Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi
Definisi
Ergonomi menurut Badan Buruh Internasional (International Labor
Organization/ILO) adalah penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa
untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum agar
bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan. Pada prosesnya dibutuhkan kerjasama
antara lingkungan kerja (ahli hiperkes), manusia (dokter dan paramedik), serta mesin
perusahaan (ahli tehnik). Kerjasama ini disebut segitiga ergonomi.
Tujuan dari ergonomi adalah efisiensi dan kesejahteraan yang berkaitan erat dengan
produktivitas dan kepuasan kerja. Adapun sasaran dari ergonomi adalah seluruh tenaga
kerja baik sektor formal, informal, maupun tradisional. Pendekatan ergonomi mengacu
pada konsep total manusia, mesin, dan lingkungan yang bertujuan agar pekerjaan dalam
industri dapat berjalan secara efisien, selamat, dan nyaman. Dengan demikian, dalam
penerapannya harus memperhatikan beberapa hal yaitu: tempat kerja, posisi kerja, dan
proses kerja.
Adapun tujuan penerapan ergonomi adalah sebagai berikut:
1 Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, dengan meniadakan beban kerja
tambahan (fisik dan mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan
meningkatkan kepuasan kerja;
2 Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan jalan meningkatkan kualitas
kerjasama sesama pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan
menghidupkan sistem kebersamaan dalam tempat kerja;
3 Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek teknik,
ekonomi, antropologi, dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk tujuan
meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin.
Adapun manfaat pelaksanaan ergonomi adalah menurunnya angka kesakitan akibat
kerja, menurunnya kecelakaan kerja, biaya pengobatan dan kompensasi berkurang, stress
akibat kerja berkurang, produktivitas membaik, alur kerja bertambah baik, rasa aman
karena bebas dari gangguan cidera, kepuasan kerja meningkat.
Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi: (1) tekhnik; (2)
fisik; (3) pengalaman psikis; (4) anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan
dan gerakan otot dan persendian; (5) anthropometri; (6) sosiologi; (7) fisiologi, terutama
berhubungan dengan temperatur tubuh, oxygen up take dan aktivitas otot; (8) disain; dan
sebagainya.
Gizi kerja adalah gizi/nutrisi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi
kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja tambahan. Gizi kerja menjadi
masalah disebabkan beberapa hal yaitu rendahnya kebiasaan makan pagi, kurangnya
perhatian pengusaha, kurangnya pengetahuan tenaga kerja tentang gizi, tidak mendapat
uang makan, serta jumlah, kapan dan apa dimakan tidak diketahui. Efek dari gizi kerja
Jenis pekerjaan dan gizi yang tidak sesuai akan menyebabkan timbulnya berbagai
arteriosklerotik, hipertensi, kurang gizi dan mudah terserang infeksi akut seperti
gangguan saluran nafas. Ketersediaan makanan bergizi dan peran perusahaan untuk
memberikan informasi gizi makanan atau pelaksanaan pemberian gizi kerja yang
2 Faktor kimia
Debu dapat menyebabkan pneumoconiosis, diantaranya: silikosis, asbestosis dan
lainnya.
Uap dapat menyebabkan demam uap logam (metal fume fever), dermatosis.
Gas dapat menyebabkan keracunan, misalkan CO, H2S, Pb dan lainnya.
Larutan zat kimia dapat menyebabkan iritasi pada kulit
Awan atau kabut
3 Faktor biologi
Misalkan bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan penyakit akibat
kerja pada tenaga kerja penyamak kulit
4 Faktor fisiologi/ergonomi antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang
tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang dapat menimbulkan
kelelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat menyebakan
terjadi perubahan fisik. perubahan fisik.jijijijijijijijijijijijijijijijjijkokokokookokokoko
5 Faktor mental-psikologis
Hubungan kerja atau hubungan industrial yang tidak baik dapat menyebabkan depresi
atau penyakit psikosomatis.
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan
tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti
lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan
diagnosis penyakit akibat kerja.
