Anda di halaman 1dari 9

OmniAkuatika, 12 (2): 5866, 2016

ISSN: 1858-3873 print / 2476-9347 online

Research Article

Profil Oseanografi Biologi Laut Banda: Sebuah Tinjauan Kritis

1,*
Yosmina H. Tapilatu

Pusat Penelitian Laut Dalam-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPLD-LIPI)


Jl. Y. Syaranamual Guru-guru Poka Ambon 97233
*Corresponding auhor : yosmina.tapilatu@lipi.go.id
Received 10 June 2016; Accepted 10 October 2016; Available online 29 November 2016

ABSTRACT

Informasi mengenai keragaan oseanografi biologi di Laut Banda sangat penting dalam rangka menunjang
pembangunan kelautan dan perikanan di perairan yang kaya dengan sumber daya alam ini, baik hayati
maupun nir hayati. Makalah ini menyajikan tinjauan mengenai kajian oseanografi biologi Laut Banda
sejak tahun 1970-an sampai dengan 2013, sebagai upaya untuk mengungkap karakteristik perairan ini,
beserta perspektif penggunaannya dalam mendukung pembangunan kelautan dan perikanan di Laut
Banda yang beriorientasi kepada pemanfaatan yang berkesinambungan.
Keywords: oseanografi biologi, perikanan, kelautan, Laut Banda

1. Pendahuluan dan perikanan berbasis perairan ini di Provinsi


Maluku.
Informasi mengenai keragaan oseanografi
biologi suatu wilayah perairan laut sangat
Latar belakang
diperlukan guna menyusun strategi
pembangunan kelautan dan perikanan yang Laut Banda (Gambar 1) merupakan
komprehensif. Untuk itu penyamaan persepsi, perairan berbentuk cekungan (basin) yang
pendefinisian istilah dan pembatasan ruang memisahkan paparan Sunda di bagian barat dan
lingkup bahasan merupakan langkah yang paparan Sahul di Bagian Timur. Topografi dasar
mendasar dalam kerangka pikir yang akan lautnya sangat kompleks dengan bentuk
dibahas di sini. Oseanografi biologi pada cekungan di bagian barat dan bentuk palung di
makalah ini mengacu pada bidang kajian bagian timur (Suyarso, 1999). Bentuk topografi
mengenai biota laut, terutama mengenai respons yang kompleks ini turut menentukan dalam
biota yang hidup di dalam kolom air terhadap mengendalikan pertukaran massa air. Lewat
perubahan keadaan hidrografi yang berbeda pemodelan yang dilakukan dari hasil ekspedisi
karena pengaruh musim. Respons biota tersebut Snellius yang pertama di tahun 1930-an dan
dapat dilihat misalnya dalam bentuk komposisi kajian yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu
dan aktivitas plankton -termasuk ichtyoplankton- Pengetahuan Indonesia pada tahun 1950-an,
dan bakteri, di Laut Banda. Hal ini karena bakteri Wyrtki (1958, 1961) menyimpulkan bahwa
dan plankton merupakan dua unsur penting perairan ini berfungsi seperti jantung perairan
dalam produktivitas perairan. Kajian mengenai Indonesia. Pada periode bertiupnya angin muson
ichtyoplankton akan memberikan gambaran yang barat, secara lokal disebut sebagai musim barat
lebih utuh mengenai profil oseanografi biologi (Desember-Februari) akan terjadi penurunan
Laut Banda, di luar nekton dan makroorganisme masa air yang berlebih (downwelling) akibat
lainnya. Adapun pengamatan dan analisa yang masukan air dari Laut Jawa dan Laut Flores, dan
dikemukakan dalam makalah ini dibuat sedikitnya massa air yang mengalir ke Samudera
berdasarkan kajian-kajian yang sudah dilakukan Pasifik. Hal ini mengakibatkan naiknya suhu air
sejak tahun 1970-an sampai 2013, dan permukaan, dan menurunnya salinitas serta
implikasinya terhadap pembangunan kelautan unsur hara, sehingga berujung pada
menurunnya biomassa plankton.
Tapilatu, 2016, Profil Oseanografi Biologi Laut Banda 59

Gambar 1. Peta Indonesia (atas) dan peta Provinsi Maluku (bawah) : wilayah geografis Laut
Banda.

