Mrs Zein came to the clinic with haste, she said her urine are unusual, the color
now like a tea. Mrs Zein is a maid, 1 week ago she taking care of her employer in
the hospital because of hepatitis. Mrs Zein also lost her break time quite a lot to
accompany her employer in the hospital. After a physical examination and
laboratory obtained the following results :
Physical examination:
Eyes: CA - / -, SI + / +
C / P: dbn
Abdomen:
Liver 2 fingers BAC, taper, NT (+)
Lab examination:
AST: 500 U / L
ALT: 500 U / L
Total Bilirubin : 6.2 mg / 100ml
Direct Bilirubin: 3.0 mg / 100ml
Indirect Bilirubin : 3.2 mg / 100ml
1
BAB I
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Hepatitis
Peradangan yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh infeksi
atau oleh toksin termasuk alkohol. (Elizabeth, 2000).
Suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat
disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan
serta bahan-bahan kimia. (Guyton and Hall, 2007)
2. Urin
Cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinalisasi. (Iqbal Ali, 2008)
3. Direct bilirubin
Bilirubin bebas yang bersifat larut dalam air sehingga dalam
pemeriksaan mudah beraksi (Sherwood 2011)
4. Undirect bilirubin
Bilirubin bebas yang terikat dengan albumin sukar larut dalam air
(Sherwood 2011)
5. AST (Aspartat Transaminase)
enzim yang dilepaskan kedalam darah bila hati mengalami,
jantung, otak, otot mengalami luka. (Ganong.W.F, 2005)
Enzim yang memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi,
ditemukan di jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, limfa, pankreas dan
paru-paru. Penyakit yang menyebabkan perubahan, kerusakan atau
kematian sel pada jaringan tersebut akan mengakibatkan terlepasnya
enzim ini ke sirkulasi (DEPKES RI, 2011).
6. ALT (alanin amino transferase)
Konsentrasi enzim ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga
terdapat pada jantung, otot dan ginjal. ALT lebih banyak terdapat dalam
hati dibandingkanmjaringan otot jantung dan lebih spesifik menunjukkan
fungsi hati daripada AST (DEPKES RI, 2011).
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
2
1. Apa yang menyebabkan warna urin Mrs. Zein seperti teh?
2. Apa hubungan kurang istirahat dengan keluhan yang dialami Mrs. Zein?
3. Bagaimana interpretasi data dari hasil pemeriksaan fisik Mrs. Zein?
4. Bagaimana intepretasi data dari hasil pemeriksaan lab Mrs. Zein?
BAB III
ANALISIS MASALAH
3.1. Apa yang menyebabkan urine Mrs zein berwarna seperti teh ?
3
akan masuk ke hati lagi dan dimetabolisme menjadi bilirubin direct, hal ini
disebut siklus urobilinogen intrahepatic. Hal tersebut berhubungan jika
terjadi gangguan atau kerusakan pada hati siklus urobilinogen intrahepatic
akan terganggu, sehingga urobilinogen tidak dapat dimetabolisme ulang
menjadi bilirubin yang mengakibatkan peningkatan kadar urobilinogen
dalam sirkulasi yang nantinya akan difiltrasi oleh ginjal dan membuat
warna urin menjadi coklat pekat atau seperti teh. (W. Schrier. 2007)
(Tortora, 2011) (Biokimia Harper, 2013)
Untuk memahami lebih lanjut tentang hal ini maka kita perlu
mengetahui Metabolisme bilirubin, sebagai berikut :
Pembentukan bilirubin
70-80% 20-30%
Pemecahan eritrosit early labelled billirubin
Transport plasma
b. Fase Intra-Hepatik
Liver uptake
4
Konjugasi
Setelah unconjugated bilirubin yang berikatan dengan albumin
ditangkap oleh sel-sel hati maka unconjugated bilirubin
memisahkan diri dengan albumin kemudian dengan bantuan enzim
glukoronal transferase diubah menjadi conjugated bilirubin yang
akan disekresikan menuju usus melalui saluran empedu.