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi. Apakah ada
keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah
keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya
sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat
keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang
dialami.
2.6 HIV/AIDS
HIV/AIDS saat ini di bukan hanya menjadi masalah kesehata akan tetapijuga menjadi
masalah di bidang dunia kerja yang berdampak pada produktivitas dan profitabilitas
perusahaan. Kementrian Ketenagakerjaan RI telah mengeluarkan keputusan Menteri No.
68/Men/IV/2004 mengenai pencegahan dan Penaggulangan HIV/AIDS di tempat kerja, di
mana dalam Keputusan Menteru Tenaga Kerja dan Transmigrasi terdapat kewajiban
pengusaha untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat
kerja melalui:
1 Pengembangan kebijakan tentang upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
di tempat kerja yang dapat dituangkan dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau
Perjajian Kerja Bersama (PKB)
2 Pengkomunikasian kebijakan dengan cara menyebarluaskan informasi dan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
3 Pemberian perlindungan kepada pekerja/buruh dengan HIV/AIDS dari tindak dan
perlakuan diskriminatif.
4 Penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja khusus untuk pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan peraturan perundan-undangan yang
berlaku.
Menurut ILO terdapat beberapa prinsip kunci dan kaidah tentang HIV/AIDS di dunia
kerja yang berlaku bagi semua aspek pekerjaan dan semua tempat kerja, termasuk sektor
kesehatan, antara lain:
1. Isu tempat kerja
HIV/ AIDS adalah isu tempat kerja, karena dia mempengaruhi angkatan kerja, dan karena
tempat kerja dapat memainkan peran vital dalam membatasi penularan dan dampak
epideminya.
2. Nondiskriminasi
Tidak ada diskriminasi terhadap pekerja berdasarkan status HIV yang nyata atau dicurigai.
3. Kesetaraan gender
Hubungan gender yang lebih setara dan pemberdayaan wanita adalah penting untuk
mencegah penularan HIV dan membantu masyarakat mengelola dampaknya.
5. Dialog Sosial
Kebijakan dan program HIV/AIDS yang sukses membutuhkan kerjasama dan saling percaya
antara pengusaha, pekerja dan pemerintah
7. Kerahasiaan
Akses kepada data perseorangan, termasuk status HIV pekerja, harus dibatasi oleh aturan dan
kerahasiaan.
9. Pencegahan
Mitra sosial mempunyai posisi yang unik untuk mempromosikan upaya pencegahan melalui
informasi, pendidikan dan dukungan bagi perubahan perilaku.
10. Kepedulian dan dukungan Pekerja berhak mendapat pelayanan kesehatan yang
terjangkau.
BAB III
HASIL PENGAMATAN
Dapat dipertimbangkan
untuk memiliki beberapa
fasilitas penting seperti
audiometri dan
spirometry
Upaya Preventif : - Permenakertrans No. - Dokter perusahaan
- Masih kurang, Per.03/Men/1982 melakukan
pemberian tentang PKK yang penyuluhan
vaksinasi atau meliputi usaha promotif, Kesehatan berkala
suplemen tubuh preventif, kuratif, dan Untuk menghindari
tidak diberikan. rehabilitatif. adanya bahaya kerja.
- Penyuluhan -Permenaker - Pengadaan
kesehatan tidak No.2/Men/1980 tentang Pemeriksaan
dilakukan Pemeriksaan Kesehatan Kesehatan berkala
- APD (Alat Tenaga kerja dalam Dan Khusus untuk
Pelindung Diri) Penyelenggaraan Mencapai
Diberikan jika
ada
permintaan
dari masing-
masing divisi -Keselamatan Kerja yang Produktifitas yang
- Pemeriksaan berkala, dan khusus. tinggi.
kesehatan - Permenakertrans - Pemberian peraturan
berkala No.8/Men/VII/2010 dan penyuluhan
tidak
dilakukan tentang Alat Pelindung Tentang pentingnya
Diri Penggunaan APD,
Dan Bila melanggar
diberikan sanksi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil walkthough survey yang kami lakukan, maka kesimpulan yang dapat ditarik
adalah:
Dari aspek ergonomi kursi kerja masih belum sesuai dengan tenaga kerja.