Sebaliknya pada periode bertiupnya angin termasuk dalam wilayah Inisiatif Segitiga
muson timur (musim timur), yakni pada bulan Terumbu Karang, yang dikenal kaya dengan
Juni hingga Agustus, terjadi pergerakan massa keanekaragaman hayati laut yang tinggi.
air yang dominan ke arah Laut Flores dan Laut Pemerintah Republik Indonesia sendiri juga telah
Jawa, sementara massa air yang masuk dari menetapkan Laut Banda sebagai Kawasan
Samudera Pasifik tidak mencukupi. Akibatnya air Konservasi Perairan Nasional berdasarkan
dari lapisan bawah Laut Banda akan bergerak ke Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
atas, atau dikenal dengan proses pengangkatan Republik Indonesia No. 69/2009. Hal ini karena
massa air (upwelling) (Wyrtki 1958, 1961, Birowo Laut Banda dikenal memiliki sumber daya alam
1984). Sirkulasi ini terkait langsung dengan (hayati dan nirhayati) yang sangat potensial
sirkulasi massa air dunia (ocean conveyor belt) untuk dimanfaatkan.
(Ilahude, 1999). Proses pengangkatan massa air Data Direktur Jendral Perikanan Tangkap
yang terjadi di Laut Banda pada musim timur Kementrian Kelautan dan Perikanan pada tahun
akibat kekosongan massa air pada lapisan paras 2011 menyebutkan bahwa potensi sumber daya
mengakibatkan penurunan suhu, naiknya ikan pelagis besar di Laut Banda diduga
salinitas, dan pengangkatan unsur hara. mencapai 104.100 ton per tahun (Besewni dkk,
Tersedianya unsur hara yang berlimpah pada 2011). Karena disinyalir telah terjadi lebih
gilirannya akan mempengaruhi kelimpahan tangkap dan penangkapan yang tidak berbasis
plankton, sumber pakan utama ikan-ikan pendekatan ekosistem, Laut Banda sendiri telah
ekonomis penting seperti tuna, cakalang dan ditetapkan sebagai bagian dari WPP-RI 714
tongkol. Namun pengaruh ini bersifat kompleks, yang dilarang untuk dijadikan wilayah
seperti yang akan kita lihat dalam bagian hasil penangkapan berdasarkan Peraturan Menteri
dan pembahasan. Kelautan dan Perikanan No. 4/PERMEN-
KP/2015. Pengelolaannya karena itu harus
Isu-isu strategis dilakukan secara bertanggung jawab, sehingga
sumber daya alam yang terdapat di Laut Banda
Pembangunan kelautan dan perikanan dapat digunakan secara berkesinambungan.
berbasis Laut Banda penting artinya bagi Tujuan penulisan makalah ini adalah
Provinsi Maluku, terutama dengan ditetapkannya tersedianya informasi terkini yang menyeluruh
Provinsi ini sebagai Lumbung Ikan Nasional dan terpadu mengenai keragaan Oseanografi
(LIN). Selain merupakan bagian dari Wilayah Biologi Laut Banda berdasarkan kajian yang
Pengelolaan Perikanan Negara Republik sudah pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini
Indonesia (WPP-RI) 714, Laut Banda juga penting untuk memastikan bahwa para
60 Omni-Akuatika Vol. 12 No. 2 November 2016 : 58 - 66

pemangku kepentingan memperoleh informasi area pengamatan, terutama di selatan Pulau


yang akurat dan aktual dalam rangka Ambon-Buru serta di utara Pulau Yamdena
pembangunan perikanan dan kelautan berbasis (Arinardi, 1999). Lebih lanjut Arinardi mengamati
perairan tersebut, secara berkelanjutan dan bahwa rata-rata kepadatan volume fitoplankton
bertanggung jawab. pada waktu upwelling mencapai 2.463,82
3
ml/1.000 m , atau hampir 2,5 kali lipat ketimbang
2. Metode Pendekatan rata-rata kepadatannya pada musim barat
3
(1.024,88 ml/1.000 m ).
Hasil-hasil kajian mengenai plankton dan Secara spesifik, kelimpahan net-
produktivitas primer di Laut Banda sejak tahun fitoplankton di bagian timur Laut Banda pada
1970 sampai dengan 2013 digunakan sebagai bulan Agustus (upwelling) ternyata 3 kali lebih
sumber primer. Apabila diperlukan informasi banyak daripada pada bulan Februari
lebih lanjut dan/atau ada informasi yang tidak (downwelling). Struktur komunitas pun
tersedia, pelacakan dilakukan dengan didominasi oleh spesies yang berbeda
menggunakan mesin pencari umum internet atau tergantung musim. Pada musim barat
situs-situs pengindeks global khusus tulisan Chaetoceros, Bacteriastrum, Coscinodiscus,
ilmiah. Hasil kajian dalam bentuk artikel ilmiah Thalassiotrix dan Lauderia mendominasi
dan/atau laporan penelitian yang tidak tersedia komunitas fitoplankton (Adnan 1990 dan Arinardi
secara elektronik ditelusuri pada perpustakaan dkk. 1997). Sedangkan pada musim timur
Pusat Penelitian Laut Dalam (PPLD) LIPI. ditemukan Skeletonema costatum dan
Streptotheca sp. (Arinardi 1999).
3. Hasil dan Pembahasan Hasil pengukuran Adenosin Tri Fosfat
(ATP) sebagai jumlah biomassa relatif
Kajian mengenai kondisi perairan Laut mikroorganisme berukuran lebih kecil dari 50 m
Banda sudah dilakukan oleh para peneliti di bagian timur Laut Banda justru tidak
kelautan dari berbagai negara sejak akhir abad dipengaruhi oleh musim. Jika pada bulan
2
ke-19, mulai dari ekspedisi Challenger pada Agustus (upwelling) nilainya mencapai 2.6 C/m ,
tahun 1872-1876 sampai dengan ekspedisi yang maka pada bulan Februari nilainya mencapai 2.9
2
dilakukan oleh para peneliti dari Pusat Penelitian C/m . Hal ini juga diamati ketika dilakukan
Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan pengukuran aktivitas ETS (Respiratory Electron
Indonesia (PPLD-LIPI) pada tahun 2013 yang Transport System) yang menunjukkan tingkat
lalu. Dari kajian-kajian yang dilakukan, diamati respirasi mikroba, di mana nilai ETS pada
2
bahwa kondisi hidrologi Laut Banda sangat kedalaman 0-300 m adalah 2.5 g C/m per hari
2
spesifik karena pengaruh musim yang berbeda pada bulan Agustus dan 1.7 g C/m per hari
dalam setahun. Sebagai konsekwensinya, pada bulan Februari (Vosjan dkk. 1990).
kondisi hidrologi ini juga turut membentuk Adapun hasil kajian Zevenboom dan
karakteristik oseanografi biologi Laut Banda. Wetsteyn (1990) menunjukkan bahwa faktor
pembatas pertumbuhan pico-plankton (0,001
Kajian tahun 1970 - 1999 mm) pada periode upwelling (Agustus) adalah
fitoplankton sinar matahari dan bukan nutrisi. Sebaliknya
pada periode downwelling (Februari)
Hasil kajian Arinardi (1999) mengenai pertumbuhannya justru dibatasi oleh
sebaran volume plankton berdasarkan data ketersediaan nitrat. Pico-plankton sendiri
penelitian yang diperoleh dari tahun 1970 s/d merupakan salah satu komponen penting untuk
1992 dari masing-masing 70 sampel plankton produktivitas primer di perairan tropis (Arinardi
pada musim barat dan 98 sampel pada musim 1999). Khusus untuk picocyanobakteri penghasil
timur menunjukkan respons hidrologi dari pigmen merah phycoeritrin, pico-plankton ini
kelompok eukariota ini secara jelas. Sebaran ditemukan dalam konsentrasi yang relatif tinggi
4 5 3
net-fitoplankton relatif padat (lebih dari 1.500 (antara 10 -10 sel/cm ) di 75% stasiun
3
ml/1000 m ) dan hanya terlihat pada sekitar 4% pengamatan pada bulan Agustus dan 96%
dari area yang diamati pada musim barat, dan stasiun pada bulan Februari di Laut Banda
terdapat di bagian tenggara Pulau Seram. (Zevenboom 1990). Lebih lanjut Zevenboom
Sebaliknya pada musim timur seluruh area (1990) juga melaporkan bahwa pada bulan
pengamatan mengandung lebih dari 1.500 Agustus jumlah sel lebih tinggi dibandingkan
3
ml/1000 m , dengan kandungan terpadat (lebih pada bulan Februari, namun nilai penting
3
dari 2.500 ml/1000 m ) diamati hanya pada 17% relatifnya (sebagai bagian dari total plankton-
Tapilatu, 2016, Profil Oseanografi Biologi Laut Banda 61

