan

resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko

terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal

memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang (Istiany

dan Rusilanti, 2014).

Cara mengukur Indeks Massa Tubuh berdasarkan metode pengukuran IMT

menurut WHO 2011, untuk menentukan indeks massa tubuh sampel maka dilakukan

dengan cara: sampel diukur terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan kemudian

diukur tinggi badannya dan dimasukkan ke dalam rumus di bawah ini:

IMT = Berat badan (kg)


2 (m)
TB

Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi

menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk semua umur bagi

pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, intrepretasi IMT adalah spesifik mengikut

usia dan jenis kelamin (CDC, 2009).

Untuk kepentingan orang Indonesia, batas ambang indeks massa tubuh

dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa Negara

berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia

adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)


Kategori IMT (kg/m2)
Sangat kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <17,0
Kekurangan berat badan tingkat
Kurus 17 - <18,5
ringan

Normal 18,5-25,0
Kelebihan berat badan tingkat
Gemuk (Overweight) >25,0-27,0
ringan

Obese Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0


Sumber : Kemenkes RI,2014

B. Penilaian Status gizi

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi

seseorang dengan cara mengumpulkan data penting , baik yang bersifat objektif maupun

subyektif , untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data obyektif

dapat diperoleh dari data pemeriksaan perseorangan, serta sumber lain yang dapat diukur

oleh anggota tim penilai (Arisman, 2010).


Penilaian status gizi dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit-penyakit yang

erat kaitannya dengan asupan gizi. Semakin maju ilmu pengatuhan mengenai hubungan

antara status gizi dan penyakit, semakin pesat perkembangan ilmu pengetahuan mengenai

indicator yang digunakan dalam pengukuran tubuh manusia, semakin kuat pula

keyakinan tentang perlunya dilakukan penilaian status gizi terhadap masyarakat secar

teratur (Soekatri,2011).
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dan

tidak langsung.
a. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu:
a) Antropometri
Antropometri merupakan Penilaian status gizi yang berhubungan dengan

berbagai macam ukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkatan

umur dan tingkat gizi. Ukuran tubuh yang digunakan antara lain tinggi badan,berat

badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri secara umum

digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidak

seimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti

lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Istiany dan Rusilanti, 2014).

b) Klinis
Penilaian klinis adalah metode yang digunakan untuk menilai status gizi dengan

melihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral atau pada organ

yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Survei ini dilakukan

untuk melihat tanda-tanda umum dari kekurangan satu atau lebih zat gizi. Selain itu

digunakan juga untuk melihat tanda dan gejala atau riwayat penyakit (Istiany dan

Rusilanti, 2014).

c) Biokimia
Pemeriksaan laboratrium (biokimia) yang diuji melalui pemeriksaan spesimen

yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh (darah, urine, tinja, dan juga

beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot). Metode ini digunakan untuk lebih

spesifik menggambarkan kekurangan zat gizi (Arisman, 2010).


Penilaian biokimia merupakan cara yang paling objektif dan bersifat kuantitatif

dalam penilaian status gizi.selain itu, pemeriksaan biokimia juga dapat mendeteksi

kelainan status gizi jauh sebelum terjadi perubahan dalam nilai antropometri serta

gejala dan tanda kelainan klinik. Penilaian biokimia dibagi menjadi dua kategori,

yaitu tes statis dan tes fungsional (Soekatri,2011).

d) Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik merupakan metode yang dilakukan

dengan cara melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur

jaringan. Penilaian secara biofisik dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu

pemeriksaan radiologi, tes fungsi fisik, dan tes sitologi (Istiany dan Rusilanti,

2014).

b. Penilaian status gizi secara tidak langsung :


a) Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan merupakan metode penilaian status gizi dengan

melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Cara ini dilakukan untuk

menggambarkan tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga

dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
Tujuan dilakukannya survey ini adalah untuk mengetahui kebiasaan makan,

gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok,

rumah tangga, dan perorangan serta factor-faktor yang mempengaruhinya (Istiany

dan Rusilanti, 2014).

b) Statistik vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis dari

beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian, angka kesakitan, pelayanan

kesehatan, dan penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk menemukan indicator tidak langsung pada status gizi masyarakat

(Istiany dan Rusilanti, 2014).

c) Faktor ekologi
Pengukuran status gizi yang berdasarkan atas ketersediaan makanan yang

dipengaruhi oleh factor ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain (Istiany

dan Rusilanti, 2014).


C. Gizi dewasa

Usia dewasa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu dewasa muda dengan rentang

usia 19- 29 tahun, 30-49 tahun, dan dewasa setengah tua dengan rentang usia 19-29

tahun. Peranan gizi utama pada usia dewasa terutama dalah untuk mencegah penyakit dan

meningkatkan kesehatan. Tujuan utama kesehatan gizi pada usia dewasa adalah

meningkatkan kesehatan secara menyeluruh, mencegah penyakit, dan memperlambat

proses menjadi tua(menua). Komposisi tubuh orang dewasa bervariasi tergantung jenis

kelamin, berat badan, dan umur. Massa tubuh tanpa lemak pada laki-laki lebih besar

daripada perempuan, yaitu antara 30-65% dari berat badan total. Pada usia dewasa ,

seseorang perlu menjaga kadar gula darah, kolestrol, dan tekanan darah dalam batas

normal (Istiany dan Rusilanti, 2014).