Dari aspek pemenuhan gizi pekerja, pekerja hanya diberikan uang makan yang tidak
disesuaikan dengan beban kerja, tidak terdapat ruang makan atau kantin, pekerja juga tidak
pernah diberikan penyuluhan mengenai pentingnya pemenuhan gizi kerja.
Dari aspek pemeriksaan kesehatan belum sesuai dengan aturan, walaupun pemeriksaan
kesehatan awal telah dilakukan pada semua calon tenaga kerja yang meliputi wawancara
tentang riwayat kesehatan pekerja, pemeriksaan fisik, darah rutin, foto rontgen thorax,
pemeriksaan berkala tidak dilakukan rutin setiap 1 tahun. Pemeriksaan kesehatan khusus
dilakukan bagi tenaga kerja tertentu sesuai dengan keluhan pekerja.
Dari aspek program kesehatan, perusahaan belum rutin mengadakan penyuluhan berkala,
selain itu data mengenai program preventif, kuratif dan rehabilitative juga tidak jelas.
Dari aspek pencegahan HIV, AIDS, dan narkoba, perusahaan masih belum menjalankan
program apapun yang terkait.
Ditinjau dari segi sarana P3K belum adanya petugas P3K, belum adanya penunjuk lokasi
P3K yang mudah terlihat, belum adanya ruang P3K, serta belum ada pembasahan tubuh cepat
(shower) dan pembilasan/pencucian mata.
Ditinjau dari segi kotak P3K terletak pada area yang tidak terjangkau, jumlah kotak P3K
tidak sesuai dengan jumlah pekerja, serta isi kotak P3K yang tidak lengkap.
Ditinjau dari segi personil kesehatan, PT. Alakasa Ekstrusindo belum memiliki dokter
penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja.
B. Saran
Dari hasil walkthrough survey yang kami lakukan, maka kami ajukan beberapa saran yaitu :
Melakukan sosialisasi dan pelatihan petugas kesehatan demi kelangsungan program
kesehatan (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif)
Menggalakan pemenuhan shift kerja bagi tenaga kesehatan.
Mengikutsertakan tenaga kerja dalam program BPJS ketenagakerjaan.
Melakukan penelitian epidemiologi untuk mengetahui 10 penyakit terbanyak dan penyakit
akibat kerja yang ada di perusahaan.
Subtitusi kursi dengan yang memiliki sandaran
Pengadaan Ruang Makan dan penyuluhan gizi kerja bagi tenaga kerja
Penyuluhan tentang penggunaan masker yang baik dan benar, posisi yang ergonomis
dalam melakukan pekerjaan, HIV-AIDS dan narkoba.
Perusahaan seharusnya melaporkan setiap PAK yang terjadi.
Perusahaan seharusnya menyediakan minimal 2 orang petugas P3K.
Pengurus seharusnya memasang pemberitahuan tentang nama dan lokasi P3K di tempat
kerja pada tempat yang mudah terlihat.
Oleh karena jumlah tenaga kerja di perusahaan PT. Alakasa Ekstrusindo lebih dari 100
orang maka perusahaan seharusnya menyediakan fasilitas berupa ruang P3K.
Perusahaan seharusnya menyediakan tempat pembasahan tubuh cepat (shower) dan
pembilasan/pencucian mata.
Kotak P3K seharusnya terletak pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau, diberi
tanda arah yang jelas, cukup cahaya serta mudah diangkat apabila digunakan.
Seharusnya perusahaan minimal memiliki :1 kotak C atau, 2 kotak B atau,4 kotak A atau,1
kotak B dan 2 kotak A.
Seharusnya isi kotak P3K mengikuti rincian isi kotak sesuai peraturan perundangan yang
berlaku.