Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KEGIATAN MINIPROJECT

GERAKAN JAMBAN SEHAT


Di Dusun Penggik, Desa Ngasem, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro
Oleh: dr. Syarief Muhammad Hannifan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan
sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program
(ISSDP)tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke
sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka. Data dari studi dan survey sanitasi
pedesaan di Indonesia memperlihatkan bahwa sangat sedikit rumah tangga di pedesaan yang
benar-benar memilki akses ke jamban sehat. Hanya 37% penduduk pedesaan mempunyai
akses ke sanitasi yang aman menurut laporan Joint Monitoring Program
Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak di bawah 3
tahun yaitu sebesar 19% atau sekitar 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya
dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto.Kondisi
seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total.Hal
ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun 32%
dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar.
Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial budaya dan
perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar (BAB) di sembarang tempat, khususnya ke
badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya. Oleh
karena itu diperlukan suatu strategi nasional sanitasi total berbasis masyarakat untuk merubah
perilaku hygienis dan peningkatan akses sanitasi. Hal ini sejalan dengan komitmen
pemerintah dalam mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015,
yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada
separuh dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah
pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat
dengan metode pemicuan. Selama ini di Desa Ngasem sudah pernah mendapat pemicuan dan
penyuluhan mengenai sanitasi total berbasis masyarakat dari Puskesmas Ngasem, namun
hingga saat ini kepemilikan jamban sehat oleh masyarakat setempat masih rendah. Untuk itu,
perlu dilakukan suatu intervensi terhadap masyarakat di desa tersebut agar tujuan program
SToPS (Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi) yaitu ODF (open defecation free) di Desa
Ngasem dapat tercapai.

1.2 Pernyataan Masalah


Kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak BAB di sembarang tempat
Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai jamban sehat
Kurangnya kepemilikan jamban sehat oleh masyarakat

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menuju masyarakat ODF (Open Defecation Free) di desa Ngasem kecamatan Ngasem
1.3.2 Tujuan khusus
Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak BAB di sembarang tempat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai jamban sehat
Meningkatkan kepemilikan jamban sehat oleh masyarakat

1.4 Manfaat
Meningkatkan kebersihan lingkungan
Memutus mata rantai penyebaran penyakit yang terkait dengan sanitasi
Sebagai landasan menuju ODF (Open Defecation Free)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat


Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah
pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat
dengan metode pemicuan.
Sejak Mei 2005, World Bank Water and Sanitation Program --- East Asia and the
Pasific (WSP-EAP) melalui proyek Waspola di bawah koordinasi Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) dan dukungan pendanaan pemerintah Australia melalui
AusAID telah melakukan uji coba (Community Led Total Sanitation ) CLTS, yang lebih
dikenal dengan sebutan (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) STBM di enam kabupaten yaitu
Muara Enim (Sumsel), Muaro Jambi (Jambi), Bogor (Jawa Barat), Lumajang (Jawa Timur),
Sumbawa (NTB) dan Sambas (Kalbar).
Community Led Total Sanitation (CLTS) adalah suatu pendekatan perubahan perilaku
higiene dan sanitasi secara kolektif melalui pemberdayaan masyarakat untuk Stop BAB
Sembarangan/ open defecation free (ODF). Ribuan jamban keluarga di desa-desa yang
menerapkan pendekatan CLTS telah dibangun oleh masyarakat tanpa subsidi pihak luar.
Program Community Led Total Sanitation (CLTS) merupakan cikal bakal gerakan Sanitasi
Total yang dipimpin oleh masyarakat, yang juga merupakan suatu proses untuk
menyemangati serta memberdayakan masyarakat untuk menghentikan BAB di tempat yang
terbuka, membangun serta menggunakan jamban, dan mengajak masyarakat untuk
menganalisais profil sanitasinya. Dalam pelaksanaannya terdapat prinsipprinsip dalam
pemicuan CLTS seperti tanpa subsidi kepada masyarakat, tidak menggurui, tidak memaksa
dan tidak mempromosikan jamban, masyarakat sebagai pemimpin, serta prinsip totalitas
(seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisis permasalahan, perencanaan,
pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan).
World Bank dan Gate Foundation meluncurkan program Total Sanitation and
Sanitation Marketing atau SToPS (Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi) sebagai pilot
project. Program ini diluncurkan setelah melihat keberhasilan program CLTS. Adapun tujuan
dari Program Sanitasi Total adalah menciptakan suatu kondisi masyarakat (pada suatu
wilayah) yang mempunyai akses dan menggunakan jamban sehat, mencuci tangan pakai
sabun dan benar saat sebelum makan, setelah BAB, sebelum memegang bayi, setelah
menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan, mengelola dan menyimpan air minum
dan makanan yang aman, serta dapat mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat)
(Depkes RI, 2008).
2.2 Program Stops
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kabupaten
melalui pembangunan jamban dan lingkungan yang sehat secara mandiri perlu disusun
rencana strategi Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (SToPS) kabupaten sehingga dapat
mencapai kabupaten dengan sanitasi total melalui peningkatan 3 komponen program (SToPS)
yang meliputi:
1. Peningkatan demand masyarakat terhadap jamban yang sehat melalui pemicuan
masyarakat tentang lingkungan tempat tinggal yang kurang sehat yang berdampak
terhadap kehidupan social masyarakat, promosi tentang berbagai pilihan jamban
serta pentingnya hidup bersih dan sehat.
2. Peningkatan supply dengan memperbanyak jenis pilihan jamban yang disediakan
di pasar dengan berbagai gradasi harga akan meningkatkan daya beli masyarakat
terhadap material sanitasi dan permintaan untuk penyediaan material sanitasi yang
lebih banyak.
3. Peningkatan kemampuan stakeholder dalam upaya memfasilitasi pengembangan
program sanitasi secara swadaya oleh masyarakat dan mengubah paradigm bahwa
pendekatan program sanitasi tidak berorientasi pada peningkatan cakupan fisik
melalui subsidi, namun perubahan perilaku secra kolektif dan inisiatif dilakukan
oleh masyarakat. Pendanaan yang disediakan oleh lembaga public termasuk
pemerintah dan lembaga donor lainnya difokuskan pada fasilitas masyarakat.
Strategi kabupaten tentang SToPS merupakan rencana yang sistematis dan efektif
dalam upaya mencapai kabupaten sanitasi total dengan melakukan pemicuan terhadap
masyarakat agar mempunyai jamban sesuai dengan kemampuannya dan motivasi/promosi
untuk mencapai kondisi lingkungan yang lebih baik setelah mancapai status ODF dengan
kegiatan lainnya seperti cuci tangan, pengelolaan limbah rumah tangga dan perlakukan air
untuk kebutuhan rumah tangga. Pencapaian kabupaten sanitasi total akan sangat
mempengaruhi performance kabupaten tidak hanya pada kehidupan social masyarakat,
namun juga akan mempengaruhi terhadap kesehatan, ekonomi, dan budaya.
Strategi Program SToPS ini bertujuan untuk mempercepat tercapainya lingkungan
yang sehat yang dikembangkan sesuai kemampuan dan inisiatif masyarakat sehingga dapat
mewujudkan kabupaten sanitasi total dan tercapainya target yang telah disepakati dalam
tujuan Millenium DevelopmentGoal (MDG).
Semua stakeholders yang berada di kabuaten yang peduli kabupaten dengan motor
penggerak adalah pemerintah strategi SToPS kabupaten dengan motor penggerak adalah
pemerintah kabupaten yang didukung oleh semua stakeholders termasuk aparat pemerintah,
LSM, Ormas, PKK, Karang Taruna dan masyarakat sekolah.
Strategi akan mengutamakan pendekatan partisipatif melalui pemberdayaan
masyarakat yang terlibat secara aktif sejak observasi lapangan, analisa situasi, penentuan
pilihan opsi, jadwal pembangunan jamban untuk masing-masing individu dan pengembangan
terhadap program yang mendukung tercapainya sanitasi total.
Pembinaan masyarakat sesuai dengan pentahapan yang harus dilalui masyarakat
dalam upaya menuju sanitasi total yang dimulai dengan pemicuan agar tidak buang air
disembarang tempat, masyarakat mencapai status (Open Defecation Free) ODF dan menuju
sanitasi total. Sanitasi total dicapai dengan memenuhi:
1. Semua masyarakat berhenti buang air besar (BAB) di sembarang tempat
2. Semua masyarakat telah mempunyai dan menggunakan jamban yang sehat dan
memeliharanya dengan baik
3. Semua masyarakat telah terbiasa mencuci tangan yang benar dengan sabun setelah
BAB, setelah menceboki anak, sebelum makan, sebelum memberi makan bayi,
dan sebelum menyiapkan makanan.
4. Semua masyarakat telah mengelola dan menyimpan air minum dan makanan
dengan aman
5. Mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat) dengan benar
Sementara itu satu komunitas dikatakan telah ODF, apabila:
1. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang tinja/kotoran bayi
hanya ke jamban
2. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar
3. Tidak ada bau tidak sedap, akibat pembuangan tinja/kotoran manusia
4. Ada peningkatan kuaitas jamban yang ada supaya semua menuju jamban sehat
5. Ada mekanisme monitoring peningkatan kualitas jamban
6. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah
kejadian BAB di sembarang tempat
7. Ada

mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk mencapai 100% KK


mempunyai jamban sehat
8. Di sekolah yang terdapat di komunitas tersebut, telah tersedia sarana Jamban dan
tempat cuci tangan (dengan sabun) yang dapat digunakan murid-murid pada jam
sekolah.

Analisa kekuatan kelembagaan di kabupaten menjadi sangat penting untuk


menciptakan kelembagaan dan mekanisme pelaksanaan kegiatan yang efektif dan efisien
sehingga tujuan strategi dapat dicapai. Pendekatan program tidak hanya dikembangkan
melalui struktur kelembagaan formal, namun melalui lembaga informal yang dinilai cukup
kuat pengaruhnya di masyarakat dan efisien dalam menyampaikan pesan kepada kelompok
sasaran. Strategi pengembangan program sesuai dengan karakter wilayah dan prioritas
permasalahan, identifikasi sumber daya dan sistim penyaluran yang paling tepat, identifikasi
sistim pembinaan dan pengembangan program melalui reward system dam kompetisi dalam
upaya menuju sanitasi total.
Dengan mempertimbangkan kemampuan sumber daya yang ada, program SToPS
dikembangkan ke wilayah yang lain terintegrasi dengan program kabupaten. Strategi
pendekatan program SToPS mempertimbangkan:
1. Kesiapan tenaga yang terampil dalam memfasilitasi masyarakat sebagai tim inti
dalam meningkatkan kapasitas di wilayah tersebut
2. Geografi wilayah dan sarana transportasi
3. Ketersediaan dan penyebaran material sanitasi di seluruh wilayah kabupaten
4. Mempertimbangkan kerangka waktu dikaitkan dengan proyek SToPS (periode
2007-2010) dan komitmen global MDGs, diharapkan pada tahun 2010 separuh
dari wilayah kabupaten telah mencapai desa ODF dan minimal separuh dari desa
ODF telah mencapai sanitasi total sesuai kriteria strategi hygiene dan sanitasi
pedesaan.
5. Menetapkan kerangka waktu untuk mencapai sanitasi total tingkat kabupaten
melalui gradasi pembinaan yang berjenjang, diharapkan maksimal pada tahun
2015
6. Kelembagaan informal yang dapat membantu dalam mengembangkan program
SToPS
7. Pola pembinaan dan pengembangan program yang efektif dapat dilaksanakan
sesuai dengan karakter kabupaten missal : melalui ormas, lembaga keagamaan,
PKK atau Dinas Pemerintah
8. Pola pembinaan promosi dan motivasi masyarakat melalui pemberian
penghargaan, kunjungan Camat atau Bupati, pemberian bantuan program
dikaitkan dengan program yang sedang dikembangkan di wilayh tersebut seperti
Paket Desa Siaga, paket Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
atau program daerah
9. Instrumen yang digunakan dalam pengembangan progrm SToPS di kabupaten
dengan memanfaatkan instrumen SToPS yang telah dikembangkan melalui
bantuan Gates Foundation
10. Sistem monitoring yang dikembangkan mengacu pada konsep yang disusun oleh
proyek SToPS dan diintegrasikan dengan sistim yang telah digunakan di wilayah
tersebut.
2.3 Jamban Sehat
Jamban sehat adalah pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai
penularan penyakit. Untuk mencegah, sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja
terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik,
maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat.
Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-
persyaratan sebagai berikut: tidak mengotori permukaan tanah di seliling jamban tersebut,
tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air tanah di sekitarnya, tidak
dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-binatang lainnya, tidak
menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara (maintenance), sederhana desainnya,
murah, dan dapat diterima oleh pemakainya.
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan antara lain
sebagai berikut: Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari
panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari pandangan orang
(privacy), bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak
mengganggu pandangan, tidak manimbulkan bau, sedapat mungkin disediakan alat
pembersih seperti air atau kertas pembersih.

Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah tentu berbeda
dengan teknologi jamban di daerah perkotaan. Oleh karena itu, teknologi jamban di daerah
pedesaan disamping harus memenuhi persyaratan-persyaratan jamban sehat seperti telah
diuraikan di atas, juga harus didasarkan pada sosiobudaya dan ekonomi masyarakat pedesaan.
Tipe-tipe jamban yang sesuai dengan teknologi pedesaan antara lain: jamban cemplung
berventilasi, jamban empang, jamban pupuk, dan septic tank.
Jamban cemplung ini sering kita jumpai di daerah pedesaan di jawa. Tetapi sering
dijumpai jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban dan tanpa
tutup. Sehingga serangga mudah masuk dan bau tidak bias dihindari. Disamping itu karena
tidak ada rumah jamban, bila musim hujan tiba maka jamban itu akan penuh oleh air. Hal lain
yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kakus cemplung itu tidak boleh terlalu dalam.
Sebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah di bawahnya. Dalamnya pit latrine berkisar
antara 1,5-3 meter saja. Sesuai dengan daerah pedesaan maka rumah kakus tersebut dapat
dibuat dari bambu, dinding bambu dan atap daun kelapa ataupun daun padi. Jarak dari
sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter.

Jenis jamban kedua ialah jamban cemplung berventilasi, jamban ini hampir sama
dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap, yakni menggunakan ventilasi pipa. Untuk
daerah pedesaan, pipa ventilasi ini dapat dibuat dengan bambu.
Jenis jamban ketiga adalah jamban empang. Jamban ini dibangun diatas empang ikan.
Didalam sistem jamban empang ini terjadi daur ulang (recycling), yakni tinja dapat langsung
dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan tinja yang dimakan,
demikian seterusnya. Jamban empang ini mempunyai fungsi yaitu disamping mencegah
tercemarnya lingkungan oleh tinja, juga dapat menambah protein bagi masyarakat
(menghasilkan ikan).
Keempat yaitu jamban pupuk. Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus cemplung,
hanya lebih dangkal galiannya. Disamping itu jamban ini juga untuk membuang kotoran
binatang dan sampah daun-daunan. Prosedurnya adalah sebagai beriku: mula-mula membuat
jamban cemplung biasa, di lapisan bawah sendiri ditaruh sampah daun-daunan, diatasnya
ditaruh kotoran dan kotoran binatang (kalau ada) tiap-tiap hari, setelah kira-kira 20 inchi,
ditutup lagi dengan daun-daun sampah, selanjutnya ditaruh kotoran lagi. Demikian seterusnya
sampai penuh, setelah penuh ditimbun tanah dan membuat jamban baru. Lebih kurang 6
bulan kemudian dipergunakan sebagai pupuk tanaman.
Terakhir jenis jamban septic tank. Jamban ini merupakan cara yang paling memenuhi
persyaratan, oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini dianjurkan. Septic tank
terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air dan tinja masuk dan mengalami dekomposisi.
Didalam tangki ini, tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu tersebut tinja akan
mengalami 2 proses, yakni proses kimiawi dan proses biologis. Pada proses kimiawi, akibat
penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60-70%) zat-zat padat akan
mengendap didalam tangki sebagai sludge. Zat-zat yang tidak dapat hancur bersama-sama
dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutup permukaan
air dalam tangki tersebut. Lapisan ini disebut scum yang berfunsi mempertahankan suasana
anaerob dari cairan dibawahnya, yang akan berfungsi pada proses berikutnya, sedangkan
pada proses biologis terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif
anaerob yang memakan zat-zat organik alam, sludge dan scum. Hasilnya, selain terbentuk gas