biomassa) justru lebih tinggi pada bulan diperoleh pada kedua musim adalah Euchaeta
Februari. Spesies ini mengindikasikan preferensi marina dan Scolecithrix danae. Kelimpahan
pada lapisan kolom air yang lebih dalam di mana komunitas zooplankton di Basin Aru dalam
3
intensitas cahaya cukup rendah. Hasil ini musim timur (222 ind/m ) hampir empat kali lipat
3
mendukung pengamatan kajian yang sudah dibandingkan dalam musim barat (57 ind/m ),
pernah diadakan sebelumnya bahwa dengan produksi sekunder di bagian timur Laut
2
picocyanobakteri memiliki nilai penting relatif Banda dan Basin Aru sebesar 24 g.C/m atau
yang lebih tinggi di perairan yang miskin unsur mencapai 5% dari produksi primer (Baars dkk.
hara (oligotrof) ketimbang di perairan yang 1990). Lebih jauh Baars dkk (1990) juga
eutrofik seperti di daerah pesisir (Zevenboom mengemukakan bahwa pada dinamika dan
1990). distribusi zooplankton terlihat pengelompokan
setempat (patchiness) dan migrasi vertikal yang
Zooplankton sangat berperan dalam lapisan 0 s/d 150 m. Pola
migrasi harian Copepoda terkait erat dengan
Khusus untuk meso-zooplankton (200 m- tersedianya pakan di dalam air.
2 mm, organisme dominan adalah kelompok Arinardi (1991) mengamati bahwa selama
cladocera, copepoda dan larvacea) volume proses upwelling, lima dari delapan jenis yang
3
plankton yang lebih besar dari 100 ml/1.000 m diamati tidak bermigrasi vertikal tetapi pada saat
hanya seluas 15% dari area yang diamati kandungan klorofil-a rendah (downwelling)
(Arinardi 1999). Lebih lanjut Arinardi (1999) sebagian besar Copepoda bergerak naik
menyatakan bahwa bagian terbesar (33%) dari menjelang senja dan mulai turun ke lapisan
kepadatan volume pada periode downwelling dalam pada malam hari. Copepoda indikator
3
adalah kurang dari 25 ml/m . Namun dalam seperti C. philippinensis selalu berada di lapisan
masa upwelling terlihat kepadatannya mencapai 0-50 m baik pada siang maupun malam hari di
3
lebih dari 150 ml/m di bagian tenggara Pulau perairan dengan kandungan klorofil tinggi,
Seram. Sedangkan kepadatan volume terkecil (< namun di perairan miskin klorofil akan tinggal
3
50 ml/m ) hanya terlihat sebesar 17% dan pada lapisan 250-500 m. Di lain pihak pada saat
terdapat di bagian tengah Laut Banda. Arinardi upwelling zooplankton tidak melakukan migrasi
sendiri melaporkan hasil penelitian yang cukup harian atau bahkan cenderung akan bermigrasi
berbeda dengan hasil yang diperoleh dalam ke kolom air lebih dalam dari pada waktu malam
Ekspedisi Snellius II. Jika pada penelitian (Schalk 1988).
Arinardi (1999) diamati kepadatan rata-rata Dalam musim barat, sebaran spasial net-
volume zooplankton antara musim barat (77,60 fitoplankton dan zooplankton relatif lebih
3
ml/1.000 m ) dan musim timur (87,38 ml/1.000 homogen dengan kepadatan di area berbeda
3
m ) tidak terlalu besar, maka dari hasil Ekspedisi (Arinardi 1999). Menariknya, Arinardi (1999) juga
Snellius II dilaporkan bahwa terdapat perbedaan menyimpulkan bahwa sebaran spasial dalam
volume hampir tiga kali lipat lebih tinggi pada musim timur fitoplankton dan zooplankton juga
Musim Timur jika dibandingkan dengan Musim memiliki pola yang berbeda. Hal ini memberikan
Barat (Baars dkk. 1990). Hal ini kemungkinan indikasi bahwa proses upwelling di Laut Banda
besar disebabkan oleh lokasi pengambilan berlangsung relatif singkat dan bersifat
sampel yang lebih ke arah timur dan mencakup lokal/tidak menyeluruh dalam satuan waktu dan
Basin Aru pada Ekspedisi Snellius II (Arinardi ruang. Dari hasil kajian data Ekspedisi Snellius II,
1999), di mana perairan utara Laut Arafura ini terutama mengenai keberadaan kedua spesies
sudah lama diduga sebagai pusat terjadinya indikator tersebut di atas, proses pengangkatan
upwelling (Zijlstra dkk. 1990). Baars dkk. (1990) massa air yang intensif justru terjadi di utara Laut
juga menemukan bahwa volume zooplankton Arafura atau sekitar Basin Aru. Sedangkan
semakin bertambah ke arah timur. Hal ini massa air pada perairan tenggara Pulau Seram
disebabkan karena terjadinya pengayaan dari hanya merupakan imbas dari arus (downstream)
darat, di samping tentunya karena dampak yang datang dari timur dan di bagian tengah Laut
upwelling. Banda tidak memberikan indikasi sebagai
Dua jenis Copepoda (Calanoides perairan yang subur pada saat upwelling
philippinensis dan Rhincalanus nasutus) hanya (Arinardi 1999).
tertangkap pada bulan Agustus. Kedua jenis ini Ichtyoplankton
memang merupakan zooplankton indikator
upwelling. Adapun kepadatan C. philippinensis Menariknya, jika dibandingkan dengan
3
sekitar 27 ind/m (Baars dkk. 1990). Jenis yang hasil pengamatan Soewito dan Schalk (1990),
62 Omni-Akuatika Vol. 12 No. 2 November 2016 : 58 - 66

