Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

DENATURASI, KOAGULASI DAN KETENGIKAN

Disusun untuk memenuhi tugas Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

Oleh :
Kelompok 3 / Perikanan A

Gitry Maudy 230110140014


Delia Iga U 230110140004
Bagas Jodi 2301101400037
Deanta Faiz L 2301101400045
Meiti Anitaningrum 230110140049
Satryo Bayuaji 230110140053

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2016
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kami
masih dilimpahi kasih sayang-Nya sehingga penyusunan tugas mata kuliah
Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan tentang denaturasi, koagulasi, dan
ketengikan ini dapat diselesaikan.

Melalui penyusunan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa yang


mengambil mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan mempunyai bahan
rujukan sebagai bahan acuan dalam perkuliahan dan pembelajaran mengenai
program seleksi yang sangat bermanfaat dalam bidang perikanan dan kelautan.

Dalam pengerjaan makalah ini kami selaku tim penyusun telah berusaha
sebaik mungkin, namun kami menyadari masih ada kekurangan dan kelemahan,
sehingga dengan segala kerendahan hati, kami sangat terbuka untuk menerima
saran dan kritik. Kami berharap semoga penyusunan makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi kami selaku tim penyusun dan umumnya bagi semua
pihak yang telah membaca makalah mengenai program seleksi ini. Selain itu,
semoga makalah ini juga dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam membangun
bangsa Indonesia.

Jatinangor, Maret 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI

BAB Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................... iii
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian......................................................................... 2

II ISI
2.1 Denaturasi.................................................................................... 4
2.2 Koagulasi..................................................................................... 6
2.2.1 Mekanisme Koagulasi................................................................. 7
2.2.2 Contoh produk perikanan yang jadi koagulasi.......................... 7
2.3 Ketengikan.................................................................................. 8
2.4 Browning. 10
2.4.1 PROSES BROWNING ENZIMATIS............ 11
2.4.2 PROSES BROWNING NON-ENZIMATIS 11
2.4.3 KARAMELISASI. 12
2.4.4 REAKSI MALLARD . 12

III KESIMPULAN..................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 15

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Proses Denaturasi Protein ......................................................... 3

Gambar 2. Protein yang terdenaturasi ......................................................... 4

Gambar 3. Proses Koagulasi ....................................................................... 6

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan merupakan bahan pangan yang bersifat perishable atau mudah
mengalami kerusakan. Ikan sebagai sumber protein yang cukup diminati karena
selain murah dan enak, ikan juga dapat diolah menjadi berbagai produk, baik
dengan cara tradisional maupun modern (Mahendradatta 2009).
Secara umum, pengolahan bahan pangan berprotein dapat dilakukan secara
fisik, kimia, atau biologis. Secara fisik biasanya dilakukan dengan penghancuran
atau pemanasan. Secara kimia dengan penggunaan pelarut organik, pengoksidasi,
alkali, asam atau belerang dioksida, dan secara biologis dengan hidrolisa
enzimatis atau fermentasi. Pengolahan bahan pangan kaya kandungan zat gizi
protein yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan terjadinya
penurunan nilai gizi (Palupi et al 2007).
Pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak terkontrol dengan baik
juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan protein seperti denaturasi protein
dan koagulasi. Denaturasi protein adalah modifikasi konformasi struktur, tersier,
dan kuartener. Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan, hilangnya
aktivias biologi, peningkatan viskositas, dan protein mudah diserang oleh enzim
proteolitik (Oktavia 2007), sedamgkan koagulasi adalah suatu keadaan dimana
protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid karena unit ikatan yang
terbentuk cukup banyak. Koagulasi dapat juga diartikan sebagai salah satu
kerusakan protein yang terjadi akibat pemanasan dan terjadi penggumpalan serta
pengerasan pada protein karena menyerap air pada proses tersebut (Makfoeld
2008).
Selain dapat mengalami denaturasi dan koagulasi, produk pangan juga
rentan terhadap ketengikan. Terutama produk yang banyak diolah dengan minyak
juga lemak dan produk pangan berlemak seperti kacang-kacangan dan minyak
goreng.