c. Fase Post- Hepatik
unconjugated
billirubin
usus
(kerja aktif bakteri flora normal)
Diubah menjadi
urobilinogen
Feses
Diserap kembali
(sterkobilin) oleh vena porta
Mencapai ginjal
Urin
5
diproduksi oleh sel otot jantung pankreas dan ginjal. Itu sebabnya jika sel
sel otot mengalami kerusakan kadar enzim ini meningkat rusaknya bisa
disebabkan karena aktivitas fisik berat luka terauma atau kerokan (Erfandi,
2008)
6
INH
Antiinfl amasi nonsteroid
Fenitoin
Valproat (DEPKES RI, 2011).
b. ALT (alanin amino transferase)
Peningkatan kadar ALT dapat terjadi pada penyakit
hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi bilier dan hepatitis.
Banyak obat dapat meningkatkan kadar ALT.
Nilai peningkatan yang signifi kan adalah dua kali lipat dari nilai
normal.
Nilai juga meningkat pada keadaan: obesitas, preeklamsi berat,
acute lymphoblastic leukemia (ALL) (DEPKES RI, 2011).
c. Bilirubin
Bilirubin terjadi dari hasil peruraian hemoglobin dan merupakan
produk antara dalam proses hemolisis. Bilirubin dimetabolisme oleh
hati dan diekskresi ke dalam empedu sedangkan sejumlah kecil
ditemukan dalam serum. Peningkatan bilirubin terjadi jika terdapat
pemecahan sel darah merah berlebihan atau jika hati tidak dapat
mensekresikan bilirubin yang dihasilkan.
Terdapat dua bentuk bilirubin:
a) Tidak langsung atau tidak terkonjugasi (terikat
dengan protein).
b) Langsung atau terkonjugasi yang terdapat dalam
serum.
Implikasi klinik:
Peningkatan bilirubin yang disertai penyakit hati dapat terjadi
pada gangguan hepatoseluler, penyakit sel parenkim, obstruksi
saluran emped atau hemolisis sel darah merah.
Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dapat terjadi pada
anemia hemolitik, trauma disertai dengan pembesaran hematoma
dan infark pulmonal.
Bilirubin terkonjugasi tidak akan meningkat sampai dengan
penurunan fungsi hati hingga 50%.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat terjadi pada
kanker pankreas dan kolelitiasis Peningkatan kadar keduanya
dapat terjadi pada metastase hepatik, hepatitis, sirosis dan
kolestasis akibat obat obatan.
Pemecahan bilirubin dapat menyamarkan peningkatan bilirubin.
7
Obat-obat yang dapat meningkatkan bilirubin: obat yang bersifat
hepatotoksik dan efek kolestatik, antimalaria (primakuin, sulfa,
streptomisin, rifampisin, teofi lin, asam askorbat, epinefrin,
dekstran, metildopa).
Obat-obat yang meningkatkan serum bilirubin dan ALP :
Allopurinol, karbamazepin, kaptopril, klorpropamid,
siproheptadin, diltiazem, eritromisin, co-amoxiclav, estrogen,
nevirapin, quinidin, TMPSMZ (DEPKES RI, 2011)
8
Nilai juga meningkat pada keadaan: obesitas, preeklamsi berat,
acute lymphoblastic leukemia (ALL) (DEPKES RI, 2011).
f. Bilirubin
Bilirubin terjadi dari hasil peruraian hemoglobin dan merupakan
produk antara dalam proses hemolisis. Bilirubin dimetabolisme oleh
hati dan diekskresi ke dalam empedu sedangkan sejumlah kecil
ditemukan dalam serum. Peningkatan bilirubin terjadi jika terdapat
pemecahan sel darah merah berlebihan atau jika hati tidak dapat
mensekresikan bilirubin yang dihasilkan.
Terdapat dua bentuk bilirubin:
a) tidak langsung atau tidak terkonjugasi (terikat dengan protein).
b) langsung atau terkonjugasi yang terdapat dalam serum.
Implikasi klinik:
Peningkatan bilirubin yang disertai penyakit hati dapat terjadi
pada gangguan hepatoseluler, penyakit sel parenkim, obstruksi
saluran emped atau hemolisis sel darah merah.
Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dapat terjadi
pada anemia hemolitik, trauma disertai dengan pembesaran
hematoma dan infark pulmonal.