justru tidak terjadi perbedaan yang signifikan pigmen fucoxanthin dan variannya (kelompok
pada kelimpahan dan berat rata-rata populasi pigmen yang biasanya terdapat pada diatom)
total ichtyoplankton (larva ikan) jika dibandingkan terdeteksi hingga 50% dari komposisi klorofil-a di
antara musim timur dan musim barat. Rata-rata zona eufotik pada bulan Agustus. Sedangkan
dua pertiga larva ikan berada pada kedalaman 0- pada bulan Februari kelompok pico- dan
100 m di kolom air. Di siang hari larva nanoplankton yang mengandung 19-
menunjukkan migrasi vertikal, sampai ke hexanoyloxyfucoxanthin (Prymnesiophyceae)
kedalaman 400-500 m, dan terdapat bukti di dan zeaxanthin (Cyanobakteri) masing-masing
mana larva mampu menghindari jaring trawl terdeteksi hingga 40% dari total klorofil-a, baik
yang dipakai saat pengambilan sampel pada pada lapisan permukaan maupun pada DCML.
kedalaman 300-500 m. Total 78 marga Namun demikian Gieskes dkk. (1988)
teridentifikasi sepanjang ekspedisi Snellius II. mengingatkan bahwa penggunaan profil pigmen
Kelimpahan larva ikan dari marga Myctophidae untuk menduga komposisi kuantitatif fitolankton
dan Gonostomatidae adalah yang tertinggi dari alamiah tidak cukup kuat. Hal ini karena
total 61 marga yang diperoleh pada musim timur. perubahan rasio pigmen selain disebabkan oleh
Pada musim barat ditemukan 66 marga, di mana adaptasi terhadap cahaya juga dapat disebabkan
Acanthuridae, Myctophidae dan Gonostomatidae oleh faktor-faktor ekofisiologis dan fitogeografis.
merupakan marga yang memiliki kelimpahan Di lain pihak, Gieskes dkk. (1990) juga
tertinggi. Pada musim timur, sekitar 60% larva melaporkan bahwa produksi primer mencapai
berasal dari taksa oseanik dan hanya 30% yang dua kali lipat (1.85 g C/m2.hari) pada bulan
berasal dari taksa yang sama pada musim barat. Agustus dibandingkan dengan pada bulan
Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara Februari (0.91 g C/m2.hari). Hasil ini diperoleh
14
larva ikan dan organisme plankton lainnya dari pengukuran inkorporasi C dalam
memang kompleks dan mungkin bervariasi fitoplankton yang diambil dari bagian timur Laut
sebagai fungsi dari area yang diteliti (Soewito Banda saat inkubasi in situ, dan dalam inkubator
dan Schalk 1990). Di samping itu juga mungkin di atas kapal yang dilengkapi dengan filter
disebabkan oleh teknik pengambilan sampel berwarna biru. Pengukuran produktivitas primer
yang tidak mengikuti pola yang lebih sesuai ini juga dilakukan dengan menggunakan metode
untuk pengambilan sampel, atau justru waktu titrasi Winkler untuk mengetahui kadar oksigen
pengambilan sampel yang tidak tepat terlarut. Kuosien fotosintesis pada bulan Agustus
(Syahailatua, kom. pribadi). Untuk itu penting mencapai 1.05 di dekat lapisan permukaan dan
dilakukan pemutakhiran data agar diperoleh 1.86 pada bagian bawah wilayah eufotik.
gambaran yang lebih aktual sesuai kondisi iklim Kajian mengenai produktivitas perairan
saat ini. pada musim peralihan baru tersedia setelah
tahun 1998, ketika Moore dkk. (2003)
Klorofil-a dan produktivitas perairan melaporkan analisis klorofil-a berdasarkan set
data penelitian lapangan yang diambil pada
Indikasi pengaruh musim terhadap bulan September 1998, dikombinasikan dengan
kepadatan plankton di perairan Laut Banda juga data satelit SeaWiFS Global Area Coverage
terlihat dari hasil pengamatan konsentrasi (GAC) dengan resolusi 9 km. Mereka
klorofil-a. Analisis matematika dari konsentrasi menyimpulkan bahwa pada permulaan musim
klorofil-a yang diamati dalam Ekspedisi Snellius peralihan terdapat biomassa fitoplankton yang
II menunjukkan bahwa pada lapisan eufotik lebih tinggi di bagian timur Banda jika
teratas (kedalaman 25 m) konsentrasinya 5 kali dibandingkan dengan bagian barat, yang
lipat lebih tinggi dalam bulan Agustus 1984 mengindikasikan sisa-sisa dari periode upwelling
daripada yang diperoleh pada bulan Februari pada musim timur di bulan-bulan sebelumnya.
1985 (Gieskes dkk. 1988). Lebih jauh dilaporkan Data pigmen fitoplankton mengindikasikan
bahwa pada bulan Februari lapisan klorofil komunitas yang didominasi oleh diatom pada
maksimum jeluk (deep chlorophyll maximum bagian timur dan komunitas yang sifatnya lebih
layer, DCML) terdeteksi pada kedalaman 40-80 oligotrofik (didominasi oleh cyanobakteri) di
m. Kesamaan pola sebaran pada dua wilayah bagian barat.
yang luas di bagian barat dan timur dari Busur Namun secara keseluruhan, rasio tertinggi
Banda merupakan bukti dari pentingnya konsentrasi zeaxanthin (cyanobakteri) terhadap
upwelling dan downwelling yang mempengaruhi total klorofil-a disinyalir lebih besar (1.3)
fitoplankton pada saat musim timur dan musim ketimbang rasio tertinggi konsentrasi fucoxanthin
barat (Gieskes dkk 1988). Adapun kelompok (diatom) terhadap total klorofil-a (0.3) (Moore
Tapilatu, 2016, Profil Oseanografi Biologi Laut Banda 63