1
1.2 Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam
mengenai faktor-faktor penyebab perubahan-perubahan struktural pada produk
pangan, mekanismenya, dan bagaimana dampak yang ditimbulkan pada produk
pangan.

2
BAB II
ISI
2.1 Denaturasi
Denaturasi adalah proses yang mengubah struktur molekul tanpa
memutuskan ikatan kovalen. Menurut John M de Man (1989) Denaturasi dapat
didefinisikan sebagai perubahan besar dalam struktur alami yang tidak melibatkan
perubahan dalam urutan asam amino. Proses ini bersifat khusus untuk protein dan
mempengaruhi protein yang berlainan sampai tingkat yang berbeda pula.
Denaturasi dapat terjadi oleh berbagai penyebab yang paling penting ialah pH.
Garam dan pengaruh permukaan. Denaturasi biasanya dibarengi dengan hilangnya
aktivitas biologi dan perubahan yang berarti pada beberapa sifat fisika dan fungsi
seperti kelarutan (De Man 1989).

Gambar 1. Proses Denaturasi Protein


(Sumber : Purwaningsih dkk. 2013)

Denaturasi mempunyai sisi negatif dan positif. Sisi negatif denaturasi:


- Protein kehilangan aktivitas biologi
- Pengendapan protein

- Protein kehilangan beberapa sifat fungsional


Sisi positif denaturasi:

3
- Denaturasi panas pada inhibitor tripsin dalam legum dapat meningkatkan
tingkat
ketercernaan dan ketersediaan biologis protein legum.
- Protein yang terdenaturasi sebagian lebih mudah dicerna, sifat pembentuk
buih dan emulsi lebih baik daripada protein asli.

- Denaturasi oleh panas merupakan prasyarat pembuatan gel protein yang


dipicu panas.

Gambar 2. Protein yang terdenaturasi


(Sumber : Triyono, A 2010)
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya denaturasi adalah panas, pH,
tekanan, garam dan sabun.
1. Suhu
Denaturasi karena panas biasanya terjadi pada suhu 40 80 oC. Laju
denaturasi dapat mencapai 600 kali untuk setiap kenaikan 10oC (Sugiarti 2014).
Stabilitas protein terhadap panas tergantung dari :
- Komposisi asam amino : Protein dengan residu asam amino hidrofobik
lebih stabil daripada protein hidrofilik.
- Ikatan disulfida : Adanya ikatan disulfida menyebabkan protein tahan
terhadap denaturasi pada suhu tinggi.

4
- Jembatan garam : Adanya jembatan garam menyebabkan protein tahan
terhadap denaturasi pada suhu tinggi.
- Waktu pemanasan : Waktu pemanasan pendek mengakibatkan denaturasi
reversibel, sedang waktu pemanasan panjang mengakibatkan denaturasi
irreversibel.
- Kadar air : Semakin tinggi kadar air maka protein menjadi semakin tidak
stabil.
- Bahan tambahan : Penambahan gula dan garam akan menstabilkan protein.
Ikan dengan perlakuan pengolahan suhu panas menyebabkan terjadinya
denaturasi protein (Purwaningsih dkk. 2013). Suhu panas disini bisa
penggorengan, pengukusan atau perebusan produk perikanan.
2. pH
Denaturasi karena pH bersifat reversibel, kecuali terjadi:
- Hidrolisis sebagian pada ikatan peptida
- Rusaknya gugus sulfhidril
- Agregasi
Pada titik isoelektrik (pI) kelarutan protein akan berkurang sehingga
protein akan menggumpal dan mengendap.
3. Tekanan
Denaturasi karena protein dapat terjadi pada suhu 25 oC apabila tekanan
cukup besar. Protein yang terdenaturasi karena tekanan (< 2 kbar) umumnya
bersifat reversible setelah beberapa jam.
4. Deterjen/Sabun
Deterjen akan membentuk jembatan antara gugus hidrofobik dengan
hidrofilik yang menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi ini bersifat
irreversibel. Contoh deterjen adalah sodium dodecyl sulfate (SDS).
5. Garam
Menurut Simanjorang dkk. (2012) garam berperan sebagai elektrolit yaitu
mampu memecah ikatan air dalam molekul protein yang dapat mengakibatkan
terjadinya denaturasi protein.