Bilirubin terkonjugasi tidak akan meningkat sampai dengan
penurunan fungsi hati hingga 50%.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat terjadi pada
kanker pankreas dan kolelitiasis Peningkatan kadar keduanya
dapat terjadi pada metastase hepatik, hepatitis, sirosis dan
kolestasis akibat obat obatan.
Pemecahan bilirubin dapat menyamarkan peningkatan
bilirubin.
Obat-obat yang dapat meningkatkan bilirubin: obat yang
bersifat hepatotoksik dan efek kolestatik, antimalaria
(primakuin, sulfa, streptomisin, rifampisin, teofi lin, asam
askorbat, epinefrin, dekstran, metildopa).
Obat-obat yang meningkatkan serum bilirubin dan ALP :
Allopurinol, karbamazepin, kaptopril, klorpropamid,
siproheptadin, diltiazem, eritromisin, co-amoxiclav, estrogen,
nevirapin, quinidin, TMPSMZ (DEPKES RI, 2011)
9
BAB IV
KERANGKA KONSEP
10
BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN
BAB VI
BELAJAR MANDIRI
11
BAB VII
BERBAGI PENDAPAT
usus
Peningkatan conjugated
bilirubin
Oleh metabolisme flora normal menjadi
urobilinogen
Re-absorpsi menuju sistemik
melalui vena porta
Feses urin
conjugated bilirubin
Peningkatan uribilin dapat
diakibatkan karena peningkatan
sekresi conjugated bilirubin
(Guyton et all, 2011)
12
c. Hepatitis B
- Melalui darah : penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis,
pekerja kesehatan, pekerja yang terpapar darah.
- Transmisi seksual
- Penetrasi jaringan dan mukosa : tertusuk jarum, penggunaan ulang
peralatan medis yang terkontaminasi, penggunaan pisau cukur yang
bergantian, tato, akupuntur, tindik, penggunaan sikat gigi bersamaan.
- Transmisi maternal-neonatal
d. Hepatitis D
- Melalui darah
- Transmisi seksual
- Penyebaran maternal-neonatal
- IVDU
- Homoseksual
- Resipien donor darah
- Pasangan seksual
e. Hepatitis C
- Darah
- Transmisi seksual: frekuensi rendah
- Maternal-neonatal: frekuensi rendah (IPD, 2006)
Faktor Risiko Hepatitis :
a. Umur
13
medis (petugas laboratorium, transfusi darah, kamar bedah, dokter gigi,
dokter bedah dan lain - lain). Populasi yang bekerja di institusi kesehatan
sangat berisiko terhadap virus hepatitis karena profesi mereka sangat erat
kontak langsung dengan darah maupun sekret orang yang terinfeksi.
(Surya, 1995)
d. Imunitas
Semua orang rentan terhadap infeksi Hepatitis . Biasanya penyakit
lebih ringan dan sering Anicteric pada anak - anak, dan pada bayi biasanya
asimtomatis. Kekebalan protektif terbentuk setelah terjadi infeksi apabila
terbentuk antibodi terhadap virus hepatitis. (Surya, 1995)
e. Riwayat Penyakit
Seseorang dengan sindroma down, penyakit lymphoproliferative ,
infeksi HIV pasien dengan hemodialisis, yang selalu memerlukan transfusi
darah dan penderita yang mendapat terapi. Orang - orang yang memiliki
kelainan kekebalan seluler merupakan riwayat penyakit yang berisiko
terinfeksi HBV dan lebih mudah menderita infeksi kronis. (Sulaiman,
1995)
f. Gaya hidup
Beberapa faktor gaya hidup dapat berpengaruh menjadi faktor
risiko hepatitis. Contohnya, donor darah yang tidak steril, pembuatan tato
yang tidak steril, memakai obat obatan terlarang dengan media suntik,
berhubungan seksual dengan banyak orang dan tidak memakai pengaman,
hyeginitas yang rendah, atau bahkan bersentuhan langsung dengan cairan
penderita dapat menjadi faktor risiko dari hepatitis. (Sulaiman, 1995)
14
mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal. Infeksi virus
parenkim hepar telah dikelompokkan berdasarkan agen spesifik yang
menginfeksinya.
dalam hal ini fungsi system imun sangat mempengaruhi proses penularan
virus hepatitis (Hudak & Gallo, 1996).