Pada usia dewasa merupakan usia produktif, dimana pada dewasa ini dapat di

katakana usia pekerja. Karena setiap orang dewasa matang dalam melakukan beberapa

aktifitas dengan tujuan tertentu. Berdasarkan jenis pekerjaan nya, maka pekerja dapat

diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu pekerja ringan, pekerja sedang, dan pekerja

berat. Klasifikasi ini secara lebih lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini .

Tabel 2.2 Klasifikasi pekerja pada usia dewasa

Jenis Kegiatan Contoh


Pekerjaan ringan 8 jam tidur Karyawan di kantor
7 jam bekerja dikantor
2 jam pekerjaan sedang di rumah tangga
jam olahraga
6 jam pekerjaan ringan
Pekerjaan sedang 8 jam tidur Pekerjaan pabrik garment,
supir
8 jam bekerja di industri perkebunan Pekerjaan rumah tangga
2 jam pekerjaan rumah tangga
6 jam pekerjaan ringan
Pekerjaan berat 8 jam tidur Pekerja pabrik baja , industri
mesin dan kuli
8 jam pekerjaan berat
2 jam pekerjaan sedang
Sumber : Istiany dan Rusilanti, 2014

Anjuran makan satu hari untuk orang dewasa

D. Obesitas

Obesitas merupakan resiko terjadinya berbagai penyakit dan gangguan pada

tubuh. Seseorang yang menderita obesitas beresiko tinggi mengalami penyakit jantung,

tekanan darah tinggi , dan kolestrol darah tinggi. Selain itu juga dapat meningkatan resiko

terhadap penyakit osteoarthritis, penyakit sendi tulang, berkuranggnya kelenturan dan

gangguan gerakan , atau berkurangnya mobilitas (Ruslianti dan Istiani, 2014).

Obesitas merupakan kelainan dari sistem pengaturan berat badan yang ditandai

oleh akumulasi lemak tubuh yang berlebihan. Dalam masyarakat primitif, dimana

kehidupan sehari-hari membutuhkan aktivitas fisik yang tinggi dan makanan hanya

tersedia sesekali, kecenderungan genetik akan berperan dalam penyimpan kalori sebagai

lemak karena makanan yang dikonsumsi tidak melebihi kebutuhan (Richard

Harvey,2005).
Obesitas didefinisikan sebagai keadaan di mana adanya peningkatan yang sangat

berlebihan pada massa jaringan adiposa (lemak). Obesitas bisa disalahartikan sebagai

peningkatan berat badan yang sangat berlebihan bagi kebanyakan masyarakat. Namun,

konsep ini tidak begitu relevan karena konsep obesitas tidak bisa diambil akibat

peningkatan berat badan semata-mata melainkan adanya peningkatan massa jaringan

adiposa (Gabriel Uwaifo, 2009).

Obesitas dan kegemukan merupakan faktor resiko utama untuk sejumlah penyakit

kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan kanker. Obesitas dianggap merupakan

masalah hanya di negara berpenghasilan tinggi, tetapi sekarang jumlah pederita obesitas

dan kegemukan semakin meningkat di negara berpenghasilan rendah dan menengah

khususnya di perkotaan (WHO, 2010).

E. Underweight

underweight dapat diartikan sebagai berat badan rendah akibat gizi kurang.

Kejadian gizi kurang pada perempuan usia aktif sering luput dari penglihatan dan

pengamatan biasa. Menurut data Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 1999-2003, 35-40%

wanita usia subur (WUS) 15-19 tahun berisiko kekurangan energi kronis (ICED).

Proses riwayat terjadinya penyakit pada masalah gizi (gizi kurang) melalui

berbagai tahap yaitu diawali dengan terjadinya interaksi antara pejamu, sumber penyakit

dan lingkungan. Ketidakseimbangan antara ketiga faktor ini, misalnya terjadi

ketidakcukupan zat gizi dalam tubuh. Akibat kekurangan zat gizi, maka simpanan zat gizi

dalam tubuh dugunakan untuk memenuhi kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsung

lama, maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan.
proses ini berlanjut sehingga menyebabkan malnutrisi, walupun hanya ditandai dengan

penurunan berat badan dan pertumbuhan terhambat.

F. Berat Badan

Berat Badan Berat Badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam

keadaan normal, di mana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan anatara konsumsi

dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.

Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan

berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berat

badan harus selalu dimonitor agar memberikan informasi yang memungkinkan intervensi

gizi yang preventif sedini mungkin guna mengatasi kecenderungan penurunan atau

penambahan berat badan yang tidak dikehendaki. Berat badan harus selalu dievaluasi

dalam konteks riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan

yang terakhir. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang (Anggraeni,

2012).