dan zat cair lainnya, adalah juga mengurangi volume sludge sehingga memungkinkan septic
tank tidak cepat penuh. Kemudian cairan enfluent sudah tidak mengandung bagian-bagian
tinja dan mempunyai BOD yang relative rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan keluar
melalui pipa dan masuk ke dalam tempat perembesan.
2.4 Bagian Bagian Jamban Sehat
Bangunan jamban dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu : 1) bangunan bagian
atas disebut rumah jamban, 2) bangunan bagian tengah disebut slab atau dudukan jamban, 3)
bangunan bagian bawah disebut penampung tinja.
1. Bangunan bagian atas (Rumah Jamban)
Bagian ini secara utuh terdiri dari bagian atap, rangka dan dinding. Namun dalam
prakteknya, kelengkapan bangunan ini disesuaikan dengan kemampuan dari
masyarakat daeah tesebut
- Atap memberikan perlindungan kepada penggunanya dari sinar matahari,
angin dan hujan. Dapat dibuat dari daun, genting, seng dan lain-lain.
- Rangka digunakan untuk menopang atap dan dinding. Dibuat dari bambu,
kayu dan lain-lain.
- Dinding adalah bagian dari rumah jamban. Dinding memberikan privasi dan
perlindungan kepada penggunanya. Dapat dibuat dari daun, gedek/anyaman
bambu, batu bata, seng, kayu dan lain-lain.
Pertimbangan untuk bangunan bagian atas
o Sirkulasi udara yang cukup
o Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca, pada musim panas dan hujan
o Kemudahan akses di malam hari
o Bangunan menghindarkan penggunan terlihat dari luar/ pandangan dari luar
o Disarankan untuk menggunakan bahan local
o Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk mmencuci
tangan.
2. Bangunan bagian tengah (Slab/ Dudukan Jamban)
- Slab menutupi sumur tinja (pit), dan dilengkapi dengan tempat berpijak. Slab
dibuat dari bahan yang cukup kuat untuk menopang penggunanya. Bahan-
bahan yang digunakan harus tahan lama dan mudah dibersihkan seperti kayu,
beton, bamboo dengan tanah liat, pasangan bata, dan sebagainya.
- Tempat abu atau air adalah wadah untuk menyimpan abu pembersih atau air.
Penaburan sedikit abu ke dalam sumur tinja (pit) setelah digunakan akan
mengurangi bau, mengurangi kadar kelembaban dan membuatnya tidak
menarik bagi lalat untuk berkembang biak. Air dan sabun dapat digunakan
untuk mencuci tangan dan membersihkan bagian yang lain.
Pertimbangan untuk bangunan bagian tengah
o Terdapat penutup pada lubang sebagai pelindung terhadap gangguan serangga
atau binatang lain
o Dudukan jamban/slab penutup dibuat dengan memperhatikan keamanan
pengguna (tidak licin, runtuh, dan terperosok ke dalam lubang penampungan
tinja, dsb)
o Bangunan melindungi dari kemungkinan terciumnya bau yang tidak sedap
yang berasal dari tinja dalam lubang penampungan
o Mudah dibersihkan dan dipelihara
o Diutamakan menggunakan bahan lokal
o Ventilasi udara cukup
3. Bangunan bagian bawah (Penampung Tinja)
Penampung tinja adalah lubang di bawah tanah, dapat berbentuk persegi,
lingkaran/bundar atau empat persegi panjang sesuai dengan kondisi tanah.
Kedalaman bergantung pada kondisi tanah dan permukaan air tanah di musim
hujan. Pada tanah yang kurang stabil, penampung tinja harus dilapisi seluruhnya
atau sebagian dengan bahan penguat seperti anyaman bambu, batu bata, ring
beton, dan lain-lain.
Pertimbangan untuk bangunan bagian bawah
o Ketinggian muka air tanah
o Daya resap tanah (jenis tanah)
o Jenis bangunan, jarak bangunan dan kemiringan letak bangunan terhadapa
sumber air minum (lebih baik diatas 10 m)
o Kepadatan penduduk (ketersediaan lahan)
o Umur pakai (kemungkinan pengurasan, kedalaman lubang/ kapasitas)
o Diutamakan dapat menggunakan bahan lokal
o Bangunan permanen yang dilengkapi dengan manhole
BAB III
METODE MINI PROJECT