Fungsi Sistem Imun sendiri yaitu untuk :
Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit, menghancurkan
dan menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri,
parasit, jamur, dan virus serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh
atau penangkal benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Menghilangkan jaringan atau sel yang mati atau yang rusak untuk
perbaikan jaringan (untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama
menjaga keseimbangan komponen tubuh yang telah tua).
Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal (sebagai
pendeteksi adanya sel-sel abnormal, termutasi, atau ganas, serta
menghancurkannya) (Hudak & Gallo, 1996).
4. Diagnosis Banding
a. Abses hepar
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber
dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses
supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Dan sering
15
timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu
(Sudoyo, Aru W, 2007).
16
sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan
terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut.
Manifestasi klinis
Manifestasi sistemik AHP lebih berat dari pada abses hati amebik.
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa
nyeri spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan
membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di atasnya.
Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan
lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan
keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan
terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah
kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah,
berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang
unintentional.
Diagnosis
Penegakan diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, serta pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik, hepatomegali terdapat pada semua penderita, yang
teraba sebesar tiga jari sampai enam jari arcus-costarum.
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium yang di periksa adalah darah rutin
termasuk kadar Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap
darah dan percobaan fungsi hati, termasuk kadar bilirubin total, total
protein dan kadar albumin dan glubulim dalam darah.
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan leukositosis yang
tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap
darah, peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase
dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu
protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan
fungsi hati yang disebabkan AHP (Sudoyo, Aru W, 2007).
b. Hepatitis non infeksi/ hepatitis alkoholik.
Hepatitis alkoholik terjadi ketika hati dirusak oleh alkohol
yang diminum. Etanol-zat turunan dari alkohol dalam bir, anggur dan
minuman keras menghasilkan bahan kimia yang sangat beracun,
seperti asetaldehida. Zat ini memicu peradangan kimia yang
17
menghancurkan sel-sel hati. Kemudian, jaringan-jaringan seperti
bekas luka, dan knot kecil jaringan menggantikan jaringan hati
yang sehat, mengganggu kemampuan hati untuk berfungsi.
Jaringan parut ini bersifat ireversibel, yang disebut sirosis,
merupakan tahap akhir dari penyakit hati alkoholik (Setyohadi et.al,
2006).
Faktor resiko :
1. Faktor genetik. Setelah mutasi pada gen tertentu yang
mempengaruhi metabolisme alkohol dapat meningkatkan resiko
penyakit hati alkoholik serta alkohol terkait kanker dan komplikasi
lain dari minum berat.
2. Jenis hepatitis lainnya. Jangka panjang penyalahgunaan alkohol
memperburuk kerusakan hati yang disebabkan oleh jenis lain dari
hepatitis, khususnya hepatitis C.
3. Malnutrisi. Banyak orang yang minum sangat kekurangan gizi,
baik karena mereka sering menggantikan alkohol untuk makanan,
atau karena alkohol dan produk sampingan yang beracun
mencegah tubuh menyerap nutrisi, khususnya protein, vitamin
tertentu dan lemak. Dalam kedua kasus, kurangnya nutrisi
berkontribusi terhadap kerusakan sel hati (Setyohadi et.al, 2006).
Komplikasi :
18
bagian atas atau kerongkongan dari pembuluh darah adalah
keadaan darurat yang mengancam nyawa yang membutuhkan
perawatan medis segera (Setyohadi et.al, 2006).
3. Retensi cairan.
Ketika alkoholik hepatitis menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke
ginjal-ginjal untuk menahan garam dan air didalam tubuh.
Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam
jaringan dibawah kulit pergelangan- pergelangan kaki karena
efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini
disebut edema atau pitting edema (Setyohadi et.al, 2006).
4. Memar dan pendarahan.
Hepatitis alkoholik mengganggu produksi protein yang membantu
darah untuk membeku. Akibatnya, pasien mungkin memar dan
berdarah lebih mudah dari biasanya (Setyohadi et.al, 2006).
c. Hepatitis virus
a. Hepatitis virus A dan E
1. Defenisi
Hepatitis adalah proses peradangan difus pada sel hati.