5
Menurut Triyono (2010), protein yang menggumpal atau mengendap
merupakan salah satu ciri fisik dari terdenaturasinya suatu protein. Hal ini
disebabkan karena gugus-gugus yang bermuatan positif dan negatif dalam jumlah
yang sama atau netral atau dalam keadaan titik isoelektrik.

2.2 Koagulasi
Koagulasi adalah keadaan dimana protein tidak lagi terdispersi sebagai
suatu koloid karena unit ikatan yang terbentuk cukup banyak. Koagulasi juga
dapat diartikan sebagai kerusakan protein yang terjadi akibat pemanasan dan
terjadi adanya penggumpalan serta pengerasan pada protein karena menyerap air
pada proses tersrbut (Makfoeld, 2008). Koagulasi berbeda dari denaturasi
protein, dimana pada koagulasi protein sifat biologi dan aktivitas protein tidak
berubah.

Gambar 3. Proses Koagulasi

Faktor-faktor penyebab koagulasi, diantaranya :


1. Perubahan suhu

2. Pengadukan

3. Penambahan ion dengan muatan besar

4. Pencampuran koloid positif dan koloid negatif

6
2.2.1 Mekanisme Koagulasi
Mekanisme koagulasi dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

1. Secara fisik
- Pemanasan, Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan antar partikel-
partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan
elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak
bermuatan.
- Pengadukan.
- Pendinginan, contoh: agar-agar

2. Secara kimia

- Menggunakan Prinsip Elektroforesis. Proses elektroforesis adalah pergerakan

partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode dengan muatan


yang berlawanan.

- Penambahan koloid, dapat terjadi sebagai berikut : Koloid yang bermuatan


negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan
positif akan menarik ion negatif (anion).
- Penambahan Elektrolit. Jika suatu elektrolit ditambahkan pada sistem koloid,
maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan mengadsorpsi koloid dengan
muatan positif (kation) dari elektrolit.

2.2.2 Contoh produk perikanan yang jadi koagulasi

Pembuatan peda dapat menggunakan bahan baku ikan kembung (Rastrelliger


sp). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan peda terdiri dari garam, air
dan daun pisang kering yang berwarna kecokelatan. Pembuatan peda meliputi
pencucian bahan baku, penirisan, penggaraman, penjemuran, pemeraman dan
pemasakan. Ikan kembung dicuci, ditiriskan dan dilumuri garam. Selanjutnya,
ikan dibungkus dengan daun pisang kering sebelum diperam selama 1 minggu.
Setelah proses pemeraman, daun pisang dibuka lalu ikan dijemur selama 1-2 jam
dan dibungkus kembali lalu diperam lagi selama 1 minggu. Ikan yang sudah
diperam dapat dimasak sebelum dikonsumsi.

Prinsip proses fermentasi pada pembuatan peda adalah adanya aktivitas enzim
proteolitik dari tubuh ikan dan mikroba fermentasi akibat penggunaan garam yang