dkk. 2003), sehingga kuat dugaan bahwa Adnan (1990) dan Arinardi dkk. (1997) pada
cyanobakteri mendominasi Laut Banda pada musim barat yakni Chaetoceros, Bacteriastrum,
musim peralihan. Thalassiotrix, di samping Rhizosolenia,
Lebih lanjut, citra satelit mengindikasikan Nitzschia, Thalassionema, Thalassiosira,
sinyal musiman yang kuat, dengan gradien Cylindrotheca dari kelompok Diatom, Ceratium
klorofil a dari bagian timur ke barat, yang secara dan Pyrocytis dari kelompok Dinoflagelata dan
kebetulan juga dipengaruhi oleh pengaruh Trichodesmium dari kelompok Cyanobacteria.
fenomena El Nio yang terjadi pada tahun 1997-
1998. Fenomena ini juga turut memperpanjang Zooplankton
periode produksi primer di Laut Banda yang
menjelaskan tingginya konsentrasi klorofil-a Kelimpahan tertinggi zooplankton (225
3
bahkan setelah lewat musim timur pada saat ind/m ) diamati pada bagian tenggara Pulau
3
pengambilan sampel. Dalam ekspedisi yang Buru, dan kelimpahan terendah (1.730 ind/m )
terpisah namun hanya terpaut sebulan (Oktober tercatat di bagian tenggara Pulau Seram.
1998), Sediadi (2004) mengamati bahwa Copepoda merupakan kelompok yang
berdasarkan kelimpahan, keanekaragaman, mendominasi (60%) struktur komunitas
kemerataan dan distribusinya, dua jenis zooplankton di bagian tenggara Pulau Buru.
cyanobakteri yakni Trichodesmium eryhtraeum Hasil ini cukup berlawanan dalam beberapa hal
dan Trichodesmium thiebautii mendominasi pada berikut. Pertama, cyanobakteri sebagai indikator
musim peralihan. Kedua kajian yang berbeda perairan yang oligotrof tidak mendominasi
tersebut terlihat konsisten dengan penelitian- struktur komunitas fitoplankton. Kedua,
penelitian sebelumnya bahwa cyanobakteri copepoda justru merupakan zooplankton
merupakan kelompok fitoplankton indikator indikator upwelling yang secara teori tidak akan
perairan yang oligotrofik, yang dalam konteks mendominasi perairan yang dipengaruhi
Laut Banda diakibatkan oleh mulai downwelling. Ketiga, dari kelimpahan fitoplankton
berlangsungnya proses penurunan massa air dan zooplankton secara total justru ditemui yang
pada musim peralihan. terendah pada stasiun-stasiun penelitian yang
lebih ke timur, yang notabene lebih dekat dengan
Kajian tahun 2000-2013 pulau-pulau kecil di bagian tenggara Pulau
Seram. Padahal semestinya pengaruh dari
Ekspedisi Laut Banda yang dilakukan oleh daratan akan memberikan pengayaan di perairan
Pusat Penelitian Laut Dalam (PPLD) LIPI pada yang lebih intensif ketimbang yang lebih dekat ke
bulan November 2013 menariknya menunjukkan arah laut lepas.
hasil yang cukup berbeda dari kedua hasil Ada beberapa hipotesa yang mungkin
penelitian yang baru dibahas terdahulu dan agak dapat menjelaskan terjadinya beberapa
berlawanan dengan hipotesa yang sudah perbedaan ini dengan kajian-kajian
diajukan pada kajian-kajian sebelumnya. terdahulu.Yang pertama, pada bulan November
Ekspedisi ini dilakukan terutama pada wilayah 2013 mungkin saja masih terjadi pengayaan di
bagian atas Laut Banda. Wilayah ini mencakup lapisan permukaan akibat pengadukan massa air
perairan lepas yang berada di bagian tenggara sehingga produksi primer masih berlanjut. Hal ini
pulau Buru, dan bagian selatan pulau Ambon terlihat dari profil oksigen terlarut pada lapisan
hingga Pulau Seram, pada posisi geografis 3.5- permukaan yang rata-rata lebih dari 5 ppm dan
5 LS dan 127-130 BT. Tujuannya adalah untuk konsentrasi nitrat yang berada pada kisaran lebih
memberikan informasi terkini mengenai kondisi dari 0,008-0,01 ppm (Salamena dkk. 2013).
hidrologi, oseanografi biologi dan larva ikan Kadar fosfat di permukaan berkisar antara 0,001
(Salamena dkk., 2013). sampai dengan 0,01 ppm, dan hal ini mungkin
diakibatkan oleh penggunaannya oleh
Fitoplankton fitoplankton dalam proses metabolismenya. Yang
kedua, tahun 2013 ditandai dengan pergeseran
Diatom ditemukan sebagai kelompok yang musim yang sifatnya temporal, di mana jika
mendominasi struktur komunitas fitoplankton sebelumnya musim penghujan dimulai pada
dengan persentase kehadiran mencakup 75% bulan Mei, maka pada tahun tersebut bergeser
dari total genus yang diamati. Kelimpahannya hingga bulan Juni. Pergeseran seperti ini dengan
4 5 3
berkisar antara 7,7 x 10 - 2,69 x 10 sel/m . demikian mengakibatkan terjadinya pergeseran
Adapun genus yang teridentifikasi tidak terlalu musim timur sampai melebihi bulan Agustus.
jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh
64 Omni-Akuatika Vol. 12 No. 2 November 2016 : 58 - 66