Hepatitis A adalah hepatitis yang disebabkan oleh infeksi
Hepatitis A Virus dan E virus (Sudoyo, Aru W, 2007).
2. Etiologi
Virus ini termasuk virus RNA, serat tunggal, dan tidak
mempunyai selubung (Sudoyo, Aru W, 2007).
3. Patofisiologi
19
4. Manifestasi klinik.
Fase inkubasi.
Fase Inkubasi. Merupakan waktu antara masuknya virus
dan timbulnya gejala atau ikterus. fase inkubasi dapat
berlangsung selama 14-50 hari, dengan rata-rata 28-30
hari.
Fase Prodromal (pra ikterik).
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan
timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau
insidious ditandai dengan malaise umum, nyeri otot,
nyeri sendi, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan
anorexia. Mual muntah dan anoreksia berhubungan
dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Demam
derajat rendah umunya terjadi pada hepatitis A akut.
Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di
kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang diperberat
dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan
kolesistitis.
20
Fase ikterus.
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga
muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Fase
konvalesen (penyembuhan). Diawali dengan
menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada.
Muncul perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya
nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik
dalam 2-3 minggu (Sudoyo, Aru W, 2007).
5. Penatalaksanaan.
Penatalaksanaan hepatitis A virus dan E virus sebagian besar
adalah terapi suportif, yang terdiri dari bed rest sampai dengan
ikterus mereda, diet tinggi kalori, penghentian dari pengobatan
yang beresiko hepatotoxic, dan pembatasan dari konsumsi
alkohol (Sudoyo, Aru W, 2007).
b. Hepatitis B, C dan D virus.
1. Defenisi.
Hepatitis B, C dan D adalah suatu penyakit hati yang
disebabkan oleh virus Hepatitis B, suatu anggota famili
hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut
atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau
kanker hati (Sudoyo, Aru W, 2007).
2. Etiologi.
Bagian luar dari virus ini adalah protein envelope lipoprotein,
sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid atau core
(Sudoyo, Aru W, 2007).
3. Patofiologi.
21
(Sudoyo, Aru W, 2007).
4. Manifestasi klinik.
Akut.
a. Fase inkubasi.
Merupakan waktu antara masuknya virus dan
timbulnya gejala atau ikterus. Fase inkubasi
Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan
ratarata 60-90 hari.
b. Fase prodromal (pra ikterik).
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama
dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya singkat
atau insidous ditandai dengan malaise umum,
mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas
atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat
terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan
menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum,
kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi
jarang menimbulkan kolestitis.
c. Fase ikterus.
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga
muncul bersamaan dengan munculnya gejala.
Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi.
Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan
22
gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi
perbaikan klinis yang nyata.
d. Fase konvalesen (penyembuhan).
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan
lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi
hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat
dan kembalinya nafsu makan (Sudoyo, Aru W,
2007).
Kronik.
a. Fase imunotoleransi.
Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga
konsentrasi virus tinggi dalam darah, tetapi tidak
terjadi peradangan hati yang berarti. Virus Hepatitis
B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg
yang sangat tinggi.
b. Fase Imunoaktif (Clearance).
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat
terjadinya replikasi virus yang berkepanjangan,
terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari
kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance
menandakan pasien sudah mulai kehilangan
toleransi imun terhadap VHB.
c. Fase residual.
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan
menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi
VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya
dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus
tanpa ada kerusakan sel hati yang berarti. Fase
residual ditandai dengan titer HBsAg rendah,
HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang
menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal
(Sudoyo, Aru W, 2007).
5. Komplikasi.
Hepatis fulminant.
Angka kematian lebih dari 80% tetapi penderita
hepatitis fulminan yang berhasil hidup biasanya
23
mengalami kesembuhan biokimiawi atau histologik.
Terapi pilihan untuk hepatitis B fulminan adalah
transplantasi hati.
Sirosis hepatis.
Sirosis hati merupakan kondisi dimana jaringan hati
tergantikan oleh jaringan parut yang terjadi bertahap.
