Cystoma ovarii adalah pertumbuhan yang berlebihan pada ovarium oleh karena
suatu sebab jadi membesar dan berisi cairan kadang berlendir, sehingga tumor
tersebut membentuk suatu kantong yang besar dinamakan kista (Syafiudin,
2000).
Kista ovarium adalah suatu benjolan yang berada di ovarium yang dapat
mengakibatkan pembesaran pada abdomen bagian bawah dimana pada
kehamilan yang disertai kista ovarium seolah-olah terjadi perlekatan ruang bila
kehamilan mulai membesar (Prawirohardjo, 2009: 664)
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang besar,kistik atau
padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium. Dalam kehamilan,tumor ovarium
yang dijumpai paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein.
Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam
rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala ke dalam panggul
(Wiknjosastro et al, 2009)
ETIOLOGI
Beberapa literatur menyebutkan bahwa penyebab terbentuknya kista
pada ovarium adalah gagalnya sel telur (folikel) untuk berovulasi. Fungsi ovarium
yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan pembentukan
salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak
akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone
hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang
menyebabkan folikel yang berbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium.
Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur,
karena itu terbentuk kista di dalam ovarium.
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab Inilah yang
nantinya akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium,
tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan. Kista jenis ini
terbentuk oleh karena pembentukan folikel ovarium yang tidak terkontrol.
Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal terdapat dalam ovarium.
Pada keadaan normal, folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus
menstruasi untuk melepaskan sel telur. Namun, pada beberapa kasus, folikel ini
tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan cairan yang nantinya akan
menjadi kista.
Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar
akibat perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada
beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti
rambut dan gigi. Kista jenis ini disebut dengan kista dermoid.
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko kista ovarium antara lain:
1. Faktor genetik/ mempunyai riwayat keluarga dengan kanker ovarium dan
payudara.
2. Faktor lingkungan (polutan zat radio aktif)
3. Gaya hidup yang tidak sehat
4. Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, misalnya akibat
penggunaan obat-obatan yang merangsang ovulasi dan obat pelangsing
tubuh yang bersifat diuretik.
5. Kebiasaan menggunakan bedak tabur di daerah vagina (Wiknjosastro,
2005)
Ada beberapa faktor risiko yang diduga berperan dalam pembentukan kista
ovarium. (Anurogo, 2009):
a. Pengobatan infertilitas
Pasien yang sedang diobati untuk infertilitas dengan induksi
ovulasidengan gonadotropin atau bahan lainnya, seperti clomiphene
citrate atauletrozole, dapat membentuk kista ovary sebagai bagian dari
ovarianhyperstimulation syndrome.
b. Tamoxifen
Tamoxifen dapat mengakibatkan kista ovari benigna fungsional
yang biasanya timbul setelah penghentian terapi.
c. Kehamilan
Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk pada trimester kedua
saat kadar hCG tertinggi.
d. Hypothyroidism
Karena kemiripan antara subunit alpha thyroid-stimulating hormone (TSH)
dan hCG, hipotirodisme dapat menstimulasi pertumbuhan kista ovarii
e. Gonadotropin maternal
Efek transplasental dari gonadotropin maternal dapat menyebabkan
pembentukan dari kista ovarii neonatal dan fetal
f. Merokok
Risiko kista ovarii fungsional meningkat dengan merokok
g. Ligasi tuba
kista fungsional telah dihubungkan dengan sterilisasi ligasi tuba
PATOFISIOLOGI
(terlampir)
KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan tingkat keganasannya:
MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan manifestasinya bersifat asimptomatik, terutama pada kista
ovarium yang kecil. Sebagian tanda dan gejala dapat dirasakan akibat dari
pertumbuhan, aktivitas endokrin atau komplikasi yang ditimbulkan dari kista
tersebut (Prawiroharjo, 2002). Pada kista yang berukurkan kecil akan dirasakan
gejala ketidaknyamanan ketika tumbuh membesar, sedangkan kista yang ganas
kadang kala memberikan keluhan sebagai infiltrasi atau metastatis ke jaringan
sekitarnya (Sarjadi, 1995).
Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau perubahan
di tubuh untuk mengetahui gejala mana yang serius. Gejala-gejalanya antara
lain: perut terasa penuh, berat dan kembung, tekanan pada dubur dan kandung
kemih (sulit buang air kecil), siklus menstruasi tidak teratur dan sering nyeri, nyeri
panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke punggung
bawah dan paha, nyeri senggama, mual, ingin muntah, atau pengerasan
payudara mirip seperti pada saat hamil, luas permukaan dinding endometrium
menebal, dan pembengkakan tungkai bawah yang tidak disertai rasa sakit.
Kadang-kadang kista dapat memutar pada pangkalnya, mengalami infark dan
robek, sehingga menyebabkan nyeri tekan perut bagian bawah yang akut
sehingga memerlukan penanganan kesehatan segera (Moore, 2001)
PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada prinsipnya, tumor ovarium memerlukan pembedahan, tetapi ada
beberapa kista benigna yang pada umumnya tidak memerlukan pembedahan
seperti kista folikel de graf, kista korpus luteum dan kista endometrium.
Pengangkatan biasanya dilakukan untuk mencegah kista tumbuh lebih besar.
Penatalaksanaan pada tumor berbeda-beda tergantung jenis tumor neoplastik
ganas atau tidak.
a. Tumor ovarium nonneoplastik
Tumor ovarium yang tidak memberikan gejala/keluhan pada penderita
dan yang diameter kurang dari 5 cm (kemungkinan kista folikel atau kista
korpus luteum), kadang ditemukan adanya pengecilan ukuran tumor secara
spontan dan menghilang. Maka tindakan yang dilakukan ialah:
Menunggu selama 2 sampai 3 bulan.
Mengadakan pemeriksaan ginekologik berulang.
Mengamati peningkatan pertumbuhan tumor.
Mempertimbangkan tindakan operatif, apabila kesimpulan dari
hasil observasi tumor tersebut bersifat neoplastik.
b. Tumor ovarium neoplastik tidak ganas
Pengangkatan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung
tumor.
Apabila ukuran tumor besar dan disertai komplikasi, maka
dilakukan pengangkatan ovarium dan tuba (salpingo-ooforektomi).
Operasi kedua dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah
tumor terjadi di satu atau kedua ovarium.
Pada saat operasi pengangkatan tumor ovarium harus dibuka
guna mengetahui keganasannya. Apabila keadaan meragukan,
dapat dilakukan pemeriksaan sediaan yang dibekukan saat
operasi berlangsung untuk mendapatkan kepastian.
c. Histerektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral
Dilakukan pada penderita tumor ovarium yang bersifat ganas. Apabila
penderita masih berusia muda yang masih ingin memiliki keturunan dan
tingkat keganasannya rendah (misalnya tumor sel granulosa), lebih baik
melakukan operasi yang tidak bersifat radikal (Sjamjuhidayat, 2004;
Wiknjosastro, 2005).
Terapi bergantung pada ukuran dan konsistensi kista dan
penampakannya pada pemeriksaan USG. Mungkin dapat diamati kista
ovarium berdiameter kurang dari 80 mm, dan skening diulang untuk melihat
apakah kista membesar. Jika diputuskan untuk dilakukan terapi, dapat
dilakukan aspirasi kista atau kistektomi ovarium.
Kista yang terdapat pada wanita hamil, yang berukuran >80 mm dengan
dinding tebal atau semisolid memerlukan pembedahan, setelah kehamilan
minggu ke 12. Kista yang dideteksi setelah kehamilan minggu ke 30 mungkin
sulit dikeluarkan lewat pembedahan dan dapat terjadi persalinan prematur.
Keputusan untuk melakukan operasi hanya dapat dibuat setelah
mendapatkan pertimbangan yang cermat dengan melibatkan pasien dan
pasangannya. Jika kista menimbulkan obstruksi jalan lahir dan tidak dapat
digerakkan secara digital, harus dilakukan seksio sesaria dan kistektomi
ovarium (Moore, 2001).