Yang ketiga, perbedaan ini mungkin mendasari hubungan linier antara produktivitas
disebabkan karena luasan area penelitian yang perikanan pelagis kecil pada wilayah pesisir dan
terlalu sempit, sehingga area pengambilan periode upwelling sifatnya spesifik, baik dari segi
sampel tidak cukup representatif untuk spesies maupun wilayah (Syahailatua dkk,
menggambarkan keragaan Laut Banda secara 2011).
umum. Yang keempat, mungkin saja pada lokasi Khusus mengenai ikan tuna sirip kuning
pengambilan sampel di Laut Banda ini (yellow fin tuna, YFT), informasi yang disajikan di
kelimpahan plankton justru tidak dipengaruhi atas belumlah memadai sebagai data ilmiah
oleh musim, sehingga dapat ditemui di yang memberikan bukti-bukti yang cukup bahwa
sepanjang tahun. Hipotesa yang terakhir ini Laut Banda memang merupakan lokasi
justru akan lebih mampu menjelaskan salah satu pemijahannya (Syahailatua, kom. pribadi). Hal ini
faktor yang menyebabkan mengapa musim tidak diindikasikan dalam laporan penelitian Itano
berpengaruh terhadap kelimpahan (2000) yang menyimpulkan bahwa proporsi ikan
ichthyoplankton di Laut Banda. Namun demikian, YFT betina dewasa dalam kondisi memijah di
semua hipotesis ini patut untuk diuji pada Maluku justru lebih rendah dibandingkan dengan
ekspedisi kelautan yang harus dilakukan pada sampel yang ditangkap di wilayah perairan
tahun-tahun berikutnya. Filipina, dengan sekitar 50% ikan sampel berada
pada kondisi memijah atau siap memijah per
Ichthyoplankton bulan.
Penelusuran informasi secara non formal
Taufik dkk. (2005) dalam kajian awal yang dilakukan dengan nelayan tuna belum lama
mengenai lokasi pemijahan ikan pelagis yang ini mengungkapkan ditemukannya anakan ikan
dominan di perairan Teluk Tomini dan Laut tuna saat penangkapan di luar mulut Teluk
Banda menemukan larva dari 25 marga ikan Ambon bagian Luar, yang merupakan bagian
pada perairan yang disebutkan terakhir. Mereka dari Laut Banda. Namun belum ada kajian yang
lebih lanjut menemukan bahwa larva ikan yang memberikan bukti bahwa anakan yang
mendominasi di Laut Banda adalah dari marga tertangkap itu berasal dari ichthyoplankton hasil
Clupeidae, Scombridae dan Ambassidae. pemijahan lokal. Sebab walaupun terbatas,
Namun tidak dapat diaksesnya artikel ini secara kemampuan renang ichthyoplankton
lengkap terkait dengan waktu pengambilan memungkinkan kelompok ini untuk beruaya dari
sampel dan metodologi yang dipakai, seperti Samudera Pasifik sampai ke Laut Banda.
luas daerah pengamatan, proses pengambilan Kajian mengenai distribusi larva tuna di
sampel dan alat tangkap yang digunakan, sekeliling kepulauan Hawaii mengungkapkan
mengakibatkan tidak dapat dilakukannya analisa kelimpahan larva tuna yang tinggi di dekat pesisir
3
jika seandainya terjadi perbedaan dengan hasil (441/1.000 m ) (Miller 1979). Ini merupakan
yang akan diperoleh dalam penelitian yang akan indikasi bahwa mungkin saja di perairan Maluku,
dilakukan di kemudian hari. ichthyoplankton dari marga Scambridae lebih
banyak berada di wilayah pesisir, dan bukan di
Implikasi bagi pembangunan kelautan dan pertengahan Laut Banda, sehingga sebenarnya
perikanan pelarangan penangkapan YFT pada bulan
Oktober-Desember mungkin tidak terlalu efektif
Teori yang diterima dalam komunitas
dalam menjamin ketersediaan stok YFT. Hal ini
masyarakat ilmiah, khususnya yang bergerak
karena YFT cenderung memijah pada saat suhu
dalam oseanografi biologi selama ini adalah
permukaan laut (Sea Surface Temperature, SST)
bahwa dengan terjadinya pengangkatan massa
berkisar antara 25-29C, sehingga kemungkinan
air di suatu perairan, otomatis akan
besar pemijahan justru akan terjadi di antara
menyebabkan kelimpahan fitoplankton yang
bulan Mei hingga Agustus sepanjang tahunnya
tinggi, yang merupakan produsen primer.
(Syahailatua, kom. pribadi).
Perairan yang subur pada gilirannya akan
Lebih lanjut Miller (1979) berpendapat jika
menjadi daerah yang potensial untuk pemijahan
reaksi larva tuna terhadap faktor-faktor
ikan dewasa dan penetasan larva ikan. Padahal,
lingkungan di pesisir tidak jauh berbeda dengan
seperti yang sudah diamati oleh Soewito dan
di laut lepas, maka sebenarnya hubungan antara
Schalk (1990) hubungan antara ichthyoplankton
kelimpahan larva tuna dengan YFT dewasa
dan organisme planktonik lainnya justru lebih
dapat dipelajari dengan menganalisa perilaku
kompleks dan mungkin bervariasi dengan
larva tuna yang berada di pesisir. Ditemukannya
wilayah yang diamati. Mekanisme biologis yang
larva tuna di pesisir Kepulauan Hawai
Tapilatu, 2016, Profil Oseanografi Biologi Laut Banda 65