Jaringan parut ini semakin lama akan mengubah
struktur normal dari hati dan regenerasi sel-sel hati.
Maka sel-sel hati akan mengalami kerusakan yang
menyebabkan fungsi hati mengalami penurunan bahkan
kehilangan fungsinya. (Sudoyo, Aru W, 2007).
6. Tatalaksana
Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis virus akut yang khas.
Pembatasan aktivitas fisik seperti tirah baring dapat membuat
pasien merasa lebih baik. Diperlukan diet tinggi kalori dan
hendaknya asupan kalori utama diberikan pada pagi hari karena
banyak pasien mengalami nausea ketika malam hari. Terapi
antiviral yang telah terbukti bermanfaat untuk Hepatitis B
kronik adalah Interferon, Lamivudin, Adefovir dipofoxil dan
Entecavir (Sudoyo, Aru W, 2007).
24
(DEPKES RI, 2006).
5. Komplikasi
1. Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis merupakan tahap akhir proses difus fibrosis
hati progresif yang ditandai ole distorsi arsitektur hati dan
pembentukan nodul regerenatif. (Sudoyo et al, 2014)
a. Patogenesis
Sirhep terjadi karena cidera parenkim hati yang
menyebabkan timbulnya jaringan ikat dan pembentukan nodul.
Fibrosis terjadi karena adanya aktivasi sel stellate hati. Aktivasi
sel stellate dipicu oleh faktor pelepasan yang dihasilkan sel
hepatosit dan sel kupffer. Jika sel stellate dihasilkan, maka akan
terbentuk deposit ECM (matriks ekstraseluler) yang memicu
perubahan bentuk kan kapilarisasi pembuluh darah. (Sudoyo et
al, 2014)
b. Etiologi
Etiologi SH
25
Penyakit hati alkoholik
Hepatitis C Kronik
Hepatitis autoimun
Hemokromatosis herediter
c. Manifestasi klinis
Tanda Penyebab
d. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk SH
26
Gamma-glutamil transferase Korelasi dengan ALP, spesifik
khas akibat alkohol sangat
meningkat
Trombosit Menurun
27
Penegakan diagnosis untuk SH adalah melalui biopsi hati
melalui perkutan, transjugular, laparoskopi atau dengan biopsi
jarum halus. (Sudoyo t al, 2014)
h. Tatalaksana
Tatalaksana SH adalah dengan cara transplantasi hati. Karena
jika SH tidak ditindak lanjuti dengan baik maka akan menjadi
gagal hati. Ketika sudah terjadi gagal hati, fungsi hati secara
keseluruhan sudah menurun. (Sudoyo et al, 2014)
i. Komplikasi
- Hipertensi portal
- Asites
- Varises esofagus
- Peritonitis bakterial spontan
- Ensefalopati hepatikum
- Sindrom hepatorenal (Sudoyo et al, 2014)
2. Fatty Liver
a. Etiologi
Penyebab perlemakan hati dapat dibagi dua kelompok
besar yaitu
1. Perlemakan hati alkoholik (Alkoholic fatty liver (AFL))
biasanya berupa steatosis makrovesikuler. Kelompok ini
mencangkup hepatitis alkoholik dan sirosis.
2. Perlemakan hati non alkoholik (non-alkoholic fatty liver
(NAFL)) kelompok ini mencangkup:
a. Steatosis makrovesikular:
- Obesitas
- Diabetes mellitus tipe 2, hyperlipidemia
- Malnutrisi protein-kalori
- Bedah pintas jejeno-ileal
- Nutrisi parental total (NPT)
- Obat-obatan (kortikosteroid atau estrogen dosis tinggi)
b. Steatosis mikrovesikular
- Perlemakan hati akut pada kehamilan
- Obat-obatan (tetrasiklin)
- Sindrom Reyes
b. Pathogenesis
28
Dalam keadaan normal trigliserida di hati bersama
apoprotein disekresikan ke sirkulasi plasma dalam bentuk
lipoprotein densitas sangat rendah atau very low density
lipoprotein (VLDL). Bila terjadigangguan keseimbangan
antara sintesis trigliserida peningkatan atau penurunan
dengan sekresi VLDL, akan terjadi timbunan lemak pada
sel hati. Mekanisme terjadinya perlemakan hati disebabkan
oleh empat cara yaitu
1. Peningkatan transportasi atau suplai asam lemak dari
hati ke perifer.