Ciri kista yang perlu dilakukan operasi diantaranya dengan indikasi:
a. Kista berdiameter lebih dari 5 cm dan telah diobservasi 6-8 minggu tanpa
terjadinya pengecilan
b. Ada bagian padat dari dinding tumor
c. Dinding tumor bagian dalam berjonjot
d. Kista lebih besar dari 10 cm dan asites
e. Dugaan terpelintir atau pecah (Smeltzer & Suzzane, 2001).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pap smear
Pap Smear untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan
adaya kanker / kista.
b. Ultrasound / scan CT
Memungkinkan visualisasi kista yang diameternya dapat berkisar dari 1-6 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu mengindentifikasi ukuran / lokasi
massa, dan batas-batasnya.
c. Laparoskopi
Laparoskopi dilakukan untuk melihat adanya tumor, perdarahan,
perubahan endometrial. Laparoskopi juga berguna untuk menentukan
apakah kista berasal dari ovary atau tidak dan juga untuk menentukan
jenisnya.
d. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menununjukan anemia kronis sementara penurunan
Ht menduga kehilangan darah aktif, peningkatan SDP dapat mengindikasikan
proses inflamasi / infeksi. ( Doenges. 2000:743 ).
e. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam
tumor.
KOMPLIKASI
Menurut manuaba (2008) komplikasi dari kista ovarium yaitu :
a. Torsio Kista Ovarium.
Komplikasi kista ovarium bisa berat. Komplikasi paling sering dan paling
berbahaya adalah torsio dari kista ovarium yang merupakan kegawatdaruratan
medis yang menyebabkan tuba falopiberotasi, situasi ini bisa menyebabkan
nekrosis. Kondisi ini sering menyebabkan infertilitas. Manifestasi dari torsio kista
ovarium adalah nyeri perut unilateral yang biasanya menyebar turun ke kaki.
Pada kondisi ini pasien harus segera di bawa ke rumah sakit. Jika pembedahan
selesai pada 6 jam pertama setelah onset krisis, intervensi pada kista torsio bisa
dilakukan. Jika torsio lebih dari 6 jam dan tuba falopi sudah nekrosis, pasien
akan kehilangan tuba falopinya.
b. Perdarahan dan rupture kista.
Komplikasi lain adalah perdarahan atau rupturnya kista yang ditandai dengan
ascites dan sering sulit untuk dibedakan dari kehamilan ektopik. Situasi ini juga
perlu pembedahan darurat. Gejala dominan dari komplikasi ini adalah nyeri kuat
yang berlokasi di salah satu sisi dari abdomen (pada ovarium yang mengandung
kista). Ruptur kista ovarium juga mengakibatkan anemia. Ruptur kista ovarium
sulit dikenali karena pada beberapa kasus tidak ditemukan gejala. Tanda
pertama yang bisa terjadi adalah terasa nyeri di abdomen bagian bawah, mual,
muntah dan demam.
c. Infeksi.
Infeksi bisa mengikuti komplikasi dari kista ovarium. Kista ovarium yang tidak
terdeteksi dan susah untuk didiagnosis bisa mengakibatkan kematian akibat
septikemia. Gejala infeksi pertama adalah demam, malaise, menggigil dan nyeri
pelvis.
PENCEGAHAN
Tidak ada upaya pencegahan khusus yang dapat dilakukan agar terhindar
dari penyakit ini. Upaya yang bisa dilakukan adalah untuk mengetahui secara dini
penyakit ini sehingga pengobatan yang dilakukan memberikan hasil yang baik
dengan komplikasi yang minimal. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan pemeriksaan secara berkala yang meliputi :
1. Pemeriksaan klinis genekologik untuk mendeteksi adanya kista atau
pembesaran ovarium lainnya
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) bila perlu dengan alat Doppler untuk
mendeteksi aliran darah
3. Pemeriksaan petanda tumor (tumor marker)
4. Pemeriksaan CT-Scan / MRI bila dianggap perlu
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius.
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Agung Waluyo. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Wiknjosastro H, 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta, Yayaan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; hal 523 - 529.