3.1 Sasaran Kegiatan


Kegiatan diikuti oleh warga dusun Penggik, desa Ngasem, kecamatan Ngasem yang
masih melakukan aktifitas BAB disembarang tempat, dan belum memiliki jamban sendiri.
3.2 Bentuk Kegiatan
Survey dari rumah ke rumah disertai dengan Penyuluhan Mata rantai diare
dan fungsi jamban sehat dalam memutus mata rantai diare yang dilakukan
dengan mengikut sertakan perangkat desa dalam kegiatan ini.
Penyuluhan mengenai jamban sehat
Monitoring dan evaluasi
3.3 Pelaksanaan Kegiatan
No Tanggal Kegiatan Pelaksana
.
1 7 Mei 2015 Perencanaan Kegiatan dan kordinasi dr. S M Hannifan
dengan perangkat desa Ngasem. Ibu Nurin
Bapak Pujo
Perangkat Ngasem
2 11,12,13, Mei 2015 Survei dari rumah ke rumah dengan dr. S M Hannifan
Penyuluhan Mata rantai diare dan Ibu Nurin
fungsi jamban sehat dalam memutus Bapak Pujo
mata rantai diare dan pembagian Perangkat Ngasem
material jamban oleh perangkat
desa.
3 21 Mei 2015 Monitoring dan evaluasi hasil dari dr. S M Hannifan
survey dan Penyuluhan Mata rantai Ibu Nurin
diare dan fungsi jamban sehat dalam Bapak Pujo
memutus mata rantai diare beserta Perangkat Ngasem
perangkat desa dan kecamatan.
BAB IV
HASIL MINI PROJECT

4.1 Profil Komunitas Umum


Profil komunitas wilayah Desa Selat Mendaun secara umum adalah masyarakat
pedesaan dengan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan.
4.2 Data Geografi
Sebelah Utara : Kelurahan Tanjung Balai Kota
Sebelah Selatan : Desa Tanjung Batu Kecil
Sebelah Barat : Desa Parit
Sebelah Timur : Kelurahan Lubuk Puding
4.3 Data Demografi
4.3.1 Jumlah Penduduk
Di Dusun Sealat Mendaun, Desa Selat Mendaun terdapat 133 KK dengan jumlah
penduduk 454 jiwa.
4.3.2 Mata Pencaharian
Sebagian besar warga dusun Selat Mendaun, desa Selat Mendaun bekerja sebagai
nelayan.
4.4 Sumber Daya Kesehatan yang Ada
Di Desa Selat Mendaun terdapat 3 orang Bidan, 2 perawat, 1 dokter
4.5 Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada
Di Desa Selat Mendaun terdapat 1 buah Poskesdes dan 2 kelompok Posyandu
4.6 Penyuluhan Mata rantai diare dan fungsi jamban sehat dalam memutus mata
rantai diare.
Penyuluhan mengenai mata rantai diare dan fungsi jamban sehat dalam memutus mata
rantai diare dilakukan untuk memberi pengetahuan mengenai pentingnya jamban sehat dalam
memutus mata rantai suatu penyakit. Kegiatan ini bertujuan untuk memicu keinginan
masyarakat setempat yang belum memiliki jamban agar berusaha memiliki jamban dan
masyarakat yang belum memiliki jamban sehat memperbaiki jamban mereka agar lebih sehat.
Hasil kegiatan ini adalah sebagai berikut :
NO. TANGGAL DUSUN PESERTA
1 11-13 Mei 2015 Selat Mendaun 10 KK

