PENDAHULUAN
1
2
BAB III
PEMBAHASAN
1 Diakses dari Universitas Sumatera Utara: Tinjauan Umum Tentang Bank Syariah
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29480/3/Chapter%20ll.pdf pada
tanggal 1 Maret 2017 pukul 09.00
4
1) Untuk memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat
menerima konsep bunga.
2) Terciptanya dual banking sistem di Indonesia yang mengakomodasikan
terlaksananya sistem perbankan konvensional dan perbankan syariah dengan
baik dalam proses kompetisi yang sehat, dimana didukung oleh pola perilaku
bisnis yang bernilai dan bermoral.
3) Mengurangi risiko kegagalan sistem keuangan Indonesia.
4) Mendorong peran perbankan dalam menggerakan sektor riil dan membatasi
segala bentuk eksploitasi yang tidak produktif serta menghasilkan nilai-nilai
moral.
1) Operasi Bank Syariah yang berdasarkan prinsip bagi hasil belum diatur, oleh
karena itu tidak sejalan dengan Undang-Undang Pokok Perbankan yang
berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967.
2) Konsep Bank Syariah dari segi politis dinilai bermuatan ideologis, merupakan
bagian atau berkaitan dengan pembentukan Negara Islam, oleh Karena itu
tidak dikehendaki pemerintah.
3) Belum ada yang bersedia menaruh modal pada ventura semacam itu,
sementara pendirian bank baru dari Negara Timur Tengah masih dicegah,
antara lain oleh kebijakan pem
5
Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar
ekonomi Islam mulai dilakukan dengan pihak yang terlibat dalam
pengkajiannya adalah Karnaen A. Perwaatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M
Saefudin, M. Amien Azis, dan lain-lain. Uji coba pada skala yang relatif
terbatas telah diwujudkan pada masa itu yaitu dengan pembentukan Baitut
Tamwil-Salman di Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta, yang kedua
lembaga keuangan syariah tersebut berbadan hukum koperasi. Pembentukan
ini juga didorong oleh keluarnya Deregulasi Perbankan Paket 1 Juni Tahun
1983, yang telah membuka belenggu penetapan bunga perbankan oleh
pemerintah. Dengan dibebaskannya penetapan besar bunga kepada masing-
masing bank, maka suatu bank dapat menetapkan bunga sebesar 0% (nol
persen) yang memungkinkan beroperasinya bank tanpa bunga yang
berdasarkan bagi hasil keuntungan. Namun, karena belum dimungkinkannya
pendirian bank baru pada saat itu, sedangkan bank-bank yang telah ada belum
tertarik mengaplikasikan sistem bank tanpa bunga yang dinilai kurang
menguntungkan, maka bank syariah belum dapat berdiri di Indonesia,
sehingga dibentuklah badan hukum koperasi sebagai bentuk badan hukumnya.
Pada tahun 1988, gagasan mengeni bank syariah kembali muncul yang
dilatarbekalangi dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober (PAKTO)
yang berisi liberalisasi perbankan. Liberalisasi perbankn tersebut
memungkinkan didirikannya bank-bank baru selai yang telah ada. Maka dari
itu didirikanlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa daerah di
Indonesia, yaitu Badan Perkreditan Syariah (BPRS) Berkah Amal Sejahtera,
BPRS Dana Mardhatillah, dan BPRS Amanah Rabaniah, yang beroperasi di
Bandung, dan BPRS Hareukat di Aceh.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut lahirlah Bank Muamalat
Indonesia pada 1 November 1991. Pada saat penandatanganan Akte pendirian
PT.
6
Pada masa ini, ada beberapa permasalahan yang belum terlesaikan dari
sistem hukum maupun dari sistem ekonomi mengenai perbankan syariah. Hal
ini sebagaimana digambarkan Umar Chappra dan ditindaklanjuti oleh
Muhammad SyafiI Antonimo dalam kajian Tazkia Institute. Persoalan-
persoalan itu adalah sebagia berikut:
1) Lembaga keuangan syariah harus bersih dari semua bentuk riba dan muamalah
yang dilarang syariat. Ini menjadi jorgan dan syiarutamanya. Tanpa ini satu
lembaga keuangan tidak boleh dinamakan lembaga keuangan syariat. Dr. Ghorib
al-Gamal menyatakan : Karakteristik bersih dari riba dalam muamalat perbankan
syariat adalah karakteristik utamanya dan menjadikan keberadaannya seiring
dengan tatanan yang benar untuk masyarakat Islami. (Lembaga keuangan syariat)
harus mewarnai seluruh aktivitasnya dengan ruh yang kokoh dan motivasi akidah
yang menjadikan para praktisnya selalu merasa bahwa aktivitas yang mereka
geluti tidak sekedar aktivitas bertujuan merealisasikan keuntungan semata, namun
perlu ditambahkan bahwa itu adalah salah satu cara berjihad dalam mengemban
beban risalah dan persiapan menyelamatkan umat dari praktek-praktek yang
menyelisihi norma dasar Islam. Diatas itu semua para praktisi hendaknya merasa
bahwa aktivitasnya tersebut adalah ibadah dan ketakwaan yang akan mendapatkan
pahala dari Allah bersama balasan materi duniawi yang didapatkan. 3
Mengarahkan segala kemampuan pada pertambahan (at-Tanmiyah) dengan jalan
its-titsmar (pengembangan modal)tidak dengan jalan hutang (al-Qardh) yang
member keuntungan. Lembaga keuangan syariat harus dapat mengelola hartanya
dengan salah satu dari dua hal berikut yang telah diakui syariat:
a) Investasi pengembangan modal langsung (al- its-titsmar al-Mubaasyir) dalam
pengertian Bank melakukan sendiri pengelolaan harta perniagaan dalam
proyek-proyek riil yang menguntungkan.