merupakan indikasi bahwa kajian mengenai larva berbasis Laut Banda, terdapat kebutuhan yang
tuna dapat dilakukan di pesisir, sehingga mampu mendesak sifatnya untuk menginisiasi
mereduksi aktivitas pengambilan sampel di laut pembentukan platform pengkajian biologi
lepas dengan tetap memperoleh data perikanan beserta kondisi oseanografi
kelimpahan yang hampir sama tingginya seperti pendukungnya yang terintegrasi, yang tidak
yang dilaporkan pada tahun 1960-an oleh hanya menyangkut wilayah laut lepas tapi juga
Strasburg (Miller 1979). Untuk itu diperlukan juga pesisir pulau-pulau yang terdapat di laut Banda.
penelitian yang lebih mendalam mengenai Pusat Penelitian Laut Dalam sendiri sebagai
keberadaan larva ikan pada wilayah perairan otoritas saintifik bidang kelautan di Kawasan
pesisir pulau-pulau yang berada di Laut Banda, Timur Indonesia dapat menjadi fasilitator untuk
yang kemudian akan dibandingkan dengan membentuk platform ini dan memastikan
keberadaannya di tengah perairan tersebut, terlaksananya kajian-kajian ilmiah yang akan
sehingga diperoleh gambaran yang sifatnya lebih memberikan luaran yang dapat diaplikasikan
integral. dalam pengambilan kebijakan mengenai
pengelolaan hasil kelautan dan perikanan
Kesimpulan berbasis Laut Banda di masa-masa mendatang.
Secara substantif tampak jelas bahwa
Ucapan terimakasih
masih banyak sebenarnya yang belum diketahui
mengenai Laut Banda untuk memberikan Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.
gambaran akan karakteristik oseanografi biologi Augy Syahailatua atas masukan yang berharga
yang cukup representatif sesuai kondisi aktual berupa rujukan pustaka dan diskusi dari segi
perairan tersebut. Data mengenai produktivitas biologi perikanan yang telah memperkaya tulisan
primer dan mikroorganisme yang berperan ini. Tulisan ini merupakan kontribusi no. 0008
penting di dalamnya belumlah cukup untuk dari Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
melakukan hal itu. Untuk itu diperlukan kajian Laut, Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI.
yang sifatnya reguler (bulanan), atau setidaknya
mewakili keempat musim, terhadap parameter Daftar Pustaka
yang mempengaruhi karakteristik oseanografi
biologi di perairan ini. Di samping itu perubahan Adnan, Q. 1990. Monsoonal differences in net-
iklim akan sangat mempengaruhi dinamika phytoplankton in the Arafura Sea.
mikroorganisme yang menjadi produsen primer Netherlands Journal of Sea Research 25
dan produsen sekunder di perairan. (4): 523-526.
Dari segi teknis operasional, diperlukan
Arinardi, O.H. 1999. Sebaran Volume Plankton di
kerja sama yang solid di antara instansi terkait di
Laut Banda, Sebelum dan Selama Proses
Provinsi Maluku untuk memutakhirkan data
Upwelling, dalam Suyarso (Ed.), Atlas
sehingga analisa yang dilakukan sesuai dengan
Oseanologi Laut Banda, P3O LIPI Jakarta,
kondisi aktual. Data yang komprehensif seperti
53-62.
pada Ekspedisi Snellius II diambil hampir 30
tahun yang lalu dan karenanya harus kembali Arinardi, O.H., Sutomo, A.B., Yusuf, S.A.,
diperbarui, karena telah terjadi begitu banyak Trimaningsih, E., Asnaryanti., Riyono, S.H.
perubahan dalam jangka waktu tersebut. Lebih 1997. Kisaran Kelimpahan dan komposisi
khusus menyangkut YFT, data komprehensif plankton predominan di perairan Kawasan
yang dikeluarkan oleh Itano (2000) juga Timur Indonesia, P3O LIPI:140 pp.
memerlukan verifikasi ulang setelah 15 tahun.
Hasil Ekspedisi Laut Banda yang telah dilakukan Baars, M.A., Sutomo, A.B., Oosterhuis, S.S.,
Arinardi, O.H. 1990. Zooplankton
oleh PPLD LIPI pada tahun 2013 tidaklah cukup
abundance in the eastern Banda Sea and
untuk memberikan gambaran yang komprehensif
northern Arafura Sea during and after the
mengenai kondisi oseanografi biologi Laut Banda
upwelling season, August 1984-February
yang terkini, karena dilakukan dalam waktu yang
cukup singkat (10 hari layar) sehingga tidak 1985. Netherlands Journal of Sea
dapat mencakup seluruh wilayah Laut Banda Research 25 (4): 527-543.
yang merupakan sebagian WPP-RI 714. Besewni., Effendi, D.S., Agustineke, R.,
Berkaca pada informasi dan analisa yang Nugroho., Nugroho, G.D., Susilo, A.W.,
disampaikan di atas, dalam rangka memperkuat Suhadi (Eds). 2011. Peta keragaan
kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan perikanan tangkap wilayah pengelolaan
66 Omni-Akuatika Vol. 12 No. 2 November 2016 : 58 - 66

