Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes melitus menjadi masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya di

Indonesia, tetapi juga dunia. Hal ini dapat dilihat bahwa jumlah penderita diabetes

telah mengalami peningkatan di seluruh dunia. Berdasarkan data terbaru, jumlah

penderita diabetes di Indonesia mencapai 9,1 juta jiwa (Perkeni, 2015).

Peningkatan jumlah penderita diabetes Indonesia mengalami pergeseran

peringkat, dari peringkat Negara ke-7 pada tahun 2013 menjadi peringkat ke-5

teratas pada tahun 2015 diantara negara-negara dengan jumlah penderita diabetes

terbanyak di dunia. Prevalensi diabetes diperkirakan akan meningkat menjadi

55%, yang akan diderita oleh 592 juta jiwa pada tahun 2035 (Tjokroprawiro,

2015). Sebanyak 90-95% diabetes yang terjadi adalah DM tipe-2 (ADA, 2016).

Menurut hasil penelitian Riskesdas tahun 2013, prevalensi DM tipe-2 di Indonesia

adalah sebesar 1,5%.

Diabetes mellitus (DM) dikenal dengan sebutan penyakit kencing manis

merupakan salah satu penyakit kronis yang mengharuskan pasien selalu

memonitor kadar gula darahnya. Penyakit DM memerlukan penanganan secara

multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat. Penderita DM juga

selalu mengkonsumsi obat untuk menstabilkan kadar gula darahnya (Depkes RI,

2005). Penggunaan obat antidiabetes oral beresiko terjadinya efek samping obat

dan terapi kombinasi obat antidiabetes oral pada pasien diabetes mellitus tipe-2

1
2

menyebabkan komplikasi dan terjadinya efek samping obat (Andayani dkk.,

2009). Obat antidiabetes oral yang sering dipakai saat ini dari golongan biguanid

yaitu metformin dan dari golongan sulfonilurea yaitu glibenklamid (Depkes RI,

2005). Efek samping metformin, sering terjadi nausea, muntah, kadang-kadang

diare, dan menyebabkan asidosis laktat (Depkes RI, 2005). Sedangkan efek

samping glibenklamid antara lain gangguan saluran cerna berupa mual, diare,

sakit perut, hiperskresi asam lambung dan gangguan susunan syaraf pusat berupa

sakit kepala (Depkes RI, 2005). Keadaan pasien DM yang tidak kunjung sembuh

terkadang menimbulkan rasa bosan dalam berobat dan mulai mencari-cari

alternatif pengobatan lain yang dirasa memberikan kenyamanan bagi psikis dan

mental. Beberapa masyarakat beralih ke pengobatan tradisional, salah satunya

mengkosumsi obat herbal (Mosihuzzaman dan Choudhary, 2008).

Kondensat CBMDATKP berupa cairan jernih dibuat dari bahan alam

melalui proses kondensasi. Tujuan pembuatan kondensat CBMDATKP adalah

untuk membuat minuman beraroma, mendapatkan kandungan senyawa minyak

atsiri atau senyawa yang mudah menguap baik bersifat aromatik maupun tidak

bersifat aromatik (Ansel, 2008). Selain itu, bertujuan untuk mengenalkan kepada

masyarakat bentuk sediaan herbal baru agar penggunaan obat tradisional menjadi

lebih praktis dan menarik minat pasien DM tipe-2 yang kurang menyukai obat dan

jamu. Berdasarkan pengalaman empiris, pasien yang sudah terdiagnosa dokter

terkena DM tipe-2 mengakui bahwa kondensat CBMDATKP dapat menurunkan

kadar gula darah yang awalnya lebih dari 500 mg/dL menjadi kurang dari 400

mg/dL selama satu minggu. Kondensat CBMDATKP baru dikenalkan kepada


3

masyarakat sekitar 3 tahun yang lalu dan dipasarkan di daerah Lombok dan

Semarang dengan sasaran penderita DM tipe-2.

Berbagai penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa pemberian sari

buah mengkudu dapat mengendalikan kadar glukosa darah pada penderita

diabetes mellitus tipe-2. Sari buah mengkudu diminum sebelum sarapan 20 ml

dan sebelum makan malam 20 ml (Sulistiowati, 2010). Pemberian kombinasi

ekstrak etanol daun alpukat dan buah oyong dosis (50 : 200 mg/KgBB) pada

mencit dapat menghambat peningkatan kadar glukosa darah tikus yang dibebani

glukosa (Larasati, 2012). Ekstrak etanol temulawak pada dosis 17,5 mg/KgBB

juga telah terbukti mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes

yang diinduksi aloksan (Cahyani, 2014).