7
tinggi. Garam yang masuk ke dalam jaringan daging ikan akan menimbulkan
berbagai perubahan kimia dan fisik, terutama protein pada daging ikan. Garam
akan menyebabkan denaturasi larutan koloidal protein dan mengakibatkan
koagulasi. Proses tersebut menyebabkan air dalam tubuh ikan keluar dan daging
ikan mengerut. Tahap awal fermentasi menyebabkan perubahan kimia pada
jaringan ikan, terutama protein dan lemak. Enzim-enzim proteolitik dan lipolitik
bekerja memecah protein dan lemak menjadi senyawa sederhana. Aktivitas enzim-
enzim tersebut merangsang aktivitas enzim mikroba untuk memetabolisme asam
amino atau peptida secara autolisis. Fermentasi tahap kedua merupakan proses
dimana ikan telah dibersihkan dari garam dan menghasilkan basa nitrogen (TVB-
N) yang terbentuk dari pemecahan protein oleh bakteri. Semakin tinggi aktivitas
pemecahan protein, basa nitrogen yang menguap semakin banyak dan jumlah
bakteri pemecah protein semakin tinggi.

Mikroba yang berperan selama fermentasi peda adalah mikroba yang berasal
dari ikan kembung sebagai bahan baku pembuatan peda dan pengaruh
penambahan garam. Mikroflora yang umum terdapat pada sisik, insang dan usus
ikan kembung adalah bakteri Gram Negatif, tidak berspora dan berbentuk batang,
contohnya Vibrio, Pseudomonas, Maraxella, Acinetobacter dan Flavobacterium.
Mikroba yang umum terdapat pada proses penggaraman ikan ialah Micrococcus,
Bacillus dan Sarcina, sedangkan bakteri yang berperan dalam pembentukan cita
rasa khas pada peda ialah Staphylococcus sp. Perlakuan penyiangan (pembuangan
isi perut dan insang) dan tanpa penyiangan dapat mempengaruhi jenis dan jumlah
bakteri yang berperan dalam fermentasi peda.

2.3 Ketengikan
Ketengikan yang terjadi pada produk makanan akan terjadi bila komponen
cita-rasa dan bau mudah menguap akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan
minyak yang tak jenuh. Hal ini disebabkan oleh Otooksidasi radikal asam lemak
tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan adanya pembentukan

8
radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat
reaksi seperti : cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam
berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn, logam pofirin seperti hematin, hemoglobin,
mioklobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase (Suratinojo 1988). Bau tengik
yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil
pemecahan hidroperoksida. Ketengikan enzimatis disebabkan oleh aktivitas
organisme yang menghasilkan enzim tertentu yang dapat menguraikan trigliserida
menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim peroksidase dapat mengoksidasi
asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida. Berbagai jenis minyak atau
lemak akan mengalami perubahan flavor dan bau sebelum terjadi proses
ketengikan.
Selama penyimpanan bahan produk makanan yang mengandung minyak
dan lemak mengalami perubahan fisika-kimia yang dapat disebabkan oleh proses
hidrolisis maupun oksidasi. Proses hidrolisis pada minyak atau lemak yang
mengandung asam lemak rantai pendek akan menghasilkan asam lemak bebas
yang menimbulkan bau tengik (Suratinojo 1988). Hidrolisis minyak atau lemak
umumnya terjadi sebagai akibat kerja enzim lipase atau mikroba. Proses hidrolisis
dipercepat oleh suhu, kadar air, dan kelembaban tinggi. Faktor Penyebab
Ketengikan dibagi atas tiga golongan, yaitu: 1. Oxidative rancidity (ketengikan
oleh oksidasi), 2. Enzymatic rancidity (ketengikan oleh enzim), 3. Hydrolytic
rancidity (ketengikan oleh proses hidrolisis). Ketengikan oleh oksidasi terjadi
karena proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam
minyak.
Pada ikan-ikan yang mengandung lemak tinggi seperti ikan tembang
mudah terjadi oksidasi lemak yang menyebabkan bau tengik. Proses ketengikan
pada ikan menurut (Winarno 1997) disebabkan oleh oksidasi asam lemak tidak
jenuh dalam lemak. Proses ketengikan menurut (Winarno dan Jenie 1982)
disebabkan oleh adanya serangan oksigen pada lemak tidak jenuh yang
menyebabkan oksidasi lemak. Proses ketengikan ini dapat dihambat dengan
pemberian antioksidan. Salah satu tanaman mengandung antioksidan yang diduga
dapat menghambat ketengikan adalah kunyit. Hal ini dinyatakan oleh (Suprapti