4.7 Survei Jamban milik warga desa Ngasem


Survei jamban milik warga dusun Selat Mendaun, desa Selat Mendaun dilakukan
dengan mengumpulkan data kepemilikan jamban warga dusun Selat Mendaun dan
mengunjungi beberapa rumah warga dan melihat langsung jamban yang dimiliki oleh warga.
Survei ini dilakukan untuk mengetahui sebaran jamban yang ada di wilayah Ngasem dan
berbagai bentuk jamban yang dimiliki oleh warga dan untuk mengetahui apakah jamban yang
sudah ada memenuhi kriteria jamban sehat. Dari kegiatan ini didapatkan hasil
Jenis JSP JSSP JTS Numpan OD
g
Jumlah 123 0 04 06 0
Ket:
a) JSP: Jamban sehat permanen, jamban yang sudah memenuhi 3 bagian utama
bangunan jamban
b) JSSP: Jamban sehat semi permanen, jamban yang sudah memenuhi 2 dari 3 bagian
utama bangunan jamban, terutama bagian tengah dan bawah
c) JTS (cemplung): Jamban tidak sehat, jamban yang hanya memenuhi 1 dari 3 bagian
utama jamban
d) OD: Open Defecation, perilaku buang air besar secara sembarangan

4.8 Gerakan Jamban Sehat


Gerakan Jamban Sehat diadakan tanggal 11, 12, 13 Mei 2015 bertempat di Dusun
Selat Mendaun mulai pukul 08.30 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB. Kegiatan ini diikuti
oleh warga dusun Selat Mendaun. Selain itu Gerakan Jamban Sehat ini juga di ikuti oleh 1
orang dokter internsip, 1 orang bidan, 2 staf puskesmas serta 6 orang perangkat desa.
Kegiatan dibuka oleh bidan desa Selat Mendaun, kemudian dilanjutkan dengan
sambutan-sambutan. Gerakan Jamban Sehat dilanjutkan dengan pendataan, penyuluhan dan
pemicuan oleh tim yang terdiri dari dokter internsip, perwakilan dari puskesmas, dan
perwakilan dari perangkat desa.
Dalam penyuluhan disampaikan mengenai pengertian jamban sehat beserta kriteria-
kriterianya, bagian-bagian dari jamban sehat, bahaya dari kotoran manusia, mata rantai
penyakit yang bersumber dari kotoran manusia dan cara memutusnya serta fungsi dan
manfaat dari jamban sehat. Pada bagian akhir dari penyuluhan ditekankan bahwa jamban
sehat tidak harus mahal dan diberikan beberapa contoh jamban sehat yang bisa diterapkan
oleh warga.
Pada kegiatan ini juga dihimbau agar masyarakat yang belum mempunyai jamban
segera membangun jamban sehat yang sesuai dengan kemampuannya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari Gerakan Jamban Sehat yang telah dilakukan di Desa Selat Mendaun didapatkan
bahwa latar belakang masyarakat yang sebagian besar masih memiliki tingkat kesadaran akan
memiliki jamban sehat merupakan hal yang penting demi meningkatkan kesehatan da
mengurangi resiko meningkatnya kejadian berbagai penyakit terutama diare, dan banyaknya
dari warga masyarakat Dusun I Selat Mendaun yang bekerja di luar negeri pergi
meninggalkan rumah dalam waktu yang lama sehingga merasa tidak perlu memiliki jamban
sehat permanen di rumah dikarenakan akan jarang menggunakannya. Dengan adanya
kegiatan ini masyarakat dapat lebih memahami pentingnya memiliki jamban sehat yang
memenuhi kriteria di rumah. Sehingga jamban yang ada dapat benar-benar memutus suatu
mata rantai penyakit. Kegiatan ini diharapkan dapat dijadikan suatu landasan untuk menuju
masyarakat Desa Selat Mendaun ODF.
Saran dari kegiatan ini adalah semoga kegiatan ini dapat dilanjutkan hingga
tercapainya deklarasi desa Ngasem ODF untuk itu dibutuhkan dukungan dan kerjasama yang
baik antara tenaga kesehatan dan perangkat desa serta masyarakat yang belum memiliki
jamban sehat. Dan semoga kegiatan-kegiatan serupa yang bertujuan membuat masyarakat
ODF dapat dilaksanakan di seluruh desa Selat Mendaun sehingga dapat mewujudkan Desa
Selat Mendaun ODF dan selanjutnya menuju sanitasi total.

Mengetahui,
Dokter Pendamping Dokter Internsip,

dr. H Ade Kristiawan dr. Nur Eka Septiana Siregar


NIP

Anda mungkin juga menyukai