Penelitian sebelumnya dengan metode steam distillation extraction dan

solid phase microextraction buah mengkudu mengandung senyawa terpenoid

sebagai minyak atsiri (Guor, 2010). Penelitian Yuniarsih (2012) membuktikan

bahwa terpenoid mampu menghambat aktivitas -glukosidase sebagai

antidiabetes. Triterpenoid yang ada di dalam Morinda Citrifolia L. bisa

menyebabkan hipoglikemik, sebagai antioksidan dan antiinflamasi dalam

pengendalian diabetes mellitus (Fadillah, 2014). Penelitian Maryati dkk., (2007)

mengungkapkan bahwa daun alpukat mengandung steroid atau triterpenoid. Hasil

penelitian Kasiran (2009), bahwa melalui proses destilasi rimpang temulawak

mengandung minyak atsiri. Komponen minyak atsiri dalam temulawak terdapat

kamfora (Sudarsono, 2004). Sebagian besar senyawa triterpenoid mempunyai efek

farmakologi sebagai obat penyakit diabetes (Widiyati, 2005). Rimpang kunyit


4

putih juga mengandung komponen minyak atsiri yaitu sineol (Astuti, 2013).

Komponen minyak atsiri dalam kunyit putih diperoleh senyawa golongan

monoterpen dan sesquiterpen yang berpotensi sebagai antibakteri (Novianti,

2012). Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dibuktikan secara ilmiah

tentang aktivitas antidiabetes kondensat CBMDATKP menggunakan hewan uji

tikus diabetes mellitus tipe-2 yang mengalami resistensi insulin.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pemberian kondensat campuran buah mengkudu, daun alpukat,

temulawak, kunyit putih mampu menurunkan kadar glukosa darah puasa

(GDP) tikus diabetes tipe-2 yang mengalami resistensi insulin?

2. Apakah perbedaan dosis kondensat CBMDATKP menyebabkan perbedaan %

efek antidiabetes?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. Membuktikan efek antidiabetes kondensat campuran buah mengkudu, daun

alpukat, temulawak, dan kunyit putih pada tikus DM tipe-2 yang mengalami

resistensi insulin.

2. Membuktikan bahwa perbedaan dosis kondensat CBMDATKP dapat

menyebabkan perbedaan % efek antidiabetes.


5

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

1. Memberikan bukti ilmiah tentang klaim efek antidiabetes kondensat

campuran buah mengkudu, daun alpukat, temulawak, dan kunyit putih

2. Dapat mengembangkan produk ini menjadi minuman kesehatan dengan

meneliti lebih lanjut skrining fitokimia untuk mengetahui kandungan

senyawa aktif yang terkandung dalam kondensat CBMDATKP

E. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman

a. Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia Linn)

Taksonomi tanaman Mengkudu (gambar 1) adalah sebagai berikut

(Backer dan Brink, 1965):

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Sub Classis : Asteridae

Ordo : Rubiales

Familia : Rubiaceae

Genus : Morinda

Species : Morinda citrifolia L.


6

Gambar 1. Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.)


Sumber : Dokumentasi pribadi buah mengkudu yang telah diidentifikasi di
Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA UNNES

Tumbuhan ini berbentuk pohon dengan tinggi 4-8 cm. Batang

berkayu, bulat, kulit kasar, percabangan monopoidal. Daun tunggal, bulat

telur, ujung dan pangkal runcing. Panjang 10-40 cm. Bunga majemuk, bentuk

bongkol, bertangkai, benang sari 5. Buah mengkudu berbentuk bongkol

dengan ciri khas terletak pada permukaannya yang tidak teratur dan terdapat

benjolan-benjolan. Panjang buah 5-10 cm dengan diameter 5-7 cm. Jika telah

masak, buahnya akan mengeluarkan bau yang tidak sedap (Depkes RI, 1991).

Beberapa penelitian telah dilakukan pada produk alami yang efisien

dan aman untuk menurunkan kadar glukosa darah pada pasien diabetes

mellitus. Sebagai contoh, Morinda citrifolia L yang biasa dikenal dengan

mengkudu banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan obat alami.

Penelitian yang sudah dilakukan menyebutkan bahwa buah mengkudu

memiliki efek analgesik (Lesiasel dkk., 2013), aktivitas antelmintik (Murdiati

dkk, 2000), efek bakterisidal (Rifdayani dkk., 2014), antihipertensi (Sari,

2015), antibakteri (Puspitasari dkk., 2012), antihiperkolesterolemia (Sasnan,

2012), hipoglikemik dan hepatoprotektif (Nayak dkk., 2010), antidiabetes

(Sulistiowati, 2010), antiinflamasi dan antioksidan (Fadillah, 2014),


7

immunomodulator (Sunder dkk, 2016), antikanker (Wang dan Su, 2001) dan

aterosklerosis (Rastini dkk., 2010).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, fermentasi jus buah

mengkudu dapat mengobati penyakit diabetes dan liver pada tikus diabetes

yang diinduksi streptozotosin (Nayak dkk., 2010). Penelitian Fitriani (2011),

membuktikan bahwa sari buah mengkudu berpengaruh dalam menurunkan

kadar glukosa darah tikus putih jantan yang dibuat diabetes yang diinduksi

aloksan. Selain itu, penelitian Lidia (2013), menyatakan bahwa infusa buah

mengkudu memiliki efek hipoglikemik pada tikus putih jantan galur Wistar

yang dibebani glukosa. Penelitian Anwar dkk., (2015) melaporkan bahwa

ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) menunjukkan aktivitas

penurunan kadar glukosa darah yang bermakna pada tikus diabetes yang

diinduksi streptozotosin. Penelitian lain menyatakan bahwa sari buah

mengkudu dapat menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes

mellitus tipe-2 di Puskesmas Pandanaran Semarang (Sulistiowati, 2010).