2. Penurunan transportasi asam lemak dari hati ke perifer
dalam bentuk VLDL.
3. Penurunan oksidasi asam lemak.
4. Peningkatan oksidasi asam lemak.
29
gejala seperti sakit kuning (jaundice), mual, muntah,
kembung dan nyeri tumpul di perut kanan atas.
d. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari gejala yang muncul,
pada pemeriksaan fisik didapati pembesaran hati.
Pemeriksaan penunjang dengan USG, pengambilan sampel
sel hati dengan jarum (biopsi hati) meskipun tidak lazim
dilakukan, pemeriksaan albumin dan bilirubin biasanya
masih normal. SGOT dan SGPT meningkat 2-3 kali nilai
normal deikian juga alkalifosfat meningkat setengah samapi
satu kali nilai normal. Kadar trigliserid dan kolesterol juga
meningkat. Pada kasus perlemakan hati primer, semua
tanda hepatitis C harus negative. (Djanas W.S. 2001)
3. Hepatoma
Hepatoma merupakan pertumbuhan sel hati yang tidak
normal yang di tandai dengan bertambahnya jumlah sel dalam
hati yang memiliki kemampuan membelah/mitosis disertai
dengan perubahan sel hati yang menjadi ganas.(Hussodo,
2006)
Patogenesis
30
Etiologi
Virus Hepatitis B (HBV)
Virus Hepatitis C (HVC)
Sirosis Hati
Aflaktosin
Alkohol
(Hussodo, 2006)
Manifestasi Klinik
Gambaran klinis berupa rasa nyeri tumpul umumnya
dirasakan oleh penderita dan mengenai perut bagian kanan
atas, diepigastrium atau kedua tempat epigastrium dan
hipokondrium kanan. Rasa nyeri tersebut tidak berkurang
dengan pengobatan apapun juga. Nyeri yang terjadi terus-
menerus sering menjadi lebih hebat bila bergerak. Terdapat
benjolan didaerah perut bagian kanan atas atau diepigastrium.
31
adalah gejala-gejala yang berkaitan dengan terjadinya
hipertensi portal yang meliputi asites, perdarahan karena
varises esofagus, dan ensefalopati.
Diagnosis
Ultrasonografi
32
oleh karena adanya hipervaskularisasi tumor yang tampak pada
angiografi.
MR imaging
Biopsi
Penatalaksanaan
Pengobatan non-bedah
33
a. Percutaneous ethanol injection (PEI)
b. Chemoembolism
c. Kemoterapi sistemik
PENUTUP
34
A. KESIMPULAN
Pada skenario keempat kali ini, Ny. Zein mengeluh urinasinya tidak sepeti
biasanya, warna urinnya berwarna sepert teh. Sebelumnya, beliau merawat
majikannya dirumah sakit yang terkena hepatitis selama beberapa hari. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri tekan, ada pembesaran hati,
dan terdapat ikterik. Selain itu, dari hasil pemeriksaan laboratorium juga
didapatkan peningkatan bilirubin terkonjugasi, tak terkonjugasi dan biilrubin total.
Selain bilirubin, kada ALT dan ASTnya pun meningkat.
Jika dihubungkan keluhan urin berwarna seperti teh dan hasil pemeriksaan
bilirubin, didapatkan korelasi bahwa peningkatan bilirubin terutama bilirubin
terkonugasi akan menyebabkan warna urin menjadi lebih coklat gelap seperti teh.
Hal ini terjadi karena bilirubin terkonjugasi akan diubah menjadi urobilinogen
oleh bakteri di usus yang kemudian akan diubah lagi menjadi pewarna feses
(stercobilin) dan pewarna urin (urobilin). Selain peningkatan bilirubin,
peningkatan ALT dan AST merupakan suatu tanda adanya cidera sel hati.