perikanan. Republik Indonesia (WPP-RI). composition of two larval carangid fishes in


DirJen Perikanan Tangkap KKP RI, the East Australian Current: The role of
cetakan III, 57 halaman. upwelling in the separation zone. Deep
Sea Research II 58: 691-698.
Birowo, S. 1984. Ekspedisi ilmiah kelautan
Snellius II, Indonesia-Belanda (Juli 1984- Taufik, M., Suwarso., Nuriyanto. 2005. Distribusi
Juli 1985). Berita Ilmu Pengetahuan dan kelimpahan ichthyoplanton di Teluk Banda,
Teknologi LIPI 28: 23-42. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 11
(6): 73-81.
Gieskes, W.W.C., Kraay, G.W., Nontji, A.,
Setiapermana, D., Sutomo. 1988. Miller, J.M. 1979. Nearshore abundance of tuna
Monsoonal Alternation Of A Mixed And A (Pisces: Scombridae) larvae at the
Layered Structure In The Phytoplankton Of Hawaiian Islands. Bulletin of Marine
The Euphotic Zone Of The Banda Sea Science 29 (11):19-26.
(Indonesia): A Mathematical Analysis Of
Salamena, G., Sapulette, D., Wouthuysen, S.
Algal Pigment Fingerprints. Netherlands
2013. Ekspedisi Laut Banda. Laporan
Journal of Sea Research 22 (2): 123-137.
Penelitian. Pusat Penelitian Laut Dalam
Gieskes, W.W.C., Kraay, G.W., Nontji, A., LIPI, Ambon. 30 hal.
Setiapermana, D., Sutomo. 1990.
Suyarso. 1999. Lingkungan Fisik Kawasan Laut
Monsoonal Differences In Primary
Banda dalam Suyarso (ed). Atlas
Production In The Eastern Banda Sea
Oseanologi di Indonesia. hh. 1-5.
(Indonesia). Netherlands Journal of Sea
Research 25 (4): 473-483. Vosjan, J.H., Nieuwland, G., Ruyitno. 1990.
Monsoonal differences in microbial
Ilahude, A.G. 1999. Sebaran parameter hidrologi
biomass, respiratory activity and bacterial
di Laut Banda Timur.dalam Suyarso (ed.).
numbers in the Banda Sea. Netherlands
Atlas Oseanologi Laut Banda. P3O LIPI
Journal of Sea Research 25(4): 501-511.
Jakarta, h. 15-53.
Wyrtki, K. 1958. The water exchange between
Itano, D.G. 2000. The reproductive biology of
the Pacific and the Indian Ocean in relation
yellowfin tuna (Thunnus albacares) in
to upwelling processes. Proc. 9th Pac. Sci
Hawaiian waters and the Western Tropical
Congr. 16:61-66.
Pacific Ocean: Project Summary, SOEST
00-01, JIMAR Contribution 00-328. Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of the
Diakses tanggal 28 April 2015. South-East Asian Waters, Naga Report 2:
http://www.soest.hawaii.edu/PFRP/biology/ 1-195.
itano.html.
Zevenboom, W., Wetsteyn, F.J. 1990. Growth
Moore II, T.S., Marra, J., Alkatiri, A. 2003. limitation and growth rates of
Response of the Banda Sea to the (pico)phytoplankton in the Banda Sea
southeast monsoon. Marine Ecology during two different seasons. Netherlands
Progress Series 261: 4149. Journal of Sea Research 25 (4): 465-472.
Schalk, P.H. 1988. Respiratory electron transport Zevenboom, W. 1990. Picocyanobacteria in the
system (ETS) activities in zooplankton and Banda Sea during two different monsoons.
micronekton of the Indo-Pacific Region. Netherlands Journal of Sea Research 25
Doctor Theses, University van Amsterdam, (4): 513-521.
49-60.
Zijlstra, J.J., Baars, M.A., Tijssen, S.B.,
Sediadi, A. 2004. Dominasi cyanobacteria pada Wetsteyn, F.J., Ilahude, A.G.,
musim peralihan di perairan Laut Banda Hadikusumah. 1990. Monsoonal effects on
dan sekitarnya. Makara Sains 8 (1): 1-14. the hydrography of the upper waters (<300
m) of the eastern Banda Sea and northern
Soewito, PH Schalk. 1990. Spatial and seasonal
Arafura Sea, with special reference to
patterns in fish larvae distribution in the
vertical transport process. Netherlands
Banda Sea (Indonesia). Netherlands
Journal of Sea Research 25(4): 431-447.
Journal of Sea Research 25 (4): 591-600.
Syahailatua, A., Taylor, M.D., Suthers, I.M. 2011.
Growth variability and stable isotope

Anda mungkin juga menyukai