Senyawa aktif dalam buah mengkudu yang telah terbukti memiliki

efek antidiabetes adalah skopoletin yang merupakan senyawa identitas buah

mengkudu memberikan penurunan kadar glukosa darah dan kadar lipid yang

signifikan dibandingkan glimepirid (Verma dkk., 2013). Senyawa flavonoid,

antrakuinon, dan terpenoid dapat merangsang pengambilan glukosa dalam

sel, mengurangi resistensi insulin. Selain itu, resistensi insulin dihubungkan

dengan peradangan dan stres oksidatif. Akibatnya, senyawa flavonoid dan

lignan, memiliki antiinflamasi yang kuat dan antioksidan dalam pengendalian


8

DM tipe-2 (Fadillah, 2014). Penelitian lain membuktikan juga bahwa

senyawa flavonoid dari buah mengkudu cukup potensial sebagai antidiabetes

(Fikry, 2014).

b. Tanaman Alpukat (Persea americana Miller)

Taksonomi tanaman Alpukat (gambar 2) adalah sebagai berikut

(Cronquist, 1981):

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Sub Classis : Magnoliidae

Ordo : Laurales

Familia : Lauraceae

Genus : Persea

Species : Persea americana Mill.

Gambar 2. Daun alpukat (Persea americana Mill.)


Sumber : Dokumentasi pribadi daun alpukat yang telah diidentifikasi di
Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA UNNES

Pohon alpukat memiliki ketinggian 3-10 m, berakar tunggang, batang

berkayu, bulat, warnanya coklat kotor, bercabang banyak, serta ranting

berambut halus, berbunga majemuk, berkelamin dua, dan tersusun dalam

malai yang keluar dekat ujung ranting. Bunga tersembunyi dengan warna

hijau kekuningan dan memiliki ukuran 5-10 mm. Buah alpukat bertipe buni,
9

bentuk bola atau bulat telur panjangnya 5-50 cm, memiliki kulit lembut tak

rata berwarna hijau tua hingga ungu kecoklatan berbiji satu. Buah tumbuh

tergantung pada varietasnya. Daging buah alpukat berwarna hijau dekat kulit

dan kuning muda dekat biji yang memiliki tekstur lunak dan lembut. Biji

bulat seperti bola, diameter 2,5-5 cm, keping biji putih kemerahan.

Perbanyakan tanaman alpukat dengan biji dan okulasi pada tanah gembur dan

subur (Larasati, 2012). Daun alpukat merupakan daun tunggal dengan

panjang tangkai mencapai 1,5-5 cm, kotor, letaknya di ujung ranting,

berbentuk jorong sampai bundar telur memanjang, tebal seperti kulit, ujung

dan pangkal runcing, namun terkadang agak menggulung ke atas. Daun

memiliki tulang menyirip dengan panjang 10-20 cm dan lebar 3-10 cm. Daun

muda berwarna kemerahan dan berambut rapat, serta daun tua berwarna hijau

dan gundul (Larasati, 2012).

Secara empiris daun alpukat digunakan untuk mengobati batu ginjal,

menurunkan darah tinggi, meredakan bengkak, sakit pinggang, sakit kepala,

nyeri syaraf, nyeri lambung, saluran napas membengkak dan menstruasi tidak

teratur (BRC, 2013). Penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa

daun alpukat memiliki efek Analgesik (Nofianti, 2014), antihipertensi

(Ramadi, 2012), antibakteri (Charyadie dkk., 2014), anthelmintik (Pratama,

2010), antikolesterol (Sundari, 2014), antioksidan (Sari, 2015), antilithiasis

(Saputra, 2009), hepatoprotektor (Tangka dkk., 2013), aktivitas hipoglikemik

(Antia dkk., 2005), antihiperglikemik (Putri dkk., 2015).


10

Daun alpukat terbukti memiliki kandungan flavonoid, saponin dan

steroid. Zat-zat yang terkandung dalam daun alpukat bersifat sebagai peluruh

kencing (deuretika), hipotensi (dapat menurunkan tekanan darah), antiradang

(anti-inflamasi) dan pereda rasa sakit (analgetik) (Uswatun, 2014). Hasil

penelitian yang telah dilakukan Maryati dkk., (2007) menyebutkan bahwa

penapisan fitokimia daun alpukat (Persea americana Mill) menunjukkan

adanya golongan senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin, dan

steroid/triterpenoid. Kandungan kimia daun alpukat juga dibuktikan oleh

Antia dkk., (2005). Ekstrak daun alpukat mengandung saponin, tanin,

phlobatanin, flavanoid, alkaloid, dan polisakarida. Penelitian lain pada

ekstrak metanol daun alpukat juga mengandung steroid, tanin, saponin,

flavanoid, alkaloid, fenol, antaquinon, triterpen (Asaolu dkk., 2010).