Memang jika dilihat dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium,
semuanya mengarah ke penyakit hati khususnya hepatitis, apalagi Ny. Zein juga
mendapat faktor resiko besar tertular majikan yang dirawatnya. Tetapi hasil
pemeriksaan fisik dan laboratorium saja tidak bisa menegakkan diagnosis
hepatitis. Untuk menegakkan diagnosis lebih lanjut yaitu pemeriksaan serologik
untuk mengetahui ada atau tidaknya virus hepatitis di dalam darah.
B. SARAN
35
1. Sebaiknya setiap anggota agar tetap fokus dalam jalannya diskusi, sehingga
ketika ada pengulangan setiap anggota bisa mengulangi penjelasan temannya
dengan baik dan benar.
2. Sebaiknya sebelum melakukan diskusi PBL, anggota lebih mempersiapkan
diri hafalan Al-Quran, agar pada saat pengecekan, setiap anggota hafal dan
lancar.
3. Setiap anggota sebaiknya tetap diam dan memperhatikan ketika ada anggota
lain yang sedang mempresentasikan hasil belajar mandiri dirumah.
Diharapkan anggota tidak mengobrol sendiri.
4. Ketua diskusi sebaiknya dapat mengatur jalannya diskusi agar diskusi bisa
berjalan lancar. Selain itu, ketua juga harus bisa menyimpulkan setiap
pendapat yang diajukan oleh anggota lain.
5. Sebaiknya tiap anggota sudah harus mempersiapkan materi yang akan
didiskusikan, sehingga bisa saling bertukar pendapat dan melaksanakan
diskusi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anand, B.S., Katz, J., 2011. Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference, Professor.
Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology,
Baylor College of Medicine
Ari, S (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI.
Jakarta. PT. Rineka Cipta.
36
Basavanthappa, B.T, 2009. Foundamentals of Nursing, 2 nd Edition, New Delhi :
Jaypee Brother Medical Publisher
Berardi R.R., Welage L.S. 2005. Peptic Ulcer Disease. In Dipiro J.T., Talbert
R.L.,Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M. ed:
Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach. 6th ed. USA:
McGraw-Hill Companies. p. 630
Brooks G.F, Butel J.S, Morse S.A. 2004. Vibrios, Campylobacter, Helicobacter, &
Associated Bacteria. In Jawetz, Melnick, & Adelbergs: Medical
Microbiology. 23th ed. Boston: Mc Graw Hill.
Dorland, W.A., 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Goodman & Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10th ed, 2001
Hudak C.M.,Gallo B.M. 2004. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI,
Volume II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
37
Katzung.G.Bertram 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VIII Bagian ke
II.Jakarta:Salemba Medika
Kurt j. Isselbacher et al. Editor Edisi Bahasa Indonesia. Ahmad H. Asdie. Harrison
Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. EGC. 1999
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid I. FKUI.Jakarta.
Simadibarata, Marcellus, Syam, Ari Fahrial, Rani, A. Aziz., 2011. Buku Ajar
Gastroenterologi Edisi Kesatu. Jakarta: Interna Publishing.
Soll, S.H, Graham D.Y., 2009. Peptic Ulcer Disease. Dalam: Yamada, T., (ed).
Textbook of Gastroenterology. Oxford: Blackwell Publlishing Ltd.
38
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al., 3rd ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Tarigan, P. 2001. Tukak Gaster. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I.
Jakarta: Pusat Penerbitan Fakultas Kedokteran.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-
271, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
Vakil, N., 2010. Peptic Ulcer Disease. Dalam: Feldman, M., Friedman, L.S.,
Brandt ., L.J., (eds).Sleisenger and Fodtrans Gastrointestinal and
Liver Disease: Pathophysiology/ Diagnosis/Management.
Philadelphia: Saunders Elsevier.
Warren JR, Marshal BJ. Unidentified curved bacilli on gastric epithelium in active
chronic gastritis. Lancet 2011
Snow, R. W., and Gilles, H.M., 2002. The Epidemiology of Malaria. Bruce-
Chwatts Essential Malariology.
39
Wintrobe M.M. ; Clinical Haematology , Lea & Febiger Philadelphia, Eighth
Edition, 1985.
A.H. Markum.1999. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta: Balai
penerbit FKUI.
Djanas W.S. 2001 Perlemakan Hati Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI
40