9
dkk 1982) bahwa kunyit sering ditambahkan dalam pembuatan masakan ikan
tradisional seperti pindang, karena selain memberi rasa dan warna, kunyit juga
berfungsi sebagai pengawet. Selanjutnya (Rukmana 1994) menyatakan bahwa
kunyit mempunyai kemampuan alamiah untuk mencegah oksidasi lipid.
Daging yang berwarna merah mengandung mioglobin dan hemoglobin
yang bersifat prooksidan serta kaya akan lemak. Warna merah pada daging ikan
disebabkan kandungan hemoproteinnya tinggi yang tersusun atas protein mioety,
globin dan struktur heme. Di antara hemoprotein yang ada, mioglobin adalah
hemoprotein yang terbanyak. Lebih 80 % hemoprotein pada daging merah adalah
mioglobin dan hemoglobin. Kandungan mioglobin pada daging merah ikan tuna
dapat lebih dari 3500 mg/100 gram (Watanabe, 1990). Hal ini yang menyebabkan
mudahnya terjadi ketengikan pada daging merah ikan tuna (Okada, 1990).
Pencegahan ketengikan dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan
antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan
antioksidan akan menghambatnya. Penyimpanan lemak yang baik adalah dalam
tempat tertutup yang gelap dan dingin. Wadah lebih baik terbuat dari aluminium
atau stainless steel, lemak harus dihindarkan dari logam besi atau tembaga.
Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai
pembentukan radikal yang melepaskan hydrogen. Seperti : tokoferol, lesitin,
fosfatida, sesamol, gosipol, asam askorbat, BHT. Antioksidan sekunder adalah
suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat di golongkan
sebagai sinergik. Seperti : asam sitrat dan EDTA.

2.4 Browning
Proses perubahan warna bahan ke coklatan menjadi berwarna kecoklatan
disebut sebagai browning proses. Menurut Liviawaty,Afrianto 2010 Bahan pangan
yang banyak mengandung karbohidrat adalah produk nabati. Kandungan
karbohidrat produk perikanan sekitar 1 persen, kecuali pada jenis kerang-kerangan
yang dapat mencapai 10%. Selama penyimpanan karbohidrat yang semula
berwarna putih cenderung berubah menjadi kecoklatan. Proses perubahan ini
dikenal sebagai efek browning atau pencoklatan. Proses pencoklatan pada bahan

10
makanan dapat dibagi menjadi dua reaksi utama, yaitu pencoklatan enzimatis, dan
pencoklatan non-enzimatis.
2.4.1 Proses Browning Enzimatis

Proses browning enzimatis disebabkan karena adanya aktivitas enzim pada


bahan pangan segar, seperti pada susu segar, buah- buahan dan sayuran.
Pencoklatan enzimatik terjadi pada buah -buahan yang banyak mengandung
substrat fenolik, di samping katekin dan turunnya seperti tirosin, asam kafeat ,
asam klorogenat, serta leukoantosiain dapat menjadi substrat proses pencoklatan.

Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas dan
karena kerusakan secara mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan integritas
jaringan tanaman. Hal ini menyebabkan enzim dapat kontak dengan substrat yang
biasanya merupakan asam amino tirosin dan komponen fenolik seperti katekin,
asam kafeat, dan asam klorogena sehingga substrat fenolik pada tanaman akan
dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin (dopa) dan dioksidasi menjadi
kuinon oleh enzim phenolase. Wiley -Blackwell (2012).

Pencoklatan enzimatis pada bahan pangan memiliki dampak


menguntungkan dan juga dampak yang merugikan. Reaksi pencoklatan enzimatis
bertanggung jawab pada warna dan flavor yang terbentuk. Dampak yang
menguntungkan, misalnya enzim polifenol oksidase bertanggung jawab terhadap
karakteristik warna coklat keemasan pada buah-buahan yang telah dikeringkan
seperti kismis, buah prem dan buah ara. Dampak merugikannya adalah
mengurangi kualitas produk bahan pangan segar sehingga dapat menurunkan nilai
ekonomisnya. Sebagai contoh, ketika memotong buah apel atau pisang. Selang
beberapa saat, bagian yang dipotong tersebut akan berubah warna menjadi coklat.
Wiley-Blackwell (2012).