Alpukat (Perea americana Mill) dikenal sebagai tanaman yang

banyak manfaatnya, salah satunya adalah daunnya. Kandungan flavonoid

pada daun alpukat diduga memiliki aktivitas sebagai antidiabetes. Ekstrak air

daun alpukat 100 mg/KgBB terbukti memiliki efek hipoglikemik pada tikus

diabetes yang diinduksi aloksan (Antia dkk., 2005). Penelitian Larasati

(2012) menyatakan bahwa kombinasi ekstrak etanol daun alpukat dan buah

oyong dapat menurunkan kadar glukosa darah pada mencit putih jantan yang

dibebani glukosa. Penelitian lain juga membuktikan bahwa ekstrak etanol

daun alpukat, biji alpukat dan kombinasinya memiliki efek antihiperglikemia

(Putri dkk., 2015).


11

Penelitian yang sudah ada umumnya mengarah pada senyawa

flavonoid sebagai senyawa yang berkhasiat dari daun alpukat. Kandungan

senyawa ekstrak air daun alpukat yang memiliki aktivitas antidiabetes, yaitu

saponin, tanin, phlobatanin, flavanoid, alkaloid, dan polisakarida (Antia dkk.,

2005). Penelitian menegaskan bahwa aktivitas antidiabetes terlihat selama

pengobatan jangka panjang atau 7 hari (Antia dkk., 2005).

c. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)

Taksonomi tanaman temulawak (gambar 3) adalah sebagai berikut

(Backer dan Brink, 1965):

Divisio : Monoliophyta

Classis : Liliopsida

Sub Classis : Zingiberidae

Ordo : Zingiberales

Familia : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Species : Curcuma xanthorhiza Roxb.

Gambar 3. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)


Sumber : Dokumentasi pribadi temulawak yang telah diidentifikasi di
Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA UNNES

Curcuma xanthorhiza Roxb merupakan tanaman terna berbatang

semu dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi kurang dari 2 m, tiap

tanaman memiliki 2-9 helai daun, daunnya berbentuk panjang dan agak lebar,
12

warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun

sekitar 50 55 cm, lebarnya 18 cm, dan tiap helai daun melekat pada tangkai

daun yang posisinya saling menutupi secara teratur, panjang tangkai daun

termasuk helaian 43-80 cm. Perbungaan lateral, warna bunga kuning dengan

kelopak bunga kuning tua, serta pangkal bunganya berwarna ungu. Rimpang

induk temulawak bentuknya bulat seperti telur, dan berukuran besar,

sedangkan rimpang cabang terdapat pada bagian samping yang bentuknya

memanjang, warna kulit rimpang kuning kotor atau coklat, warna daging

rimpang adalah kuning atau oranye tua, rasanya pahit, temulawak umumnya

memiliki enam buah rimpang tua dan lima buah rimpang muda. Sistem

perakarannya berserabut dan akar-akarnya melekat dan keluar dari rimpang

induk, panjang akar sekitar 25 cm dan letaknya tidak beraturan (Anonim,

2013).

Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin 1,6-2,22 %,

mineral, minyak atsiri, tepung 4854 %, karbohidrat, protein dan lemak.

Minyak atsiri temulawak mengandung phelandren, kamfer, borneol,

xanthorrizol, tumerol dan sineol (Anonim, 2013).

Penelitian Yasni dkk., (1991) melaporkan bahwa temulawak dapat

memperbaiki gejala diabetes pada tikus, menurunkan tingginya glukosa dan

trigliserida dalam serum, dan mengurangi terbentuknya linoleat dari

arakhidonat dalam fosfolipid hati. Temulawak juga sudah dibuktikan

manfaatnya dalam penelitian, diantaranya sebagai antioksidan (Oktaviana,

2010), antibakteri (Tetan, 2014), menurunkan kadar kolesterol (Budhidjaya,


13

1988), menurunkan tekanan darah (Fitriani, 2013), pembentukkan sistem

kekebalan tubuh (Sari dkk, 2012), menambah nafsu makan dan menjaga

ketahanan tubuh (Dewi dkk, 2012), hepatoprotektor (Sirait dkk, 2014),

menurunkan kadar glukosa darah (Cahyani, 2014).