bank syariat harus menutupi dua sisi ini dan komitmen terhadap
perbaikan masyarakat dan keadilannya. Tidak mengarah seperti bank
ribawi yang mengarah kepada proyek-proyek yang memiliki prospek
yang menjanjikan keuntungan yang lebih banyak tanpa memperlihatkan
perkara pertumbuhan sosial kemasyarakatan, karena hal itu adalah
kekurangan yang memiliki akibat bahaya dalam masyarakat.
2) Mengumpulkan harta yang menganggur dan menyerahkannya kepada
aktivitas its-titsimar dan pengelolaan dengan target pembiayaan (tamwiel)
proyek-proyek perdagangan, industri dan pertanian, karena kaum
muslimin yang tidak ingin menyimpan hartanya di bank-bank ribawi
berharap adanya bank syariat unyuk menyimpan harta mereka disana.
3) Memudahkan sarana pembayaran dan memperlancar gerakan pertukaran
perdagangan langsung (Harakah at-Tabaadul at-Tijaari al-Mubasyir)
sedunia Islam dan bekerja sama dalam bidang tersebut dengan seluruh
lembaga keuangan syariat dunia agar dapat menunaikan tugasnya dengan
sesempurna mungkin.
4) Menghidupkan tatanan zakat dengan membuat lembaga zakat dalam bank
sendiri yang mengumpulkan hasil zakat bank tersebut. Lalu manajemen
lembaga keuangan sendiri yang mengelola lembaga zakat tersebut. Karena
lembaga keuangan syariat tunduk kepada pengelolaan harta untuk
muamalat Islami dan hak-hak wajib pada harta-harta tersebut.
5) Membangun baitul mal kaum muslimin dan mendirikan lembaga untuk itu
yang dikelola langsung manajemennya oleh lembaga keuangan tersebut.
6) Menanamkan kaedah adil dan kesamaan dalam keberuntungan dan
kerugian dan menjauhkan unsur ihtikaar (penimbunan barang agar
menaikkan harga) dan meratakan kemaslahatan sebanyak mungkin pada
jumlah kaum muslimim setelah sebelumnya kemaslahatan tersebut hanya
milik pemilik harta yang besar dan tidak peduli dari jalan mana
mendapatkannya.
f)
10
7) BAB III
8) PENUTUP
9)
10) 3.1 Kesimpulan
11) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perbankan
Islam adalah lembaga keuangan yang menjalankan aktivitas perbankan
konvensional murni yang tidak sama sekali ada kaitannya dengan
kegiatan keagamaan yang akan menimbulkan kontradiksi apabila terjadi
sebuah kesalahan, maka agama Islam termasuk didalamnya umat Islam
itu akan bersalah secara agamma.
12) Perkembangan Bank Syariah di Indonesia hingga saat ini,
dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan khusus yang
mengatur mengenai bank syariah, serta dibentuknya badan-badan khusus
yang bertugas membenahi sistem perbankan syariah di Indonesia.
Sepanjang tahun 2010 perbankan syariah tumbuh dengan volume usaha
yang tinggi yaitu sebesar 43,99% meningkat dari tahun sebelumnya
sebesar 26,55% dengan pertumbuhan dana yang dihimpun maupun
pembiayaan yang relatif tinggi, serta penyediaan-penyediaan akses
jaringan yang meningkat dan menjangkau kebutuhan masyarakat secara
luas sehingga masih cukup kuat untuk memanfaatkan potensi
membaiknya perekonomian nasional.
13) Bank syariah adalah bank yang mempunyai karakteristik
yang bersih dari segala bentuk riba, mengumpulkan harta yang
menganggur dan menyerahkannya kepada aktivitas its-titsmar dan
pengelolaan, memudahkan sarana pembayaran dan memperlancar
gerakan pertukaran perdagangan langsung, menghidupkan tatanan zakat
dengan membuat lembaga zakat dengan membuat lembaga zakat dalam
bank sendiri yang mengumpulkan hasil zakat bank tersebut, membangun
baitul mal kaum muslimin dan mendirikan lembaga untuk itu yang
dikelola langsung manajemennya oleh lembaga keuangan tersebut,
menanamkan kaedah adil dan kesamaan dalam keberuntungan dan
kerugian dan menjauhkan unsur ihtikaar.
14)
15) 3.2 Saran
10
16) Menyadari bahwa Penulis masih jauh dari kata sempurna, maka
Penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah
diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat
dipertanggungjawabkan.
17)
10
25)