2.4.2 Proses Browning Non-Enzimatis


Proses Browning non Enzimatis disebabkan oleh reaksi pencoklatan tanpa
pengaruh enzim, biasanya terjadi saat pengolahan berlangsung. Contohnya proses
karamelisasi pada gula, yaitu proses pencokelatan yang disebabkan karena

11
bertemunya gula reduksi dan asam amino (penyusun protein) pada suhu tinggi dan
waktu lama. Perlu diingat, gula yang dimaksud dalam pangan bukan berarti gula
jawa atau gula pasir. Gula merupakan bagian dari Karbohidrat. Tepung terigu dan
pati (amilum) adalah gula kompleks, biasa disebut dengan polisakarida. Reaksi
pencoklatan secara nonenzimatik pada umumnya ada dua macam reaksi
pencoklatan nonenzimatik yaitu karamelisasi dan reaksi Maillard

2.4.3 Karamelisasi
Karamelisasi adalah reaksi Pyrolisis dari gula, adalah suatu proses
pemanasan yang mengakibatkan pecahnya molekul sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa yang diikuti dengan pelepasan molekul air dari glukosa dan fruktosa
sehingga menimbulkan warna coklat
Bila suatu larutan sukrosa diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat,
demikian juga titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga
seluruh air menguap semua. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan
diteruskan, maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa
yang lebur. Titik lebur sukrosa adalah 160oC. Bila gula yang telah mencair
tersebut dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya, misalnya
pada suhu 170oC, maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa. Reaksi yang terjadi
bila gula mulai hancur atau terpecah-pecah tidak diketahui pasti, tetapi paling
sedikit melalui tahap-tahap seperti berikut: Mula-mula setiap molekul sukrosa
dipecah menjadi sebuah molekul glukosa dan sebuah fruktosan (Fruktosa yang
kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan sebuah
molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadilah glukosan, suatu molekul
yang analog dengan fruktosan. Proses pemecahan dan dehidrasi diikuti dengan
polimerisasi yang menghasilkan warna kecoklatan.

2.4.4 Reaksi Maillard


Reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara karbohidrat, khususnya
gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut menghasilkan
bahan berwarna cokelat, yang sering disebut dikehendaki atau kadang-kadang

12
malahan menjadi pertanda penurunan mutu. Reaksi Maillard terjadi antara gugus
amin (asam amino) dan gula pereduksi (gugus keton ataualdehidnya). Pada akhir
reaksi terbentuk pigmen coklat melanoidin yang memiliki bobot molekul besar.
Reaksi yang diawali dengan reaksi antara gugus aldehid atau keton pada gula
dengan asam amino pada protein ini membentuk glukosilamin.