Menurut Rahardjo (2010), temulawak mempunyai potensi sebagai

bahan baku obat antidiabetes. Temulawak dapat digunakan untuk

menyembuhkan gejala diabetes pada tikus, merubah jumlah dan komposisi

fecal bile acids, growth retardation, hyperphagia, polydipsia, mengurangi

tingginya glukosa dan trigliserida dalam serum, dan mengurangi

terbentuknya linoleat dari arakhidonat dalam fosfolipid hati. Berdasarkan

penelitian Cahyani (2014), ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

17,5 mg/KgBB memberikan hasil terbaik dalam menurunkan kadar glukosa

darah pada tikus yang diinduksi aloksan hingga ke dalam rentang normal

sama efektifnya dengan metformin. Penelitian lain juga melaporkan bahwa

kombinasi ekstrak etanol temulawak 200 mg/KgBB dan bawang putih 200

mg/KgBB memiliki aktivitas antidiabetes pada mencit jantan yang diinduksi

aloksan (Sari, 2012). Selain itu, terdapat penelitian kombinasi ekstrak buah

rimbang (Solanum torvum Swartz) dan rimpang temulawak (Curcuma

xanthorriza Roxb) memiliki kemampuan menurunkan kadar glukosa darah

dan memperbaiki profil lipid darah pada mencit diabetes yang diinduksi

aloksan (Fitrianda dan Erniwati, 2015). Metabolit sekunder dalam temulawak

yang diperkirakan bekerja menurunkan kadar glukosa darah antara lain

flavonoid, fenol, alkaloid, triterpenoid, tanin dan glikosida (Cahyani, 2014).


14

d. Kunyit Putih (Curcuma mangga Valeton)

Taksonomi tanaman Kunyit Putih (gambar 4) adalah sebagai

berikut (Backer dan Brink, 1968) :

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Liliopsida

Sub Classis : Zingiberidae

Ordo : Zingiberales

Familia : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Species : Curcuma mangga Valeton

Gambar 4 . Kunyit putih (Curcuma mangga Valeton)


Sumber : Dokumentasi pribadi kunyit putih yang telah diidentifikasi di
Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA UNNES

Tanaman kunyit putih (Curcuma mangga Val.) merupakan tanaman

semak berumur tahunan. Tanaman ini mempunyai tinggi 50-75 cm, bentuk

batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Daun berwarna hijau,

berbentuk seperti mata lembing bulat lonjong di bagian ujung dan

pangkalnya. Panjang daun 30-60 cm dengan lebar daun 7,5-12,5 cm, tangkai

daunnya panjang sama dengan panjang daunnya. Permukaan atas dan bawah

daun agak licin, tidak berbulu. Tanaman ini mempunyai bunga majemuk

berbentuk bulir yang muncul dari bagian ujung batang. Mahkota bunga

berwarna kuning muda atau hijau keputihan, panjang 2,5 cm. Kunyit putih
15

memiliki rimpang berbentuk bulat, renyah, dan mudah dipatahkan. Kulitnya

dipenuhi semacam akar serabut yang halus hingga menyerupai rambut.

Rimpang utamanya keras, bila dibelah tampak daging buah berwarna

kekuningan di bagian luar dan putih kekuningan di bagian tengahnya,

rimpang berbau khas aromatik seperti bau mangga (Syukur, 2003).

Rimpang kunyit putih (Curcuma mangga Valeton) mengandung

bahan minyak atsiri, amilum, tanin, gula dan damar (Muhlisah, 1999).

Beberapa kandungan yang berkhasiat dalam kunyit putih yaitu kurkumin,

flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri. Kunyit putih mempunyai kemampuan

menghambat pertumbuhan bakteri yang tinggi (Kamazeri dkk., 2012) dan

menunjukkan bahwa ekstrak kunyit putih mempunyai sifat antimikroba.

Pemanfaatan kunyit putih sebagai antibakteri alami mempunyai keuntungan

karena senyawa antibakteri dari kunyit putih tersebut lebih aman

dibandingkan dengan penggunaan bahan sintetik (Hapsari, 2008). Selain itu,

ekstrak kunyit putih mampu menghambat oksidasi, karena ekstrak kunyit

putih mengandung kurkuminoid (Pujimulyani dan Sutardi, 2003). Penelitian

Pujimulyani dkk. (2010), telah membuktikan bahwa kadar komponen fenolik

kunyit putih berkorelasi secara signifikan dengan aktivitas antioksidannya.

2. Diabetes Melitus

Diabetes mellitus (DM) termasuk dalam kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia kronik akibat gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein. DM terjadi akibat adanya kelainan sekresi insulin,

kerja insulin, atau keduanya (WHO, 1999). Tipe diabetes mellitus adalah DM
16

tipe-1 atau Insulin Dependent Diabetes mellitus (IDDM), DM tipe-2 atau Non

Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM), DM gestasional, dan DM tipe lain

(WHO, 1999).

Penyakit DM ditandai dengan gejala yang khas, yaitu : poliuria, polidipsi,

polifagia, dan berat badan turun drastis tanpa penyebab yang jelas. Gejala yang

tidak khas antara lain : sering kesemutan (parestesia), sering gatal (pruritus) pada

kulit terutama daerah anus, alat kelamin, dan telinga, sering terjadi keputihan

(pada wanita), sulit sembuh atau berkepanjangan bila terjadi infeksi, sering terjadi

bisul, mudah lelah dan sering mengantuk, lemas, dan mengalami gangguan

penglihatan (Sutedjo, 2010). Penyakit ini juga dapat memberikan komplikasi yang

mematikan, seperti serangan jantung, stroke, kegagalan ginjal, impotensi (lemah

syahwat), dan kebutaan (Johnson, 1998).

DM tipe-1 ditandai dengan terjadi kerusakan pada pankreas sehingga

terjadi defisiensi insulin absolut. Sebaliknya, kerusakan pankreas tidak terlihat

pada pasien DM tipe-2. Keadaan hiperglikemik pada pasien DM tipe-2

disebabkan karena berkurangnya sensitifitas reseptor insulin untuk mengikat

insulin secara normal. Keadaan ini disebut dengan resistensi insulin. Resistensi

insulin menyebabkan penggunaan glukosa yang diperantarai insulin di jaringan

perifer berkurang. Kekurangan insulin atau retensi insulin menyebabkan

kegagalan fosforilasi kompleks insulin glucose substrat (IRS), penurunan

translokasi glucose transporter 4 (GLUT-4) dan penurunan oksidasi glukosa

sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan akan terjadi hiperglikemia

(Sulistyoningrum, 2010).
17

3. Pengobatan Diabetes Melitus

Penatalaksanaan diabetes bertujuan untuk menurunkan morbiditas dan

mortalitas pada pasien DM yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai dua

target utama, yaitu: menjaga agar kadar glukosa darah berada dalam kisaran

normal dan mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi

diabetes. Pada dasarnya, ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes,

yakni :

1. Terapi Tanpa Obat

Diet dan olah raga. Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan

penatalaksanaan diabetes. Penurunan berat badan telah terbukti dapat

mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel Langerhans

terhadap stimulus glukosa. Sementara itu, olah raga secara teratur dapat

menurunkan dan menjaga kadar glukosa darah tetap normal. Olah raga dapat

meningkatkan jumlah dan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga

meningkatkan pembakaran glukosa (Depkes RI, 2005).

2. Terapi Obat

a. Insulin, dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan menstimulasi

pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik

(Sukandar dkk., 2008). Pemberian insulin eksogen tidak hanya untuk

menormalkan kadar glukosa darah, tetapi juga memperbaiki semua aspek

metabolisme pasien (Depkes RI, 2005).

b. Obat Antidiabetik Oral

1) Biguanid
18

Antidiabetik oral golongan biguanid yang banyak dipakai adalah

metformin. Metformin berkerja menurunkan kadar glukosa darah dengan

cara meningkatkan sensitivitas reseptor insulin pada jaringan otot dan

adipose serta menurunkan produksi glukosa di hati. Mekanisme kerja

metformin terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP-activated

protein kinase) yang merupakan regulator selular utama metabolisme lipid

dan glukosa (Soegondo, 2009). Aktivasi AMPK (activated protein kinase)

pada hepatosit akan mengurangi aktivitas Acetyl Co-A carboksilase (ACC)

dengan induksi oksidasi asam lemak dan menekan ekspresi enzim

lipogenik (Suherman, 2009).

2) Glitazone (Tiazolidinedion)

Glitazone (Tiazolidinedion) merupakan agonis peroxisome

proliferator-activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan

poten. Aktivitas PPAR membentuk kompleks PPAR-RXR sehingga

terbentuk GLUT baru. Jaringan adiposa PPAR mengurangi keluarnya

asam lemak menuju otot dan dapat mengurangi terjadinya resistensi

insulin. Meningkatnya sensitivitas reseptor insulin diperantarai adanya

peningkatan AMPK (activated protein kinase) yang merangsang transport

glukosa ke dalam sel dan meningkatkan oksidasi asam lemak. Glitazon

juga bekerja dengan cara menurunkan produksi glukosa di hati,

menurunkan asam lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan

adipose. Contoh obat golongan ini adalah pioglitazon dan rosiglitazon

(Suherman, 2009).
19

3) Sulfonilurea

Salah satu golongan obat antidiabetika oral yang telah lama

digunakan adalah golongan sulfonilurea. Golongan obat ini disebut juga

sebagai insulin secretagogue, dimana prinsip kerjanya merangsang sekresi

insulin dari granul sel-sel langerhans pankreas. Obat akan berinteraksi

dengan ATP-sensitive K Channel pada membran sel-sel sehingga

menimbulkan depolarisasi dan terbukanya kanal ion Ca 2+. Terbukanya

kanal ion Ca2+ akan memicu masuknya ion Ca2+ ke dalam sel sehingga

merangsang sekresi granul yang berisi insulin. Contoh obat golongan

sulfonilurea yang ada di pasaran seperti, glibenklamid, glipizid dan

glimepirid (Suherman, 2009).

4) Penghambat enzim -Glukosidase

Obat golongan penghambat enzim -Glukosidase ini dapat

memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin dan disakarida di intestin.

Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim -glukosidase di

brush border intestine sehingga dapat mencegah peningkatan glukosa

plasma pada pasien DM. Contoh obat golongan penghambat enzim -

glukosidase adalah acarbose (Suherman, 2009).

5) Meglitinid

Obat hipoglikemik oral golongan glinid ini merupakan obat

hipoglikemik yang cara kerjanya mirip dengan golongan sulfonilurea.

Golongan ini bekerja dengan cara meningkatkan sintesis dan sekresi


20

insulin oleh kelenjar pankreas. Contoh obatnya adalah repaglinid dan

nateglinid (Depkes RI, 2005).

6) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase IV)

Normalnya, GLP-1 (Glucagon-like peptide-1) memiliki waktu paruh

yang pendek karena proses inaktivasi oleh enzim DPP-IV. Hormon ini

disekresikan oleh tubuh sebagai respon tingginya kadar glukosa dalam

darah. Penghambatan enzim DPP-IV diharapkan mampu memperpanjang

kerja GLP-1. Hormon ini berfungsi menstimulasi sekresi insulin dalam

jumlah yang banyak, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah.

Contoh obat golongan ini Sitagliptin dan Vildagliptin (Suherman, 2009).

4. Metformin Hidroklorida

Metformin tidak merangsang atau menghambat perubahan glukosa menjadi

lemak. Pada pasien gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan pasien DM

tipe-2. Metformin oral akan mengalami absorbsi di usus halus dan di dalam darah

tidak terikat protein plasma. Ekskresi metformin terjadi melalui urin dalam

keadaan utuh dengan waktu paruh sekitar dua jam (Suherman, 2009). Metformin

dapat digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan sulfonilurea, serta

sebagai tambahan terapi pada pasien DM tipe-1. Pemberian dosis awal metformin

adalah dosis 500 mg/hari untuk 3 kali sehari (IAI, 2012).


21

Nama kimia : N,N-dimetilimidodikarnimidik diamida

Rumus molekul : C4H11N5HCl

Bobot molekul : 165,6 g/mol

Gambar 5. Struktur kimia metformin (Depkes RI, 1995)

5. Kondensat dan Kondensasi

Kondensasi atau pengembunan adalah proses perubahan wujud uap

menjadi cairan dengan cara uap air yang mengalir di pipa didinginkan pada bak

pendingin. Kondensasi terjadi apabila uap air bersentuhan dengan padatan

sehingga membentuk cairan (Geankoplis, 1983). Uap yang didinginkan menjadi

cairan atau cairan yang terkondensasi dari uap disebut kondensat (hasil

kondensasi) (IUPAC, 2014).

Proses kondensasi membutuhkan air pendingin. Air pendingin sangat

memiliki peranan penting dalam proses kondensasi uap menjadi condensat water,

dilakukan sampai temperatur kondensatnya mencapai temperatur ruang. Alat yang

digunakan untuk proses kondensasi yaitu kondensor, yaitu suatu alat yang terdiri

dari jaringan pipa dan digunakan untuk mengubah uap menjadi zat cair (air)

(IUPAC, 2014; Cahyani dkk., 2013).

Desain kondensor didasarkan pada model aliran uap. Densitas uap yang

sangat kecil menyebabkan uap akan selalu bergerak ke atas. Setiap pipa

dihubungkan satu sama lain agar uap yang tidak dapat ditampung pada pipa

pertama akan tertampung pada pipa berikutnya sehingga beban kondensor

menjadi merata. Posisi pipa dibuat vertikal dan horizontal miring agar uap yang
22

telah terkondensasi dapat mengalir secara gravitasi dan akhirnya keluar sebagai

kondensat pada outlet. Kondensor terdiri dari satu pipa stainlissteal dan bak

pendingin. Pipa stainlissteal dengan tipe 314 standar makanan, diameter 3/8 inchi

dimana panjang pipa total adalah 183 cm. Bak pendingin terbuat dari tanah liat

yang dilapisi semen agar kuat dan tidak bocor. Panci yang digunakan berbahan

stainlissteal dengan tipe 314 standar makanan, dengan diameter 25 cm, dan tinggi

25 cm. Umur tanaman yang lebih tua menghasilkan warna air kondensat yang

lebih jernih dibandingkan dengan tanaman muda. Selain itu, juga dapat diketahui

bahwa kondensat yang diperoleh relatif lebih tinggi pada umur daun yang lebih

tua (Cahyani dkk., 2013).

Keterangan :

1. Gas elpiji
2. Kompor + kabulator
3. Pipa
4. Bak pendingin
5. Panci penampung bahan-bahan
6. Panci penampung kondensat (Outlet)

Gambar 6 . Alat kondensor (dokumen pribadi)

6. Model Hewan Percobaan Diabetes Mellitus

Hewan percobaan DM tipe-2 dapat dibuat dengan beberapa cara

diantaranya, hewan uji DM tipe-2 yang direkayasa secara genetik seperti, tikus

Ob/Ob (defisiensi leptin), tikus Zulker (fa/fa) obese, tikus Diabetic Torri. Diet

nutrisi khusus, misalnya pemberian pakan tinggi fruktosa pada tikus selama lebih

dari dua bulan akan menginduksi terjadinya resistensi insulin. Induksi senyawa

kimia seperti pemberian senyawa toksin streptozotozin dosis 90 mg/KgBB secara

i.p pada tikus neonatal di usia 6 minggu (Christopher dkk., 2009). Tikus DM tipe-
23

2 yang mengalami resistensi insulin dapat dibuat dengan cara pemejanan insulin

eksogen 1,8 IU/KgBB/hari selama 14 hari (Fitriana, 2012). DM tipe-2 sering

berhubungan dengan hiperinsulinemia basal. Hiperinsulinemia jika terjadi secara

terus menerus dalam waktu tertentu dapat menimbukan terjadinya resistensi

insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai keadaan berkurangnya respon

insulin normal terhadap sel target kerja reseptor insulin (Shanik dkk., 2008).

Mekanisme yang mungkin sebagai penyebab resistensi insulin yaitu, terjadinya

mekanisme down-regulation, defisiensi atau polimorfisme genetik dari fosforilasi

tyrosine reseptor insulin, protein IRS, atau abnormalitas fungsi GLUT- 4 yang

disebabkan berbagai hal (Wilcox, 2005).

7. Metode Pengukuran Kadar Glukosa Darah Secara Enzimatis

Metode enzimatis memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sederhana,

cepat, spesifik untuk glukosa dan dapat diadaptasi dalam berbagai alat pengukur

glukosa (Estridge, dkk., 2000). Kadar glukosa darah diukur menggunakan alat

glukometer. Prinsip kerja alat ini adalah enzim glukosa oksidase akan

mengkatalisis proses oksidasi glukosa menjadi glukoronat dan hidrogen

peroksida. Kemudian, reaksi enzim peroksidase mengkatalisis reaksi oksidase

khromogen (akseptor oksigen yang tidak berwarna), kemudian oleh hidrogen

peroksida membentuk suatu produk khromogen teroksidasi berwarna biru yang

diukur dengan glukometer. Alat ini bekerja dengan menggunakan sedikit sampel

darah ( 4 L) yang dapat diaplikasikan pada strip untuk pengukuran kadar

glukosa darah. Hasil pengukuran akan ditampilkan pada layar glukometer dalam

10 detik setelah sampel darah diteteskan pada strip glukosa (Baver, 1982).
24

F. Landasan Teori

Obat tradisional telah menjadi salah satu pilihan dalam pencarian solusi

untuk mengatasi penyakit diabetes. Banyak penelitian yang dilakukan guna

menemukan obat baru yang mempunyai khasiat lebih baik ataupun mempunyai

khasiat sama dengan obat yang ada. Diantaranya adalah buah mengkudu

(Sulistiowati, 2010), daun alpukat (Larasati, 2012), temulawak (Cahyani, 2014).

Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa pemberian sari

buah mengkudu dapat mengendalikan kadar glukosa darah pada penderita

diabetes mellitus tipe-2. Sari buah mengkudu diminum sebelum sarapan 20 ml

dan sebelum makan malam 20 ml (Sulistiowati, 2010). Pemberian kombinasi

ekstrak etanol daun alpukat dan buah oyong dosis (50 : 200 mg/KgBB) pada

mencit dapat menghambat peningkatan kadar glukosa darah tikus yang dibebani

glukosa (Larasati, 2012). Ekstrak etanol temulawak pada dosis 17,5 mg/KgBB

juga telah terbukti mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes

yang diinduksi aloksan (Cahyani, 2014).

Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa dengan metode steam

distillation extraction dan solid phase microextraction buah mengkudu

mengandung senyawa terpenoid sebagai minyak atsiri (Guor, 2010). Penelitian

Yuniarsih (2012) membuktikan bahwa terpenoid mampu menghambat aktivitas -

glukosidase sebagai antidiabetes. Triterpenoid yang ada di dalam Morinda

Citrifolia L. bisa menyebabkan hipoglikemik, sebagai antioksidan dan

antiinflamasi dalam pengendalian diabetes mellitus (Fadillah, 2014). Penelitian

Maryati dkk., (2007) mengungkapkan bahwa daun alpukat mengandung steroid


25

atau triterpenoid. Hasil penelitian Kasiran (2009), bahwa melalui proses destilasi

rimpang temulawak mengandung minyak atsiri. Komponen minyak atsiri dalam

temulawak terdapat kamfora (Sudarsono, 2004). Sebagian besar senyawa

triterpenoid mempunyai efek farmakologi sebagai obat penyakit diabetes

(Widiyati, 2005). Rimpang kunyit putih juga mengandung komponen minyak

atsiri yaitu sineol (Astuti, 2013). Komponen minyak atsiri dalam kunyit putih

diperoleh senyawa golongan monoterpen dan sesquiterpen yang berpotensi

sebagai antibakteri (Novianti, 2012). Pembuatan air aromatik dapat dilakukan

dengan cara destilasi/penyulingan/pengembunan (Ansel, 2008).

G. Hipotesis

Kondensat campuran buah mengkudu, daun alpukat, temulawak, kunyit putih

mampu menurunkan kadar glukosa darah puasa tikus DM tipe-2 yang mengalami

resistensi insulin dan perbedaan dosis kondensat CBMDATKP menyebabkan

perbedaan persen efek antidiabetesnya.

Anda mungkin juga menyukai