G. Tinggi Badan

Tinggi Badan Tinggi badan merupakan salah satu parameter yang dapat melihat

keadaan status gizi sekarang dan keadaan yang telah lalu. Pertumbuhan tinggi/panjang

badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi pada

waktu singkat (Anggraeni, 2012).

H. Suplemen (minuman berenergi)


Suplemen menurut definisi dari BPOM adalah produk yang dimaksudkan untuk

melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa

vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan

tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah

terkonsentrasi. Suplemen tidak boleh diklaim mampu mencegah atau menyembuhkan

penyakit tertentu. Suplemen hanya bisa mengurangi resiko terjadinya sesuatu akibat

penyakit tersebut, bukan mengobati penyakitnya (BPOM, 2010).

Manfaat suplemen makanan tergantung dari kandungan bahan aktif dalam

formulanya. Suplemen makanan berperan dalam menyuplai energi dan menjadi salah satu

alternatif apabila dari salah satu pangan tidak mencukupi. Hal ini dapat dilihat dengan

banyaknya orang yang lebih suka mengambil jalan cepat untuk memperoleh energi

dengan minuman berenergi (energy drink) (Putriastuti, 2007)

Konsumsi suplemen berenergi yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan

pada ginjal dan liver, untuk itu, bagi pengonsumsi minuman berenergi perlu

mengimbangi dengan berolahraga dan memakan makanan yang bergizi. Konsumsi

minuman berenergi harus memperhatikan dosis yang tepat. yaitu maksimal 3 kali sehari

(Racmat Dani,2010).

Menurut data yang diperoleh Business Monitor International (BMI) tahun 2009

produksi minuman energi dalam bentuk cair sebanyak 1,2 triliun liter dan menjadi 1.38

triliun liter pada tahun berikutnya. Adapun total penjualan minuman energi pada tahun

2009 sebesar Rp 16,9 triliun dan bernilai Rp 20,54 triliun pada tahun berikutnya.

Berdasarkan data tersebut terlihat jelas peningkatan produksi minuman energi yang
tentunya selaras dengan peningkatan minat konsumsi minuman energi pada masyarakat

(BMI, 2012 dalam Widyarini 2013).

Minuman energi adalah jenis minuman yang ditujukan untuk menambah energi

seseorang yang meminumnya. Bagi beberapa kalangan, minuman energi diminum dengan

tujuan untuk mencegah kantuk. Selain tinggi kandungan kafein, minuman berenergi juga

dapat mengandung kadar gula yang berlebihan. Sekaleng minuman berenergi bisa

mengandung lebih dari 30 gram gula. Bila kita memiliki aktivitas sedang maka konsumsi

gula sederhana yang diperbolehkan dengan memperhitungkan energy , rekomendasi

asupan gula harian untuk pria tidak lebih dari 150 kalori ( 37,5 gram ) (sasongkowati,

2014).

I. Kerangka Teori

A. Kerangka Teori

Dampak Status Gizi

Asupan Makanan Penyakit Infeksi


Penyebab Langsung

Penyebab Tidak Langsung

Tidak cukup
Pola Asuh Anak Sanitasi dan air
persediaan pangan
Tidak Memadai bersih/Pelayanan
Kesehatan Dasar
Tidak Memadai
Kurang Pendidikan, Pengetahuan dan Keterampilan

Kurang Pemberdayaan Wanita dan Keluarga, Kurang


Pokok Masalah
Pemanfaatan Sumber Daya Masyarakat

di Masyarakat

Pengangguran, Inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

Akar Masalah Nasional Krisis Ekonomi, Politik dan


Sosial

Gambar 1. Bagan UNICEF,1998


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

J. KERANGKA KONSEP

Konsumsi Minuman
Berenergi Indeks massa tubuh (IMT)

Variabel independen variabel dependen


K. DEFINISI OPERASIONAL

Variable Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur
IMT Suatu cara Penimbangan Timbangan 1. Sangat kurus (IMT Ordinal

( indeks untuk BB injak, <17 kg/m2)


2. Kurus (IMT 17- <18
massa memantau Pengukuran mikrotoice
kg/m2)
tubuh ) status gizi TB 3. Normal (IMT 18-25

orang kg/m2)
4. Gemuk (IMT >25-27
dewasa,
kg/m2)
khususnya 5. Obese (IMT >27

yang kg/m2)
(Kemenkes, 2014)
berkaitan

dengan

kekurangan

dan

kelebihan

berat badan
Konsumsi Konsumsi Wawancara Kuesioner 1. Mengonsumsi Ordinal

Minuman suatu minuman

Berenergi minuman berenergi


2. Tidak
yang
mengonsumsi
bertujuan
minuman
untuk
berenerg
menambah
energi

sebagai

suatu cara

melengkapi

asupan

makanan.

A. HIPOTESIS

Hipotesis Nol (Ho)

1. Ada hubungan antara konsumsi minuman berenergi dengan Indeks Massa Tubuh

(IMT) pada Supir Angkutan Kota Sukarame Bandarlampung.

Anda mungkin juga menyukai