13
BAB III
KESIMPULAN

Denaturasi adalah proses yang mengubah struktur molekul tanpa


memutuskan ikatan kovalen. Denaturasi dapat terjadi oleh berbagai penyebab
yang paling penting ialah pH. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya denaturasi
adalah panas, pH, tekanan, garam dan sabun.
Koagulasi adalah keadaan dimana protein tidak lagi terdispersi sebagai
suatu koloid karena unit ikatan yang terbentuk cukup banyak. Mekanisme
koagulasi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu secara fisik dan secara kimia.
Ketengikan yang terjadi pada produk makanan akan terjadi bila komponen
cita-rasa dan bau mudah menguap akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan
minyak yang tak jenuh. Pada ikan-ikan yang mengandung lemak tinggi seperti
ikan tembang mudah terjadi oksidasi lemak yang menyebabkan bau tengik.
Pencegahan ketengikan dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan.
Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan
menghambatnya.
Browning proses atau pencoklatan karbohidrat yang semula berwarna
putih cenderung berubah menjadi kecoklatan. Proses pencoklatan pada bahan
makanan dapat dibagi menjadi dua reaksi utama, yaitu pencoklatan enzimatis, dan
pencoklatan non-enzimatis.
Proses browning enzimatis disebabkan karena adanya aktivitas enzim pada
bahan pangan apabila terdapat kerusakan integritas jaringan tanaman yang akan
menyebabkan enzim dapat kontak dengan substrat yang biasanya merupakan asam
amino tirosin dan komponen fenolik
Proses Browning non Enzimatis disebabkan oleh reaksi pencoklatan tanpa
pengaruh enzim. Proses Browning Non-Enzimatis terbagi menjadi 2 yaitu
karamelisasi dan Reaksi Maillard. Reaksi karamelisasi disebabkan oleh pecahnya
molekul sukrosa akibat panas menjadi glukosa dan fruktosa yang diikuti dengan
pelepasan molekul air dari glukosa dan fruktosa sehingga menimbulkan warna

14
coklat, sedangkan Reaksi Maillard reaksi yang terjadi antara karbohidrat,
khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer.

DAFTAR PUSTAKA
Mahendradatta, M. 2009. Makanan Tradisional Sulawesi Berbasis Ikan.
Makassar: Masagena Press;.

Makfoeld, D. 2008. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Penerbit Kanisius.


Yogyakarta.

Oktavia, D.A. 2007. Kajian SNI 01-2886-2000 makanan ringan ekstrudat.


Jurnal Standardisasi Vol. 9. No. 1. Tahun 2007. P 1 9.

Palupi, N.S., F.R. Zakaria dan E. Prangdimurti. 2007. Pengaruh pengolahan


terhadap nilai gizi pangan. Topik 8. Modul e-learning ENBP. Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta IPB. Bogor.

de Man, M John. 1989. Principles of food chemistry.


Purwaningsih dkk. Perubahan Komposisi Kimia, Asam Amino dan Kandungan
Taurin Ikan Glodok (Periopthalmodon schlosseri). Jurnal Pengolahan
Hasil Perikanan Indonesia Vol. 16 No. 1 tahun 2013.
Simanjorang dkk. 2012. Pengaruh Penggunaan Enzim Papain dengan
Konsentrasi yang Berbeda Terhadap Karakteristik Kimia Kecap Tutut.
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3 No. 4 Desember 2012 : 209-220
ISSN : 2088-3137.
Sugiarti dkk. Efek Perendaman Pada Suhu Undercooking Dan Metode Cooking
Terhadap Pengurangan Kadar Formalin Pada Cumi Cumi (Loligo sp.).
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, Nomer 2,
Tahun 2014, Halaman 90-98.
Triyono, A. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam Pada
Proses Isolasi Protein Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau
(Phaseolus radiatus L.). Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang. 4-5
Agustus.
Lehninger. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Erlangga, Jakarta

Puspitasari Sari A.P. 2012. Pengawetan Suhu Rendah Pada Ikan dan Daging.
Makalah Ilmu Teknologi Pangan, Program Studi S1 Ilmu Gizi Fakulta
Kedokteran, Universitas Diponegoro

Rukmana, R., 1994. Kunyit. Kanisius.Yogjakarta

15
Saleh, M. S.,1993. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan.
Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Perikanan. Jakarta

Suprapti, Tjakradimerta, T., Y. Lopak, M. Amir. 1982. Penelitian Peningkatan


Proses Pembuatan Ikan Pindang di Sulawesi Selatan. Balai Penelitian Dan
Pengembangan Industri. Ujung Pandang

Suratinojo, A., 1988. Pengaruh Enzim Bromelin dan Lama Pemeraman Terhadap
Perubahan Protein Daging Ikan Tembang (Sardinella fimbriata).
UNSRAT
Manado.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai